Fakta sosial budaya, ekonomi dan ekologi seperti diungkapkan oleh Kades Kandangan, telah lama menjadi bagian dari rutinitas kehidupan SY 50 Tahun,
85
“Saya lahir dan dibesarkan di Sarongan, sekarang saya punya 5 orang anak, yang pertama DO SD, yang kedua, ketiga dan keempat DO SMP, dan anak kelima
masih SD kelas 3. Sekalipun di sini sebagai pemimpin spritual tertinggi agama Z, saya berani sumpah pak..... saya tidak memiliki tanah sawah dan tegalan. Tanah
tempat saya mendirikan rumah papan campur gedhek ukuran 4 X 8 m
pemimpin spiritual tertinggi salah satu agama Z di Desa Sarongan dalam berinterkasi dengan SDA-L TNMB:
2
ini statusnya numpang karang pada tanah TNI AD. Papan jati dinding rumah ini
saya ambil tahun 19981999 di dalam zona rehabilitasi TNMB, ini sisanya..., Hampir semua warga desa Sarongan dan desa Kandangan yang tidak punya,
berani mengambil kayu jati, karena sudah ada pembelinya yang menunggu Borek. Ini saya ambil tidak ada kaitannya dengan agama saya pak.
86
“Kami di sini numpang hidup pak,...orang tua kami sudah lama tinggal di sini, sejak sebelum merdeka 1943...kami mau ngambil ikan saja sekarang susah,
apalagi mengambil kayu untuk bangunan atau untuk memperbaikinya, kami takut di tangkap sama petugas PHPA, mereka sering main tangkap, menahan dan
berlaku kasar,...lebih baik rumah kami ambruk daripada ditahan petugas PHPA. Kami bisa nyambung dan bertahan hidup saja sudah luar biasa pak.”
Sejak tahun 2000 sampai sekarang saya bertaniberladang di lahan mbabatan milik TNMB. Di luar musim tanam dan panen, saya jadi nelayan, nyewa jugung
perahu tetangga dengan sistem bagi hasil, kami mau bikin perahu sekarang sulit dapat pohon kayu yang besar, mau ambil kayu di TN takut dikejar, ditangkap dan
dipenjara di Jember oleh petugas PHPA...kita mau pakai perahu fiber tidak punya uang. Perahu fiber baru beberapa bulan dipakai sudah pecah pak....tidak aman
dan nyaman ”.
Masalah interaksi sosial budaya, sosial ekonomi dan ekologi yang sama juga dialami oleh kelompok masyarakat desa penyangga TNMB di kampung
nelayan Bandealit, mereka menyatakan:
87
Kekayaan SDA-L dalam kawasan TNMB, sejak Indonesia pra merdeka hingga proses nasionalisasi asset negara pasca kemerdekaan tahun
85
Wawancara dengan Bapak SY, November 2007. Pak SY, mengambil kayu jati, menempati lahan TNI AD dan bertaniberladang di lahan mbabatan tidak ada kaitan dengan agama yang ia anut, merupakan penegasan bahwa
agamanya tidak mengajarkan dan memerintahkan hal tersebut. Keadaanlah yang membuat mereka harus terus bergantung kepada SDA-L TNMB.
86
Desa Sarongan dan Desa Kandangan adalah the real miniature Indonesian. Semua agama di Indonesia lengkap dengan tempat ibadahnya ada di sini, dengan tingkat toleransi yang sangat tinggi. Pada waktu hari raya idul fitri
2008, ketika peneliti bersama tim peneliti kembali ke Sarongan dan Kandangan untuk silaturrahim, mayoritas warga yang beragama non muslim -- menurut warga: semua-- ikut menyediakan jajanan untuk disuguhkan pada para tamu yang
bersilaturrahim riroyoan, demikian juga sebaliknya. Perkawinan antar agama di sini sudah berjalan lama, tanpa harus pindah agama dan tidak menimbulkan konflik antar agama. Anak pertama Pak SY menikah dengan orang Muslim tanpa
harus pindah agama.
