prognosisnya  adalah  untuk  menentukan  rencana  perawatan  atau  terapi lanjutan serta rehabilitasi.
Sebuah  alat  skrining  perlu  memiliki  performa  yang  baik  dalam membedakan  individu  yang  sakit  dan  yang  tidak  sakit  melalui  uji
diagnostik.  Uji  diagnostik  merupakan  penelitian  untuk  menguji  akurasi atau  kemampuan  suatu  alat  uji  dalam  mendiagnosa  penyakit.  Uji  ini
dilakukan  untuk  mendeteksi  penyakit,  memperkuat  atau  menyingkirkan suatu dugaan penyakit Budiarto, 2003.
Seperti  yang  telah  dijelaskan  sebelumnya  bahwa  alat  skrining adalah  sebuah  alat  bantu  untuk  mendeteksi  dini.  Namun,  untuk
menegakkan sebuah diagnosa penyakit perlu dilakukan pemeriksaan lebih akurat  menggunakan  standar  baku.  Berikut  penjelasan  lebih  lanjut  terkait
standar baku dan analisis diagnostik yang digunakan dalam penelitian.
1. Standar baku dan Indeks
Dalam  uji  diagnostik  terdapat  istilah  standar  baku  atau pemeriksaan  penunjang.  Sebelum  menegakkan  diagnosa  penyakit,
dokter atau ahli kesehatan akan melakukan pemeriksaan standar baku. Standar  baku  adalah  pemeriksaan  yang  dijadikan  sebagai  rujukan
akhir  untuk  menentukan  pasien  menderita  penyakit  atau  tidak Dahlan,  2009;  Sastroasmoro,  2014.  Terdapat  bermacam-macam
pemeriksaan  standar  baku  disesuaikan  kebutuhan  kasus,  contohnya pemeriksaan  laboratorium,  radiologi,  USG,  Elektrokardiogram,  dan
sebagainya  Budiarto,  2003.  Dalam  penelitian  hipertensi  ini,  standar
baku yang
digunakan adalah
pemeriksaan tekanan
darah menggunakan  alat  pengukur  tekanan  darah  sesuai  dengan  yang
dilakukan dalam penelitian Riskesdas. Sedangkan  indeks  adalah  alat  atau  bentuk  pemeriksaan  yang
sedang  diteliti.  Syarat  dari  indeks  adalah  memiliki  nilai  diagnostik yang  lebih  rendah  dari  standar  baku,  bukan  merupakan  salah  satu
komponen  standar  baku,  dan  memiliki  kelebihan  yang  relatif  cukup baik  untuk  dijadikan  pilihan  untuk  menjadi  alat  diagnosa  Dahlan,
2009.  Dalam  penelitian  ini  indeks  yang  dimaksud  adalah  cut  off obesitas dari indikator  Lingkar Pinggang.  Indikator ini dipilih karena
mudah, cepat  dan  ekonomis dibandingkan  standar bakunya  yaitu alat ukur tekanan darah.
2. Analisis uji diagnostik
Uji  dianostik  mempunyai  tiga  cara  analisis.  Ketiga  cara analisis tersebut memiliki fungsi yang berbeda Dahlan, 2009, yaitu:
a.  Tabel 2 x 2 Analisis ini berfungsi untuk mendapatkan performa alat uji
yang  terlihat  dari  sensitivitas,  spesifisitas,  nilai  duga  positif, niali  duga  negatif,  rasio  kemungkinan  positif  dan  rasio
kemungkinan negatif.
b.  Kurva ROC Kurva  ROC  atau  Receiver  Operating  Characteristic
mempunyai  fungsi  untuk  melihat  nilai  AUC  atau  Area  under Curve untuk memperoleh cut off point yang direkomendasikan.
c.  Multivariat Berjenjang Merupakan  analisis  uji  diagnostik  yang  lebih  kompleks
dengan  melihat  nilai  diagnostik  dari  parameter  anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan
penunjang sederhana,
pemeriksaan  penunjang  canggih.  Dengan  yang  cara  ini  akan menghasilkan  nilai  AUC  untuk  memperoleh  cut  off  point
rekomendasi. Penelitian  ini  menggunakan  analisis  tabel  2x2  karena
fungsinya  yaitu  untuk  melihat  akurasi  alat  yang  diuji.  Analisis ini  dinilai  paling  sederhana  namun  dapat  menunjukkan  akurasi
alat uji yang sesuai dengan tujuan penelitian. Penelitian  ini  bertujuan  membandingkan  performa  cut  off
terbaik  sebagai  alat  skrining  hipertensi.  Harapannya,  alat skrining  tersebut  dapat  digunakan  oleh  semua  orang,  sehingga
jika seseorang telah dinyatakan obesitas oleh alat tersebut, maka ia  akan  segera  mendatangi  ahli  kesehatan  atau  fasilitas
kesehatan untuk
mendapatkan diagnosa
pasti dengan
pemeriksaan tekanan darah dan bisa segera menerima intervensi kesehatan.
Alat  skrining  diharapkan  mampu  menjaring  banyak  orang berisiko  sehingga  penyakit  dapat  segera  diintervensi.  Untuk
tujuan tersebut, diperlukan nilai sensitivitas dan spesifisitas yang baik  yaitu  persentase  yang  paling  mendekati  100.  Namun,
kedua  nilai  tersebut  selalu  berbanding  terbalik.  Jika menginginkan  nilai  sensitivitas  yang  tinggi  maka  akan  terjadi
penurunan nilai
spesifisitas, begitu
pula sebaliknya.
Sehingga  penetapan  cut  off  berdasarkan  nilai  validitas bergantung  pada  pertimbangan  klinis  sesuai  penyakit  yang
diteliti.  Jika  penyakit  tersebut  termasuk  sangat  jarang  atau mematikan  maka  diperlukan  sensitivitas  yang  tinggi  agar  lebih
banyak  orang  yang  terjaring  dan  segera  memeriksakan kesehatan  lebih  lanjut  Morton  dkk,  2009.  Sehingga  peneliti
akan lebih mempertimbangkan tingginya nilai sensitivitas dalam membandingkan performa cut off terbaik.
3. Langkah Mendapatkan Nilai Diagnostik