Nilai Sensitivitas Titik Potong Indeks Massa Tubuh Sebagai Alat Prediktor Prahipertensi Pada Orang Dewasa (≥18 Tahun) Di Indonesia

(1)

NILAI SENSITIVITAS TITIK POTONG INDEKS MASSA

TUBUH SEBAGAI ALAT PREDIKTOR PRAHIPERTENSI

PADA ORANG DEWASA

(≥18 TAHUN)

DI INDONESIA

(Analisis Riskesdas 2013)

SKRIPSI

diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

MOH. HATAN FAHLEDI 1111101000140

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF

HIDAYATULLAH JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iv UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI

Skripsi, Juni 2016

Moh. Hatan Fahledi, NIM : 1111101000140

Nilai Sensitivitas Titik Potong Indeks Massa Tubuh sebagai Prediktor Prahipertensi pada Orang Dewasa (≥18 Tahun) di Indonesia (Analisis Riskesdas 2013)

(57 halaman, 11 tabel, 5 skema, 3 lampiran)

ABSTRAK

Hipertensi merupakan salah satu penyebab kamatian tertinggi di Indonesia yang kasusnya meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui nilai titik potong IMT sebagai alat prediktor prahipertensi orang dewasa (≥18 tahun) di Indonesia dengan nilai sensitivitas paling optimal berdasarkan data Riskesdas 2013. Adapun sampel yang digunakan adalah sampel Riskesdas 2013 dengan jumlah keseluruhan sampel sebesar 613.505 responden. Selanjutnya, berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi diperoleh sampel pria sebesar 221.909 responden dan sampel wanita sebesar 216.433 responden.

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian cross sectional sebagai penelitian lanjutan Riskesdas 2013 yang menggunakan uji diagnostik untuk mencari nilai titik potong Indeks Massa Tubuh sebagai alat prediktor prahipertensi di Indonesia. Sedangkan analisis data yang digunakan merupakan metode analisis uji diagnostik dengan mengaplikasikan tabel 2x2 untuk menghitung nilai sensitivitas IMT sesuai jenis kelamin. Dalam hal ini, analisis tabel 2x2 dilakukan pada setiap titik potong 22,23,24,25,26 dan 27.

Hasil penelitian menunjukkan nilai titik potong IMT dengan nilai sensitivitas paling optimal pada pria maupun wanita berada pada titik potong IMT 22. Adapun nilai sensitivitas IMT 22 pada sampel pria sebesar 52,7% yang berarti IMT 22 pada pria mampu menyaring 52,7% responden dengan status prahipertensi. Sedangkan nilai sensitivitas IMT 22 pada sampel wanita sebesar 61,4% yang artinya IMT 22 pada wanita dapat menyaring 61,4% responden dengan status prahipertensi. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan adanya pertimbangan perubahan atau pembuatan kebijakan tentang titik potong IMT yang berisiko bagi masyarakat agar dapat dijadikan sebagai acuan upaya pencegahan yang mudah bagi masyarakat. Kata Kunci: Titik Potong IMT, Nilai Sensitivitas, Prahipertensi


(6)

v SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY JAKARTA FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES

UNDERGRADUATE PROGRAM IN PUBLIC HEALTH STUDIES SPECIALIZATION IN NUTRITION

Final Year Project, June 2016

Moh. Hatan Fahledi, SID: 1111101000140

Sensitivity of the Body Mass Index (BMI) Cut-Offs as a Predictor of Pre-hypertension in Adults (≥18 yo) in Indonesia (Riskesdas Analysis, 2013)

(57 pages, 11 tables, 5 schemes, 3 apendices)

ABSTRACT

The cases of hypertension which become one of the leading causes of death in Indonesia have increased from year to year. This study aims at determining the Body Mass Index (BMI) cut-offs as a predictor of Pre-hypertension in Adults in Indonesia with the most optimal sensitivity based on Riskesdas (National Basic Health Research) data 2013. Therein, it uses Riskesdas 2013’s samples with a total of 613.505 respondents. Being categorized by an inclusion and exclusion criteria, 221.909 male respondents and 216.433 female respondents are finally collected. Further, this study applies cross sectional research design as an advanced research by Riskesdas 2013 that uses a diagnostic test to identify the BMI cut-off points as a predictor of Pre-hipertension in Indonesia. In addition, it uses diagnostic test for 2x2 (cross-tabulation) table as data analysis to measure sensitivity of the BMI by gender. Here, the 2x2 table analysis is conducted at each cut-off point (22,23,24,25,26 and 27).

As the results, this study shows that the BMI cut-off point with the most optimal sensitivity in men and women is 22. In details, the cut-off point 22 offers 52.7% sensitivity for men which means it can filter 52.7% men respondents with pre-hypertension status. Meanwhile, it results in 61.4% sensitivity for women which indicates its accuracy to screen 61.4% women respondents with pre-hypertension status. Referring to the results of the study, the writer recommends that the Ministry of Health should consider some policy change or making on the best IMB cut-off points as a reference to predict the pre-hypertension status and to prevent the hypertension cases among society.


(7)

vi

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Moh. Hatan Fahledi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Tempat, Tanggal Lahir : Blitar, 08 Oktober 1993

Alamat : Lingk. Tawangrejo, Kel. Tawangsari RT 02 / RW 10 Kecamatan Garum, Kabupaten Blitar

No. Telepon : 085707543650

Email : [email protected]

Riwayat Pendidikan

2011-sekarang : Gizi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2008-2011 : MA Ma’arif NU Kota Blitar 2005-2008 : MTs Ma’arif NU Kota Blitar

1999-2005 : MI Roudlotut Tholibin Tawangrejo, Garum, Blitar 1998-1999 : TK. Al-Hidayah Tawangrejo, Garum, Blitar


(8)

vii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Nilai Sensitivitas Titik Potong Indeks Massa Tubuh sebagai Prediktor Kejadian Prahipertensi pada Orang Dewasa (≥18 tahun) di Indonesia”. Penyusunan skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat guna mendapatkan gelar sarjana kesehatan masyarakat di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Saya menyadari bahwa berbagai hambatan saya temukan pada proses penulisan penelitian ini, namun berkat bantuan dari berbagai pihak, penulisan penelitian ini dapat terselesaikan. Bersama ini saya sampaikan terima kasih sebanyak banyaknya kepada :

1. Dr. Arif Sumantri, SKM, M.Kes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Fajar Ariyanti, SKM, M.Kes,Ph.D, selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat.

3. Ir. Febrianti, M.Si, selaku dosen pembimbing pertama yang telah bersedia meluangkan waktu, memberikan arahan, tenaga dan ilmu untuk membimbing saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini.

4. dr. Yuli Prapanca Satar MARS, selaku dosen pembimbing kedua yang juga telah bersedia memberikan bimbingan dengan tenaga, waktu serta ilmu sehingga mempermudah saya dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 5. Orang tua yang selalu memberikan doa, dukungan baik moril maupun materil

kepada saya sehingga penyelesaian penulisan laporan ini terasa menjadi lebih mudah.

6. Kementerian Agama Republik Indonesia yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk melanjutkan kuliah dan belajar menempuh studi S1 di FKIK UIN Jakarta melalui Program Beasiswa Santri Berprestasi.

7. Seluruh keluarga CSSMoRA UIN Jakarta yang selalu memberikan kehangatan suasana rantau sehingga penyelesaian penulisan penelitian ini terasa bersemangat.


(9)

viii 8. Sahabat Gizi 2011 yang selalu memberikan semangat dan dorongan tanpa rasa lelah sehingga proses penulisan penelitian ini menjadi hal yang menyenangkan. 9. Seluruh sahabat seperjuangan Kesehatan Masyarakat 2011 UIN Jakarta yang

memberikan dukungan dengan kebersamaan dan waktu yang menyenangkan sehingga penulisan skripsi ini tidak terlupakan.

Ciputat, Juni 2016 Penulis


(10)

ix

DAFTAR ISI

Lembar Pernyataan Persetujuan Pembimbing ... i

Lembar Persetujuan Penguji ... ii

Lembar Pernyataan ... iii

Abstrak ... iv

Abstract ... v

Daftar Riwayat Hidup ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR BAGAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 4

C. Pertanyaan Penelitian ... 4

D. Tujuan Penelitian ... 5

1. Tujuan Umum ... 5

2. Tujuan Khusus ... 5

E. Manfaat Penelitian ... 5

1. Bagi Peneliti Lain ... 5

2. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 6

F. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7

A. Hipertensi dan Prahipertensi ... 7

1. Pengertian ... 7

2. Klasifikasi Tekanan Darah ... 7

3. Etiologi Hipertensi ... 8

4. Gambaran Klinis Hipertensi ... 9

5. Fisiologi Tekanan Darah ... 9

6. Dampak Hipertensi ... 11


(11)

x

1. Hubungan Obesitas dengan Hipertensi ... 12

2. IMT Sebagai Indikator Obesitas ... 13

3. Patofisiologi Hipertensi Terkait Obesitas ... 14

C. Faktor Risiko Lain ... 17

D. Sensitivitas ... 22

1. Sensitivitas ... 24

E. Kerangka Teori ... 24

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 25

A. Kerangka Konsep ... 25

B. Definisi Operasional ... 26

BAB IV METODE PENELITIAN ... 28

A. Desain Penelitian ... 28

B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 28

C. Populasi dan Sampel ... 29

1. Populasi ... 29

2. Sampel ... 29

D. Metode Pengumpulan Data ... 32

E. Instrumen Pengumpulan Data ... 32

F. Manajemen Pengumpulan Data ... 34

G. Analisis Data ... 38

BAB V HASIL ... 39

A. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian ... 39

B. Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT sebagai Prediktor Prahipertensi pada Pria ... 40

C. Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT sebagai Prediktor Prahipertensi pada Wanita ... 42

BAB VI PEMBAHASAN ... 44

A. Keterbatasan Penelitian ... 44

B. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian ... 45

C. Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT sebagai Prediktor Prahipertensi pada Pria ... 46 D. Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT sebagai Prediktor Prahipertensi


(12)

xi

pada Wanita ... 48

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 52

A. Simpulan ... 52

B. Saran ... 52

DAFTAR PUSTAKA ... 54

Lampiran ... 58

DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Klasifikasi Tekanan Darah ... 8

Tabel 2.2 Kategori Status Gisi berdasarkan IMT ... 14

Tabel 2.3 Tabel Uji Diagnostik dua kali dua ... 23

Tabel 3.1 Definisi Operasional ... 26

Tabel 4.1 Daftar Variabel dan Kuesioner ... 35

Tabel 5.1 Karakteristik Responden ... 39

Tabel 5.2 Status Prahipertensi pada Responden ... 40

Tabel 5.3 Hasil Penghitungan Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT 22-27 sebagai Prediktor Prahipertensi pada Pria ... 40

Tabel 5.4 Tabel Dua Kali Dua Nilai Titik Potong IMT 22 dengan Status Prahipertensi pada Pria ... 41

Tabel 5.5 Hasil Penghitungan Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT 22-27 sebagai Prediktor Prahipertensi pada Wanita ... 42

Tabel 5.6 Tabel Dua Kali Dua Nilai Titik Potong IMT 22 dengan Status Prahipertensi pada Wanita ... 43

DAFTAR SKEMA Skema 2.1 Fisiologi Tekanan Darah ... 10

Skema 2.2 Patofisiologi Hipertensi Terkait Obesitas ... 14

Skema 2.3 Kerangka Teori ... 24

Skema 3.1 Kerangka Konsep ... 25


(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan faktor utama penyebab kematian karena stroke dan merupakan faktor yang memperberat serangan jantung (Potter dan Perry, 2005). Hipertensi adalah gangguan kesehatan tidak bergejala yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara persisten (Potter dan Perry, 2005) sehingga hipertensi juga dapat dikatakan sebagai silent killer. Hipertensi juga didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg serta tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg (Kemenkes, 2014). Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tertentu seperti pada ginjal, jantung dan otak. Hal tersebut dapat terjadi apabila tidak dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang memadai (Kemenkes, 2014).

