47.90 Efisiensi reproduksi dan produksi susu sapi friesian holstein (fh) pada generasi induk dan generasi keturunannya

74 Tabel 18 Persentase service per conception sapi FH di BBPTU setiap generasi Service per Conception Jumlah Induk F1 F2 F3 1 57.27

48.80 47.90

39.71 2 31.38 26.4 23.78 27.94 3 16.84 15.6 13.99 14.71 4 5.67 3.00 7.34 7.35 5 3.19 4.20 2.45 4.41 6 1.77 2.00 3.15 5.88 Keterangan: nilai tertinggi ditunjukkan pada penebalan warna hitam Perkawinan yang dilakukan di BBPTU menggunakan teknologi Inseminasi Buatan IB dengan semen beku. Berdasarkan data dan laporan di BBPTU, semen beku sapi pejantan yang digunakan berasal dari Kanada, Jepang, Jerman dan Amerika atau berasal dari Balai Inseminasi Buatan BIB Lembang dan Singosari. Pelaksanaan IB dilakukan oleh Petugas Inseminator yang terlatih dan berpengalaman. Fasilitas IB di BBPTU adalah baik dan telah dibuktikan bahwa hasil SC masih di bawah nilai 2.0. SC yang terjadi di BBPTU adalah tidak menjadi masalah dan memang sangatlah sulit untuk memperoleh nilai SC 1.0, akan tetapi pencapaian nilai SC 1.6 perlu ditargetkan. Sapi FH semua generasi yang dipelihara di BBPTU akan mengalami cekaman panas sepanjang tahun. Sapi FH tersebut mengalami nilai SC yang semakin tinggi pada keturunannya. Kondisi lingkungan sekitar terutama suhu dan kelembaban menyebabkan kenaikan SC pada pada sapi FH generasi keturunan di BBPTU. Menurut Yousef 1985 iklim memiliki efek mengganggu reproduksi dan pada suhu lingkungan diatas suhu kritis atas yaitu 21 º C, sehingga angka kebuntingan akan menurun. Menurut Ray et al. 1992 musim panas summer di daerah temperate meningkatkan SC yaitu 1.93 dibandingkan musim semi spring 1.54 dan 1.81 pada musim gugur fall. Sapi FH di BBPTU dipelihara dilingkungan tropis yang bersuhu tinggi dan apabila dibandingkan dengan pendapat Ray et al. 1992 sapi FH di BBPTU berada saat musim panas sepanjang hidupnya sehingga mempunyai nilai rataan SC 1.92. 75 Sapi-sapi FH generasi F2 dan F3 memiliki SC sedikit diatas 2.0. Nilai SC tersebut dapat diperbaiki untuk mendapatkan nilai SC 1.5 dengan melakukan perbaikan manajemen reproduksi khususnya sistem perkawinaninseminasi. Menurut Tukylenaz 2005, SC yang tinggi karena terjadi manajemen perkawinan yang buruk dan Murray 2009 menyatakan SC yang baik 1.72, karena kalau melebihi 2.0 memperlihatkan adanya masalah reproduksi. Rataan SC pada setiap periode laktasi mengalami kenaikan dari laktasi pertama 1.90 sampai laktasi ke 2 2.12 dan ke 3 2.11, kemudian terjadi penurunan angka SC pada periode laktasi ke 4, ke 5 dan ke 6, kecuali pada laktasi ke 7 2.42 dan ke 9 3.5 yang hanya mempunyai 2 sampel. SC masing- masing generasi yaitu Induk, F1, F2 dan F3 mempunyai pola yang sama yaitu terjadi peningkatan SC sampai laktasi ke tiga. Sapi FH tersebut ketika masih dara ternyata memiliki rataan nilai SC terendah yaitu 1.60 begitu pula pada masing-masing generasi, berarti sapi dara FH di BBPTU memliki kesuburan cukup tinggi. Kenaikan SC mempunyai pola yang hampir sama dengan Tukylenaz 2005 bahwa SC sapi FH di Turky pada laktasi 1, 2, 3, 4, 5 dan 6 adalah berturut-turut 2.01, 2.20, 1.98, 1.90, 1.83 dan 1.83, yaitu terjadi kenaikan sampai laktasi ke 2 dan kemudian menurun pada laktasi berikutnya. Korelasi antara periode laktasi sapi FH di BBPTU dengan SC tidak bersifat nyata P0.05. Periode laktasi yang bertambah tidak mempengaruhi banyaknya SC pada sapi FH generasi Induk, F1, F2 dan F3 berarti terdapat faktor-faktor lain yang dapat mempengaruhi SC. Service per conception merupakan proses yang melibatkan tenaga manusia dan kemampuan ternak sapi tersebut. Rataan SC yang terjadi sekitar 2.0, sehingga