15.09 Efisiensi reproduksi dan produksi susu sapi friesian holstein (fh) pada generasi induk dan generasi keturunannya

114 Masa kering yang lama adalah tidak efisien karena terjadi penurunan masa produktif karena masa kering yang ideal adalah 31-60 hari. Sapi FH generasi F3 mempunyai masa kering yang ideal sebanyak 30, sedangkan Generasi Induk, F2 dan F3 mempunyai persentase kurang dari 10. Tabel 33 Persentase masa kering sapi FH di BBPTU setiap generasi Masa Kering hari Induk F1 F2 F3 30 4.34 8.13 13.21 5.00 31-60 6.12 9.94 9.43 30.00 61-90 20.66 13.86 13.21 15.00 91-120 15.56 12.05 11.32 - 121-150 8.93 12.35 10.06 - 151-180 8.42 5.72 6.92 - 181-210 6.12 6.93 6.29 10.00 211-240 7.14 3.01 3.77 20.00 241-270 4.08 3.31 5.66 - 271-300 4.59 4.22 5.03 - 301 14.03

20.48 15.09

20.00 Keterangan: nilai tertinggi ditunjukkan pada penebalan warna hitam Periode masa kering merupakan suatu tatalaksana atau manajemen yang dilakukan oleh peternak pada sapi induk yang sedang laktasi apabila produksi susu harian yang dihasilkan telah sangat sedikit atau sapi induk laktasi sedang mengalami kebuntingan dengan umur kebuntingan 7 bulan. Sapi FH laktasi dalam keadaan bunting akan dikeringkan dalam keadaan usia kebuntingan 7 bulan maka masa keringnya adalah 2 bulan masa bunting sapi FH adalah 9 bulan. Sapi FH di BBPTU mempunyai masa kering diatas 60 hari, masa laktasi kurang dari 305 hari dan selang beranak lebih dari 365 hari. Sapi FH laktasi di BBPTU diduga dikeringkan karena tiga hal yaitu produksi susu harian yang telah sangat sedikit tapi tidak bunting, mengalami umur kebuntingan 7 bulan dan produksi susu sangat sedikit dan sedang bunting. Sapi laktasi sebaiknya dikeringkan karena produksi susu sedikit dan sedang bunting 7 bulan. Masa kering di atas 60 hari dapat terjadi karena masa kosong yang lama dan melebihi 90 hari sehingga akan menyebabkan selang beranak yang melebihi 12-13 bulan. Masa kering sapi FH di BBPTU lebih lama dari yang disarankan 115 dan sapi FH tersebut mempunyai masa laktasi 290.10 ± 148.01 hari, yaitu kurang dari 305 hari. Sapi FH di BBPTU memerlukan adanya perbaikan pada manajemen perkawinan setelah beranak agar dapat memperbaiki dan memperpendek masa kosongnya. Sapi FH mengistirahatkan ambing dan meningkatkan cadangan deposit tubuh selama masa kering agar produksi susu periode laktasi berikutnya lebih baik. Masa kering yang lebih lama pada sapi FH di BBPTU ternyata tidak meningkatkan produksi susu pada periode laktasi berikutnya. Menurut Salisbury dan Van Demark 1985 produksi susu meningkat bila periode kering diperpanjang sampai mendekati 7 minggu 49 hari, tetapi tak menguntungkan bila periode kering lebih panjang. Sudono et al. 2005 meyatakan bahwa masa kering lebih lama tidak menyebabkan pertambahan produksi susu. Generasi keturunan F1, F2 dan F3 pada sapi FH tersebut memiliki masa kering yang lebih lama dari 2 bulan atau 60 hari dan semakin bertambah lama pada keturunannya. Akan tetapi sapi-sapi generasi keturunan memiliki lama masa laktasi yang semakin pendek. Sapi-sapi FH di BBPTU mempunyai kendala terhadap produksi susu yaitu masa laktasi lebih pendek tetapi masa kering lebih panjang, akan tetapi produksi susu periode laktasi berikutnya tidak meningkat walaupun masa keringnya lebih lama. Sapi F3 diharapkan memiliki masa laktasi 305 hari dengan masa kering 60 hari