26.09 Efisiensi reproduksi dan produksi susu sapi friesian holstein (fh) pada generasi induk dan generasi keturunannya

59 beranak pertama dengan generasi Induk. Generasi F1 dan F2 mempunyai pola yang berbeda yaitu umur beranak pertama tertinggi saat 27-29 bulan dan sedikit lebih tinggi daripada 30-32 bulan. Semua generasi keturunan mempunyai kurang dari 5 sapi yang beranak pertama pada umur kurang dari 21 bulan. Sapi FH beranak pertama kali berumur lebih dari 36 bulan 3 tahun adalah tidak efisien dan mempunyai nilai 15-26, terendah pada F2 dan tertinggi pada F3. Tabel 10 Persentase umur beranak pertama sapi FH di BBPTU setiap generasi Umur Beranak Pertama bulan Induk F1 F2 F3 21 3.51 3.17 4.62 4.35 21-23 3.51 6.35 - - 24-26 12.28 13.49 18.46 - 27-29 19.30 30.95

23.08 26.09

30-32 22.81 21.42 20.00 30.43 33-35 14.91 9.52 13.85 13.04 36-38 8.77 7.14 7.69 13.04 39 14.91 7.94 12.31 13.04 Keterangan: nilai tertinggi ditunjukkan pada penebalan warna hitam Kondisi lingkungan sekitarnya yang mempengaruhi terjadinya kebuntingan adalah suhu dan kelembaban yang tinggi di BBPTU. Menurut Yousef 1985 iklim memiliki efek mengganggu reproduksi dan pada suhu lingkungan diatas suhu kritis atas yaitu 21 º Angka kawin per kebuntingan atau SC yang terjadi di BBPTU adalah 2.0, sehingga dapat terjadi peristiwa kegagalan deteksi berahi setelah perkawinan sebelumnya atau terjadi kegagalan deteksi kebuntingan sehingga hanya terjadi 2 kali perkawinan saja. Berahi dan keberhasilan kebuntingan dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sekitarnya, keadaan sapi tersebut dan tatalaksana pemeliharaan. Induk sapi perah yang telah dikawinkan atau di inseminasi sebaiknya 21 hari kemudian dilakukan pemeriksaan berahi, apabila terjadi berahi C, angka kebuntingan CR akan menurun dan menurut Hardjopranoto 1995 gangguan reproduksi pada ternak terjadi karena lingkungan yang kurang serasi. 60 kembali maka dilakukan perkawinan ulang atau apabila tidak terjadi berahi maka secepatnya dilakukan pemeriksaan kebuntingan. Umur beranak pertama dipengaruhi oleh umur kawin pertama dan jumlah perkawinan yang menjadi bunting service per conception. Service per conception pada sapi-sapi FH di BBPTU saat sapi tersebut masih dara untuk Induk, generasi F1, generasi F2 dan generasi F3 berturut-turut adalah 1.56, 1.51, 1.71 dan 2.00 Tabel 17. Umur kawin pertama dan SC memiliki pola yang sama dengan umur beranak pertama yaitu terendah pada F1 kemudian meningkat pada F3. Jadi faktor umur kawin pertama dan umur beranak pertama serta SC saling berhubungan dan terjadi penurunan efisiensi untuk umur beranak pertama pada generasi F3. Rataan umur beranak pertama pada sapi FH menurut beberapa peneliti di daerah beriklim sedang temperate yaitu 22-24 bulan Hoffman 1997; Pirlo et al. 2000; Etterna Santos 2004 dan 24 bulan Ball Peters 2007. Sapi FH di BBPTU mempunyai umur beranak lebih lama dari sapi FH yang dilaporkan oleh para peneliti di daerah iklim temperate. Umur beranak pertama pada sapi FH menurut para peneliti lainnya yang berasal dari daerah temperate adalah Heinrichs et al. 1994 di Amerika 25.9 bulan, Pirlo 1997 di Italia 26 bulan dan Perez et al. 1999 28.6 bulan, dan menurut Nilforoohan dan Edris 2004 26.8 bulan. Menurut Schmidt et al. 1988 umur beranak pertama sapi di Amerika Serikat adalah 24-29 bulan. Umur beranak pertama sapi FH di BBPTU lebih tinggi dibandingkan