32.77 8.70 Efisiensi reproduksi dan produksi susu sapi friesian holstein (fh) pada generasi induk dan generasi keturunannya

53 kawin pertama bertambah tua pada generasi keturunannya dan semakin meningkat atau bertambah tua pada generasi F3. Sapi FH dara mempunyai umur kawin yang beragam dengan persentase yang berbeda untuk masing-masing golongan umur dan generasi keturunan. Sapi FH generasi Induk, F1 dan F2 mempunyai persentase umur kawin pertama tertinggi pada umur 16-18 bulan Tabel 9 sedangkan generasi F3 pada umur 19- 21 bulan. Sapi FH dara di BBPTU sudah ada yang dikawinkan pertama kali ketika berumur dibawah 15 bulan yaitu sekitar 20 untuk semua generasi keturunan. Sapi FH dara dikawinkan pertama berumur 24 bulan tergolong tidak baik mempunyai nilai sekitar 10 untuk semua generasi. Umur kawin pertama sapi-sapi FH dara dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya adalah pencapaian bobot badan pada saat akan dikawinkan. Sapi FH dara generasi Induk dan keturunannya ternyata mempunyai pertambahan bobot badan yang sama dan pencapaian bobot badan yang sama Tabel 7, kecuali bobot badan generasi F3 yang lebih rendah pada umur 16 bulan. Tabel 9 Persentase umur kawin pertama sapi FH di BBPTU setiap generasi Umur kawin Pertama bulan Induk F1 F2 F3 13 15.31 8.40 7.69 13.04 13-15 13.27 10.92 10.77 8.70 16-18