Menurut WHO (2013), hipertensi menyumbang sekitar 9,4 juta kematian di dunia setiap tahunnya. Sedangkan di Indonesia, hipertensi menjadi penyebab kematian ketiga setelah stroke dan TB dengan menyumbang 6,8% proporsi kematian (Depkes, 2009). Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan, menunjukkan bahwa bahwa kejadian hipertensi berdasarkan diagnosis atau gejala di Indonesia mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 7,6% menjadi 9,4% pada tahun 2013 (Kemenkes, 2013). Selain itu pada tahun 2013 prevalensi hipertensi secara nasional masih besar, yakni 26,5%. Dari keseluruhan prevalensi tersebut, hanya 9,4% penderita yang terdiagnosis oleh


(14)

2

tenaga kesehatan (Kemenkes, 2013). Hal tersebut menunjukkan bahwa masih banyak kasus hipertensi yang tidak terdeteksi oleh tenaga kesehatan.

Upaya pencegahan penyakit yang lebih lanjut perlu dilakukan sejak dini dengan modifikasi gaya hidup. Hal ini disebabkan tekanan darah berhubungan dengan faktor risiko yang dapat diubah seperti Indeks Massa Tubuh (IMT) (Widjaja dkk, 2013). WHO mengemukakan bahwa deteksi dini hipertensi dapat memberikan manfaat yang signifikan untuk meminimalisir kejadian serangan jantung, stroke dan juga gagal ginjal (WHO, 2013). Selain itu, deteksi dini hipertensi juga sangat dibutuhkan untuk mencegah bertambahnya pasien hipertensi dengan tekanan darah tidak terkontrol di Indonesia (Kemenkes, 2014).

Penelitian Rahajeng dan Tuminah (2009) menjelaskan bahwa setiap faktor risiko hipertensi mempunyai nilai kecenderungan yang bervariasi. Berdasarkan faktor risiko yang dapat dikontrol, faktor obesitas mempunyai nilai Odd Ratio (OR) tertinggi dengan nilai sebesar 2,8. Hal tersebut menunjukkan

bahwa orang Indonesia dengan obesitas mempunyai risiko kali lebih besar terkena hipertensi. Penelitian tersebut diperkuat dengan penelitian Pradono (2010) dan Natalia dkk (2015) yang berturut turut menunjukkan bahwa orang dengan obesitas mempunyai risiko 2 kali lebih besar terkena hipertensi jika dibandingkan dengan orang yang mempunyai nilai Indeks Massa Tubuh (IMT) normal.

Obesitas merupakan suatu keadaan penumpukan lemak tubuh yang berlebih (Harahap dkk, 2005). Status obesitas dapat diketahui dengan melihat nilai IMT yang merupakan hasil pembagian nilai berat badan (kg) terhadap nilai


(15)

3

kuadarat tinggi badan (m2) (Harahap dkk, 2005). Penilaian status gizi dengan menggunakan IMT lebih sering digunakan karena sederhana, praktis, relatif murah serta dapat dilaksanakan pada banyak orang dengan waktu yang relatif singkat (Supariasa dkk. 2002).

Titik potong nilai IMT yang digunakan di Indonesia adalah nilai titik potong IMT yang merujuk pada ketentuan WHO. Penggolongan status obesitas yang digunakan adalah berdasarkan pada nilai IMT ≥27 tanpa membedakan jenis kelamin (Kemenkes,2014). Namun, penelitian Harahap dkk (2005) dengan menganalisis data hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004 mengungkapkan bahwa pada nilai IMT >23 sudah mempunyai risiko 2,1 kali terkena hipertensi dibandingkan dengan IMT <23. Risiko tersebut meningkat menjadi 2,4 pada IMT 25. Selain itu, penelitian Triwinarto dkk pada tahun 2012 juga mengungkapkan bahwa titik potong terbaik untuk risiko hipertensi adalah berkisar 22-23 untuk laki-laki dan 23-24 untuk perempuan. Sehingga perlu untuk dipertimbangkan tentang perubahan titik potong/cut off point IMT sebagai indikator terjadinya hipertensi di Indonesia (Triwinarto dkk,

2012).

IMT mempunyai peran yang sangat berguna dalam upaya deteksi dini kejadian hipertensi. Berdasarkan beberapa rekomendasi nilai titik potong IMT yang berbeda sebagai pendeteksi kejadian hipertensi di Indonesia, peneliti tertarik untuk mencari nilai titik potong IMT dengan nilai sensitivitas paling optimal sebagai alat prediktor prahipertensi untuk mengantisipasi kejadian hipertensi pada orang dewasa di Indonesia. Adapun data yang digunakan adalah data Riskesdas 2013.


(16)

4

B. Rumusan Masalah

Kejadian hipertensi di Indonesia berdasarkan diagnosis atau gejala meningkat dari tahun 2007 ke tahun 2013. Hipertensi juga merupakan salah satu penyebab kematian tertinggi di Indonesia. Sebagai upaya pencegahan peningkatan angka hipertensi, alat prediktor prahipertensi yang mudah sangat diperlukan oleh masyarakat. Salah satu prediktor yang dapat digunakan adalah IMT. Namun, titik potong IMT 27 yang digunakan di Indonesia belum ditetapkan berdasarkan populasi orang Indonesia. Beberapa penelitian telah merekomendasikan nilai titik potong IMT yang lebih rendah sebagai alat deteksi dini kejadian hipertensi yaitu 22, 23 dan 24. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui nilai titik potong IMT dengan nilai sensitivitas paling optimal sebagai alat prediktor prahipertensi pada orang dewasa di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013.

C. Pertanyaan Penelitian

Pertanyaan penelitian yang diharapkan dapat terjawab dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana gambaran karakteristik responden pada penelitian?

2. Berapa nilai titik potong IMT dengan nilai sensitivitas paling optimal sebagai alat prediktor prahipertensi pada pria usia ≥18 tahun di Indonesia? 3. Berapa nilai titik potong IMT dengan nilai sensitivitas paling optimal

sebagai alat prediktor prahipertensi pada wanita usia ≥18 tahun di Indonesia?


(17)

5

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Diketahuinya nilai titik potong IMT sebagai alat prediktor prahipertensi orang dewasa (≥18 tahun) di Indonesia dengan nilai sensitivitas paling optimal berdasarkan data Riskesdas 2013.

2. Tujuan Khusus

a. Diketahuinya gambaran karakteristik responden pada penelitian. b. Diketahuinya nilai titik potong IMT dengan nilai sensitivitas paling

optimal sebagai alat prediktor prahipetensi pada pria usia ≥18 tahun di Indonesia.

c. Diketahuinya nilai titik potong IMT dengan nilai sensitivitas paling optimal sebagai alat prediktor prahipertensi pada wanita usia ≥18 tahun di Indonesia.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian yang berjudul “Nilai Sensitivitas Titik Potong Indeks Massa Tubuh sebagai Alat Prediktor Prahipertensi pada Orang Dewasa (≥18 tahun) di Indonesia” ini diharapkan dapat bermanfaat kepada :

1. Bagi Peneliti Lain

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan referensi bagi peneliti lain terkait obesitas dan prahipertensi terutama dalam menilai dan mengevaluasi keseuaian titik potong IMT sebagai alat skrining prahipertensi.


(18)

6

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan pertimbangan kembali terkait penentuan titik potong indeks masa tubuh sebagai indikator obesitas yang berpengaruh terhadap kejadian hipertensi untuk masyarakat Indonesia.

F. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian yang berjudul “Nilai Sensitivitas Titik Potong Indeks Massa Tubuh sebagai Alat Prediktor Prahipertensi pada Orang Dewasa (≥18 tahun) di Indonesia” akan dilaksanakan pada tahun 2016. Sampel penelitian ini adalah data Riskesdas 2013 yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross sectional. Analisis yang digunakan adalah analisis tabel 2x2 untuk memperoleh nilai titik potong IMT dengan sensitivitas paling optimal sebagai alat prediktor prahipertensi.


(19)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Hipertensi dan Prahipertensi

1. Pengertian

Hipertensi merupakan gangguan kesehatan tidak bergejala yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah secara persisten/terus menerus (Potter dan Perry, 2005). Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik dengan konsisten di atas 140/90 mmHg pada dua kali pengukuran dalam selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat (Kemenkes, 2014). Sedangkan Prahipertensi merupakan keadaan dimana tekanan darah sistolik mencapai 120-139 mmHg atau tekanan darah diastolik mencapai 80-90 mmHg (JNC VIII, 2015).

Diagnosis hipertensi tidak berdasarkan pada peningkatan tekanan darah yang hanya sekali. Tekanan darah harus diukur dalam keadaan duduk dan berbaring (Baradero dkk, 2008). Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistol yang tinginya tergantung umur. Tekanan darah juga berfluktuasi dalam batas - batas tertentu tergantung posisi tubuh, umur dan tingkat stress yang dialami (Tambayong, 2000).

2. Klasifikasi Tekanan Darah

Tekanan darah menurut JNC VIII (2015) dapat dibedakan sesuai dengan klasifikasi tekanan darah orang dewasa berusia 18 tahun ke atas sebagai berikut :


(20)

8

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah Orang Dewasa Usia ≥18 Tahun

Kategori Sistolik

(mmHg)

Diastolik (mmHg)

Normal <120 <80

Prahipertensi 120-139 80-89

Hipertensi stadium 1 140-159 90-99

Hipertensi stadium 2 ≥160 ≥100

Sumber : JNC VIII (2015)

3. Etiologi Hipertensi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dapat diklasifikasikan menjadi dua macam yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder (Sherwood, 2011).

a. Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial

Hipertensi primer merupakan hipertensi yang disebabkan oleh berbagai hal yang tidak diketahui pasti. Hipertensi primer terjadi pada 90% kasus hipertensi yang ada (Sherwood, 2011). Namun diketahui ada beberapa faktor risiko pada hipertensi ini (Baradero dkk, 2008).

b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial

Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan oleh suatu penyakit atau gangguan tertentu (Baradero dkk, 2008). Gangguan atau penyakit utama yang menyebabkan hipertensi sekunder adalah penyakit yang berhubungan dengan kelainan ginjal dan sistem endokrin. Kelainan ginjal dapat disebabkan oleh penyakit parenkim ginjal seperti glomerulonefritis maupun penyakit ginjal vaskular seperti stenosis


(21)

9

arteri renalis. Sedangkan untuk gangguan sistem endokrin dapat

disebabkan diantaranya oleh penyakit tiroid dan penyakit adrenal (Tedjasukmana, 2012).

