Penentuan Aktivitas Insektisida Mikroba

daya toksisitas yang tinggi pula Dulmage et al. 1990. Sebelumnya, diyakini bahwa tingginya jumlah spora selalu berbanding lurus dengan besarnya daya toksisitas, namun tidak selalu demikian. Dalam kultivasi B. thuringiensis, karbon mempunyai peran yang sangat penting. Dalam konsentrasi yang tinggi, karbohidrat menyebabkan efek yang berlawanan karena B. thuringiensis menghasilkan asam dan dapat menurunkan pH di bawah 5,5 – 5,7 dimana kebanyakan galur B. thuringiensis tidak dapat tumbuh sehingga fermentasi terhenti Dulmage et al. 1990. Untuk menjaga kondisi ini diperlukan keseimbangan perbandingan karbon – nitrogen dan pH dikontrol dengan cara menambahkan basa selama proses. Farrera et al. 1998 menjelaskan bahwa keseimbangan rasio CN secara langsung berpengaruh pada produksi kristal protein. Hasil investigasinya menunjukan bahwa pada kisaran perbandingan CN dari 3:1 sampai 11:1 untuk fermentasi B. thuringiensis kurstaki HD-73, walaupun jumlah spora tertinggi diperoleh pada perbandingan rasio 4:1 tetapi konsentrasi protein kristal tertinggi diperoleh pada rasio CN 7:1. Pengaruh glukosa pada fermentasi tidak selalu demikian, penelitian yang dilakukan Scherrer et al. 1973 memperlihatkan bahwa ketika konsentrasi glukosa medium dinaikan, ukuran dan potensi protein kristal juga meningkat. Komponen lain yang sangat penting dalam produksi protein kristal adalah kalsium. Kultivasi B. thuringiensis pada media yang mengandung garam kalsium dan dihasilkan peningkatan produksi protein kristal. Namun ketika garam kalsium digantikan oleh garam natrium, efek yang sama tidak terlihat. Foda et al. 1985 melaporkan, komponen lain yang penting adalah trace element. Sikdar et al. 1993 menemukan bahwa Fe, Mn, dan Cu dibutuhkan untuk memproduksi protein kristal.

2.7 Penentuan Aktivitas Insektisida Mikroba

Menurut Dulmage et al. 1990, prosedur untuk monitoring insektisida kimia relatif lebih mudah karena produk murni dapat dievaluasi dan diketahui dengan mudah. Berbeda dengan monitoring produksi insektisida mikrobial. Tingkat ketidakmurnian produk akhir sangat besar, bahan aktif hanya ada dalam jumlah yang kecil dan tingkat kemurnian dari kultivasi satu ke kultivasi lainnya juga berbeda. Cara standar untuk mengevaluasi daya toksisitas bioinsektisida yang dihasilkan adalah melalui biological assay atau bioassay. Bioassay insektisida mikrobial didesain untuk menentukan berapa banyak bahan yang diperlukan untuk menyebabkan kematian populasi serangga sasaran. Secara statistik, pengukuran kematian populasi serangga adalah konsentrasi toksin yang dapat membunuh 50 populasi serangga sasaran atau LC 50 . Konsentrasi ini ditentukan melalui mengekspos sejumlah larva dengan konsentrasi yang berbeda dari sampel pada makanan serangga target, menginkubasinya pada standar waktu tertentu, kemudian merekam persen kematian pada masing-masing konsentrasi. Nilai LC 50 ditentukan menggunakan analisis regresi dari masing-masing sampel menggunakan program probit count. Nilai LC 50 untuk sampel yang telah ditentukan akan bervariasi dari hari ke hari. Variasi ini diminimalisir oleh analisa formula standar sepanjang pengujian sampel melalui bioassay menggunakan populasi serangga yang sama, kemudian dihitung rasio potensi sampel terhadap potensi standar dengan cara membandingkan LC 50 standard dengan LC 50 sampel yang diuji Dulmage et al. 1981. Standar yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4 dinyatakan dalam Satuan Internasional SI. Standar HD-1 digunakan dalam pengujian serangga golongan lepidoptera dan standar IPS digunakan untuk pengujian bioassay pada nyamuk dan lalat. Tabel 4 Jenis dan potensi standar bioassay B. thuringiensis Nama Standar Lembaga Potensi HD-1-S-1981 USDA 16.000 IUmg IPS-82 WHO 15.000 ITUmg

2.8 Penggandaan Skala