karena generasi F3 merupakan keturunan dari induk sapi FH yang dilahirkan di Indonesia yang tropis dan mengalami perbaikan manajemen serta lebih adaptif. Masa kering yang lebih lama pada generasi keturunannya ternyata tidak diikuti oleh peningkatan produksi susu pada sapi FH keturunan. Masa kering pada sapi FH di BBPTU sangat beragam. Keragaman tersebut semakin meningkat pada generasi keturunannya, kecuali untuk F2. Pada generasi F3 mempunyai keragaman tertinggi. Sapi-sapi FH tersebut berada pada lokasi yang sama dan mendapat manajemen yang sama, akan tetapi memiliki waktu pemeliharaan yang berbeda. Generasi F3 merupakan sapi yang dianggap telah beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sehingga mempunyai kemampuan yang lebih baik, tetapi kenyataannya berbeda yaitu kurang dari yang diharapkan. 116 Sapi-sapi FH di BBPTU tersebut mengalami masa kering yang bertambah lama dengan bertambahnya periode laktasinya. Umur sapi atau periode laktasi yang bertambah ternyata tidak dapat memperpendek lama masa kering. Pada Tabel 32 memperlihatkan rataan lama masa kering yang semakin meningkat dari periode laktasi pertama sampai periode laktasi ke 9 kecuali pada laktasi ke 3. Sapi sapi FH di BBPTU tidak diperah atau dikeringkan bukan karena sapi tersebut sedang bunting tetapi karena produksi susu harian yang sudah sangat sedikit. Sapi-sapi FH di BBPTU harus cepat dikawinkan setelah beranak sehingga lebih cepat menjadi bunting kembali, dan hal tersebut berkaitan langsung dengan manajemen perkawinan. Selang Beranak dan Produksi Susu Selang beranak merupakan interval atau selang antara satu kelahiran ke kelahiran berikutnya atau jarak antar beranak. Sapi FH mempunyai selang beranak yang baik adalah 12-13 bulan. Secara reproduksi, selang beranak merupakan penjumlahan dari masa kosong masa tidak bunting dengan masa kebuntingan. Secara produksi susu, selang beranak merupakan penjumlahan masa laktasi masa produksi susu dengan masa kering. Berdasarkan produksi susu, maka selang bernak adalah 365 hari yaitu terdiri atas masa laktasi 305 hari dan masa kering 60 hari. Tabel 34 memperlihatkan sebaran produksi susu dengan melihat pengelompokan selang beranak. Sapi FH mempunyai produksi susu yang tinggi dengan bertambahnya lama selang beranak apabila masa kering tidak berubah yaitu 60 hari. Sapi FH di BBPTU mempunyai selang beranak yang lebih lama yaitu 445.34 hari tetapi mempunyai masa laktasi lebih pendek yaitu 290.10 hari untuk semua generasi. Total produksi susu sapi FH di BBTPU bertambah dengan terjadinya pertambahan selang beranak tetapi pertambahannya tidak banyak. Sapi FH dengan selang beranak 361-390 hari mempunyai produksi susu 4084.55 kg sedangkan selang beranak 421-450 mempunyai produksi susu 4486.82 kg, terjadi sedikit penambahan produksi susu dengan adanya perbedaan 60 hari yaitu terjadi penambahan 402.33 kg. 117 Sapi FH mempunyai selang beranak yang lebih rendah belum tentu mempunyai produksi susu harian lebih tinggi jika dibandingkan terhadap sapi FH dengan selang beranak yang lebih lama, hal ini tergantung masa laktasinya. Selang beranak yang bertambah lama akan menurunkan masa hidup berproduksi susu dan apabila tidak diikuti dengan total produksi susu yang bertambah secara nyata maka dapat dikatakan sapi FH tersebut produktivitasnya rendah. Sapi FH mempunyai waktu beranak