4. Gambaran Klinis Hipertensi

Hipertensi tidak mempunyai gejala yang spesifik. Beberapa gejala seperti nyeri kepala, rasa lelah, dan pusing kadang-kadang dianggap disebabkan oleh hipertensi. namun, gejala nonspesifik tersebut tidak lebih sering terjadi pada penderita hipertensi daripada orang dengan tekanan darah normal (McPhee dan Ganong, 2010).

5. Fisiologi Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan tekanan yang diberikan oleh darah pada dinding pembuluh darah. Terdapat dua penentu yang mengatur tekanan darah yaitu curah jantung dan resistensi/tahanan perifer (Baradero, 2008). Pengaturan tekanan darah dapat dirumuskan sebagai berikut :


(22)

10

Skema 2.1 Fisiologi Tekanan Darah (Sherwood, 2011)

Sebagaimana dapat dilihat pada skema 2.1, tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan resistensi perifer total. Untuk mempertahankan tekanan darah, curah jantung dan resistensi perifer masing-masing dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Curah jantung merupakan jumlah darah yang dipompa masuk aorta oleh kedua ventrikel jantung dalam setiap menitnya. Curah jantung bergantung pada kecepatan jantung saat memompa. Kecepatan jantung sendiri juga bergantung pada aktivitas simpatis dan parasimpatis. Selain itu, curah jantung juga tergantung pada isi sekuncup yang merupakan jumlah darah yang dipompakan dalam sekali denyutan. Isi sekuncup sendiri juga tergantung pada aktivitas simpatis serta aliran balik vena (Sherwood, 2011).


(23)

11

Resistensi perifer total merupakan tahanan aliran darah pada arteri dan arteriol. Resistensi perifer total bergantung pada jari-jari arteriol serta kekentalan darah. Dalam penentuan resistensi perifer total, jari-jari arteriol merupakan faktor yang lebih penting. Jari-jari arteriol sendiri dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kontrol metabolik lokal yang terjadi pada aktifitas otot rangka serta kontrol vasokonstriktor ekstrisik. Sedangkan kekentalan darah dipengaruhi oleh jumlah sel darah merah (Sherwood, 2011).

Perubahan pada setiap faktor akan mempengaruhi tekanan darah dan akan mengubah tekanan darah. Apabila terdapat kenaikan dari salah satu faktor makan tekanan darah akan ikut naik. Tekanan harus cukup tinggi untuk menjamin tekanan yang memadai pada otak dan organ yang lain. Namun, tekanan juga harus tidak terlalu tinggi yang akan menimbulkan tambahan kerja jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah (Sherwood, 2011).

6. Dampak Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang berlangsung dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan kerusakan pada beberapa organ tertentu seperti pada ginjal, jantung dan otak. Hal tersebut dapat terjadi apabila tidak dilakukan deteksi dini dan pengobatan yang memadai (Kemenkes, 2014).

Hipertensi dapat menimbulkan stress pada jantung dan pembuluh darah. Hal ini terjadi karena jantung mendapatkan beban kerja yang lebih besar dimana harus memompa untuk melawan resistensi perifer total yang


(24)

12

lebih tinggi. sementara pembuluh darah mungkin rusak akibat tekanan internal yang tinggi terutama ketika dinding pembuluh darah melemah akibat proses degeneratif aterosklerosis. Sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada berbagai organ (Sherwood, 2011).

Komplikasi hipertensi bisa meliputi gagal jantung kongestif yang merupakan akibat dari ketidakmampuan jantung untuk memompa darah melawan tekanan arteri yang terus menerus tinggi, kemudian stroke akibat pecahnya pembuluh darah otak, gagal ginjal karena gangguan pregesif aliran darah melalui pembuluh darah (Sherwood, 2011). Hal serupa bisa terjadi pada organ lain apabila pembuluh darah pada organ tersebut mengalami kerusakan.

B. Obesitas Sebagai Faktor Resiko Hipertensi 1. Hubungan Obesitas dengan Hipertensi

Obesitas merupakan faktor risiko kejadian hipertensi primer (Heuther dan Kathryn, 2012). Obesitas adalah suatu keadaan penumpukan lemak tubuh yang berlebih yang terjadi karena ketidakseimbangan antara energi yang masuk dengan energi yang keluar, sehingga berat badan seseorang melebihi batas normal dan dapat membahayakan kesehatan (Harahap dkk, 2005).

Hipertensi dan obesitas merupakan kelainan yang mempunyai kaitan erat meskipun mekanisme pasti obesitas yang yang berhubungan dengan hipertensi masih belum jelas (Lilyasari, 2007). Di Indonesia, orang dengan obesitas mempunyai risiko 2,8 kali lebih besar terkena hipertensi


(25)

13

(Rahajeng dan Tuminah, 2009). Hal serupa juga diungkapkan oleh penelitian Pradono (2010), bahwa responden dengan berat badan berlebih di daerah perkotaan di Indonesia mempunyai peluang 2,3 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan responden dengan berat badan normal. Sedangkan penderita obesitas di Kecamatan Sintang, Kalimantan Barat mempunyai risiko hipertensi 2,2 kali lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mempunyai Indeks Massa Tubuh (IMT) normal (Natalia dkk, 2015).

2. Klasifikasi IMT

Indeks Massa Tubuh mempunyai korelasi yang kuat dengan lemak tubuh. Definisi operasional obesitas dan overweight didasarkan atas IMT. IMT merupakan ekuasi antara berat badan (kg) dibagi dengan tinggi badan kuadrat (m2) (Lilyasari, 2007).

Nilai IMT yang digunakan untuk menilai status gizi seseorang berbeda beda disetiap negara menyesuaikan karakteristik penduduk negara masing masing. Di Indonesia, titik potong IMT yang digunakan adalah titik potong IMT yang merujuk pada anjuran WHO. Batasan IMT yang digunakan untuk menilai status gizi penduduk dewasa adalah sebagai berikut (Kemenkes, 2014) :


(26)

14

Tabel 2.2 Kategori Status Gizi berdasarkan IMT

Kategori Sistolik (mmHg)

Kurus <18,5

Normal ≥18,5 - <24,9

Berat Badan Lebih ≥25 - <27,0

Obesitas ≥27

Sumber : Kemenkes (2014)

3. Patofisiologi Hipertensi Terkait Obesitas

Obesitas mempunyai hubungan yang erat secara langsung dengan kejadian hiprtensi. Hubungan tersebut terkait dengan komposisi lemak berlebih serta massa tubuh. Penjelasan hubungan tersebut meliputi :

Skema 2.2 Patofisiologi Hipertensi Terkait Obesitas (Lang, 2009). a. Adiposit (sel lemak) yang berlebih pada penderita obseitas akan

memproduksi resistin. Resistin berperan dalam peningkatan resistensi terhadap insulin yang merupakan hormon metabolisme


(27)

15

glukosa. Resistensi insulin akan mengakibatkan kompensasi pankreas yang berlebih sehingga akan mengakibatkan hiperinsulinemia. Kenaikan insulin akan mengakibatkan peningkatan reabsorbsi Na pada tubulus ginjal yang akan sekaligus meningkatkan reabsorbsi air. Sehingga volume darah meningkat dan akan menaikkan tekanan darah yang secara terus menerus akan mengakibatkan hipertensi (Lang, 2009).

b. Adiposit pada obesitas juga memproduksi adipokin. Adipokin sendiri akan menurunkan beberapa hormon seperti leptin, angiotensin serta aldosteron (Lang, 2009).

1. leptin

leptin merupakan sebuah protein yang dikoding oleh gen obesitas. Kadar leptin sendiri mempunyai korelasi dengan cadangan jaringan lemak tubuh (Lilyasari, 2007). Adanya leptin akan memicu beberapa reaksi termasuk pada keseimbangan energi dan nafsu makan. Leptin secara langsung akan mempengaruhi tonus dan pertumbuhan pembuluh darah. Selain itu, leptin juga meregulasi aktifitas saraf simpatis yang berpengaruh pada kontriksi pembuluh darah. Korelasi yang kuat juga terdapat pada konsentrasi plasma leptin dengan aktifasi sistem saraf simpatis ginjal. Sehingga stimulasi simpatis renal jangka panjang oleh leptin akan mengakibatkan peningkatan tekanan darah (Lang, 2009).


(28)

16

2. Angiotensin

Adiposit (sel lemak) yang berlebih pada penderita obesitas akan memproduksi angiotensin, kemudian angiotensin melalui SRAA (sistem renin-angiotensin aldosteron) akan diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin II tersebut mempunyai sifat sebagai Vasokonstriktor yang mana akan menyebabkan resistensi vaskular perifer. Resistensi vaskuler yag meningkat merupakan salah satu kunci penyebab peningkatan tekanan darah. Selain itu angiotensin II juga meningkatkan retensi Na+ dan H2O yang akan menyebabkan volume darah meningkat. Volume darah yang meningkat juga akan menyebabkan tekanan darah yang meningkat (Lilly, 2011).

c. Pada penderita obesitas, sel lemak yang berlebih akan meningkatkan tekanan mekanik pada ginjal. Tekanan mekanik yang meningkat pada ginjal akan meningkatkan kegiatan reabsorbsi pada tubulus ginjal. Sehingga peningkatan reabsorbsi Na pada ginjal juga meningkat dan secara jangka waktu tertentu akan meningkatkan tekanan darah (Lang, 2009).

d. Peningkatan massa tubuh berhubungan dengan volume darah (Lilly, 2011). Bertambahnya massa tubuh akan mempengaruhi volume darah sehingga volume darah menigkat. Peningkatan volume darah akan berpengaruh pada peningkatan tekanan darah.


(29)

17

e. Adiposit (sel lemak) berlebih pada obesitas bersifat profibrinogen dan juga sebagai plasminogen activator inhibitor (penghambat aktifasi plasma darah). Hal tersebut akan meningkatkan viskositas (kekentalan darah) yang akan meningkatkan resistensi vaskular perifer. Sehingga akan menyebabkan terjadinya hipertensi (Lilly, 2011).