hanya diperlukan 2 kali perkawinan atau inseminasi untuk terjadinya kebuntingan pada sapi FH. Model regresi antara periode laktasi dengan SC yang diperoleh adalah tidak nyata sehingga tidak dapat digunakan. Sapi FH generasi Induk memperlihatkan korelasi yang bersifat negatif sedangkan pada sapi FH generasi F1, F2 dan F3 mempunyai kolerasi positif. Secara deskriptif memperlihatkan kejadian yang berlawanan antara generasi Induk dengan generasi keturunannya, bahwa sapi FH keturunan generasi F1, F2 dan F3 mengalami kenaikan SC 76 dengan bertambahnya periode laktasi sedangkan sapi generasi induk akan mengalami penurunan SC dengan bertambahnya periode laktasi. Tabel 19 Model regresi antara periode laktasi terhadap service per conception SC Model Regresi SC R r 2 Korelasi Induk Linier Y = 547.615 – 0.679802 X -0.068 Kuadratik Kubik F1 Linier Y = 249.016 + 0.169948 X 0.170 Kuadratik Kubik F2 Linier Y = 107.536 + 0.234621 X 0.235 Kuadratik Kubik F3 Linier - - 0.151 Kuadratik - - Kubik - - Total Linier Y = 639.290 + 0.200388 X 0.200 Kuadratik Kubik Banyaknya induk sapi yang bunting pada inseminasi pertama dalam satuan persen merupakan nilai dari angka kebuntingan atau conception rate CR. Table 18 memperlihatkan persentase induk sapi FH di BBPTU yang diinseminasi pertama dan menjadi bunting. Persentase nilai tersebut menunjukkan bahwa generasi Induk, F1, F2 dan F3 mempunyai SC berturut-turut 57.27, 48.80, 47.90 dan 39.71, untuk sapi yang diinseminasi sebanyak satu kali dan menjadi bunting, tertinggi pada Induk dan kemudian menurun sampai F3. Berdasarkan arti dari CR maka sapi FH di BBPTU mempunyai CR untuk induk, F1, F2 dan F3 berturut-turut adalah 57.27, 48.80, 47.90 dan 39.71. Nilai CR tersebut lebih tinggi dari Mitchell et al. 2005 yaitu sapi FH di Amerika Serikat mempunyai CR sebesar 27.3 pada periode laktasi pertama dan menurun menjadi 23.4 pada periode laktasi ke dua. Menurut DeVries et al. 2009 sapi FH di Florida Amerika serikat mempunyai nilai CR bervariasi 30-60. 77 Lama Bunting Pada Tabel 20 diperlihatkan rataan lama bunting sapi FH di BBPTU adalah 274.40 hari. Pada generasi Induk mempunyai rataan lama bunting 274.77 hari, 274.25 hari pada F1, 273.64 hari pada F2 dan 275.18 hari pada F3. Secara deskriptif diperlihatkan bahwa lama bunting paling tinggi adalah generasi F3 dan paling rendah generasi F2. Lama bunting sapi FH di BBPTU mengalami penurunan secara sangat nyata P0.01 dari generasi Induk dengan generasi F2. Generasi Induk mengalami lama kebuntingan tidak berbeda dengan F1 dan F3, akan tetapi lama bunting F2 tidak berbeda dengan F1 dan F3. Tabel 20 Rataan lama bunting sapi FH di BBPTU Laktasi Induk hari F1 hari F2 hari F3 hari Rataan Laktasi hari 0Dara 273.98±5.86 273.42±5.14 273.27±6.21 277.14±4.60 273.85±5.65 n=132 n=119 n=60 n=21 n=332 1 274.74±6.62 274.55±6.37 275.39±6.18 273.95±5.59 274.74±6.37 n=123 n=121 n=59 n=20 n=323 2 275.30±5.92 274.38±5.95 272.22±7.23 272.73±2.61 274.27±6.18 n=105 n=106 n=50 n=11 n=272 3 275.35±6.73 274.38±6.64 274.22±5.19 275.50±9.48 274.79±6.50 n=81 n=73 n=36 n=6 n=196 4 274.33±5.80 274.38±6.41 273.19±7.26 279.50±9.19 274.25±6.30 n=58 n=53 n=21 n=2 n=134 5 275.97±5.63 275.92±5.84 273.10±5.70 275.54±5.72 n=35 n=25 n=10 n=70 6 275.73±7.05 273.21±8.09 268.00±8.72 274.37±7.61 n=26 n=14 n=3 n=43 7 272.71±4.34 274.50±3.54 272.94±4.19 n=14 n=2 n=16 8 273.43±7.81 277.00 273.88±7.34 n=7 n=1 n=8 9 277.00 277.00 n=1 n=1 Rataan Generasi 274.77 a 274.25 ±6.19 ab 273.64 ±6.07 b 275.18 ±6.45 ab 274.40±6.17 ±5.57 n=582 n=514 n=239 n=60 n=1395 Keterangan : n= jumlah sampel Superscrip menyatakan sangat nyata P0.01 78 Lama bunting mempunyai perbedaan nilai sangat