Kultur Jaringan Kelapa Sawit

gugur pada awal perkembangannya sehingga digunakan sebagai induk jantan dalam produksi benih komersial. c Tenera: merupakan hasil persilangan Dura dengan Pisifera, cangkang tipis 0,5-4mm, terdapat lingkaran serabut sekeliling tempurung, daging buah sangat tebal 60-95 dari buah, tandan buah lebih banyak tetapi ukuran relatif lebih kecil. Tenera merupakan tanaman kelapa sawit komersial yang ditanam untuk menghasilkan minyak sawit.

2.2 Kultur Jaringan Kelapa Sawit

Perbanyakan kelapa sawit dengan teknik kultur jaringan telah dimulai pada tahun 1960-an sampai tahun 1977, diperoleh klon kelapa sawit pertama yang ditanam di Malaysia. Sejak saat itu perbanyakan kelapa sawit mulai berkembang pesat sampai memasuki tahun 1990-an, teknik kultur jaringan kelapa sawit mulai dimanfaatkan untuk perbanyakan klon komersial Corley Tinker 2003. Teknik kultur jaringan merupakan proses memperoleh kelapa sawit terpilih yang identik atau true-to-type melalui perkembangan tanaman lengkap ramet dari sumber eksplan berupa daun kelapa sawit dengan karakter- karakter agronomi penting, seperti: produktivitas tinggi, resisten penyakit, toleran kekeringan Mutert Fairhust 1999. Proses kultur jaringan kelapa sawit dimulai dengan proses seleksi ortet dengan karakter yang diinginkan, diikuti dengan induksi kalus kalogenesis, pembentukan dan perbanyakan embrioid embriogenesis, perkembangan tunas, dan pembentukan akar Gambar 1. Dua proses penting yang terjadi selama kultur jaringan adalah kalogenesis dan embriogenesis dalam media tanam dengan penambahan zat pengatur tumbuh Mutert Fairhust 1999; Wong et al. 1999. Kelapa sawit terseleksi yang digunakan sebagai sumber eksplan dalam perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan merupakan kelapa sawit yang memiliki produktivitas tinggi dan karakter agronomi penting tertentu seperti resisten terhadap penyakit, toleran terhadap kondisi lingkungan ekstrim, dan efisien dalam penyerapan nutrisi Mutert Fairhurst 1999. Zat pengatur tumbuh seperti auksin dan sitokinin yang ditambahkan dalam media kultur merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kalogenesis dan embriogenesis dari eksplan. Eksplan yang berupa potongan daun diinokulasi pada media induksi kalus yang mengandung auksin secara in vitro. Auksin merupakan zat pengatur tumbuh yang memunculkan respon tanaman yang berbeda pada pembelahan dan diferensiasi sel, pemanjangan sel, dan inisiasi akar Becker Hedrich, 2002. Gambar 1 Tahap perkembangan klon kelapa sawit dari ortet pada kultur jaringan kelapa sawit Corley Tinker 2003 Kalogenesis atau proses pembentukan kalus terjadi akibat respon hormonal eksplan terhadap media yang mengandung zat pengatur tumbuh auksin, seperti 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid 2,4-D. Menurut Chawla 2002 hanya sebagian kecil sel eksplan yang memiliki kemampuan membentuk kalus. Kalus adalah sekumpulan sel amorphous tidak berbentuk atau belum terdiferensiasi yang terbentuk dari sel-sel yang membelah terus menerus secara in vitro. Menurut Gunawan 1992, kalus berasal dari pembelahan sel-sel parenkim dan dapat dihasilkan dari potongan organ di dalam media yang mengandung auksin dan sitokinin. Kalus Embrioid Embrioid Tunas Ramet Eksplan Daun Kalus Ortet Terseleksi Kalogenesis Embriogenesis Menurut Corley dan Tinker 2003, embriogenesis atau proses pembentukan embrioid terjadi melalui dua cara, yaitu secara langsung maupun tidak langsung. Embriogenesis langsung adalah pembentukan embrioid secara langsung dari eksplan tanpa melalui pembentukan kalus. Sedangkan embrioid yang umum terbentuk menggunakan metode tidak langsung melalui tahap pembentukan kalus. Perbanyakan embrioid merupakan tahap yang sangat penting dalam upaya mendapatkan klon-klon kelapa sawit dengan teknik kultur jaringan melalui subkultur berulang. Sekelompok embrioid dengan pemberian kode yang sama dapat disebut sebagai embryoid line, berasal dari perbanyakan atau proliferasi sel embriogenik pada satu kultur kalus. Embrioid yang muncul