kembali lebih lama berarti lebih lama terjadinya laktasi kembali. Sapi FH di BBPTU mempunyai produksi susu antara 4000- 5000 kg dengan berbagai pengelompokan selang beranak. Tabel 34 Rataan total produksi susu berdasarkan lama selang beranak sapi FH di BBPTU untuk semua generasi Lama Selang Beranak Hari Rataan Total Produksi Susu kg 300-360 4019.81 361-390 4084.55 391-420 4216.32 421-450 4486.82 451-480 4345.31 481-510 4213.68 511-540 4740.10 541-570 4649.18 571-600 4961.51 601-630 4270.85 631-660 4746.46 660 4740.40 Selang beranak melebihi 360 hari pada sapi FH adalah tidak ekonomis karena pertambahan produksi susu tidak berbeda banyak, akan tetapi tidak mungkin untuk memperpendek selang beranak yang kurang dari 300 hari. Menurut Ball dan Peters 2007 selang beranak yang optimum adalah 12 bulan, tidak wajar untuk memperpendek selang beranak dan tidak ekonomis memperpanjang selang beranak, dan selang beranak yang optimum akan menghasilkan produksi susu yang optimum. 118 Korelasi Produksi Susu Sapi FH dipelihara untuk memproduksi susu sebagai produk utama yang akan dikonsumsi oleh manusia. Sapi FH mengalami masa produksi susu masa laktasi dan masa tidak memproduksi susu masa kering. Sapi FH harus beranak lebih dahulu agar dapat menghasilkan susu, sehingga sapi tersebut harus secepatnya dikawinkan setelah beranak agar dapat bunting kembali. Jarak antara beranak adalah disebut selang beranak dan masa setelah beranak sampai bunting kembali disebut masa kosong. Produksi susu berhubungan dengan masa laktasi, masa kering, masa kosong dan selang beranak. Tabel 35 memperlihatkan hubungan atau korelasi produksi susu dengan masa laktasi, masa kosong, masa kering dan selang beranak untuk periode laktasi yang berjalan pada semua generasi. Tabel 35 Korelasi dan regresi produksi susu dengan masa laktasi, masa kering, masa kosong dan selang beranak sapi FH di BBPTU Generasi Regresi Nilai Korelasi Produksi Susu vs Masa Laktasi Induk Y = 2812 + 4.46 X 0.427 F1 Y = 2579 + 5.19 X 0.464 F2 Y = 2590 + 4.67 X 0.417 F3 Y = 2766 + 4.30 X 0.475 Gabungan Y = 2681 + 4.77 X 0.441 Produksi Susu vs Masa Kering Induk Y = 4482 - 1.30 X -0.134 F1 Y = 4488 - 1.43 X -0.153 F2 Y = 4408 - 1.39 X -0.132 F3 Y = 4001 + 0.17 X 0.028 Gabungan Y = 4459 - 1.32 X -0.137 Produksi Susu vs Selang Beranak Induk Y = 3587 + 0.986 X 0.110 F1 Y = 3507 + 1.06 X 0.114 F2 Y = 4124 + 0.066 X 0.008 F3 Y = 3905 + 0.476 X 0.091 Gabungan Y = 3714 + 0.724 X 0.083 Produksi Susu vs Masa Kosong Induk Y = 4202 - 0.442 X -0.026 F1 Y = 3965 + 0.316 X 0.019 F2 Y = 3576 + 1.97 X 0.134 F3 Y = 3033 + 3.83 X 0.452 Gabungan Y = 3983 + 0.451 X 0.029 Keterangan : = sangat nyata 119 Nilai korelasi hubungan antara produksi susu dan parameter yang diukur adalah sangat nyata untuk semua generasi. Produksi susu dihasilkan saat sapi sedang mengalami masa laktasi. Hubungan produksi susu dengan masa laktasi adalah bersifat positip yaitu produksi susu akan meningkat dengan meningkatnya masa laktasi. Semua generasi sapi FH di BBPTU mempunyai korelasi positip antara produksi susu dengan masa laktasi dan mempunyai regresi yang positip. Sapi FH di BBPTU mempunyai hubungan atau korelasi antara produksi susu dengan masa kering bersifat negatip untuk generasi Induk, F1, F2 dan gabungan seluruh generasi kecuali generasi F3 yang berkorelasi positif. Sapi FH di BBPTU mempunyai