87
Wawancara dengan BYO kampung nelayan Bandealit, dan BYAT kampung Bandealit PSUR Andongrejo
1950-1960-an
88
Polarisasi dan eskalasi konflik kepentingan semakin tajam dan bersifat manifest ketika situasi politik nasional dan lokal chaos. Kawasan TNMB yang
dikelola dengan Sistem Zonasi , telah menarik perhatian banyak pihak, tetapi tidak cukup
mengemuka, karena jumlah penduduk desa-desa penyangga ketika itu relatif sedikit. Perkembangan jumlah penduduk yang relatif cepat, dalam situasi represi
negara alat: TNIPOLRI yang sangat massiv, masyarakat sekitar kawasan TNMB cenderung membungkus konflik dengan berpura-pura sebagai rakyat yang
patuh, nrimo ing pandum. Namun dalam situasi kepatuhan tersebut era Orde Baru, kehilangan kayu jati di kawasan penyangga TNMB mencapai lebih dari
60. Masyarakat memang bukan satu-satunya pelaku dalam kasus tersebut, tetapi mereka menjadi bagian dari atau mengkooptasikan atau mensub-ordinasikan diri
mereka dalam sistem kriminal SDH TNMB yang dimainkan oleh aparat dan aktor lokal.
89
Zonasi zona pemanfaatan itu apa ?..., itukan akal-akalane pemerintah PHPA untuk menyalahkan dan menuduh warga dusun Rajekwesi sebagai pencuri kayu
dll, dan membenarkan pemberian hak kelola kepada pihak PT. Bandealit dan PT Sukamade. Masyarakat dipaksa supaya tidak cemburu melihat mondar mandirnya
truk-truk perusahaan tersebut setiap hari mengangkut keluar SDH dalam kawasan TNMB, baik di Banyuwangi maupun di Jember, dengan melewati jalan
desa.....PT. Bandealit dan PT Sukamade, sama sekali tidak ada manfaatnya bagi pembangunan desa, nyumbang hari nasional saja tidak pernah. Paling banter
hanya menampung beberapa warga desa sebagai buruh harian lepas, itu thok sumbangannya pada pembangunan desa.
berdasarkan UU No.51990 Pasal 32 – 34 , SK
Dirjend PHPA No: 68KPTSDJ-VI1994 dan SK Dirjend PKA No: 185KptsDJ- V1999, dalam situasi politik tersebut dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat
desa-desa penyangga untuk melakukan dekonstruksi makna zonasi --khususnya zona pemanfaatan intensif atau zona pemanfaatan khusus, melalui gerakan
pendudukan lahan-- yang selama ini diinterpretasi secara sepihak oleh aparat PHPA TNMB.
90
88
Wawancara dengan Pak DV, mantan Direktur PT Sukamade Pasanggaran Banyuwangi, tanggal 12 Oktober 2008
89
UU No: 5 1990 Pasal 32 – 34 tentang KSDAHE dinyatakan bahwa pengelolaan Taman Nasional TN dilakukan dengan Sistem Zonasi, yakni; 1. Zona Inti yang mutlak dilindungi dan tidak diperbolehkan adanya perubahan
apapun oleh aktivitas manusia, 2. Zona Pemanfaatan, bagian dari kawasan TN yang dijadikan pusat rekreasi dan kunjungan wisata, dan 3. Zona lainnya, yang lokasinya berada di luar zona 1 dan 2, karena fungsi dan kondisinya
ditetapkan sebagai zona tertentu, seperti zona rimba, zona pemanfaatan tradisional, zona rehabilitasi dan sebagainya.
90
Wawancara Oktober 2008 dengan SUP 61 tahun, tokoh masyarakat Rajekwesi.. Jawaban tersebut adalah reaksi atas penangkapan sejumlah warga dusun Rajekwesi yang mengangkut kayu jati keluar dari desa Sarongan, bulan
Maret-Aprl 2008. Masyarakat di desa-desa penyangga TNMB melek informasi atas ketidak-adilan sistem zonasi zona pemanfaatan adalah perpaduan antara kenyataan hidup mereka, interaksi dengan banyak pihak, khususnya sejumlah
aktivis LSM yang pernah mampir di desa-desa penyangga.
Dalam situasi di atas, TNMB mengalami proses ramifikasi dan pertarungan yang hebat antara konservasi sumberdaya alam klasik, konservasi
populisme dan konservasi developmentlisme. Fakta sosial kehidupan masyarakat enclave yang sangat bersahaja, terus mengalami intervensi dari luar kampung
mereka. Intervensi yang sangat kuat itu sedang menanti situasi politik nasional dan lokal kembali chaos.