sapi di daerah temperate tetapi hampir sama dengan sapi FH yang dipelihara di daerah tropis seperti dilaporkan Sudono et al. 2005 dan Wicaksono 2004. Rataan umur beranak pertama menurut Sudono et al. 2005 untuk peternakan rakyat di Pangalengan, Lembang, Bogor dan Cirebon yang berturut-turut sebesar 32, 33, 36 dan 33 bulan. Umur beranak pertama di PT Taurus Dairy Farm Sukabumi adalah 32.97 bulan Wicaksono 2004. Sapi FH yang dipelihara di BBPTU yang beriklim tropis mempunyai umur beranak pertama yang semakin lama pada sapi FH generasi keturunannya. Umur beranak pertama akan semakin bertambah lama pada sapi FH generasi Induk sampai dengan generasi F3. Sapi FH generasi F3 diharapkan mempunyai 61 umur beranak pertama yang lebih pendek daripada generasi induknya, tetapi hal tersebut tidak terjadi. Menurut Schmidt et al. 1988 selain faktor genetik dan bangsa sapi, umur beranak pertama dipengaruhi oleh wilayahregion dan perbedaan musim. Sapi FH berasal dari daerah beriklim sedang dengan suhu dan kelembaban yang nyaman, sehingga apabila sapi FH dipelihara di iklim tropis akan mengalami cekaman panas, walaupun sapi FH tersebut adalah sapi keturunan generasi F3. Pakan yang dikonsumsi akan meningkatkan panas tubuh dan sapi akan berusaha mengeluarkan panas tersebut. Suhu dan kelembaban yang tinggi akan menyulitkan pengeluarkan panas tubuh, sehingga sapi FH akan mengkonsumsi air minum lebih banyak dan akan terjadi penurunan total pakan yang dikonsumsi. Menurut McDowell 1972 peningkatan suhu tubuh pada keadaan cekaman panas antara lain penurunan nafsu makan dan peningkatan konsumsi minum. Sapi FH dan keturunannya diharapkan beranak pertama berumur 24 bulan asalkan tatalaksana, kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan pada saat anak dan saat dara cukup baik untuk mencapai bobot yang sesuai, sehingga dapat dikawinkan lebih cepat. Kualitas dan kuantitas pakan yang baik kurang bermanfaat apabila total pakan yang dapat dikonsumsi kurang. Konsumsi pakan dapat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban lingkungannya, sehingga apabila suhu diatas 18 º C dan kelembaban diatas 60 akan menurunkan konsumsi pakan atau pakan yang dikonsumsi akan digunakan untuk melawan terjadinya cekaman panas. Menurut McDowell 1974 suhu nyaman sapi perah antara 13-18 º C dengan kelembaban 55- 65. Interval Kawin Pertama Setelah Beranak Jumlah individu sapi yang digunakan setiap generasi semakin berkurang pada F3. Periode laktasi untuk setiap generasi semakin berkurang yaitu 9 laktasi pada Induk. 8 laktasi pada F1, 7 laktasi pada F2 dan 4 laktasi pada F3. Berdasarkan Tabel 11 dapat dilihat bahwa interval kawin pertama setelah beranak mengalami kenaikan waktu untuk generasi keturunannya yaitu pada generasi Induk 95.23 hari, generasi F1 100.98 hari, generasi F2 105.99 hari dan 62 generasi F3 110.60 hari. Rata-rata interval kawin pertama setelah beranak adalah 99.89 hari. Secara statistik, interval kawin pertama setelah beranak mempunyai arti yang berbeda. Generasi Induk tidak berbeda lama waktunya dengan generasi F1 dan F3 seperti diperlihatkan pada tanda superscripnya. Tabel 11 Rataan interval kawin pertama setelah beranak sapi FH di BBPTU Laktasi Induk hari F1 hari F2 hari F3 hari Rataan Laktasi hari 1 101.93±55.66 109.90±64.73 110.76±57.89 135.38±72.53 108.75±61.00 n=138 n= 136 n= 72 n= 24 n= 370 2 99.66±55.29 99.43±53.63 109.70±50.07 