produksi susu akan menurun dengan bertambahnya masa kering. Masa kering berhubungan dengan masa laktasi, berarti dengan bertambahnya masa kering akan menurunkan masa laktasi sehingga produksi susu akan menurun. Sapi generasi F3 mempunyai korelasi yang berbeda dengan generasi lainnya karena dimungkinkan oleh data pada sapi F3 lebih sedikit. Sapi FH generasi Induk mempunyai hubungan yang bersifat negatip antara produksi susu dengan masa kosong. Secara keseluruhan sapi FH di BBPTU mempunyai produksi susu akan meningkat dengan meningkatnya masa kosong. Masa kosong berhubungan dengan selang beranak sehingga masa kosong bertambah akan menunda terjadinya kebuntingan sehingga produksi susu lebih banyak. Sapi FH laktasi sedang bunting akan berpengaruh terhadap produksi susu yaitu terjadi penurunan produksi. Produksi susu akan meningkat dengan bertambah lamanya selang beranak untuk semua generasi keturunan karena korelasi produksi susu dengan selang beranak bersifat positip sangat nyata. 120 PEMBAHASAN UMUM Sapi FH merupakan sapi perah yang berasal dari Belanda yang beriklim temperate sedang dengan empat musim yang berbeda. Sapi FH mempunyai produksi susu lebih tinggi dibandingkan bangsa sapi perah lainnya dan telah dipelihara dibanyak negara yang mempunyai iklim yang sama yaitu iklim temperate dan tetap memproduksi susu seperti daerah aslinya. Negara-negara di wilayah tropis memilih sapi FH sebagai ternak perah untuk memenuhi kebutuhan susu karena sapi FH mampu memproduksi susu lebih baik dibandingkan sapi perah lainnya. Kemampuan produksi susu yang tinggi dari sapi FH merupakan alasan utama untuk memelihara sapi tersebut. Masyarakat Indonesia memilih sapi FH dengan alasan yang sama yaitu kemampuan memproduksi susu yang tergolong tinggi. Sapi FH di Indonesia dipelihara dengan melakukan penyesuaian atau melakukan standar pemeliharaan yang sama dengan sapi FH di wilayah temperate. Sapi FH tersebut dipelihara dengan manajemen pemeliharaan yang menyerupai atau diusahakan sama agar sapi FH tersebut dapat memproduksi susu yang tinggi seperti di daerah temperate. Sapi FH di temperate dipelihara secara intensif, diberikan pakan berkualitas baik, hijauan yang diberikan rendah serat kasarnya dan suhu lingkungan yang sedang 10-20 º C. Pola pemeliharaan sapi FH di wilayah temperate belum tentu sesuai dengan pola pemeliharaan di wilayah Indonesia. Sapi FH di Indonesia dipelihara secara semi intensif, pakan hijauan berkadar serat kasar tinggi, suhu lingkungan diatas 25 º Budidaya sapi FH dipengaruhi oleh faktor genetik dari sapi tersebut dan faktor lingkungan. Faktor lingkungan ditentukan oleh tatalaksana atau manajemen pemeliharaan yang didalamnya terdapat manajemen pemberian pakan. Masalah-masalah yang berhubungan dengan reproduksi antara lain umur kawin pertama, umur beranak pertama, interval kawin kembali setelah beranak C dan kelembaban yang tinggi. Peternakan sapi FH di Indonesia terbagi atas perusahaan peternakan dan peternakan rakyat Small Holder Farm. Peternak rakyat memelihara sapi FH dengan kepemilikan 3-5 ekor dan umumnya merupakan usaha sampingan sehingga manajemen pemeliharaan sesuai dengan waktu dan tenaga yang ada. 121 dan masa kosong dan produksi susu dapat dikendalikan menjadi lebih baik dengan meningkatkan manajemen pemeliharaan. Pencatatan atau recording merupakan salah satu