Dialog di atas juga menunjukkan bahwa kriteria penetapan kawasan TNMB masih bermasalah dan akan terus dipermasalahkan, karena terlalu fokus
pada kepentingan konservasi biodiversitas, dan mengabaikan konservasi sosial. Mekanisme penunjukan dan penetapan zona-zona dalam kawasan TNMB hanya
berdasarkan usulan, pertimbangan, proses uji publik dan mekanisme keterwakilan yang minim dan tidak melibatkan para pihak lokal. Ini berarti mekanismenya
mengalami cacat proses, karena objek yang akan diatur zona TNMB, dari aspek sejarah berada pada ranah publik.
Konsep zonasi menurut McKinnon Bab II. Tabel 3 dan 4, sesungguhnya tidak membatasi ruang gerak masyarakat secara kaku dan total untuk mengakses
SDH dalam kawasan Taman Nasional. Zonasi praksis yang diinterpretasi secara kaku dan sepihak oleh para petugas PHPA telah menimbulkan kebencian yang
membekas mengkristal dalam hati dan memori masyarakat desa-desa penyangga, terutama masyarakat enclave. Ketika ada situasi yang memungkinkan
melakukan gerakan pembalasan, maka hal itu akan dilakukan dengan cepat melalui konsolidasi nilai yang bersifat mekanis, seperti yang dilakukan melalui
pendudukan lahan okupasi. Represi kebijakan konservasi dalam situasi hidup mereka yang sangat bersahaja menyebabkan sikap dan tindakan mereka benar-
benar “liar”, sementara program pemberdayaan masyarakat yang yang dilakukan oleh Balai TNMB maupun Pemkab Jember dan Banyuwangi secara faktual tidak
pernah menyentuh kehidupan masyarakat enclave.
91
“Kampung kami tidak pernah tersentuh oleh program pemberdayaan masyarakat dari Balai TNMB maupun Pemkab. Jember. Kami juga tidak dimasukan dalam
daftar jatah beras raskin. Jika ingin mendapatkan beras raskin, kami harus pinjam nama warga di bawah Andongrejo, terus berasnya dibagi dua dengan yang
meminjamkan nama”
92
91
Wawancara dengan tokoh masyarakat Rajekwesi dan Bandealit nelayan
92
Wawancara dengan warga Bandealit kebun dan Bandealit Pantai, September 2007
Pihak Balai TNMB dapat saja menampilkan angka-angka keberhasilannya dalam melaksanakan program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat
Tabel 38. Keberhasilan tersebut, dalam konteks kebijakan, hanyalah keberhasilan dari sisi prosedur administratif penggunaan bagaimana
menghabiskan anggaran supaya tidak dinilai melakukan tindak korupsi, tetapi bukan keberhasilan substantif, yakni menyelesaikan masalah kemiskinan
masyarakat desa-desa penyangga, yang mengancam eksistensi kawasan TNMB. Tabel 38 Realisasi program pemberdayaan dan pengembangan masyarakat
desa-desa penyangga oleh Balai TNMB
No. Program
Realisasi program
Realisasi anggaran
1.
Meningkatkan kesadaran, peran serta masyarakat dan para pihak dalam menjaga kelestarian kawasan
•
Pertemuan kelompok tani, 100 .
100
•
Penanaman pinang di jalur batas zona rehabilitasi, 100
•
Pengayaan tanaman rehabilitasi oleh kelompok tani 100 .
87,48,
•
Penyuluhan konservasi 100 .
94,44,
•
Pengembangan data base ekowisata wanafarma, 100 .
100
•
Valuasi ekonomi kawasan konservasi 100
•
Pembinaan dan penguatan kelembagaan kelompok tani mitra rehabilitasi
30 . 28,78,
•
Analisis spatial distribusi tumbuhan berkhasiat obat 100
•
Kajian sosekbud masyarakat desa model, 100
2.
Menciptakan peluang usaha dan kesempatan kerja melalaui homeindsutri
•
Bantuan peralatan pengolahan keripik, 100
100
•
Bantuan modal bagi KKP 100
100
•
pelatihan pengolahan dan pemasaran hasil tanaman rehabilitasi,
100 . 100
•
pelatihan sosialisai dan manfaat berkoperasi, 100 .