28.57 32.77

33.85 8.70

19-21 17.35 31.09 20.00 39.13 22-24 12.25 8.40 18.46 8.70 25-27 8.16 5.04 4.62 13.04 28-30 3.06 0.84 1.54 - 30 2.04 2.52 3.08 8.70 Keterangan: nilai tertinggi ditunjukkan pada penebalan warna hitam Sapi FH generasi F3 mempunyai umur kawin pertama yang paling tua karena pencapaian bobot badan umur kawin pertama yang lebih lama. Pencapaian bobot badan saat kawin pertama dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan kemampuan melakukan metabolisme pakan tersebut kearah pencapaian bobot badan. Faktor lingkungan terutama suhu dan kelembaban mempengaruhi proses metabolisme tubuh yaitu untuk mempertahankan agar suhu tubuh tetap konstan. 54 Sapi FH merupakan hewan tergolong homeostatis yaitu akan mempertahankan suhu tubuh tetap konstan. Sapi FH berasal dari daerah temperate sehingga apabila dipelihara di daerah tropis akan mempertahankan suhu tubuhnya dengan mengurangi konsumsi pakan dan memperbanyak minum. Sapi FH generasi Induk dan keturunannya mempunyai umur kawin pertama tergolong lebih tua daripada umur kawin pertama yang diharapkan yaitu umur 15 bulan. Rataan bobot badan sapi FH dara di BBPTU saat umur 18 bulan adalah 316.42 kg Tabel 7, sementara itu sapi dikawinkan setelah berumur lebih 18 bulan tentunya dengan bobot badan yang lebih besar. Sapi FH dara di BBPTU seharusnya sudah dapat dikawinkan pada umur 16 bulan karena telah mencapai bobot dewasa tubuhnya. Sapi FH generasi Induk dan generasi keturunannya merupakan sapi FH yang dilahirkan di BBPTU. Sapi FH berasal dari daerah temperate dan akan memberikan respon berbeda apabila sapi FH didatangkan ke daerah tropis setelah dewasa dengan yang dilahirkan di tropis. Sapi FH dilahirkan didaerah tropis telah mengalami penyesuaian terhadap suhu dan kelembaban dari lingkungan sekitarnya. Sapi FH menyesuaikan dengan lingkungan tropis berupa peningkatan atau penurunan penampilan produksi dan reproduksi. Sapi-sapi FH dara generasi Induk, F1, F2, dan F3 tersebut mengalami manajemen yang sama dan berada pada lokasi yang sama. Sapi FH dara mempunyai potensi genetik yang tidak terpenuhi secara maksimal pada sapi FH generasi Induk dan generasi keturunannya sehingga pencapaian bobot badan saat kawin pertama lebih dari 15 bulan. Bobot badan saat kawin pertama dipengaruhi oleh manajemen pemeliharaan sapi FH pada saat masa pra sapih dan post sapih. Sapi-sapi FH dara pada Induk, generasi F1, F2 dan F3 di BBPTU mempunyai umur kawin pertama lebih lama dari sapi FH di dalam negeri dan dari luar negeri. Sapi FH di BBPTU Baturraden mempunyai potensi genetik yang baik karena mempunyai induk betina dan jantan bergenetik yang baik, akan tetapi mempunyai umur kawin pertama lebih dari 18 bulan dan pencapaian bobot badan saat kawin pertama tergolong cepat yaitu pada umur 16 bulan, berarti faktor-faktor non genetiklah yang mempengaruhinya. Menurut Yamada 1992 55 standar umur kawin pertama di Jepang adalah pada umur 15-16 bulan dengan bobot badan 350-400 kg. Sapi-sapi FH dara di BBPTU berada pada lingkungan beriklim tropis dengan suhu tinggi dan kelembaban tinggi. Daerah tropika adalah wilayah dengan lokasinya berkisar antara 23.5 º LU dan 23.5 º LS Handoko 1995. Daerah beriklim tropis basah seperti di Indonesia, lama dan intensitas penyinaran matahari menyebabkan peningkatan suhu udara, akibatnya ternak yang dipelihara akan menerima panas yang semakin besar Payne 1990. Sapi FH tersebut akan mengalami cekaman panas dan diduga akan menurunkan konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum sehingga pencapaian bobot badan per hari lebih lambat dan pencapaian bobot badan dewasa tubuh menjadi lebih tua. Menurut Yousef 1985 daerah termonetral terdiri atas 3 sub daerah, yaitu daerah optimum, daerah dingin dan daerah hangat. Daerah optimum merupakan daerah yang paling optimum untuk menampilkan produktivitas ternak sapi perah dewasa berkisar antara 0 º C dan 16 º Faktor yang menyebabkan penundaan umur kawin pertama adalah berahi yang terlambat, kesalahan deteksi berahi, kurangnya bobot badan dan faktor lingkungan Pirlo et al. 2000 Menurut Chase 2010 hal-hal yang disarankan untuk melawan stress panas dari segi pakan adalah 1 memilih pakan yang mudah dicerna dan yang rendah produksi panas, 2 penambahan lemak 5-5.5 dari konsumsi bahan kering, 3 penambahan buffer dan menaikkan mineral kalium dan magnesium. Hijauan pakan yang diberikan pada sapi FH di wilayah tropis mengandung kadar serat kasar yang tinggi dan meningkatkan panas tubuh serta mengakibatkan nutrisi yang dikonsumsi oleh sapi masih kurang. Pakan konsentrat diberikan untuk melengkapi kekurangan nutrisi akan tetapi pemberian konsentrat yang terlalu banyak dapat menyebabkan suasana di dalam rumen menjadi asam. Suplemen pakan yang mengandung mineral kalium dan magnesium dapat bertindak sebagai buffer sehingga dapat menaikkan suasana di dalam rumen menjadi netral. C. Standar umur sapi dikawinkan pertama kali di Indonesia menurut Sudono et al. 2005 adalah 15 bulan dengan bobot badan 275 kg. Bobot badan tersebut masih lebih rendah dari standar bobot badan sapi di Jepang menurut Yamada 56 1992 yaitu 350-400 kg dengan umur 15-16 bulan. Sapi-sapi FH di BBPTU berada di Indonesia beriklim tropis sehingga diperlukan pertimbangan untuk memutuskan bahwa sapi dipelihara dengan mencapai bobot badan dewasa tubuh sesuai dengan di wilayah asalnya beriklim temperate atau sedang sehingga umur kawin melebihi 15 bulan atau dikawinkan dengan umur 15 bulan tetapi dengan bobot badan yang lebih rendah. Hal tersebut berbeda dengan Losinger dan Heinrichs 1996, yang mendapatkan bahwa waktu untuk mengawinkan dara seharusnya berdasarkan bobot badan daripada umur. Sapi FH dara di BBPTU mengalami keterlambatan umur kawin pertama dan bertambah lama pada sapi FH generasi keturunannya. Sapi-sapi FH generasi keturunan diharapkan mencapai umur kawin pertama lebih cepat dibandingkan tetuanya akan tetapi hal tersebut tidak terjadi pada sapi FH keturunan yaitu sapi FH generasi F3 dikawinkan lebih lama. Sapi FH di BBPTU mempunyai bobot badan siap kawin dapat tercapai saat umur 16 bulan, jadi sebaiknya kawin pertama tidak perlu menunggu bobot badannya mencapai 300 kg. Umur kawin pertama sapi FH di BBPTU berhubungan dengan