69 mempunyai persentase tertinggi. Masa kosong tergolong efisien adalah tidak
melebihi 120 hari. Persentase sapi FH yang mempunyai masa kosong melebihi 120 hari adalah antara 50-70 dan nilai tersebut tergolong sangat tinggi. Hal
tersebut memperlihatkan bahwa masa kosong sapi FH di BBPTU tidak efisien.
Tabel 15 Persentase masa kosong sapi FH di BBPTU setiap generasi Masa Kosong
hari Induk
F1 F2
F3 60
12.40 7.10
9.76 7.14
61-90 17.40
17.96 18.05
16.67 91-120
16.40 18.63
7.80 4.76
121-150 13.80
11.31 14.15
11.90 151-180
11.40 10.86
7.32 14.29
180 28.60
34.15 42.93
45.24
Keterangan: nilai tertinggi ditunjukkan pada penebalan warna hitam
Rataan masa kosong sapi FH di BBPTU adalah 162.42 hari, termasuk tidak ideal dan terlalu lama. Menurut Purwantara et al. 2001 masa kosong yang
ideal adalah 90 hari. Masa kosong sapi FH di BBPTU lebih lama dari sapi FH yang dipelihara menurut Izquierdo et al. 2008 yaitu 85-115 hari setelah beranak
dan menurut Murray 2009 masa kosong yang baik adalah 100 hari dan dibutuhkan perbaikan perkawinan dan pencatatan, apabila masa kosong lebih dari
120 hari. Masa kosong sapi FH di BBPTU lebih lama dari lama masa kosong yang ideal. Hal tersebut memperlihatkan bahwa terjadi gangguan reproduksi
untuk terjadinya bunting kembali pada sapi generasi Induk, F1, F2 dan F3. Menurut Hardjopranjoto 1995 salah satu ukuran yang menandakan adanya
gangguan reproduksi pada suatu peternakan sapi perah adalah masa kosong yang melebihi 120 hari.
Masa kosong dipengaruhi munculnya berahi kembali, kawin pertama setelah beranak dan banyaknya perkawinan service untuk menjadi bunting.
Perkawinan pada sapi FH yang dilakukan di BBPTU adalah menggunakan cara Inseminasi Buatan IB. Keberhasilan untuk menjadi bunting dapat dipengaruhi
oleh kemampuan pelaksana inseminasi Inseminator, kualitas semennya dan dipengaruhi kondisi induk sapi tersebut. Rataan service per conseption yang
70 terjadi di BBPTU tergolong normal yaitu 1.92. Menurut Hafez 2000 nilai SC
yang normal berkisar antara 1.6 sampai 2.0 Hafez, 2000. Faktor kelalaian inseminator dapat dihilangkan apabila nilai SC masih
dibawah dua. Faktor lain yang dapat menyebabkan peningkatan lama masa kosong adalah kecermatan deteksi berahi dan deteksi kebuntingan atau terjadinya
penurunan kemampuan alat reproduksi. Kecermatan deteksi berahi dan keakuratan deteksi kebuntingan merupakan hal yang utama untuk menurunkan
lama masa kosong pada sapi FH. Masa kosong yang semakin lama pada generasi keturunan memperlihatkan terjadinya penurunan kemampuan reproduksi pada
generasi keturunannya. Sapi FH di BBPTU berada di Purwokerto, propinsi Jawa Tengah dan
mempunyai lama masa kosong 162.42 hari lebih lama apabila dibandingkan dengan peternakan yang berada di pulau Jawa misalnya di wilayah Lembang dan
Sukabumi, propinsi Jawa Barat. Menurut Anggraeni 1995 lama masa kosong sapi FH di PT Baru Adjak Lembang adalah 137.77 hari dan di PT Taurus Dairy
Farm Sukabumi adalah 153 hari. BBPTU dan kedua peternakan pada penelitian Anggraeni 1995 tersebut berada di wilayah tropis dengan suhu dan kelembaban
yang tinggi mempunyai masa kosong hampir sama dan mempunyai masa kosong lebih dari 120 hari. Sapi FH tersebut dipelihara dengan manajemen pemeliharaan
yang berbeda tetapi mempunyai iklim yang sama yaitu beriklim tropis dan mempunyai masa kosong sama yaitu melebihi 120 hari. Hal tersebut
memperlihatkan bahwa dengan manajemen yang berbeda tetapi beriklim sama yaitu iklim tropis, menghasilkan masa kosong yang sama.
