Kec. Silo: Jumlah penduduk

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

5. 1 Kebijakan Pengelolaan TNMB dalam Perpektif Politik Ekologi

Analisis isi dan perilaku kebijakan pengelolaan lingkungan dalam perspektif politik ekologi adalah mendalami hubungan sebab-akibat polarisasi dan konflik kepentingan dalam perebutan SDA-L dalam kawasan TNMB secara radikal radix lebih dari sekedar analisis sistem bio-fisik dan alami. Hubungan sebab-akibat tersebut secara substantif akan dikaji secara kritis dalam 3 tiga dimensi mengacu kepada Bryant 1992 yakni; 1. sumber politik atau kebijakan negara yakni pola hubungan antar negara dengan kapitalisme global, dan pola hubungan pusat dengan daerah yang menimbulkan masalah lingkungan; 2. kondisi faktual berupa resistensi dan gerakan sosial social movement, dan; 3. ramifikasi, yakni beragam konsekuensi politik dan dampak sosial budaya, ekonomi, dan ekologi sebagai akibat dari pemberlakuan peraturan perundang-undangan. Ketiga dimensi di atas, menurut Bryant Bailey 2000 dipengaruhi atau dimainkan oleh 5 lima aktor, yakni; state, businessmen, multilateral institution, NGOs, dan grassroots. Dalam konteks ini, negara memiliki fungsi ganda, yakni sebagai aktor pengguna --umumnya bersenyawa dengan businessmen-- sekaligus sebagai pelindung SDA, dan sering mengalami konflik kepentingan. 5.1.1 Sumber-sumber politik pengelolaan TNMB sebagai sumber polarisasi dan konflik kepentingan aktor Sumber-sumber politik atau dasar hukum adalah sumber yang dijadikan oleh negara pemerintah sebagai bahan untuk menyusun peraturan perundang- undangan, baik sumber hukum tertulis maupun yang tidak tertulis. Sumber hukum nasional yang utama di Indonesia adalah Pancasila dan batang tubuh UUD 1945, yang selanjutnya dioperasionalkan melalui sejumlah Undang-undang UU dan kebijakan politik pengelolaan SDA-L lainnya. Sumber-sumber politik dimaksud dalam implementasinya berpengaruh nyata terhadap sikap dan perilaku pelaksana kebijakan dan masyarakat Indonesia secara keseluruhan, termasuk masyarakat desa-desa penyangga TNMB. Dinamika politik global 16 , nasional dan lokal yang dicengkram oleh hegemoni kapitalisme global atau neoliberalisme; globalisasi atau globalisme kehidupan sosial yang diproduksi oleh imperialisme dan neo-imperialisme menurut pandangan Giddens 1989 berdampak pada dinamika dan pola hubungan antara pemerintah negara-negara maju dengan pemerintah di negara- negara dunia ke-3, antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, dan juga antara negara pemerintah dengan kelompok-kelompok masyarakat pada tingkat nasional dan lokal 17 . Pengaruh dinamika politik global terbukti telah, sedang dan akan tetap mengintervensi kebijakan politik suatu negara --termasuk kebijakan politik lingkungan, kehutanan Combatting deforstration; Forest principles dan konservasi 18 16 Dampak dinamika politik global menyebabkan soliditas solidity kotak hitam Eastonian yang mendefinisikan sistem politik secara terbatas dalam konteks domestik tidak dapat dipertahankan lagi. Batas-batas sistem politik akan makin kabur dan tidak lagi mampu menahan pengaruh dan tekanan dari luar Parsons, Wayne. 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. Penterjemah: Tri Wibowo Budi Santoso, Dari Edisi Asli: Public Policy: An Introduction to the Theory and Practice of Policy Analysis. Kencana, Jakarta 17 Pertemuan di Stockholm Swedia tahun 1972, KTT Bumi di Rio de Janeiro Brazil tahun 1992 dan KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johannesburg Afrika Selatan tahun 2002 merupakan bentuk nyata dari intervensi dunia terhadap kebijakan politik pembangunan suatu negara. Setelah pertemuan Rio de Janeiro, PBB membentuk Commission on Sustainable Development CSD. Hutan dan Konservasi menjadi salah satu fokus penting CSD, yang tetuang dalam Bab 11 Agenda 21: Combatting Deforestration dan suplemen tentang: Forest Principles Deplu RI 2002. Deklarasi Johannesburg Mengenai Pembangunan Berkelanjutan dan Rencana Pelaksanaan KTT Pembangunan Berkelanjutan Kerja-sama UNDP dan Direktorat Jenderal Multilateral Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan, Departemen Luar Negeri. Jakarta. 18 Combatting deforstration memiliki 4 empat program: memelihara seluruh jenis hutan; melakukan proteksi, penegelolaan secara berkelanjutan dan konservasi hutan yang meliputi penghijauan areal yang telah mengalami degradasi; mempromosikan penilaian dan pemanfaatan hutan; dan penguatan kemampuan perencanaan, penelitian, dan aktivitas-aktivitas komersial dalam kehutanan. Artinya, mempertahankan keseimbangan antara konservasi hutan dan penggunaan SDH menurut prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan; Forest principles, mencakup hak dan tanggungjawab untuk melakukan konservasi hutan, manajemen pembangunan secara berkelanjutan, focus pada hubungan Negara, komunitas internasional, dan pendudukan lokal. Deplu RI, 2002. Ibid. --, dinamika politik nasional juga mengintervensi politik lokal sehingga keduanya menjadi sumber kerusakan dan kepunahan keanekaragaman hayati, sumber ketiakadilan distribusi SDA-L yang memicu konflik vertikal dan horizontal, termasuk dalam kawasan TNMB. Dinamika dan pola hubungan tersebut menjadi salah satu fokus utama dalam analisis politik ekologi. Dinamika politik dimaksud berpengaruh terhadap pola-pola hubungan sebagai berikut; 1 Pola hubungan Balai TNMB dengan Pemerintah Kabupaten, 2 Pola hubungan Balai TNMB dengan LSM-L, 3 Pola hubungan Balai TNMB dengan masyarakat desa-desa penyangga, 4 Pola hubungan Balai TNMB dengan PT. Perkebunan LDO dan Masyarakat Kebun, 5 Pola hubungan PT. LDO Jember PT. Sukamade dan PT. Bandealit dengan Masyarakat, 6 Pola hubungan Masyarakat dengan LSM: Kasus Desa Wonoasri.