bobot badan yang dicapai saat perkawinan pertama. Bobot badan saat kawin pertama sapi FH di BBPTU dicapai sesuai standar yaitu bobot badan 275 kg dengan umur 16 bulan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sapi FH dara di BBPTU dapat mencapai bobot badan yang baik walaupun bobot badannya masih lebih rendah dari sapi FH dara di wilayah temperate pada umur yang sama. Bobot badan yang dicapai sapi FH dara ditropis memang lebih rendah karena adanya pengaruh lingkungan tropis yang dialami oleh sapi FH dara tersebut. Menurut McDowell 1972 sapi-sapi FH yang dipelihara di daerah tropis akan menyebabkan bobot badan sapi dewasa lebih kecil 18 sampai 30 persen dibandingkan bila dipelihara di daerah beriklim sedang, karena adanya tropical degeneration. Sapi FH dara di BBPTU mengalami pertambahan bobot badan perhari yang sama untuk semua generasi yaitu sekitar 0.5 kg per hari. Pertambahan bobot badan yang rendah dapat terjadi karena konsumsi pakan yang rendah atau lebih sedikit dan kualitas hijauan yang rendah. Suhu dan kelembaban lingkungan yang tinggi mempengaruhi konsumsi pakan secara langsung dan secara tidak langsung menurunkan kualitas hijauan. Sapi FH dara akan menurunkan 57 konsumsi pakan dan meningkatkan konsumsi minum untuk mengurangi panas tubuhnya apabila berada di wilayah tropis. Standar deviasi atau keragaman pada generasi Induk untuk umur kawin pertama lebih kecil apabila dibandingkan dengan keturunannya. Generasi keturunan F1, F2 dan F3 memiliki umur kawin pertama yang lebih beragam. Jumlah sapi FH yang didata memang tak sama yaitu semakin berkurang pada generasi keturunannya. Keragaman umur kawin pertama pada generasi keturunan lebih tinggi dari generasi Induk akan tetapi keragaman antara generasi F1, F2 dan F3 adalah hampir sama. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sapi FH keturunan mempunyai penampilan umur kawin pertama yang lebih beragam dibandingkan generasi Induk. Sapi FH generasi F1 mempunyai keragaman umur kawin pertama 11.45 – 25.49 bulan, berarti terdapat sapi dara yang sudah dikawinkan dengan umur lebih muda yaitu 11.45 bulan. Hal tersebut memperlihatkan bahwa sapi FH dara di BBPTU mampu dikawinkan pertama kali pada umur yang lebih cepat sehingga dapat digunakan untuk melakukan perbaikan manajemen dari segi umur kawin pertama. Berdasarkan pencapaian bobot badan, sapi dara di BBPTU berumur 12 bulan sulit untuk mencapai bobot badan 275 kg dan apabila ditemukan sapi seperti hal tersebut maka sapi dara FH tersebut dijadikan sebagai bibit. Umur kawin pertama pada saat 11.45 bulan lebih rendah dari Effendi et al. 2002 bahwa sapi dara dapat dikawinkan Inseminasi Buatan pada umur 14-15 bulan dan Murray 2009 pada sapi FH di Ontario USA yaitu dikawinkan pertama berumur 15 bulan. Suhu udara minimum di BBPTU adalah 18 º C dan suhu maksimum adalah 28 º C dengan kelembaban udara 70 – 80. Kondisi lingkungan di BBPTU belum nyaman untuk pemeliharaan sapi perah. Suhu nyaman sapi perah dewasa berkisar antara 4.4 - 21.1 º C Schimdt 1971; antara 13 - 18 º C McDowell 1974 dengan kelembaban 55- 65; antara 4 - 25 º C Yousef 1985. Sesuai dengan pendapat McDowell 1972 yaitu bobot badan sapi dewasa lebih kecil 18 sampai 30 persen dibandingkan bila dipelihara di daerah beriklim sedang, karena adanya tropical degeneration, maka sapi dara di BBPTU mempunyai bobot badan lebih ringan pencapaiannya pada umur yang sama dengan sapi FH dara diwilayah 58 temperate, sehingga mempengaruhi umur kawin pertama yang menjadi lebih lama. Umur Beranak Pertama Sapi FH di BBPTU mempunyai rataan umur beranak pertama berturut- turut adalah untuk Induk 32.30 bulan, generasi F1 30.58 bulan, generasi F2 32.14 bulan dan generasi F3 33.05 bulan. Seperti halnya umur kawin pertama, maka terjadi kecenderungan peningkatan umur beranak pertama pada keturunan F2 dan F3, walaupun pada F1 mengalami umur beranak pertama sedikit lebih cepat. Jarak waktu antara kawin pertama dengan umur beranak pertama sapi FH dara di BBPTU adalah 14.4 bulan untuk generasi Induk, 12.11 bulan untuk generasi F1, 12.27 bulan untuk generasi F2 dan 13.0 bulan untuk generasi F3. Sapi FH mempunyai rataan lama kebuntingan adalah 9 bulan, berarti terjadi penundaan kebuntingan atau terjadi masa tidak bunting 3.5–5 bulan atau 105-150 hari. Sapi FH generasi Induk mempunyai jarak waktu paling lama dan mengalami penurunan waktu antara sapi FH generasi Induk dengan F1, kemudian terjadi kenaikan kembali sampai generasi F3. Rataan siklus berahi pada sapi adalah 21 hari Toelihere 1993 begitu pula dengan sapi FH, sehingga selama jarak antara kawin pertama sampai dengan beranak pertama terjadi siklus berahi sebanyak 5-7 kali. Service per conception yang terjadi di BBPTU adalah normal sekitar 1.92 kali atau 2.0 kali, berarti terjadi beberapa siklus berahi yang tidak diikuti dengan inseminasi. Hal tersebut dapat terjadi karena siklus berahi yang tidak teramati atau terjadi berahi diam silent heat. Sapi FH di BBPTU dipelihara secara individu sehingga pengamatan timbulnya berahi adalah salah satu manajemen yang harus diterapkan. Kegagalan pengamatan munculnya berahi dapat terjadi karena sapi tersebut telah di inseminasi dan dianggap telah bunting sehingga kurang diamati. Menurut Hardjopranoto 1995 umumnya gangguan reproduksi pada ternak disebabkan oleh faktor manajemen pengelolaan yang kurang baik. Sapi FH generasi Induk mengalami umur beranak pertama tertinggi persentase kejadianya pada umur 30-32 bulan dan sedikit lebih tinggi dari umur 27-29 bulan. Sapi FH generasi F3 mempunyai pola yang sama untuk umur 59 beranak pertama dengan generasi Induk. Generasi F1 dan F2 mempunyai pola yang berbeda yaitu umur beranak pertama tertinggi saat 27-29 bulan dan sedikit lebih tinggi daripada 30-32 bulan. Semua generasi keturunan mempunyai kurang dari 5 sapi yang beranak pertama pada umur kurang dari 21 bulan. Sapi FH beranak pertama kali berumur lebih dari 36 bulan 3 tahun adalah tidak efisien dan mempunyai nilai 15-26, terendah pada F2 dan tertinggi pada F3. Tabel 10 Persentase umur beranak pertama sapi FH di BBPTU setiap generasi Umur Beranak Pertama bulan Induk F1 F2 F3 21 3.51 3.17 4.62 4.35 21-23 3.51 6.35 - - 24-26 12.28 13.49 18.46 - 27-29 19.30 30.95