108.58±61.06 102.05±48.53 n= 122 n= 128 n= 66 n= 19 n= 335 3 93.31±43.47 96.66±52.31 98.49±46,89 71.18±37.74 94.69±43.10 n= 103 n= 109 n= 49 n= 11 n= 272 4 91.50±44.26 94.48±44.89 100.34±50.90 80.00±24.21 93.86±41.23 n= 86 n= 82 n= 32 n= 4 n= 204 5 92.40±45.15 97.90±54.33 99.44±48.81 95.66±52.29 n= 53 n= 50 n= 16 n= 119 6 75.67±30.78 98.05±48.77 120.00±62.13 88.30±41.03 n= 33 n= 20 n= 7 n= 60 7 95.92±44.89 119.25±61.01 94.67±22.01 101.14±54.16 n= 24 n= 8 n= 3 n= 35 8 92.38±38.86 127.50±77.07 96.28±42.55 n= 16 n= 2 n= 18 9 65.00±16.27 65.00±16.27 n= 4 n= 4 Rataan Generasi 95.23 a 100.98 ±52.70 ab 105.99 ±57.76 b 110.60 ±57.36 ab 99.89±56.26 ±68.00 n= 579 n= 535 n= 245 n= 58 n= 1417 Keterangan : n= jumlah sampel Superscrip menyatakan sangat nyata P0.01 Generasi induk mempunyai interval kawin setelah beranak lebih pendek P0.01 waktunya dengan generasi F2. Generasi F3 mempunyai interval kawin pertama setelah beranak tertinggi, akan tetapi antara F2 dengan F1 dan F3 tidak berbeda. Keturunan dari sapi FH di Baturraden mengalami kenaikan masa kawin pertama setelah beranak pada generasi F2 dibandingkan generasi Induk. Sapi FH tersebut secara keseluruhan memperlihatkan bahwa terjadi penurunan efisiensi 63 reproduksi untuk kawin pertama setelah beranak yang bertambah lama pada generasi keturunannya. Persentase tertinggi pada interval kawin pertama setelah beranak generasi Induk yaitu 51-70 hari, F1 pada 51-70 hari, F2 pada 71-90 hari dan F3 pada lebih 150 hari. Sapi FH di BBPTU mempunyai persentase yang cukup tinggi untuk kejadian interval kawin pertama setelah beranak diatas 150 hari yaitu 13-20 dan kejadian tersebut tergolong tidak efisien. Sapi FH generasi Induk mempunyai interval kawin pertama setelah beranak diatas 150 hari paling rendah sedangkan generasi F3 tertinggi. Sapi FH akan mengalami proses involusi uteri setelah beranak selama 40-50 hari dan ternyata terdapat sapi yang dikawinkan kembali setelah beranak di bawah 50 hari yaitu terendah pada F2 8.60 dan tertinggi F3 17.24. Tabel 12 Persentase interval kawin pertama setelah beranak sapi FH di BBPTU setiap generasi Interval Kawin Pertama Setelah Beranak hari Induk F1 F2 F3 50 16.70 12.71 8.60 17.24 51-70

22.61 22.80

Dokumen yang terkait

Efisiensi reproduksi dan produksi susu sapi friesian holstein (fh) pada generasi induk dan generasi keturunannya

0 3 161

Potensi Genetik Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Betina di BBPTU-Sapi Perah Baturraden, Purwokerto

0 2 92

Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor

0 5 35

Status Kecernaan Pakan dan Produksi Susu Induk Sebagai Indikator Pertumbuhan Pedet pada Sapi Perah (Friesian Holstein) di KPBS Pangalengan

0 2 29

Subsitusi Konsentrat Komersil dengan Tepung Indigofera (Indigofera sp.) untuk Konsumsi Pakan, Kecernaan dan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein (FH)

0 11 28

Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA).

0 9 34

Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian Holstein (FH) yang Dihasilkan dari Keturunan Pejantan Impor di BBPTU HPT Baturraden.

0 1 1

TAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN KOMPONEN METABOLISME TUBUH SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN (FH) AKIBAT PERBEDAAN KUALITAS RANSUM - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 86

EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 13