C. Faktor Risiko Lain 1. Merokok

Merokok merupakan salah satu faktor risiko terjadinya hipertensi primer (Heuther dan McCance, 2012). Nikotin dan tar yang terkandung dalam rokok mempunyai respon terhadap sekresi hormon vasokontriktor sehingga akan meningkatkan beban kerja jantung (Muttaqin, 2009).

Penelitian di daerah perkotaan di Indonesia menunjukkan bahwa responden yang merokok 20 tahun atau lebih mempunyai presentase yang lebih banyak yang menderita hipertensi dibandingkan responden yang merokok kurang dari 20 tahun. Selain itu, mereka yang lama merokok 20 tahun atau lebih mempunyai peluang 1,5 kali menderita hipertensi dibandingkan yang merokok kurang dari 20 tahun (Pradono, 2010).

2. Konsumsi Garam

Konsumsi garam berlebih merupakan faktor risiko terjadinya kejadian hipertensi primer (Heuther dan McCance, 2012). Konsumsi garam berlebihan dapat menyebebkan peningkatan tekanan darah. Secara


(30)

18

osmosis, garam menahan air sehingga meningkatkan volume darah dan berperan dalam kontrol jangka panjang tekanan darah (Sherwood, 2011). Penelitian Sigarlaki (2006) juga mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara faktor makanan terhadap jenis hipertensi. Selain itu, penelitian Sugiarto (2007) menunjukkan bahwa orang yang mempunyai kebiasaan makan asin akan berisiko terserang hipertensi 3,95 kali lipat dibandingkan orang yang tidak terbiasa mengokonsumsi makanan asin.

3. Jenis Kelamin

Berdasarkan jenis kelamin, tidak ada perbedaan yang signifikan antara tekanan darah pada laki-laki atau perempuan secara klinis. Namun, pria cenderung memiliki bacaan tekanan darah yang lebih tinggi setelah pubertas. Sedangkan pada wanita cenderung memiliki tekanan darah lebih tinggi setelah menopause daripada pria pada usia tersebut (Potter dan Perry, 2005).

Prevalensi penderita hipertensi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi pada wanita lebih tinggi daripada laki-laki pada tahun 2007 maupun 2013 (Kemenkes, 2014). Hal serupa juga diungkapkan oleh penelitian Sigarlaki (2006) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara jenis kelamin terhadap jenis hipertensi.


(31)

19 4. Umur

Umur merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi primer (Heuther dan McCance, 2012). Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan terdiagnosis tenaga kesehatan dan pengukuran menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dengan bertambahnya umur (Kemenkes, 2014). Hal serupa juga diungkapkan oleh penelitian Pradono (2010) yang menunjukkan presentase responden hipertesi di daerah perkotaan di Indonesia meningkat sejalan dengan meningkatnya kelompok umur dimana pada responden umur 45 tahun atau lebih, meningkat 2,7 kali dibanding responden dengan umur kurang dari 45 tahun. Selain itu, mereka yang berumur lebih dari 45 tahun mempunyai peluang mendapatkan hipertensi 2,4 kali dibandingkan dengan kelompok umur kurang dari 45 tahun (Pradono, 2010)

5. Riwayat Keluarga

Riwayat penyakit hipertensi dalam keluarga merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi primer (Heuther dan McCance, 2012). Faktor riwayat keluarga tidak dapat dirubah. Jika terdapat satu atau dua orang dari orangtua atau saudara kandung menderita hipertensi maka peluang seseorang terkena hipertensi semakin besar. Sebesar 25% dari kasus hipertensi esensial dalam keluarga mempunyai dasar genetis (Casey dan Herbert, 2012). Penelitian Sugiharto (2007) mengemukakan bahwa orang yang orangtuanya mempunyai riwayat hipertensi berisiko terkena


(32)

20

hipertensi 4,04 kali dibandingkan dengan orang yang orangtuanya tidak menderita hipertensi.

6. Ras

Faktor ras merupakan fator risiko hipertensi primer (Heuther dan McCance, 2012). Frekuensi hipertensi pada orang afrika amerika lebih tinggi daripada orang eropa amerika. Kematian yang dihubungkan dengan hipertensi juga lebih banyak pada orang afrika amerika. Kecenderungan populasi ini terhadap hipertensi berhubungan dengan hubungan genetik dan lingkungan (Potter dan Perry, 2005).

7. Konsumsi Alkohol Berlebih

Konsumsi alkohol berlebih merupakan faktor risiko hipertensi primer (Heuther dan McCance, 2012). Mengkonsumsi munuman beralkohol secara berlebihan tiga kali atau lebih dalam sehari merupakan faktor penyebab 7% kasus hipertensi (Casey dan Herbert, 2012). Di daerah perkotaan di Indonesia hubungan signifikan peminum alkohol dengan hipertensi tidak nampak. Hal tersebut dimungkinkan karena minuman alkohol masih banyak yang tradisional dan sulit diketahui kadar alkoholnya sehingga catatan dosis yang diminum oleh responden sulit untuk diketahui (Pradono, 2010). Sebaliknya, penelitian lain mengemukakan bahwa peminum alkohol laki laki dengan dosis 300 sampai 499 ml alkohol/minggu dapat meningkatkan tekanan darah


(33)

21

sistolik/diastolik rata-rata 2,7/1,6 mmHg lebih tinggi dibanding bukan peminum alkohol. Sedangkan peminum berat (≥300 ml/minggu) pada perempuan meningkatkan tekanan darah 3,9/3,1 mmHg lebih tinggi dibandingkan dengan bukan peminum (Marmot dkk, 1994 dalam Pradono 2010).

8. Obat - obatan

Salah satu faktor risiko penyebab hipertensi sekunder adalah konsumsi beberapa obat tertentu seperti obat kontrasepsi oral, kortikosteroid dan antihistamin (Heuther dan McCance, 2012). Penelitian Sugiharto (2007) mennunjukkan bahwa menggunakan pil KB selama 12 tahun berturut-turut berisiko terkena hipertensi sebesar 5,38 kali dibandingkan orang tidak menggunakan pil KB selama 12 tahun berturut-turut. Hal tersebut diperkuat dengan penelitian Pangaribuan dan Dina (2015) yang mengungkapkan bahwa pada wanita berusia 15-49 tahum di Indonesia yang menggunakan kontrasepsi pil berisiko 1,4 kali mengalami hipertensi dibandingkan dengan mereka yang tidak menggunakan kontrasepsi pil.

9. Intoleransi Glukosa

Intoleransi Glukosa merupakan faktor risiko terjadinya hipertensi (Heuther dan McCance, 2012). Intoleransi glukosa merupakan keadaan yang menghasilkan kadar darah lebih tinggi dibandingkan kadar gula


(34)

22

darah normal dan merupakan keadaan yang mendahului kejadian diabetes mellitus.

Telah lama dibuktikan bahwa intoleransi glukosa dan kejadian hipertensi mempunyai hubungan yang sangat erat. Modan dkk (1984) mengemukakan dalam penelitiannya bahwa terdapat hubungan antara intoleransi glukosa dan hipetensi yang mempunyai nilai p (<0.001).

10.Penyakit Ginjal

Penyakit ginjal merupakan faktor risiko penyakit hipertensi sekunder (Heuther dan McCance, 2012). Perubahan struktur dan fungsi ginjal akan berkolaborasi dan menghasilkan aktivasi sistem simpatis dan sistem renin angiotensin aldosteron sehingga akan menyebabkan terjadinya retensi cairan. Aktivasi sistem simpatis, sistem renin angiotensin aldosteron, retensi cairan serta peningkatan reabsorbsi natrium akan menyebabkan terjadinya hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat gagal ginjal yang disebabkan oleh peningkatan reabsorbsi natrium dan progresifitas hiperfiltrasi (Lilyasari, 2007).

D. Sensitivitas

Sensitivitas adalah kemampuan suatu tes untuk mengidentifikasi individu dengan tepat, dengan hasil positif dan benar sakit (Budiarto dan Dewi, 2003). Sensitivitas merupakan proporsi subyek yang sakit dengan hasil uji diagnostik positif (positif benar) dibanding seluruh subyek yang sakit (positif benar + negatif semu) atau kemungkinan bahwa hasil uji diagnostik positif bila


(35)

23

dilakukan pada sekelompok subjek yang sakit (Sastroasmoro dan Ismael, 2014).

Sensitifitas memperlihatkan kemampuan alat diagnostik untuk mendeteksi suatu penyakit (Sastroasmoro dan Ismael, 2014). Hal ini berkaitan dengan pernyataan berapa kemampuan suatu alat diagnosis atau suatu pemeriksaan untuk menghasilkan hasil positif. Nilai sensitivitas semakin baik apabila persentase semakin tinggi.

Adapun langkah untuk menentukan nilai sensitivitas adalah dengan uji diagnostik tabel dua kali dua menggunakan rumus a : (a + c) (Dahlan, 2009). sebagaimana pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Tabel uji diagnostik dua kali dua

Baku Emas Positif Negatif

Indeks Positif a b a + b

Negatif c d c + d


(36)

24 E. Kerangka Teori

Skema 2.3 Kerangka Teori

Sumber : Adaptasi Lang (2009); Harahap dkk (2005); Triwinarto (2012) dan Kemenkes (2014)

Kerangka teori pada penelitian ini mengadaptasi teori Lang (2009) yang mengemukakan bahwa terdapat mekanisme patofisiologis hipertensi pada orang berstatus obesitas. Namun, terdapat beberapa nilai rekomendasi titik potong IMT sebagai alat deteksi dini kejadian hipertensi. Harahap dkk (2005) merekomendasikan titik potong IMT 23. Triwinarto (2012) merekomendasikan titik potong IMT 22 sampai 23 pada laki-laki dan titik potong 23 sampai 24 untuk perempuan. Sedangkan kemenkes (2014) menggunakan titik potong IMT 27 sebagai batas titik potong IMT status obesitas yang dapat mengganggu kesehatan.

Obesitas Prahipertensi

Titik potong Indeks Massa Tubuh 22 - 27


(37)

25 BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Skema 3.1. Kerangka Konsep

Kerangka teori menggambarkan bahwa obesitas dapat mengakibatkan kejadian hipertensi dan terdapat beberapa rekomendasi nilai titik potong IMT yang telah direkomendasikan untuk mendeteksi kejadian hipertensi. Penelitian ini menganalisis titik potong IMT 22-27 dengan menilai sensitivitas hasil uji diagnostik berdasarkan tabel 2x2 pada setiap titik potong apabila digunakan sebagai alat prediktor kejadian prahipertensi berdasarkan jenis kelamin. Adapun beberapa faktor risiko lain terhadap hipertensi digeneralisir pada penelitian ini. Hal tersebut mengingat tujuan analisis titik potong IMT terhadap status prahipertensi dalam penelitian ini adalah untuk keperluan skrining dasar pada masyarakat umum yang tidak diketahui faktor risiko lain pada setiap individu.