kecil akan tetapi berbeda sangat nyata terutama antara generasi F2 dan F3. Kebuntingan merupakan proses fisiologis tubuh yang tetap. Lama bunting pada satu spesies relatif sama begitu pula pada sapi FH. Perbedaan waktu lama kebuntingan masing-masing individu sapi FH untuk semua generasi adalah tidak lama. Sapi FH di daerah temperate mempunyai lama kebuntingan lebih tinggi dibandingkan sapi FH di BBPTU yang beriklim tropis. Hal tersebut memperlihatkan bahwa iklim dapat mempengaruhi lama kebuntingan dan lama kebuntingan akan lebih pendek waktunya pada sapi FH keturunannya di iklim tropis. Sapi FH di BBPTU mengalami rataan lama bunting 274.40 hari, lebih pendek dari pada lama bunting sapi FH di Inggris yaitu 280-285 hari Ball Peters 2007 dan di Arab Saudi yaitu 280 hari Ali et al. 2000. BBPTU berada di iklim tropis, apabila membandingkan dengan sapi FH di iklim temperate misalnya Inggris maka sapi FH di ikim tropis memperlihatkan lama bunting yang lebih pendek. Sapi FH di BBPTU mengalami lama kebuntingan saat dara, laktasi 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 berturut-turut adalah 273.85 hari, 274.74 hari, 274.27 hari, 274.79 hari, 274.25 hari, 275.54 hari dan 274.37 hari. Lama kebuntingan paling rendah adalah saat dara dan tertinggi pada periode laktasi ke 5. Lama bunting hanya berbeda beberapa hari untuk semua periode laktasi akan tetapi tidak terjadi peningkatan lama bunting yang tinggi sampai periode laktasi ke 4 dan terjadi penurunan yang kecil pada laktasi ke 5. Lama bunting sapi FH di BBPTU dengan periode laktasinya berbeda pola dan mempunyai nilai lebih rendah dengan yang disampaikan Turkylenaz 2005 yaitu sapi-sapi FH di daerah Turky yang merupakan wilayah beriklim sedang atau temperate mempunyai lama masa bunting pada periode laktasi 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 berturut-turut adalah 276.7 hari, 278.2 hari, 279.7 hari, 281.8 hari, 280.5 hari dan 278.7 hari. Sapi FH mempunyai lama bunting paling rendah terjadi pada laktasi pertama dan meningkat sampai dengan laktasi ke 4 kemudian menurun sampai laktasi ke 6. Tabel 21 memperlihatkan model regresi dan korelasi antara periode laktasi dengan lama kebuntingan. Sapi FH di BBPTU mempunyai persamaan 79 regresi linier tetapi tidak nyata untuk semua generasi keturunan dan generasi keturunan F1. Periode laktasi dan lama kebuntingan sapi FH tersebut mempunyai korelasi positif dengan nilai yang sangat kecil dan tidak nyata. Hal tersebut memperlihatkan bahwa periode laktasi sapi FH atau pertambahan umur sapi FH tidak mempunyai korelasi dengan lama bunting. Periode laktasi tidak mempengaruhi lama bunting sapi FH di BBPTU untuk semua generasi keturunan. Lama bunting sapi FH tidak berubah dengan bertambahnya umur sapi tersebut. Tabel 21 Model regresi antara periode laktasi terhadap lama kebuntingan Model Regresi Lama Kebuntingan R r 2 Korelasi Induk Linier - - 0.076 Kuadratik - - Kubik - - F1 Linier Y = 231.923 + 0.0993269 X 0.099 Kuadratik Kubik F2 Linier - - -0.009 Kuadratik - - Kubik - - F3 Linier - - -0.175 Kuadratik - - Kubik - - Total Linier Y = 652.767 + 0.0648042 X 0.065 Kuadratik Kubik Selang Beranak Rataan selang beranak sapi FH di BBPTU dapat dilihat pada Tabel 22 yaitu 445.34 hari 14.85 bulan. Selang beranak untuk Induk, generasi F1, generasi F2, dan generasi F3 berturut-turut adalah 436.75 hari 14.56 bulan, 448.53 hari 14.95 bulan, 453.87 hari 15.13 bulan dan 457.15 hari 15.24 bulan. Sapi-sapi FH di BBPTU tersebut mengalami lama selang beranak yang semakin bertambah lama dengan bertambahnya generasi keturunan. Secara 80 deskriptif memperlihatkan bahwa sapi FH keturunan di BBPTU mengalami