100
•
Pembuatan demplot pulai, 100 .
100
•
Pembuatan demplot Tumbuhan obatempon-empon, 100 .
94,88,
•
Pembuatan bak penampungan air 100 .
99.00.
Sumber: BTNMB 2007
Aspek penilaian dampak dan kemanfaatan program memang dilakukan, tetapi menurut ukuran dan perasaan Balai TNMB Departemen Kehutanan, bukan menurut ukuran dan perasaan
masyarakat desa penyangga, sehingga menjadi tidak objektif. Bentuk pelaporannya dituangkan dalam dokumen AKIPLAKIP, yang khusus untuk konsumsi pemerintah Balai TNMB, sehingga
terkesan hanya untuk memuaskan pemerintah Balai TNMB sendiri. Salah satu parameter yang dinilai oleh masyarakat adalah upaya pemerintah Balai TNMB untuk pemberdayaan ekonomi
lokal, dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5.2.5 Efektifitas dan Dilema Penegakan hukum dan Kelembagaan Konservasi
5.2.5.1 Efektifitas Penegakan hukum
Penegakan hukum law enforcement adalah salah satu indikator keberhasilan implementasi kebijakan suatu lembaga pemerintah. Penegakan
hukum dalam penelitian ini akan dilihat dalam 3 tiga periode 5 lima tahunan Tabel 40, yakni; 1 periode 19951996-2000, sebagai periode prakondisi
menuju reformasi politik nasional, 2 periode tahun 2000-2004, sebagai periode transisional, karena situasi politik masih sangat labil dan 3 periode 2005-2009,
sebagai periode implementasi agenda reformasi, namun gagal dilaksanakan dan dibuktikan oleh pemerintah Depatemen Kehutanan.
Tabel 39 Frekuensi pelanggaran hutan dalam kawasan TNMB tahun 19951996 - 2000
Tahun Frekuensi pelanggaran hutan dalam kawasan TNMB
Jumlah pelanggaran
Kayu Jati Kayu
Rimba Rotan
Telur Penyu
Kayu Lain
Bambu
19951996 39
2 3
44 19961997
90 11
1 2
1 1
106 19971998
61 8
1 1
71 19981999
170 Ha -
19992000 72
8 80
Jumlah 262
87,04 29
9,63 4
1,32 3
0,99 1
0,33 2
0,66 301
100
Sumber: Sub BKSDA Jawa Timur II 19951996-19971998; diolah dari Statistik kehutanan BTNMB 2000
Pada periode lima tahun pertama, yakni tahun 19951996-19992000, sebagai periode prakondisi menuju reformasi politik nasional, tingkat pelangaran
hutan, sangat tinggi dan tidak mampu diinventaris secara baik oleh Balai TNMB. Bahkan, pada periode 19981999, ketika situasi politik nasional chaos, Balai
TNMB tidak berhasil mencatat banyaknya kasus pelanggaran hutan, tetapi hanya mampu mencatat luasan hutan yang dijarah oleh masyarakat yang bekerja dengan
borek dan aparat kemanan. Luas lahan yang berhasil diinventarisir hanya sekitar 170 Ha dari luas kawasan yang rusak mencapai lebih dari 4.000 Ha, seperti
ditunjukan pada Gambar 13 dan Tabel 40. Gambar 10 menunjukan dinamika pelanggaran hutan yang bersifat
diskontinu, yang memperlihatkan kelumpuhan aparat pemerintah dalam menegakkan hukum. Pada situasi demikian, aparat pemerintah, karena berkaitan
dengan kesempatan untuk mendapatkan keuntungan akses SDH; kayu jati dan kayu yang sulit dan mahal, menjadi bagian penting dari proses pelumpuhan
penegakan hukum. Dengan kata lain, aparat penegakan hukum di Jember dan Banyuwangi, menjadi operator atau otak pelanggaran hukum.