Prahipertensi Titik potong Indeks Massa


(38)

26 A. Definisi Operasional

Tabel 3.1 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

Cara Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala

Ukur

Variabel Dependen

1. Prahipertensi Keadaan responden dengan rata-rata hasil 2 kali pengukuran tekanan darah sistolik 120-139 mmHg atau tekanan darah diastolik 80-89 mmHg. Jika terdapat perbedaan ≥10 mmHg antara hasil pengukuran pertama dan kedua, maka dilakukan pengukuran tekanan darah ketiga sehingga status hipertensi ditentukan berdasarkan rata-rata hasil 3 kali pengukuran (Kemenkes, 2013)

Kuesioner

RKD13.IND K05a, K05b, K05c, K06a, K06b, K06c, K07a, K07b, K07c.

Observasi kuesioner Riskesdas tahun 2013

0. Prahipertensi ( tekanan darah sistolik 120-139 atau tekanan darah diastolik 80-90 mmHg)

1. Normal (<120/80 mmHg)


(39)

27

No. Variabel Definisi Operasional Alat Ukur

Cara Pengambilan

Data

Hasil Ukur Skala Ukur

Variabel Independen

1. Titik Potong Indeks Massa Tubuh

Hasil pengukuran dari berat badan (kg) dibagi kuadrat tinggi badan (cm) (Kemenkes, 2013). Dikategorikan positif apabila nilai IMT diatas nilai titik potong IMT yang dianalisis.

Kuesioner RKD13.IND K01a, K01b, K02a dan K02b.

Identifikasi data hasil kuesioner Riskesdas 2013.

0. Positif 1. Negatif


(40)

28

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah desain penelitian cross sectional sebagai penelitian lanjutan Riskesdas 2013. Penelitian ini merupakan uji diagnostik untuk mencari nilai titik potong Indeks Massa Tubuh sebagai alat prediktor prahipertensi di Indonesia. Uji diagnostik dilakukan dengan menghitung nilai sensitivitas IMT sesuai jenis kelamin.

B. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan UIN Syarif Hidayatullah jakarta pada Maret 2016 hingga Mei 2016. Sedangkan data yang diteliti adalah data hasil Riskesdas 2013 yang dikumpulkan dari 33 propinsi di Indonesia pada bulan mei hingga juni 2013.


(41)

29

C. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah orang dewasa usia ≥18 tahun pada seluruh rumah tangga biasa yang menjadi sampel penelitian Riskesdas 2013 mewakili 33 propinsi di Indonesia berdasarkan listing sensus penduduk (SP) 2010. adapun jumlah orang dewasa ≥18 tahun dalam penelitian tersebut adalah 665.920 orang.

2. Sampel

Sampel dalam penelitian Riskesdas 2013 untuk estimasi nasional ditentukan dengan dua tahap penarikan sampel yaitu dengan tahap berstrata dan subsampel proporsi dari estimasi provinsi. Tahapannya sebagai berikut :gk/md

a. Tahap pertama adalah memilih 250 kabupaten/kota secara probability proportional to size with replacement (PPS WR). Metode ini memanfaatkan informasi jumlah rumah tangga perkabupaten/kota hasil SP2010 sebagai ukuran (size) yang dijadikan sebagai dasar peluang dalam pemilihan sampel. Dari hasil penarikan sampel, jumlah realisasi sampel yang efektif (effective sample size) sebanyak 177 kabupaten/kota.

b. Tahap kedua, dari setiap kabupaten/kota yang terpilih dilaksanakan pemilihan Blok Sensus (BS) secara systematic


(42)

30

sampling dari daftar BS yang digunakan dalam MDG’s yaitu sejumlah 1000 BS. Hasil yang didapatkan berdasarkan estimasi nasional adalah sebanyak 25.000 ruta (1.000 BS) sebagai total sampel rumah tangga minimal. Sampel blok sensus dialokasikan menurut daerah perkotaan dan perdesaan.

Sedangkan data yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah data individu yang memenuhi kriteria inklusi dan kriteria eksklusi. Adapun kriteria Eksklusi dan insklusi serta Kriteria Inklusi adalah :

a. Kriteria Inklusi

1) Responden dengan umur ≥18 tahun 2) Diukur tekanan darahnya

3) Diukur data IMT (tinggi badan dan berat badan) b. Kriteria Eksklusi

1) Hipertensi


(43)

31

Sehingga didapati alur pemilihan sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Skema 4.1 Alur Pengambilan Sampel

Populasi dengan kriteria Inklusi usia ≥18 tahun, diukur tekanan darah, serta diukur data IMTnya (613.505)

Sampel pria yang telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi (221.909)

Eksklusi penderita hipertensi (168.613)

Populasi dengan Eksklusi

penderita hipertensi

(444.892)

Eksklusi wanita hamil (6550)

Sampel wanita yang telah sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi (216.433)


(44)

32

Berdasarkan alur pengambilan sampel sebagaimana pada skema 4.1, data sampel akhir yang didapat dalam penelitian ini adalah 221.909 jiwa sampel pria dan 216.433 sampel wanita.

D. Metode Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder hasil Riskesdas tahun 2013 yang telah dilaksanakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan (BALITBANGKES) RI. Peneliti melakukan observasi kuesioner Riskesdas tahun 2013 terlebih dahulu untuk mengetahui beberapa pertanyaan yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan untuk penelitian terkait data yang dibutuhkan dalam penelitian. Selanjutnya peneliti meminta izin secara resmi kepada Badan Litbang Kesehatan untuk menggunakan data Riskesdas 2013 sebagai data sekunder yang akan di analisis.

E. Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner Riskesdas rumah tangga 2013 (RKD13.RT) serta kuesioner Riskesdas individu 2013 (RKD13.IND). Adapun variabel beserta instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini antara lain :

1. Prahipertensi

Hipertensi merupakan variabel dependen dalam penelitian ini. Data terkait variabel ini didapat dengan menghitung nilai


(45)

rata-33

rata hasil pengukuran tekanan darah yang telah dilakukan pada saat Riskesdas berlangsung. Hasil pengukuran tekanan darah diperoleh dalam kuesioner individu RKD13.IND pada kolom K bagian pengukuran dan pemeriksaan. Untuk mengetahui hasil pengukuran tekanan darah pertama dapat diperoleh pada kuesioner dengan kode K05a, K05b, K05c. Untuk mengetahui hasil pengukuran tekanan darah kedua dapat diperoleh pada kuesioner dengan kode K06a, K06b, K06c. Selanjutnya, untuk mengetahui hasil pengkuran tekanan darah ketiga adalah dengan melihat kuesioner dengan kode K07a, K07b, K07c. Dari semua kuesioner tersebut akan terlihat apakah responden diukur tekanan darah pertama, kedua dan ketiga atau tidak serta akan terlihat berapa nilai hasil ukur tekanan darah sistolik maupun diastoliknya.

2. Indeks Massa Tubuh

Data variabel ini tidak ada secara langsung di dalam kuesioner riskesdas. Indeks Massa Tubuh diperoleh dari hasil penghitungan berat badan dalam kilogram dibagi dengan hasil kuadrat tinggi badan dalam centi meter. Data variabel ini dapat diperoleh pada kuesioner individu Riskesdas RKD13.IND pada kolom K bagian pengukuran dan pemeriksaan. Hasil ukur berat badan dapat diperoleh pada kuesioner K01a dan K01b. Sedangkan hasil ukur tinggi badan dapat diperoleh pada kolom K02a dan K02b.


(46)

34 3. Jenis kelamin

Data jenis kelamin digunakan untuk mengelompokkan titik potong IMT pada kelompok laki laki dan perempuan. Data jenis kelamin dapat diperoleh pada kuesioner rumah tangga Riskesdas RKD13.RT bagian IV kolom 4 dengan kode B4K4. Enumerator Riskesdas tahun 2103 menentukan jenis kelamin berdasarkan observasi langsung dan kartu keluarga serta dengan bertanya langsung kepada responden.

4. Usia

Data usia digunakan untuk memilih responden yang akan di analisis. Data responden yang di analisis adalah kelompok responden dewasa dengan usia ≥18 tahun. Data usia dapat diperoleh pada hasil kuesioner rumah tangga RKD13.RT bagian IV kolom 7 dengan kode B4K7.

5. Status kehamilan

Data wanita hamil dalam penelitian ini merupakan data yang akan di eksklusi. Data wanita hamil dapat diperoleh dari hasil kuesinoner RKD13.IND pada kode B4K11 terkait wanita usia subur.

F. Manajemen Pengumpulan Data

Setelah data diperoleh dari Balitbangkes Kemenkes RI, data diolah dengan tahapan sebagai berikut :


(47)

35 1. Filter

Pada tahap ini, peneliti melakukan koreksi terhadap kelengkapan dan kesesuaian data Riskesdas 2013 yang diperoleh dari Balitbangkes sehingga sesuai dengan data yang dibutuhkan oleh peneliti.

Adapun data yang dibutuhkan dan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Tabel 4.1

Daftar Variabel dan Kuesioner

No. Variabel Kode Kuesioner

1. Prahipertensi K05A-K07C RKD13.IND 2. Indeks Massa

Tubuh

K01A-K02B RKD13.IND

3. Jenis Kelamin B4K4 RKD13.RT

4. Usia B4K7THN RKD13.RT

5. Status Kehamilan B4K11 RKD13.RT

2. Cleaning

Pada tahap Cleaning, peneliti melakukan penyeleksian data dengan menghilangkan/mengeluarkan data sesuai dengan kriteria data yang diperlukan. Penyeleksian data dilaksanakan dengan menghilangkan missing data yang terdapat pada variabel pengukuran tekanan darah pertama, pengukuran tekanan darah


(48)

36

kedua, pengukuran tinggi badan serta pengukuran berat badan. Selanjutnya, penyeleksian data dilaksanakan dengan seleksi status hipertensi dan status kehamilan sehingga diperoleh data yang sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan peneliti.

3. Recoding Data

Pada Tahap Recoding data ini peneliti melakukan pengkodean ulang ataupun membuat kode baru terhadap data yang membutuhkan perubahan kategori sesuai kebutuhan analisis. Adapun pengkodean ulang dilaksanakan pada beberapa variabel sebagai berikut :

a. Status Tekanan darah

Dataset terkait tekanan darah diperoleh berupa data numerik hasil pengukuran tekanan darah baik tekanan darah sistolik maupun diastolik. Tekanan darah sistolik yang berupa data numerik dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu dengan kode (0) yang berarti normal apabila hasil pengukuran <120, kode (1) yang berarti prahipertensi apabila nilai hasil pengukuran 120-139 dan kode (2) yang berarti hipertensi apabila nilai hasil pengukuran ≥140. Begitupula dengan tekanan darah diastolik yang berupa data numerik dikategorikan menjadi tiga kategori yaitu dengan kode (0)


(49)

37

yang berarti normal apabila hasil pengukuran <80, kode (1) yang berarti prahipertensi apabila nilai hasil pengukuran 80-89 dan kode (2) yang berarti hipertensi apabila nilai hasil pengukuran ≥90.