Tabel 16 memperlihatkan bahwa hubungan antara periode laktasi dengan masa kosong adalah bersifat negatif. Generasi F3 mempunyai nilai yang nyata
P0.05 antara periode laktasi dengan masa kosong dan berkorelasi negatif r= -0.325. Pertambahan periode laktasi akan dapat menurunkan masa kosong pada
generasi F3 secara linier dengan persamaan garis
Log Y = 2.487 – 0.6874 Log X. B
ertambahnya periode laktasi pada generasi F3 akan menurunkan masa kosong. Nilai R
2
sangat kecil yaitu 8.50 sehingga faktor periode laktasi sangat kecil pengaruhnya terhadap masa kosong dan masih banyak faktor lain yang dapat
mempengaruhi masa kosong.
71 Rataan masa kosong di BBPTU mempunyai pola yang semakin menurun
dari periode laktasi pertama 169.72 hari sampai dengan laktasi ke enam 139.19 hari, kemudian bertambah pada laktasi ke tujuh 160.67 hari. Masa kosong
untuk masing-masing generasi mempunyai pola yang tidak sama yaitu generasi Induk dan F2 berfluktuasi sampai periode laktasi ke empat, generasi F1 dan F3
terjadi penurunan sampai laktasi ke empat.
Tabel 16 Model regresi antara periode laktasi terhadap masa kosong
Model Regresi
Masa Kosong R
r
2
Korelasi Induk
Linier -
- -0.015
Kuadratik -
- Kubik
- -
F1 Linier
- -
-0.046 Kuadratik
- -
Kubik -
- F2
Linier -
- -0.024
Kuadratik -
- Kubik
- -
F3 Linier
Log Y = 2.487 – 0.6874 Log X 8.50
-0.325 Kuadratik
Log Y = 2.377 – 0.161 Log X – 0.579 Log X 6.30
2
Kubik Log Y = 1.072 + 8.74 Log X – 19.68 Log X
2
+ 13.04 Log X 4.20
3
Total Linier
-0.035 Kuadratik
Kubik
Keterangan : Superscrip menyatakan sangat nyata P0.05
Sapi FH di BBPTU mengalami penurunan masa kosong dengan bertambahnya usia atau bertambah periode laktasi tetapi setelah periode laktasi ke
enam mulai tidak teratur. Sapi FH akan bertambah besar badannya dengan bertambahnya umur sampai dengan berumur 7 tahun. Masa kosong akan
berkurang dengan bertambahnya umur atau periode laktasi karena berhubungan dengan peningkatan kemampuan fisioligis tubuh, khususnya peningkatan
fisiologis saluran reproduksinya.
72 Sapi FH di BBPTU mempunyai masa kosong lebih lama dari laporan
Effendi et al. 2002 yaitu masa kosong 80 hari pada laktasi pertama dan 60 hari untuk laktasi berikutnya. Masa kosong di BBPTU mempunyai pola yang sama
dengan Effendi et al. 2002 untuk laktasi pertama dan ke dua yaitu masa kosong pada laktasi pertama lebih lama daripada laktasi ke dua. Hal tersebut berbeda
dengan laporan Mitchell et al. 2005 bahwa masa kosong pada laktasi pertama 140.3 hari lebih rendah dari pada pada laktasi ke dua 144.3 hari. Turkylenaz
2005 melaporkan masa kosong akan sedikit meningkat untuk laktasi 1 dan 2 berturut-turut adalah 114.9 hari, 118.7 hari dan menurun pada laktasi 3, 4, 5 dan 6
yaitu berturut-turut 111.7 hari, 111.9 hari, 105 hari dan 101.8 hari.