23.08 26.09

Dokumen yang terkait

Efisiensi reproduksi dan produksi susu sapi friesian holstein (fh) pada generasi induk dan generasi keturunannya

0 3 161

Potensi Genetik Produksi Susu Sapi Friesian Holstein Betina di BBPTU-Sapi Perah Baturraden, Purwokerto

0 2 92

Efek Challenge Feeding terhadap Produksi dan Kualitas Susu Sapi Perah Friesian Holstein (FH) Akhir Laktasi Di KUNAK Cibungbulang-Bogor

0 5 35

Status Kecernaan Pakan dan Produksi Susu Induk Sebagai Indikator Pertumbuhan Pedet pada Sapi Perah (Friesian Holstein) di KPBS Pangalengan

0 2 29

Subsitusi Konsentrat Komersil dengan Tepung Indigofera (Indigofera sp.) untuk Konsumsi Pakan, Kecernaan dan Produksi Susu Sapi Friesian Holstein (FH)

0 11 28

Nilai Ekonomi Produksi Susu Induk Sapi Friesian Holstein Berdasarkan Most Probable Producing Ability (MPPA).

0 9 34

Ripitabilitas dan MPPA Produksi Susu 305 Hari Sapi Perah Friesian Holstein (FH) yang Dihasilkan dari Keturunan Pejantan Impor di BBPTU HPT Baturraden.

0 1 1

TAMPILAN PRODUKSI SUSU DAN KOMPONEN METABOLISME TUBUH SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN (FH) AKIBAT PERBEDAAN KUALITAS RANSUM - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 86

EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 2

EFISIENSI DAN PERSISTENSI PRODUKSI SUSU PADA SAPI FRIESIAN HOLSTEIN AKIBAT IMBANGAN HIJAUAN DAN KONSENTRAT BERBEDA - Diponegoro University | Institutional Repository (UNDIP-IR)

0 0 13