Variasi Somaklonal dan Kestabilan Genetik

2.3 Variasi Somaklonal dan Kestabilan Genetik

Menurut Larkin dan Scowcorf 1981, variasi somaklonal didefinisikan sebagai keragaman dari tanaman yang dihasilkan melalui kultur sel, baik sel somatik maupun sel gamet secara in vitro. Rival et al. 1999 dan Bairu et al. 2011 mengemukakan bahwa variasi somaklonal yang ditemukan pada tanaman klonal disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: metode yang digunakan, genotipe, jenis eksplan, tipe dan konsentrasi zat pengatur tumbuh ZPT, banyak dan lama subkultur. Kondisi perkembangan in vitro dapat merupakan cekaman abiotik pada sel tanaman, bahkan menurut Sherpherd dan Dos Santos 1996, kondisi tersebut dapat merangsang proses mutagenik. Wattimena dan Mattjik 1992, menyatakan bahwa adanya fase pertumbuhan yang tidak teratur dan kondisi in vitro yang memberikan cekaman abiotik yang ekstrim pada sel tanaman dapat meningkatkan proses mutagenesis. Keragaman genetik pada kultur jaringan dapat muncul pada fase tak berdiferensiasi yang relatif lebih lama, yaitu fase kalus dan embrioid. Kestabilan genetik tanaman klonal melalui teknik kultur jaringan diperoleh dengan cara menginduksi sesingkat mungkin fase kalus dan embrioid. Menurut Skoog dan Miller 1957, efisiensi perbanyakan tanaman in vitro ditentukan oleh penggunaan ZPT dengan konsentrasi yang tepat. Komposisi zat pengatur tumbuh dalam media kultur dapat menyebabkan perubahan frekuensi kariotipik dalam kultur sel Chawla 2002. Penambahan zat pengatur tumbuh, seperti NAA dan 2,4 D pada media pembentukan tunas dari kultur kalus tanaman kelapa sawit menyebabkan terjadinya variasi somaklonal Skirvin et al. 1993; Jain 2001. Penelitian Rodrigues et al. 1997, menunjukkan bahwa variasi somaklonal meningkat dari 1,3 pada subkultur kelima menjadi 3,8 setelah subkultur kesebelas pada perbanyakan tanaman pisang B razil “nanicao”. Bernatavichute et al. 2008, menjelaskan lebih lanjut bahwa interaksi antara metilasi DNA dan modifikasi histon dapat bersifat meningkatkan aktifitas gen atau menghambat aktifitas gen. Jullien Berger 2010, mendefinisikan metilasi sebagai suatu modifikasi DNA yang berperan dalam regulasi epigenetik, yaitu ekspresi gen yang salah satunya dipengaruhi oleh peningkatan atau penghambatan ekspresi gen akibat metilasi DNA. Penelitian yang dilakukan Jaligot 2000, menunjukkan adanya korelasi antara hipometilasi DNA dan variasi somaklonal yang berupa buah mantel pada tanaman klon kelapa sawit. Konsentrasi 5-methyl deoxycytidine pada daun tanaman abnormal lebih rendah 0,5-2,5 dibandingkan pada daun normal dan kalus dengan pertumbuhan yang cepat menghasilkan 100 tanaman mantel, sedangkan kalus nodular yang hanya menghasilkan 5 tanaman mantel. Tanaman klon yang berasal dari perbanyakan in vitro dengan teknik kultur jaringan memperlihatkan adanya fenomena variasi somaklonal. Menurut Bairu et al. 2011, variasi somaklonal dapat dideteksi dengan beberapa pendekatan yaitu, morfologi, biokimia, dan molekular. Variasi somaklonal dilakukan dengan mengamati karakter fenotipe setiap bagian tanaman pada fase vegetatif dan generatif. Kelemahan pengamatan karakter morfologi membutuhkan waktu yang lama sampai tanaman berbunga dan berbuah. Sebagai contoh tanaman kelapa sawit dengan variasi somaklonal buah mantel yang harus menunggu tanaman berbuah. Pendekatan morfologi memiliki kelemahan lain, yaitu adanya pengaruh lingkungan. Pendekatan biokimia dapat digunakan untuk membandingkan tanaman normal dan abnormal karena lebih bersifat diskriminatif dengan menggunakan analisis enzim dan isozim. Sifat biokimia seringkali hanya diekspresikan pada waktu dan organ tertentu Peyvandi et al. 2009. Berdasarkan kelemahan-kelemahan penanda morfologi dan biokimia, digunakan penanda molekular sebagai alat untuk mendeteksi variasi somaklonal. Perubahan yang terjadi pada tingkat molekular dilakukan dengan membandingkan sekuen DNA tanaman normal dan abnormal merupakan dasar yang digunakan dalam analisis molekular Bairu et al. 2011. Beberapa penelitian telah menggunakan penanda molekular untuk menganalisis variasi somaklonal yang ditemukan pada tanaman klonal kelapa sawit yang dihasilkan melalui kultur jaringan, seperti penanda AFLP atau Amplified Fragment Length Polymorphism Toruan et al. 2005, RAPD atau Random Amplification of Polymorphic DNA Munir et al. 2011; Sianipar 2008, dan SSR atau Simple Sequence Repeat Singh et al. 2007; Zulhermana 2009. Prado et al. 2010, mengemukakan terjadinya perubahan pada lokus mikrosatelit sebagai konsekuensi variasi somaklonal pada Vitis vinifera.

2.4 Mikrosatelit atau Simple Sequence Repeat SSR

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Indeks Keragaman Jenis Serangga pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elais guinensis Jacq.) di Kebun Rambutan

1 58 50

Kemampuan AntiFungi Bakteri Endofit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Ganoderma boninenese Pat

5 53 66

Indeks Keanekaragaman Jenis Serangga Pada Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.) Di Kebun Tanah Raja Perbaungan PT. Perkebunan Nusantara III

6 91 53

Perubahan Pola Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq) Dengan Pemberian ZPT Atonik Pada Media Campuran Pasir Dengan Blotong Tebu Di Pre Nursery

4 33 67

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75

Molecular Analysis of Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq) Flowering Associated Genes and their Potential Application in Breeding Programmes

0 4 109

INTRA- AND INTER-POPULATION GENETIC DIVERSITY OF OIL PALM (Elaeis guineensis Jacq.) PISIFERA CLONES ORIGINATED FROM NIGERIA BASED ON SSR MARKERS ANALYSIS

0 5 8

Keragaman Genetik Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Asal Angola Menggunakan Marka SSR Genetic Diversity of the Angola-originated Oil Palm (Elaeis guineensis Jacq.) Using SSR Markers

0 0 7