Selanjutnya, setelah eksklusi kategori hipertensi dari kedua jenis nilai tekanan darah (sistolik dan diastolik), dilakukan pembuatan kode baru dari kedua variabel kategorik yang telah dibuat dengan membuat variabel kategorik lagi dengan memberi kode (0) yang berarti status prahipertensi apabila terdapat salah satu tekanan darah adalah prahipertensi dan kode (1) yang berarti normal.

b. Titik Potong Indeks Massa Tubuh

Nilai Indeks Massa Tubuh merupakan variabel dengan jenis data numerik yang merupakan hasil bagi variabel tinggi badan terhadap kuadrat variabel berat badan yang keduanya juga merupakan data numerik. Selanjutnya variabel IMT di golongkan kembali berdasarkan titik potong yang ingin di analisis yaitu 22-27. Sehingga didapatkan variabel-variabel baru dengan titik potong 22,23,24,25,26 dan 27. Dengan kode (0) berarti positif dan (1) berarti tidak negatif sesuai dengan masing-masing variabel titik potong.


(50)

38

G. Analisis Data

Penelitian ini menggunakan metode analisis uji diagnostik dengan menggunakan tabel 2x2. Analisis tabel 2x2 dilakukan pada setiap titik potong yang akan dianalisis yaitu 22,23,24,25,26 dan 27. Selanjutnya dilakukan perhitungan pada setiap hasil tabel 2x2 untuk mengetahui nilai sensitivitasnya masing-masing. Selanjutnya nilai sensitivitas diinterpretasikan untuk menggambarkan kecocokan titik potong IMT sebagai alat prediktor kejadian prahipertensi.


(51)

39 BAB V

HASIL

A. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian

Adapun karakteristik responden dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Tabel 5.1 Karakteristik Responden Rata-rata

Jenis Kelamin Usia IMT TDS TDD

Pria 39,02 22,06 119,70 76,72

Wanita 38,14 23,00 115,59 76,99

Responden pria dalam penelitian ini mempunyai rata-rata usia 39,02 tahun dengan rata-rata IMT 22,06 kg/m2, rata-rata tekanan darah sistol 119,7 mmHg dan rata-rata tekanan darah diastol 76,72 mmHg. Sedangkan responden wanita dalam penelitian ini mempunyai rata-rata usia 38,14 tahun dengan rata-rata IMT 23,00 kg/m2, rata-rata tekanan darah sistol 115,59 mmHg serta rata-rata tekanan darah diastol 76,99 mmHg.

Adapun status prahipertensi pada responden dapat dilihat pada tabel berikut :


(52)

40

Tabel 5.2 Status Prahipertensi pada Responden Prahipertensi

Ya Tidak Total

Jenis Kelamin N % N % N %

Pria 140.125 (63,1%) 81.784 (36,9%) 221.909

(100%)

Wanita 117.735 (54,4%) 98.698 (45,6) 216.433

(100%)

Status prahipertensi pada responden pria adalah sebanyak 140.125 atau sebesar 63,1% sedangkan pada responden wanita terdapat 117.735 atau sebesar 54,4%.

B. Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT Sebagai Prediktor Prahipertensi pada Pria

Perhitungan nilai sensitivitas titik potong IMT 22-27 kg/m2 berdasarkan analisis tabel dua kali dua sebagai prediktor kejadian prahipertensi pada pria di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.3

Hasil Penghitungan Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT 22-27kg/m2 sebagai Prediktor Prahipertensi pada Pria

Titik potong IMT Sensitivitas

22 52,7

23 39,7

24 28,6

25 19,8

26 13,5


(53)

41

Tabel 5.6 menunjukkan bahwa hasil penghitungan nilai sensitivitas berdasarkan analisis tabel dua kali dua menunjukkan nilai sensitivitas titik potong IMT tertinggi adalah pada nilai titik potong 22 kg/m2 dengan nilai sensitivitas sebesar 52,7%. Sedangkan nilai titik potong yang mempunyai niliai sensitivitas terendah adalah nilai titik potong IMT 29 kg/m2 dengan nilai sensitivitas 9,2%.

Adapun hasil analisis diagnostik tabel dua kali dua pada nilai titik potong IMT 22 kg/m2 adalah sebagai berikut :

Tabel 5.4 Tabel Dua Kali Dua Nilai Titik Potong IMT 22 kg/m2dengan Status Prahipertensi pada Pria

Status Prahipertensi Positif Negatif Titik

potong IMT 22

Positif 73.784 29.025 102.809

Negatif 66.225 52.689 118.914

Total 140.009 81.714 221.723

Nilai sensitivitas : 73.784/140.009 x 100% = 52,7%.

Berdasarkan tabel 5.7, perhitungan nilai sensitivitas titik potong IMT 22 kg/m2 adalah sebesar 52,7%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai titik potong IMT 22 kg/m2 dapat menyaring 52,7% responden positif prahipertensi dari total keseluruhan responden yang benar-benar prahipertensi.


(54)

42

C. Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT Sebagai Prediktor Prahipertensi pada Wanita

Perhitungan nilai sensitivitas titik potong IMT 22-27 kg/m2 berdasarkan analisis tabel dua kali dua sebagai prediktor kejadian prahipertensi pada wanita di Indonesia berdasarkan data Riskesdas 2013 dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 5.5

Hasil Penghitungan Nilai Sensitivitas Titik Potong IMT 22-27 kg/m2 sebagai Prediktor Prahipertensi pada Wanita

Titik potong IMT Sensitivitas

22 61,4

23 50,9

24 41,1

25 32,2

26 25,0

27 18,8

Tabel 5.2 menunjukkan bahwa hasil penghitungan nilai sensitivitas berdasarkan analisis tabel dua kali dua menunjukkan nilai sensitivitas titik potong IMT tertinggi adalah pada nilai titik potong IMT 22 kg/m2 dengan nilai sensitivitas sebesar 61,4%. Sedangkan nilai titik potong yang mempunyai niliai sensitivitas terendah adalah nilai titik potong IMT 27 kg/m2 dengan nilai sensitivitas 18,8%.

Adapun hasil analisis diagnostik tabel dua kali dua pada nilai titik potong 22 kg/m2 adalah sebagai berikut :


(55)

43

Tabel 5.6 Tabel Dua Kali Dua Nilai Titik Potong 22kg/m2

dengan Status Prahipertensi Status Prahipertensi

Positif Negatif Titik

potong IMT 22

Positif 72.244 47.581 11.9825

Negatif 45.418 51.044 96.462

Total 117.662 98.625 216.287

Nilai sensitivitas : 72.244/117.662 x 100% = 61,4%.

Berdasarkan tabel 5.4, perhitungan nilai sensitivitas titik potong IMT 22 kg/m2 adalah sebesar 61,4%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa nilai titik potong IMT 22 kg/m2 dapat menyaring 61,4% responden positif prahipertensi dari total keseluruhan responden yang benar-benar prahipertensi.


(56)

44 BAB VI

PEMBAHASAN

A. Keterbatasan Penelitian

Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini yang kemudian mungkin dapat berpengaruh terhadap hasil penelitian. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dilakukan dengan membandingkan hasil hitung nilai sensitivitas dari hasil uji diagnostik tabel dua kali dua yang hanya dilakukan pada nilai titik potong IMT 22 kg/m2 sampai 27 kg/m2. Nilai titik potong tersebut merupakan rentang antara rekomendasi titik potong IMT terendah pada penelitian sebelumnya dengan titik potong obesitas yang digunakan di Indonesia.

Hasil dari nilai sensitivitas IMT pada penelitian ini hanya dapat digunakan untuk mengetahui jumlah responden yang benar-benar menderita prahipertensi, namun tidak dapat menjelaskan jumlah responden yang tidak berstatus prahipertensi dari total responden. Dengan demikian, perlu dipertimbangkan nilai analisis diagnostik lain seperti nilai spesifisitas, rasio kemungkinan positif dan rasio kemungkinan negatif.


(57)

45

B. Gambaran Karakteristik Responden Penelitian

Responden dalam penelitian ini merupakan responden penelitian Riskesdas 2013 yang telah disesuaikan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan sebelumnya, didapatkan jumlah data responden akhir yang dianalisis yaitu sebanyak 221.909 responden pria dan 216.433 responden wanita. Namun sebelum melakukan analisis peneliti merasa perlu untuk mengetahui karakteristik data responden. Sehingga dilakukan analisis univariat terhadap variabel usia, IMT serta tekanan darah responden untuk selanjutnya dibahas sebagai pertimbangan kesesuaian hasil analisis.

Responden dalam penelitian ini mempunyai rentang usia 18 tahun sampai dengan 125 tahun dengan rata-rata 39,02 tahun pada responden pria. Sedangkan rentang usia pada responden wanita adalah 18 tahun sampai dengan 110 dengan rata-rata 38,14 tahun. Adapun rata-rata IMT responden pria pada penelitian ini adalah sebesar 22,06 kg/m2 sedangkan rata-rata IMT responden wanita adalah 23,00 kg/m2.

Berdasarkan status tekanan darah, responden dalam penelitian ini dibedakan atas tekanan darah normal dan tekanan darah prahipertensi. Dari total responden pria, proporsi responden yang berstatus prahipertensi sebesar 63,1%. Sedangkan pada responden wanita proporsi responden berstatus prahipertensi lebih sedikit, yakni 54,4% responden yang berstatus prahipertensi. Namun dari kedua sampel baik pria maupun wanita menunjukkan proporsi status prahipertensi lebih


(58)

46

dari 50%. Hal tersebut menunjukkan bahwa lebih dari separuh total sampel berstatus prahipertensi dan harus waspada untuk mencegah terjadinya hipertensi.

Pada dasarnya hasil analisis karakteristik responden dalam penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Departement of Community Health Addis Ababa di Etiopia yang meneliti hubungan antara IMT dengan tekanan darah di tiga negara yang salah satunya ialah Indonesia. Dalam penelitian tersebut diperoleh rata-rata IMT pria Indonesia merupakan nilai rata-rata-rata-rata tertinggi dibandingkan rata IMT pria di vietnam dan etiopia. Adapun rata-rata IMT pria Indonesia dalam penelitian tersebut adalah sebesar 21.17. dalam penelitian tersebut juga mengemukakan bahwa prevalensi hipertensi baik pada wanita maupun pria terdapat di negara Indonesia.

C. Nilai Sensitivitas Titik Potong Indeks Massa Tubuh sebagai Prediktor Prahipertensi pada Pria

Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan nilai titik potong 22 kg/m2 mempunyai nilai sensitivitas paling optimal di antara rentang nilai titik potong IMT 22 kg/m2 sampai 27 kg/m2 pada pria dewasa di Indonesia. Pada pria dewasa di Indonesia, titik potong IMT 22 kg/m2 mempunyai nilai sensitivitas sebesar 52,7%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai titik potong IMT 22 kg/m2 dapat menyaring pria yang benar-benar berstatus prahipertensi sebanyak 52,7% dari seluruh sampel pria dewasa pada penelitian Riskesdas 2013 di Indonesia.