faktor yang dapat digunakan untuk meningkatkan produktivitas sapi FH tersebut. Banyak hal yang dapat dilakukan dengan menganalisa pencatatan yang dilakukan. Sapi FH dapat diketahui produktivitasnya melalui pertambahan bobot badan dari lahir sampai umur pertama dikawinkan, penampilan reproduksi dan produksi susu. Sapi-sapi dara atau sapi muda dapat diketahui produktivitasnya dengan melihat pertambahan bobot badan perhari. Sapi FH betina dewasa dapat diketahui produktivitasnya dengan melihat produksi susu dan reproduksinya. Tabel 36 memperlihatkan secara umum penampilan performans pertambahan bobot badan, produksi susu dan reproduksi pada sapi FH di BBPTU pada generasi Induk, F1, F2 dan F3. Generasi F3 mempunyai nilai terendah paling banyak untuk penampilan produksi susu dan nilai paling banyak untuk ketidakefisienan penampilan reproduksi. Sapi FH generasi F3 secara deskriptif mempunyai bobot lahir tertinggi akan tetapi pencapaian bobot badan umur 16 bulan adalah paling rendah. Sapi FH generasi F3 mempunyai keterkaitan antara bobot badan umur 16 bulan dengan umur kawin pertama dan umur beranak pertama. Sapi generasi F3 mencapai bobot badan paling rendah pada saat umur 16 bulan dan ternyata memiliki umur kawin pertama dan umur beranak pertama paling lama dibandingkan generasi tetuanya. Sapi-sapi FH dara mempunyai Pertambahan Bobot Badan PBB per hari yang sama sampai berumur 18 bulan untuk semua generasi. Sapi FH dara mempunyai bobot badan yang sama pada generasi Induk dan generasi keturunannya sampai dengan berumur 14 bulan tetapi ketika berumur 16 bulan terjadi perbedaan yaitu F3 mempunyai bobot badan yang lebih rendah dari F2. Sapi FH betina selama hidupnya mengalami fase hidup pedet anak, pedet lepas susu, dara muda, dara siap kawin, dara bunting dan induk dewasa. Sapi FH akan mengalami dewasa kelamin yaitu saat sapi mengalami berahi pertama kali, tetapi belum dapat dikawinkan karena belum siap dan setelah mencapai bobot badan yang sesuai, sapi dikawinkan untuk pertama kali. 122 Tabel 36 Kumpulan rataan reproduksi dan produksi susu pada generasi Induk, F1, F2, dan F3 Keterangan Induk F1 F2 F3 Rataan Bobot Lahir kg

38.1 39.74

Dokumen yang terkait

Efisiensi reproduksi dan produksi susu sapi friesian holstein (fh) pada generasi induk dan generasi keturunannya

0 3 161

Potensi Genetik Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Betina di BBPTU-Sapi Perah Baturraden, Purwokerto

0 2 92

Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor

0 5 35

Status Kecernaan Pakan dan Produksi Susu Induk Sebagai Indikator Pertumbuhan Pedet pada Sapi Perah (Friesian Holstein) di KPBS Pangalengan

0 2 29

Subsitusi Konsentrat Komersil dengan Tepung Indigofera (Indigofera sp.) untuk Konsumsi Pakan, Kecernaan dan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein (FH)

0 11 28

Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA).

0 9 34

Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian Holstein (FH) yang Dihasilkan dari Keturunan Pejantan Impor di BBPTU HPT Baturraden.

0 1 1

TAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN KOMPONEN METABOLISME TUBUH SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN (FH) AKIBAT PERBEDAAN KUALITAS RANSUM - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 86

EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 13