Tabel 40 Akses ilegal pengambilan kayu perkakas tahun 19951996-2004 dalam kawasan TNMB
Tahun Lokasi
Jenis Frekuensi
Per Lokasi Total kali
19951996
a. Resort KSDA Guci Betiri b. Resort KSDA Mandilis
c. Resort KSDA Sabrangtrate d. Resort KSDA Bandealit
Kayu jati Rotan
Kayu jati Kayu rimba
Kayu jati Kayu rimba
Rotan 14 kali
1 kali 6 kali
1 kali 19 kali
1 kali 2 kali
Kayu jati Kayu rimba
Rotan :
: :
39 2
3
19961997
a. Resort KSDA Guci Betiri
b. Resort KSDA Mandilis
c. Resort KSDA Sabrangtrate
d. Resort KSDA Karangtambak
e. Resort KSDA Sukamade
f. Resort KSDA Malangsari
Kayu jati Kayu rimba
Kayu jati Kayu rimba
Kayu lain Kayu jati
Kayu rimba Kayu jati
Kayu rimba Bambu
Telur Penyu Kayu rimba
35 kali 1 kali
20 kali 4 kali
1 kali 31 kali
1 kali 4 kali
4 kali 1 kali
2 kali 1 kali
Kayu jati Kayu rimba
Bambu Telur penyu
Kayu lain :
: :
: :
90 11
1 2
1
19971998
a. Resort KSDA Guci Betiri
b. Resort KSDA Mandilis
c. Resort KSDA Sabrangtrate
d. Resort KSDA Karangtambak
e. Resort KSDA Malangsari
f. Resort KSDA Sukamade
Kayu jati Kayu rimba
Kayu jati Kayu rimba
Kayu jati Kayu rimba
Bambu Kayu rimba
Telur Penyu 19 kali
1 kali 18 kali
2 kali 24 kali
3 kali 1 kali
2 kali 1 kali
Kayu jati Kayu rimba
Bambu Telur penyu
Kayu lain :
: :
: :
61 8
1 1
-
19981999
Sub SWK Ambulu Kayu jati 170 ha
19992000
a. Sub SWK Ambulu b. Sub SWK Sarongan
Kayu jati Kayu rimba
Kayu jati Kayu rimba
72 kali -
8 kali Kayu jati
Kayu rimba :
: 72
8
Sumber: Sub BKSDA Jawa Timur II 19951996-19971998; BTNMB 2000
Berdasarkan Tabel 40 dan Gambar 13, kasus pelanggaran hutan tertinggi terfavorit adalah akses kayu jati sebanyak 262 kasus 87,04, kemudian akses
kayu rimba sebanyak 29 kasus 9,63, akses rotan 4 kasus 1,32, akses telur penyu 3 kasus 0,99, akses kayu lain1 kasus 0,33, dan akses bambu 2 kasus
0,66. Jika ditotal, jumlah akses kayu ilegal pada periode ini mencapai 296 kasus 98,32 . Dalam periode ini tidak menemukan dokumen jumlah kasus
yang berhasil di P-21, kecuali hanya catatan kasus yang mencapai 301 kasus 100. Secara lebih rinci, kasus pelanggaran hutan akses kayu ilegal
diperlihatkan dalam Tabel 41.
Gambar 14 Dinamika pelanggaran hutan dalam kawasan TNMB pada situasi politik nasional chaos tahun 19951996-19992000
Pada periode 5 tahun kedua, yakni tahun 2000-2004, sebagai periode transisional, situasi politik nasional masih sangat labil. Kasus pelanggaran hutan,
walaupun secara kuantitatif dan prosentase menurun dibandingkan periode 5 lima tahun pertama, tetapi masih relatif tinggi. Pada tahun pertama periode ini
menurun tajam, tetapi pada tahun-tahun berikutnya kembali naik secara linier, dengan nilai R2= 93, 60, seperti ditunjukan pada Tabel 41 dan Gambar 14.