(59)

47

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Triwinarto dkk (2012) yang mengemukakan bahwa pada titik potong IMT 22-23 kg/m2 merupakan titik potong yang terbaik untuk digunakan sebagai penentu risiko hipertensi pada pria. Hasil penelitian juga sejalan dengan hasil penelitian Harahap (2004) yang menunjukkan bahwa pada titik potong IMT >23 kg/m2 mempunyai risiko 2,1 kali lebih terkena hipertensi dibandingkaan dengan mereka yang mempunyai IMT <23 kg/m2.

Di sisi lain, hasil penelitian ini berbeda dengan nilai titik potong yang digunakan di Indonesia. Hingga saat ini, titik potong IMT masih menggunakan titik potong 27 kg/m2 untuk menentukan status obesitas yang berisiko. Berdasarkan hasil analisis peneliti, hasil hitung nilai sensitivitas pada titik potong IMT 27 kg/m2 pada pria hanya sebesar 9,2% yang berarti bahwa titik potong IMT 27 kg/m2 hanya dapat menyaring responden pria yang benar-benar berstatus prahipertensi sebanyak 9,2%.

Berdasarkan nilai sensitivitas yang diperoleh, peneliti berpendapat bahwa titik potong IMT 22 kg/m2 lebih baik dari pada titik potong 27 kg/m2 jika digunakan sebagai prediktor prahipertensi pada pria, mengingat nilai sensitivitas menunjukkan persentase responden yang benar-benar berstatus prahipertensi dari total responden pria.

Dengan menggunakan titik potong IMT 22 kg/m2, reseponden yang benar benar berstatus prahipertensi dapat lebih banyak disaring dibandingkan dengan titik potong 27 kg/m2. Dengan kata lain, jika menggunakan titik potong IMT 22 kg/m2 sebagai alat prediksi awal


(60)

48

prahipertensi, responden dengan status prahipertensi semu akan lebih sedikit dibandingkan menggunakan titik potong IMT 27 kg/m2. Sehingga titik potong 22 lebih tepat digunakan sebagai alat prediksi awal prahipertensi pada pria di Indonesia.

Jika dibandingkan dengan negara lain, secara etnis Indonesia merupakan golongan etnis asia yang notabene mempunyai bentuk (frame) tubuh yang relatif lebih kecil dibanding dengan etnis eropa ataupun latin. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Bell dkk dari departemen nutrisi, sekolah kesehatan masyarakat, University of North Carolina yang meneliti tiga etnis yaitu Cina, Filipina dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada dasarnya dari ketiga etnis tersebut mempunyai prevalensi hipertensi yang lebih tinggi pada IMT yang lebih tinggi. Akan tetapi terdapat perbedaan pada etnis Cina terkait hubungan IMT dan hipertensi, pada level IMT kurang dari 25 hubungan antara IMT dan hipertensi lebih kuat pada pria maupun wanita. Sehingga, peneliti berasumsi bahwa pada etnis Asia termasuk Indonesia pada IMT yang lebih rendah mempunyai hubungan yang lebih kuat terhadap kejadian hipertensi.

Dengan demikian, berdasarkan penelitian ini, peneliti berpendapat jika seseorang pria dewasa ≥ 18 tahun memiliki IMT 22 direkomendasikan untuk melakukan kontrol tekanan darah secara rutin untuk mencegah terjadinya hipertensi. Dengan deteksi dini (prahipertensi) inilah kasus hipertensi dapat ditanggulangi.


(61)

49

D. Nilai Sensitivitas Titik Potong Indeks Massa Tubuh sebagai Prediktor Prahipertensi pada Wanita

Hasil analisis pada sampel wanita menunjukkan nilai titik potong yang tidak berbeda dengan hasil analisis pada pria yaitu menunjukkan titik potong 22 kg/m2 mempunyai nilai sensitivitas paling optimal di antara rentang nilai titik potong IMT 22 kg/m2 sampai 27 kg/m2. Pada wanita dewasa di Indonesia, titik potong IMT 22 kg/m2 mempunyai nilai sensitivitas sebesar 61,4%. Hal ini menunjukkan bahwa nilai titik potong IMT 22 kg/m2 dapat menyaring wanita yang benar-benar berstatus prahipertensi sebanyak 61,4% dari seluruh sampel wanita dewasa pada penelitian Riskesdas 2013 di Indonesia.

Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan nilai sensitivitas paling optimal sebagai prediktor prahipertensi terdapat pada titik potong yang lebih rendah dari penelitian triwinarto dkk (2012). Penelitian Triwinarto dkk (2012) mengungkapkan titik potong terbaik untuk risiko hipertensi pada wanita adalah pada nilai titik potong 23-24 kg/m2. Namun, tidak begitu menyimpang dengan hasil penelitian Harahap dkk (2005) yang mengungkapkan bahwa pada titik potong IMT >23 kg/m2 mempunyai risiko 2,1 kali lebih terkena hipertensi dibandingkaan dengan mereka yang mempunyai IMT <23 kg/m2.

Hal tersebut mungkin dapat terjadi karena perbedaan tingkat baku emas tekanan darah yang digunakan, dimana dalam penelitiain ini kategori yang digunakan adalah status prahipertensi yang secara teoritis lebih rendah dibandingkan dengan status hipertensi.


(62)

50

Di sisi lain, hasil analisis pada sampel wanita juga berbeda jauh dengan nilai titik potong yang digunakan di Indonesia. Hingga saat ini, titik potong IMT menggunakan titik potong 27 kg/m2 untuk menentukan status obesitas yang berisiko tanpa membedakan titik potong IMT berdasarkan jenis kelamin. Berdasarkan hasil analisis peneliti, hasil hitung nilai sensitivitas pada titik potong 27 kg/m2 hanya sebesar 18,8% yang mana hal tersebut berarti bahwa titik potong IMT 27 kg/m2 pada wanita hanya mampu menyaring 18,8% responden dengan status prahipertensi dari keseluruhan responden wanita.

Tidak berbeda dengan hasil pada responden pria, berdasarkan nilai sensitivitas yang diperoleh peneliti berpendapat bahwa titik potong IMT 22 kg/m2 lebih baik dari pada titik potong 27 kg/m2 jika digunakan sebagai prediktor prahipertensi pada wanita, mengingat nilai sensitivitas menunjukkan persentase responden yang benar-benar berstatus prahipertensi dari total responden wanita.

Dengan menggunakan titik potong IMT 22 kg/m2, reseponden yang benar benar berstatus prahipertensi dapat lebih banyak disaring dibandingkan dengan titik potong 27 kg/m2. Dengan kata lain, jika menggunakan titik potong IMT 22 kg/m2 sebagai alat prediksi awal prahipertensi pada wanita, responden dengan status prahipertensi semu akan lebih sedikit dibandingkan menggunakan titik potong IMT 27 kg/m2. Sehingga titik potong 22 lebih tepat digunakan sebagai alat prediksi awal prahipertensi pada wanita di Indonesia.


(63)

51

Hasilnya, sama halnya dengan kasus pada pria, peneliti juga berpendapat bahwa seorang wanita dewasa usia ≥ 18 tahun yang memiliki IMT 22 diharapkan untuk melakukan kontrol tekanan darah secara rutin guna mencegah kejadian hipertensi. Dengan demikian, deteksi dini (prahipertensi) dapat dilakukan.


(64)

52 BAB VII

SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan analisis yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Rata-rata usia responden pria adalah 39,02 tahun dan rata-rata IMT pada responden pria adalah 22,06 kg/m2, sedangkan rata-rata usia responden wanita adalah 38,14 tahun dan rata-rata IMT pada responden wanita adalah 23,00 kg/m2. Sementara itu, proporsi status prahipertensi pada pria sebesar 63,1% dan proporsi prahipertensi pada wanita sebesar 54,4%.

2. Nilai titik potong IMT dengan nilai sensitivitas paling optimal sebagai prediktor prahipertensi pada pria dan wanita usia ≥ 18 tahun di Indonesia adalah pada titik potong 22 kg/m2.

B. Saran

1. Bagi peneliti lain :

Berdasarkan penelitian yang dilaksanakan, penelitian yang lebih lanjut akan lebih baik apabila juga mempertimbangkan nilai diagnostik lain seperti nilai spesifisitas, rasio kemungkinan negatif ataupun rasio


(65)

53

kemungkinan positif untuk menentukan titik potong paling optimal sebagai alat prediktor kejadian prahipertensi.

2. Bagi Kementerian Kesehatan :

Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, perlu dipertimbangkan kembali perubahan atau pembuatan kebijakan tentang titik potong IMT yang berisiko bagi masyarakat agar dapat dijadikan sebagai acuan upaya pencegahan penyakit hipertensi yang mudah bagi masyarakat.


(66)

54 DAFTAR PUSTAKA

Asdie, Ahmad H. 1993. Peran Resistensi Insulin dan Hiperinsulinemia dalam Patogenesis Penyakit Kardiovasa. Yogyakarta : Berkala Ilmu Kedokteran.

Baradero, Marry dkk. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Kardiovaskular. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Budiarto, Eko dan Anggraeni, Dewi. 2003. Pengantar Epidemiologi. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Cassey, Aggie dan Benson, Herbert. 2012. Panduan Harvard Medical School Menurunkan Tekanan Darah. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer (Kelompok Gramedia).

Dahlan, Sopiyudin. 2009. Penelitian Diagnostik. Jakarta : Salemba Medika.

Depkes RI. 2009. Profil Kesehatan Indonesia 2008. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Harahap, Heryudarini dkk. 2005. Penggunaan Berbagai Cut-Off Indeks Massa Tubuh sebagai Indokator Obesitas terkait Penyakit Degeneratif di Indonesia. Gizi Indon 2005, 31.

Heuther Sue. E dan Kathryn L. McCance. 2012. Understanding Pathophysiology Fifth Edition. Elsivier.

JNC. 2015. Hypertension : The Silent Killer: Updated JNC-8 Guideline Recommendations. Alabama Pharmachy Asociation.


(67)

55

Kemenkes RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.

Kemenkes RI. 2014. INFODATIN. (Pusat Data dan Informasi Kementerian Kesehatan RI) Hipertensi. Jakarta : Balitbangkes.

Lang, Florian. 2009. Encyclopedia of Molecular Mechanisms of Disease. Germany : Springer.

Lilly, Leonard S. 2011. Pathophysiologi of Heart : A collaborative Project of Medical Students and Faculty. 5th ed.

Lilyasari, Oktavia. 2007. Hipertensi dengan Obesitas : Adakah peran endotelin-1?.

Jurnal Kardiologi Indonesia Vol. 28, No. 6. November 2007.