pertama kali pada satu kultur kalus disebut dengan embrioid panen pertama E1. Embrioid yang muncul berikutnya pada kultur kalus yang sama setelah melalui subkultur disebut embrioid panen kedua E2, dan embrioid panen ketiga E3. Banyaknya subkultur tiap embryoid line memiliki batas tertentu untuk mengurangi kemungkinan terjadinya abnormalitas akibat lamanya eksplan dalam media kultur Corley Tinker 2003. Pembentukan tunas terjadi pada tahap perbanyakan embrioid. Setiap tunas yang terbentuk dipindahkan ke dalam media kultur yang berbeda, yaitu media perkembangan tunas dan induksi akar dengan pengurangan konsentrasi zat pengatur tumbuh. Subkultur dilakukan berulang sampai tunas membentuk tanaman lengkap ramet. Ramet pada media kultur belum memiliki kutikula daun normal, sehingga cepat kering pada saat terkena udara luar. Pengaturan kelembaban media aklimatisasi sangat penting dilakukan dengan pengurangan kelembaban secara bertahap, sampai kutikula daun terbentuk dan tanaman mampu hidup pada kondisi lapang Corley Tinker 2003. Proses pembentukan tanaman lengkap dari eksplan daun kelapa sawit terjadi melalui beberapa tahap perkembangan dengan waktu dan jumlah subkultur yang berbeda Tabel 1. Pada umumnya sel kompeten yang muncul dari eksplan dalam media dengan penambahan auksin kuat seperti 2,4 D dapat berperan langsung atau memodifikasi metabolisme asam asetat indol IAA intraseluler dan menginduksi stres pada gen-gen yang berkaitan dengan cekaman abiotik Karami et al. 2009. Menurut Karami et al. 2009, pembentukan embrioid melalui somatic embryogenesis SE berhubungan dengan hipermetilasi dan hipometilasi DNA akibat pengaruh 2,4 D pada sel somatik. Pada tahap awal embrioid, ditemukan tingkat metilasi DNA tertinggi dan menurun selama proses pematangan embrioid. Menurut Xiao et al. 2006, metilasi DNA mempengaruhi ekspresi gen selama embriogenesis pada Arabidopsis. Perubahan struktur kromatin yang termetilasi akibat pengaruh 2,4 D menyebabkan sel somatik mengalami pengaturan ulang membentuk embrioid Gambar 2. Tabel 1 Jenis kultur, frekuensi subkultur, total waktu subkultur, dan tahap perkembangan dalam proses kultur jaringan No. Jenis kultur Frekuensi Subkultur Total Waktu Kultur Tahap Perkembangan 1. Eksplan 3 x 3 bulan 12 bulan Induksi kalus 2. Kalus 6 x 2 bulan 12 bulan Perbanyakan kalus 3. Embrioid 6 x 1,5 bulan 9 bulan Induksi embrioid 12 x 2 bulan 24 bulan Perbanyakan embrioid 4. Tunas 1 x 2 bulan 2 bulan Pembentukan tunas 1 x 2 bulan 2 bulan Induksi akar 5. Ramet 1 x 3 bulan 3 bulan Aklimatisasi 1 x 3 bulan 3 bulan Nurseri awal 1 x 6 bulan 6 bulan Nurseri Wong et al. 1999 Gambar 2 Pengaruh 2,4 D terhadap sel somatik. 2,4 D dapat menyebabkan terjadinya metilasi DNA pada nukleosom yang menyebabkan modifikasi kromatid, terjadi pengaturan ulang pada sel somatik dan menginduksi terbentuknya sel embriogenik Karami et al. 2009

2.3 Variasi Somaklonal dan Kestabilan Genetik

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Indeks Keragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) di Kebun Rambutan

1 58 50

Kemampuan AntiFungi Bakteri Endofit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Ganoderma boninenese Pat

5 53 66

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III

6 91 53

Perubahan Pola Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq) Dengan Pemberian ZPT Atonik Pada Media Campuran Pasir Dengan Blotong Tebu Di Pre Nursery

4 33 67

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75

Molecular Analysis of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Flowering Associated Genes and their Potential Application in Breeding Programmes

0 4 109

INTRA- AND INTER-POPULATION GENETIC DIVERSITY OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA CLONES ORIGINATED FROM NIGERIA BASED ON SSR MARKERS ANALYSIS

0 5 8

Keragaman Genetik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Angola Menggunakan Marka SSR Genetic Diversity of the Angola-originated Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Using SSR Markers

0 0 7