Service per Conception SC
Sapi FH di BBPTU mempunyai nilai service per conception yang dapat dilihat pada Tabel 17. Nilai SC tersebut memperlihatkan kecenderungan
bertambah tinggi pada generasi keturunannya yaitu dari SC 1.88 pada generasi Induk, 1.87 pada generasi F1, 2.03 pada generasi F2 dan menjadi 2.34 pada
generasi F3 dengan nilai rataan SC adalah 1.92. Rataan nilai SC tersebut untuk generasi Induk dan generasi F1 masih
dibawah 2.0 dan tergolong normal. Nilai SC pada generasi F2 masih sekitar 2.0 dan masih dianggap normal, akan tetapi nilai SC pada generasi F3 tergolong
kurang baik. Menurut Hafez 2000 nilai SC yang normal berkisar antara 1.6 sampai 2.0. Makin rendah nilai SC makin tinggi kesuburan hewan betina dalam
kelompok tersebut, sebaliknya makin tinggi nilai SC, makin rendah kesuburan betina dalam kelompok tersebut Toelihere 1985.
Generasi F2 mempunyai nilai SC diatas 2.0, tetapi secara statistik mempunyai kemampuan yang sama dengan Induk dan F1. Generasi F3 memiliki
nilai SC diatas 2.0, dan secara statistik p0.01 mempunyai tingkat kesuburannya lebih rendah dari pada Induk, F1 dan F2. Sapi FH keturunan
generasi F3 di BBPTU memiliki SC lebih tinggi dari tetuanya, berarti perlu ada perbaikan perkawinan IB untuk keturunan sapi FH tersebut khususnya pada F3.
Sapi-sapi FH tersebut memiliki nilai SC yang semakin tinggi pada generasi
73 keturunannya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sapi FH keturunan semakin
rendah tingkat kesuburannya.
Tabel 17 Rataan SC sapi FH di BBPTU
Laktasi Induk
jumlah F1
jumlah F2
jumlah F3
jumlah Rataan Laktasi
jumlah 0 dara
1.56±0.35 1.51±0.47
1.71±0.61 2.00±0.91
1.60±0.49 n= 140
n=137 n=72
n=24 n=373
1 1.79±0.54
1.96±0.54 1.82±0.58
2.43±1.07 1.90±0.59
n=131 n=137
n=72 n=21
n=361 2
1.88±0.58 2.18±0.67
2.32±1.01 2.71±0.99
2.12±0.74 n=113
n=120 n=56
n=14 n=303
3 2.06±0.75
1.95±0.79 2.50±1.37
2.71±1.71 2.11±0.93
n=96 n=91
n=40 n=7
n=234 4
2.09±0.62 1.71±0.61
2.43±1.12 1.50±0.21
1.98±0.71 n=68
n=62 n=23
n=2 n=155
5 1.79±0.60
2.19±0.95 1.64±0.57
1.92±0.71 n=43
n=31 n=11
n=85 6
2.28±1.37 1.43±0.36
1.75±0.56 1.98±0.89
n=29 n=14
n=4 n=47
7 2.63±1.17
2.00±1.00 1.50±0.41
2.42±1.03 n=19
n=5 n=2
n=26 8
1.80±0.73 1.00±0.00
1.67±0.65 n=10
n=2 n=12
9 3.50±2.12
3.50±2.12 n=2
n=2 Rataan
Generasi 1.88
a
1.87 ±0.65
a
2.03 ±0.64
ab
2.34 ±0.88
b
1.92±0.71 ±1.05
n=651 n=599
n=280 n=68
n=1598
Keterangan : n= jumlah sampel Superscrip menyatakan sangat nyata P0.01
Persentase SC tertinggi adalah pada angka SC sama dengan 1 untuk semua generasi keturunan, tertinggi pada generasi Induk dan terendah pada
generasi F3 dengan pola yang semakin menurun dengan bertambah generasi keturunan. SC sama dengan 2 merupakan nilai persentase tertinggi kedua. Sapi
FH di BBPTU masih mempunyai nilai SC sekitar 3-6 kali sebanyak 9-17, bertambah tinggi persentasenya dengan bertambahnya generasi keturunan dan
generasi F3 mempunyai persentase tertinggi.
74 Tabel 18 Persentase service per conception sapi FH di BBPTU setiap generasi
Service per Conception Jumlah
Induk F1
F2 F3
1 57.27
48.80 47.90