Faktor penting yang menyebabkan turunnya angka pelanggaran hutan, adalah keberhasilan masyarakat desa-desa penyangga mengakses okupasi lahan dalam
kawasan TNMB dan lahan Perhutani. Tabel 41 Frekuensi pelanggaran hutan dalam kawasan TNMB tahun
2000-2004
Tahun Frekuensi pelanggaran hutan dalam kawasan TNMB
Jumlah Kayu
Jati Kayu
Rimba Rotan
Telur Penyu
Kayu Lain
2000 7
12 -
19 2001
14 9
23 2002
1 20
12 3
1 kayu sadeng 37
2003 1
44 8
2 55
2004 73
4 4 bahan perahu
81 Jumlah
9 4,18 163 75,81
33 15,34 5 2,32
5 2,32 215 100
Sumber:
Sub BKSDA Jawa Timur II 19951996-19971998; BTNMB 2000 setelah
diolah
39 90
61 72
2 11
8 8
3 1
2 1
1 1
1 44
105
71 80
20 40
60 80
100 120
19951996 19961997
19971998 19981999
19992000 Kayu Jati
Kayu Rimba Rotan
Telur Penyu Kayu Lain
Bambu Jumlah Akses Ilegal SDH
Gambar 15 Frekuensi pelanggaran hutan dalam kawasan TNMB tahun 2000-2004 Kurun waktu tahun 2000 – 2004, kasus pelanggaran hutan mencapai 215
dua ratus lima belas kasus, dengan total nilai kerugian mencapai Rp. 448.839.771 Tabel 42. Berdasarkan Tabel 42 dan Gambar 14 tersebut,
terjadi pergeseran akses kayu, yakni akses kayu jati turun sangat tajam menjadi 9 kasus 4,18 bergeser ke akses kayu rimba, naik hingga 163 kasus 75,81.
Pergeseran tersebut terjadi karena kawasan jati eks Perhutani yang ditetapkan masuk dalam kawasan penyangga TNMB berhasil dihabiskan oleh para pelaku
penjarahan sistemik, sehingga pilihan pelanggaran hutan bergeser ke kayu rimba. Tingginya pelanggaran hutan itu, terjadi karena sinergitas antara faktor
kemiskinan, keterbatasan lahan, pendidikan rendah, kepadatan pendudukan, tingginya tingkat pengangguran di perdesaan dengan instabilitas politik nasional
akibat konflik elite politik, yang merembes ke regional Jawa Timur. Kawasan hutan konservasi dan pelestarian alam di Jawa Timur, sebagian
besar berada dalam wilayah tapal kuda. Ketika terjadi konflik elite politik di Jakarta pada tahun 2000 – 2004, maka eskalasi suhu politik di wilayah tapal kuda
pun ikut memanas. Dalam kurun waktu tersebut, para aktor dan elite lokal, telah memposisikan SDA-L TNMB dan di beberapa kawasan hutan lainnya di Jawa
Timur, sebagai tameng bargaining politik, spirit gerakan dan ”landasan hukum” untuk menekan pengelola TNMB dan Perhutani, agar para aktor bebas mengambil
SDH kayu dan non kayu serta menggarap lahan. Secara rinci, kasus pelanggaran hutan akses kayu ilegal diperlihatkan dalam Tabel 42.
Frekuensi pelanggaran hutan dalam kawasan TNMB Tahun 2000-2004
7 1
1 12
14 20
44 73
9 12
8 4
3 2
1 4
19 23
37 55
81 y = 15.6x - 3.8
R
2
= 0.936
10 20
30 40
50 60
70 80
90
2000 2001
2002 2003
2004 Kayu Jati
Kayu Rimba Rotan
Telur Penyu Kayu Lain
Bambu Jumlah Akses Ilegal SDH
Linear Jumlah Akses Ilegal SDH
Tabel 42 Kasus pelanggaran hutan dan kerugian tahun 2000-2004 Balai TNMB.