McPhee, Stephen dan Ganong, William. 2010. Patofisiologi Penyakit Pengantar Menuju Kedokteran Klinis. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Muttaqin, Arif. 2009. Pengantar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Kardiovaskular. Jakarta : Salemba Medika.

Natalia, Diana, dkk. 2015. Hubungan Obesitas dengan Kejadian Hipertensi di Kecamatan Sintang, Kalimantan Barat. CDK-228/ vol. 42 no. 5, th. 2015.

Pangaribuan, Lamria dan Lolong, Dina Bisana. 2015. Hubungan Penggunaan Kontrasepsi Pil dengan Kejadian Hipertensi pada Wanita Usia 15-49 Tahun di Indonesia Tahun 2013 (Analisis Data Riskesdas 2013). Jakarta : Media Litbangkes Vol. 25 No. 2, Juni 2015.


(68)

56 Pradono, Julianty. 2010. Faktor Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Hipertensi di Daerah Perkotaan (Analisis Data Riskesdas 2007). Gizi Indon 2010, 33(1) : 59-66.

Price, Silvia Anderson dan Wilson, Lorraine M. 2002. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Rahajeng, Ekowati dan Sulistiowati Tuminah. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di Indonesia. Majalah Kedokteran Indonesia. Volume 59, Nomor: 12, Desember 2009.

Sastroarmoro, Sudigdo dan Ismael, Sofyan. 2011. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis. Jakarta : Sagung Seto.

Sherwood, Lauralee. 2010. Human Physiology From Cells to Systems. 7th ed. USA : Cengane Learning.

Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia : dari Sel ke Sistem. ed. 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Sigarlaki, Herke. J.O. 2006. Karakteristik dan Faktor Berhubungan dengan Hipertensi di Desa Bocor, Kecamatan Bulus Pesantren, Kabupaten

Kebumen, Jawa Tengah, Tahun 2006. MAKARA, KESEHATAN, VOL.

10, NO. 2, DESEMBER 2006: 78-88.

Sugiharto, Aris. 2007. Faktor-Faktor Risiko Hipertensi Grade II Pada Masyarakat (Studi Kasus di Kabupaten Karanganyar). Semarang : Tesis Program Studi Magister Epidemiologi Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.


(69)

57 Supariasa dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran

EGC.

Tambayong, Jan. 2008. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Tedjasukmana, Pradana. 2012. Tata Laksana Hipertensi. CDK. 192/vol. 39 no. 4.

Tesfaye, F. et. al. 2007. Association between BMI and Blood Pressure Across Three Population in Africa and Asia, Jouranl of Human Hypertension. Vol. 21. Nature Publishing Group.

Triwinarto, Agus dkk. 2012. Cut-Off Point Indeks Massa Tubuh (IMT) dan Lingkar Perut sebagai Indikator Risiko Diabetes dan Hipertensi pada Orang Dewasa di Indonesia. Penel Gizi Makan 2012, 35(2): 119 – 135.

WHO. 2013. A Global Brief on Hypertension. Switzerland : WHO.

Widjaja, Felix F dkk. 2013. Prehypertension and hypertension among young Indonesian adults at a primary health care in a rural area. Vol.22 No.1. Jakarta : Faculty of Medicine, Universitas Indonesia.

Widyastuti, Nurmasari. 2004. Hubungan Beberapa Indikator Obesitas dengan Hipertensi pada Perempuan. Semarang : Fakultas Kedokteran UNDIP.


(70)

(71)

59 Lampiran 2

Daftar Kuesioner Riskesdas 2013

Terkait pengukuran tekanan darah

Terkait Indeks Massa Tubuh


(72)

60 Lampiran 3

Output Hasil Analisis

A. Karaketristik Responden

Usia Responden Pria Statistics Umur tahun

N Valid 221909

Missing 0

Mean 39,02

Minimum 18

Maximum 125

IMT Responden Pria Statistics indeks massa tubuh

N Valid 221909

Missing 0

Mean 22,0628

Minimum 9,47

Maximum 77,99

TD Sistolik Responden Pria Statistics

Rata_TDsistol

N Valid 221909

Missing 0

Mean 119,7048

Minimum 53,50


(73)

61

TD Diastolik Responden Pria Statistics

Rata_TDdiastol

N Valid 221909

Missing 0

Mean 76,7276

Minimum 30,00

Maximum 89,67

Status Prahipertensi Responden Pria Statistics

status_prahipertensi

N Valid 221909

Missing 0

status_prahipertensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Prahipertensi 140125 63,1 63,1 63,1

Normal 81784 36,9 36,9 100,0

Total 221909 100,0 100,0

Usia Responden Wanita

Statistics Umur tahun

N Valid 216433

Missing 0

Mean 38,14

Minimum 18


(74)

62

IMT Responden Wanita Statistics IMT

N Valid 216433

Missing 0

Mean 23,0095

Minimum 9,78

Maximum 76,39

TD Sistolik Responden Wanita Statistics

Rata_TDsistol

N Valid 216433

Missing 0

Mean 115,5957

Minimum 65,00

Maximum 139,67

TD Diastolik Responden Wanita Statistics

Rata_TDdiastol

N Valid 216433

Missing 0

Mean 76,9970

Minimum 30,00

Maximum 89,67

Status Prahipertensi Responden Wanita

Statistics status prahipertensi

N Valid 216433


(1)

63

status prahipertensi

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid prahipertensi 117735 54,4 54,4 54,4

normal 98698 45,6 45,6 100,0

Total 216433 100,0 100,0

B. Analisis Tabel Dua Kali Dua Titik Potong IMT Pria dengan Status

Prahipertensi pada Pria

1. Titik Potong IMT 22

Cut off 22 * status_prahipertensi Crosstabulation

status_prahipertensi

Total Prahipertensi Normal

Cut off 22 obes Count 73784 29025 102809

% within

status_prahipertensi 52,7% 35,5% 46,4%

non obes Count 66225 52689 118914

% within

status_prahipertensi 47,3% 64,5% 53,6%

Total Count 140009 81714 221723

% within

status_prahipertensi 100,0% 100,0% 100,0%

2. Titik Potong IMT 23

Cut off 23 * status_prahipertensi Crosstabulation

status_prahipertensi

Total Prahipertensi Normal

Cut off 23 obes Count 55648 20310 75958

% within

status_prahipertensi 39,7% 24,9% 34,3%

non obes Count 84374 61415 145789

% within

status_prahipertensi 60,3% 75,1% 65,7%

Total Count 140022 81725 221747

% within


(2)

64

Cut off 24 * status_prahipertensi Crosstabulation

status_prahipertensi

Total Prahipertensi Normal

Cut off 24 obes Count 40089 13894 53983

% within

status_prahipertensi 28,6% 17,0% 24,3%

non obes Count 99948 67862 167810

% within

status_prahipertensi 71,4% 83,0% 75,7%

Total Count 140037 81756 221793

% within

status_prahipertensi 100,0% 100,0% 100,0%

4. Titik Potong IMT 25

Cut off 25 * status_prahipertensi Crosstabulation

status_prahipertensi

Total Prahipertensi Normal

Cut off 25 obes Count 27779 9146 36925

% within

status_prahipertensi 19,8% 11,2% 16,7%

non obes Count 112211 72574 184785

% within

status_prahipertensi 80,2% 88,8% 83,3%

Total Count 139990 81720 221710

% within


(3)

65

5. Titik Potong IMT 26

Cut off 26 * status_prahipertensi Crosstabulation

status_prahipertensi

Total Prahipertensi Normal

Cut off 26 obes Count 18909 5970 24879

% within

status_prahipertensi 13,5% 7,3% 11,2%

non obes Count 121155 75789 196944

% within

status_prahipertensi 86,5% 92,7% 88,8%

Total Count 140064 81759 221823

% within

status_prahipertensi 100,0% 100,0% 100,0%

6. Titik Potong IMT 27

Cut off 27 * status_prahipertensi Crosstabulation

status_prahipertensi

Total Prahipertensi Normal

Cut off 27 obes Count 12877 3907 16784

% within

status_prahipertensi 9,2% 4,8% 7,6%

non obes Count 127208 77857 205065

% within

status_prahipertensi 90,8% 95,2% 92,4%

Total Count 140085 81764 221849

% within


(4)

66

Prahipertensi pada Wanita

1. Titik Potong IMT 22

titik potong IMT 22 * status prahipertensi Crosstabulation

status prahipertensi

Total prahipertensi normal

titik potong IMT 22 berisiko Count 72244 47581 119825 % within status prahipertensi 61,4% 48,2% 55,4%

Tidak Count 45418 51044 96462

% within status prahipertensi 38,6% 51,8% 44,6%

Total Count 117662 98625 216287

% within status prahipertensi 100,0% 100,0% 100,0%

2. Titik Potong IMT 23

titik potong IMT 23 * status prahipertensi Crosstabulation

status prahipertensi

Total prahipertensi normal

titik potong IMT 23 berisiko Count 59871 37158 97029

% within status prahipertensi 50,9% 37,7% 44,9%

tidak Count 57775 61465 119240

% within status prahipertensi 49,1% 62,3% 55,1%

Total Count 117646 98623 216269


(5)

67

3. Titik Potong IMT 24

titik potong IMT 24 * status prahipertensi Crosstabulation

status prahipertensi

Total prahipertensi normal

titik potong IMT 24 berisiko Count 48380 28567 76947

% within status prahipertensi 41,1% 29,0% 35,6%

tidak Count 69267 70062 139329

% within status prahipertensi 58,9% 71,0% 64,4%

Total Count 117647 98629 216276

% within status prahipertensi 100,0% 100,0% 100,0%

4. Titik Potong IMT 25

titik potong IMT 25 * status prahipertensi Crosstabulation

status prahipertensi

Total prahipertensi normal

titik potong IMT 25 berisiko Count 37837 21305 59142

% within status prahipertensi 32,2% 21,6% 27,4%

tidak Count 79743 77291 157034

% within status prahipertensi 67,8% 78,4% 72,6%

Total Count 117580 98596 216176

% within status prahipertensi 100,0% 100,0% 100,0%

5. Titik Potong IMT 26

titik potong IMT 26 * status prahipertensi Crosstabulation

status prahipertensi

Total prahipertensi normal

titik potong IMT 26 berisiko Count 29372 15675 45047

% within status prahipertensi 25,0% 15,9% 20,8%

tidak Count 88320 82988 171308

% within status prahipertensi 75,0% 84,1% 79,2%

Total Count 117692 98663 216355


(6)

68

titik potong IMT 27 * status prahipertensi Crosstabulation

status prahipertensi

Total prahipertensi normal

titik potong IMT 27 berisiko Count 22137 11164 33301

% within status prahipertensi 18,8% 11,3% 15,4%

tidak Count 95542 87493 183035

% within status prahipertensi 81,2% 88,7% 84,6%

Total Count 117679 98657 216336