penurunan atau semakin kurang efisien dari segi lama selang beranak pada generasi keturunannya. Keterangan : n=jumlah sampel Sapi FH generasi Induk dan generasi keturunan dilahirkan di BBPTU yang beriklim tropis dan diharapkan mempunyai produksi susu dan reproduksi yang baik, khususnya sapi generasi F3 karena tetua sapi F3 adalah sapi FH dilahirkan di BBPTU yang beriklim tropis. Sapi-sapi FH generasi F3 diharapkan mempunyai selang beranak sesuai standar yaitu 12-13 bulan 360-390 hari. Sapi FH generasi F3 memiliki selang beranak paling lama. Selang beranak dipengaruhi oleh masa kosong dan lama bunting. Masa kosong merupakan faktor Tabel 22 Rataan selang beranak sapi FH di BBPTU Laktasi Induk hari F1 hari F2 hari F3 hari Rataan Laktasi hari 1 449.15±148.77 479.41±169.54 467.97±133.53 509.35±206.34 467.50±122.60 n=136 n=136 n=86 n=20 n=378 2 436.07±128.30 457.82±155.90 433.54±132.91 416.36±121.18 442.74±139.12 n=117 n=116 n=65 n=14 n=312 3 414,38±100.75 411.07±109.40 472.00±172.23 378.33±77.90 423.87±128.86 n=96 n=88 n=48 n=6 n=238 4 459.25±125.42 415.54±101.12 450.33±152.93 441.34±142.88 n=67 n=57 n=30 n=154 5 432.35±127.35 481.53±182.69 411.24±107.00 444.76±146.21 n=43 n=30 n=17 n=90 6 424.53±118.75 404.64±104.75 465.50±96.23 423.88±111.44 n=30 n=14 n=6 n=50 7 428.94±112.52 430.00±116.33 455 416.64±108.90 n=18 n=3 n=1 n=22 8 448.45±139.46 331 438.67±125.09 n=11 n=1 n=12 Rataan Generasi 436.75±135.10 448.54±145.99 453.87±146.12 457.15±148.91 445.34±137.03 n=518 n=445 n=253 n=40 n=1256 81 utama yang menyebabkan selang beranak yang panjang waktunya. Sapi FH generasi F3 mempunyai masa kosong paling lama sehingga menyebabkan selang beranak paling lama. Persentase selang beranak sapi FH di BBPTU tertinggi adalah antara 330- 360 hari 11-12 bulan untuk generasi Induk, F1 dan F2. Sapi FH generasi F3 mempunyai selang beranak tertinggi 361-390 hari 12-13 bulan. Selang beranak yang diharapkan adalah 12-13 bulan dan ternyata sapi FH di BBPTU mempunyai rataan selang beranak 14-15 bulan. Tabel 23 memperlihatkan bahwa selang beranak 14-15 bulan 421-450 hari mempunyai persentase yang rendah, tetapi karena persentase selang beranak lebih dari 450 hari 15 bulan lebih dari 50 maka rataan selang beranak sekitar 14-15 bulan. Sebaran nilai persentase selang beranak sapi FH di BBPTU dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23 Persentase selang beranak sapi FH di BBPTU setiap generasi Selang Beranak bulan Induk F1 F2 F3 330-360

14.56 20.62

Dokumen yang terkait

Efisiensi reproduksi dan produksi susu sapi friesian holstein (fh) pada generasi induk dan generasi keturunannya

0 3 161

Potensi Genetik Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Betina di BBPTU-Sapi Perah Baturraden, Purwokerto

0 2 92

Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor

0 5 35

Status Kecernaan Pakan dan Produksi Susu Induk Sebagai Indikator Pertumbuhan Pedet pada Sapi Perah (Friesian Holstein) di KPBS Pangalengan

0 2 29

Subsitusi Konsentrat Komersil dengan Tepung Indigofera (Indigofera sp.) untuk Konsumsi Pakan, Kecernaan dan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein (FH)

0 11 28

Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA).

0 9 34

Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian Holstein (FH) yang Dihasilkan dari Keturunan Pejantan Impor di BBPTU HPT Baturraden.

0 1 1

TAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN KOMPONEN METABOLISME TUBUH SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN (FH) AKIBAT PERBEDAAN KUALITAS RANSUM - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 86

EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 13