Tahun Lokasi
Jenis Kerugian
Frekuensi Fisik
Rupiah
2000
a. Sub seksi wilayah konservasi Ambulu
b. Sub seksi wilayah konservasi Sarongan
Kayu rimba Perambahan
Kayu jati 31 tgkn, 265 btg
1300 ha 9 tgkn, 173 btg
9.194.075,- 3.036.850,-
12 kali 7 kali
Jumlah -
40 tgkn, 438 btg, 1300 ha
12.230.925,- 19 kali
2001
c. Sub seksi wilayah konservasi Ambulu
d. Sub seksi wilayah konservasi Sarongan
Kayu rimba Rotan
Perambahan Kayu rimba
Rotan 21 tgkn, 363 btg
2002 btg 1500 ha
87 tgkn, 583 btg 680 btg
28.775.197,- -
- 32.900.025,-
8 kali 5 kali
- 6 kali
4 kali
Jumlah
- 108 tgkn, 3628 btg,
1500 ha
61.675.222,- 23 kali
2002
a. Sub seksi wilayah konservasi Ambulu
b. Sub seksi wilayah konservasi Sarongan
Kayu sadeng Rotan
Perambahan Kayu rimba
Kayu jati Rotan
Telur penyu Kayu rimba
44 btg 155 btg
1500 ha 376 btg, 30 tgkn
1 tgkn 7605 btg
1200 btr 385 btg, 25 tgkn
22.556.000,- 155.000,-
- 28.694.870,-
2.146.000,- 9.622.500,-
1.200.000,- 37.288.357,-
1 kali 3 kali
- 7 kali
1 kali 9 kali
3 kali 13 kali
Jumlah
- 8565 btg, 56 tgkan,
1500 ha, 1200 btr
101.662.727 37 kali
2003
a. Sub seksi wilayah konservasi Ambulu
b. Sub seksi wilayah konservasi Sarongan
Kayu rimba Kayu jati
Rotan Perambahan
Kayu rimba Rotan
Telur penyu 882 btg, 47 tgkn
15 tgkn 2031 btg
1500 ha 852 btg, 55 tgkn
4425 btg 424 btr
23.137.297,- 11.849.810,-
2.031.000,- -
69.674.500,- 4.425.000,-
424.000,- 21 kali
1 kali 4 kali
- 23 kali
4 kali 2 kali
Jumlah -
8190 btg, 117 tgkn, 1500 ha, 424 btr
111.541.607 55 kali
2004
a. Sub seksi wilayah konservasi Ambulu
b. Sub seksi wilayah
konservasi Sarongan Rotan
Kayu rimba Bahan perahu
Rotan Perambahan
Kayu rimba Bahan perahu
3780 btg 1090 btg, 74 tgkn,
4 balok 900 btg
1500 ha 687 btg, 14 tgkn
3 balok 3.780.000,-
74.900.886,- 26.000.000,-
900.000,- -
44.148.404,- 12.000.000,-
2 kali 41 kali
2 kali 2 kali
3535 KK 32 kali
2 kali
Jumlah -
6457 btg, 88 tgkn , 1500 ha, 3 balok
161.729.290 81 kali, 3535
KK
Jumlah Total Kerugian Tahun 2000 - 2004
448.839.771
Sumber : BTNMB 2004
Kekuatan ancaman dan tekanan basis massa Gus Dur dan Megawati di daerah Tapal Kuda Besuki, dalam akses SDA-L adalah nyata. Basis massa
politik Gus Dur dan Megawati, pada tahun 2000, berhasil masuk ke sejumlah kawasan hutan di Jawa Timur, terutama di Jember dan Banyuwangi, setelah
mendengar statement politik Gus Dur di media massa, yang berencana akan melakukan landreform terhadap sejumlah kawasan hutan dan perkebunan di
Indonesia. Di samping itu, di daerah tapal kuda, dalam konstelasi politik nasional, regional dan lokal, pada masa kepresidenan Gus Dur dan pada saat kudeta
terhadap Gus Dur, telah menjadikan pelabuhan laut, hutan dan pohon-pohon di sepanjang jalan utama wilayah itu sebagai alat negosisasi politik untuk
mengamankan kursi kepresidenan Gus Dur, sekaligus memperkuat basis pendudukan mereka dalam kawasan hutan, terutama di TNMB dan kawasan
Perhutani. Ketika Gus Dus benar-benar dijatuhkan oleh kekuatan koalisi partai politik nasional, pohon-pohon berusia puluhan tahun ditebang melintang di
sepanjang jalan utama wilayah eks karesidenan Besuki, sebagai wujud kemarahan mereka terhadap koalisisi politik yang menjatuhkan Gus Dur. Pasca Gus Dur jatuh
dari kursi kepresidenan, kelompok masyarakat di desa Wonoasri, mengakses lahan dalam zona rehabilitasi TNMB setelah difasilitasi oleh Ketua DPC PDIP
Jember Alm Bapak Misnali. Fasilitasi akses lahan berlangsung ketika Ibu Megawatie menjadi Presiden RI menggantikan Gus Dur yang dijatuhkan oleh
koalisi partai politik, dan Menteri Kehutanan adalah Dr. M Prakosa Kader dan pengurus DPP PDIP.
Pada paruh ketiga, yakni tahun 2005-2009, ketika situasi politik nasional relatif stabil, secara prosentase memang cenderung menurun, tetapi secara
kuantitatif pelanggaran hutan kembali naik, yakni sebanyak 353 kasus Tabel 43.
Naiknya kasus pelanggaran hutan ini memperlihatkan kembali menguatnya pola- pola lama pelanggaran sistemik dalam mengakses SDA-L dalam kawasan TNMB.
Artinya, pelanggaran hutan bukanlah sesuatu yang berdiri sendiri, tetapi sudah memiliki jaringan kerja pelanggaran hutan yang relatif mapan dan terkonsolidasi
secara rapih. Jika pun terjadi penurunan jumlah kasus pelanggaran hutan dari tahun ke tahun berikutnya, itu tidak berarti menguatnya kerja penegakan hukum
yang dilakukan oleh aparat Balai TNMB, tetapi hanya merupakan bentuk-bentuk adaptasi para aktor pelanggar hutan pada situasi dan kondisi lokal.
Para aktor yang melakukan tindak pidana pelanggaran hutan, penangkapan hanya dapat terjadi atau dilakukan oleh aparat penegak hukum, jika lupa membaca
Mantra Mawar Merah; jika tidak, hal itu hampir dapat dipastikan tidak mungkin
terjadi;
“Urusan membawa SDH TNMB benilai jual tinggi itu sangat gampang. Aktor, biasanya bekerja-sama dan dilindungi oleh aparat, cukup membaca Mantra
Mawar Merah, mau membawa apa saja, pasti aman dan tidak kelihatan petugas..... Kalau sampean mau bangun rumah, kami siapkan kayu dari sini,
kayunya pasti lebih kuat dari kayu Kalimantan. Saya jamin aman sampai rumah sampean”
93
Tahun
.
Tabel 43 Indeks jenis kasus tindak pidana bidang kehutanan berdasarkan penyidik tahun 2005 – 2009 di Balai TNMB
Jenis Kasus Illegal
logging Perburuan
satwa Peram
bahan Kebakaran
hutan dan lahan
Gangguan lain
Jumlah kasus
Jumlah P-21
Penyidik Vonis
PPNS POLRI
2005 28
6 4
4 42
16 2
12
2006 32
4 1
1 3
41 13
13 11 bln
2007 44
6 3
1 10
64 21
1 20
6 bln 2008
65 17
1 2
13 98
20 2
17 2 thn
2009 58
12 4
4 30
108 19
1 20
1 thn
Jumlah 227
45 13
8 60
353 89
6 82
64,30 12, 74
3,68 2,26
16,99 100
25,21 1, 69
23,22
Sumber: Data kasus pelanggaran hutan Balai TNMB, setelah diolah 2009 Berdasarkan Tabel 43 dan Gambar 15 di atas, sejak tahun 2005-2009,
frekuensi jenis tindak pidana bidang kehutanan yang paling banyak dilakukan adalah kasus illegal loging sebanyak 227 kasus 64,30. Kasus ini naik secara
linier, dengan nilai R2= 91,89, dalam situasi politik nasional, regional dan lokal sangat stabil.
Gambar 16 Frekuensi pelanggaran hutan TNMB selama periode tahun 2005-2009
93
Wawancara tanggal Mei 2007 dengan tokoh muda OPR dan LMDH desa Sanenrejo dan Curahtakir; Di Banyuwangi, Selain Mantra Mawar merah, kesenian daerah gandrung sering dijadikan sebagai peluang untuk mengakut
kayu, sementara sumpit beracun berbius sering dipakai untuk menaklukkan banteng, supaya aman dari kontrol aparat polisi hutan”.
Frekuensi pelanggaran hutan dalam kawasan TNMB tahun 2005-2009
28 32
44 65
58
6 4
6 17
12 4
1 3
1 4
1 1
2 4
4 3
10 13
30 42
41 64
98 108
y = 18.9x + 13.9 R
2
= 0.9189
20 40
60 80
100 120
2005 2006
2007 2008
2009
Kua nt
it as
Illegal Logging Perburuan Satwa
Perambahan Kebakaran
Gangguan Lain Jumlah Akses Ilegal
Linear Jumlah Akses Ilegal