17
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa keadilan prosedural adalah persepsi keadilan prosedural dalam tata
cara pengambilan keputusan yang berkaitan dengan atasan atau pengambil keputusan. Yang diharapkan dengan adanya keadilan
prosedural maka hubungan anatar pegawai dapat terjalin secara baik sehingga satu sama lain merasakan keadilan tanpa ada pembedaan.
2. Iklim Kerja Etis
a. Definisi Iklim kerja etis
Jika dilihat dari segi bahasa, istilah etika secara etimologis berasal dari kata ethos yang berarti karakter, watak kesusilaan atau
adat kebiasaan, yang dibatasi dengan dasar nilai moral menyangkut apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan, yang baik atau
tidak baik, yang pantas atau tidak pantas pada perilaku manusia. Secara sederhana etika adalah standar atau moral yang menyangkut
benar-salah, baik-buruk. Schneider dan Rentsch 1988 dalam Ozer dan Yilmaz 2011 menggambarkan konsep iklim sebagai
organisasi cara mengoperasionalkan perilaku rutin dan tindakan yang diharapkan, didukung dan dihargai. Iklim kerja etis
merupakan unsur dari iklim organisasi, yang mengandung persepsi anggota organisasi, yang terjadi di lingkungan internal organisasi
secara rutin dan memengaruhi sikap dan perilaku organisasi serta kinerja anggota organisasi Wirawan, 2008. Semakin etis iklim
suatu organisasi, diduga akan menurunkan terciptanya senjangan
18
anggaran, sebaliknya semakin tidak etis suatu organisasi, diduga akan semakin meningkatkan terciptanya senjangan anggaran
Perilaku etis melibatkan pemilihan tindakan-tindakan yang ― benar‖, ―sesuai‖, dan ―adil‖. Tingkah laku kita mungkin benar
atau salah, sesuai atau tidak sesuai, dan keputusan yang kita buat dapat adil atau berat sebelah. Disinilah cara pandang setiap orang
berbeda terhadap istilah etika. Meskipun berbeda, tampaknya terdapat suat prinsip umum yang mendasari semua sistem etika.
Prinsip ini diekspresikan oleh keyakinan bahwa setiap anggota kelompok bertanggung jawab untuk kebaikan kelompoknya
merupakan inti dari tindakan yang etis
Definisi yang diambil dari COSO
Internal Control
Integrated Framework,
http:www.coso.orgpublicationsexecutive-summary- integrated_framework.htm
. Pemikiran mengenai pengorbanan kepentingan seseorang
untuk kebaikan orang lain menghasilkan beberapa nilai inti. Nilai- nilai yang mendeskripsikan arti dari benar dan salah secara lebih
kongkrit. James W. Brackner, penulis Ethics Column dalam Management Accounting, melakukan observasi berikut ini.
Pendidikan etika dan moral harus memiliki kesepakatan tentang nilai-
nilai yang dianggap ―benar‖ agar mempunyai arti. Sepuluh dari nilai-nilai itu diidentifikasi dan dideskripsikan oleh
Michael Josephson dalam “Teaching Ethical Decision Making and
19
Pricipled Reasoning “. Studi terhadap sejarah, filsafat, dan agama melahirkan suatu konsensus yang kuat mengenai nilai-nilai tertentu
yang bersifat universal dan abadi bagi kehidupan yang beretika. Sepuluh nilai inti itu menghasilkan prinsip-prinsip yang
membedakan antara benar dan salah dalam istilah umum. Dengan demikian, nilai tersebut menyediakan petunjuk tingkah laku
James W. Brackner, 1992:19 dan Michael Josephson, 1998:29- 30 dalam Managerial Accounting, Hansen dan Mowen, 2009.
Sepuluh inti yang dimaksudkan dalam kutipan, yaitu : 1
Kejujuran 2
Integritas 3
Pemenuhan janji 4
Kesetiaan 5
Keadilan 6
Kepedulian terhadap sesama 7
Penghargaan kepada orang lain 8
Kewarganegaraan yang bertanggung jawab 9
Usaha untuk mencapai kesempurnaan 10
Akuntabilitas Meskipun tampak berlawanan, pengorbanan kepentingan
seseorang untuk kepentingan bersama tidak hanya benar dan memberi suatu nilai bagi individu, tetapi juga baik untuk bisnis.
Meskipun kebohongan dan kecurangan sering terjadi dan dapat
20
membawa kemenangan, namun kemenangan itu hanya bersifat sementara. Perusahaan dengan menerapkan perlakuan yang jujur
dan loyal terhadap semua klien sangat bermanfaat demi kehidupan jangka panjang perusahaan.
Robbins 2006 menyatakan bahwa para pimpinan saat ini harus menciptakan iklim etika yang sehat bagi bawahanya, dimana
mereka dapat menjalankan pekerjaannya secara produktif dan menghadapi sesedikit mungkin kekaburan terkait perilaku yang benar
dan yang salah. Perilaku etis harus dilakukan oleh semua elemen dalam organisasi untuk menciptakan kinerja yang lebih baik dan
kepuasan dalam kerjasama. Iklim kerja yang beretika adalah salah satu aspek penting dari budaya organisasi. Iklim kerja yang beretika akan
menciptakan gaya, karakter, jiwa dan cara bekerja individu yang berpengaruh untuk kinerja terbaik.
Keunggulan budaya organisasi untuk menciptakan iklim kerja yang etis akan memotivasi kekuatan internal organisasi untuk saling
berinteraksi dalam perilaku yang penuh etika dan integritas. Jadi dapat disimpulkan iklim kerja etis merupakan bagian dari persepsi yang
memengaruhi pemikiran anggota organisasi mengenai bagaimana harus berperilaku etikal yang benar dan bagaimana seharusnya
menangani isu-isu etikal Sulasmi dan Widhianto, 2009.
21
b. Standar Perilaku Etis Akuntansi Manajemen
Organisasi umumnya menetapkan standar perilaku untuk para manajer dan karyawannya. Asosiasi
–asosiasi profesional juga menetapkan
standar etika.
Sebagai contoh,
Institute of
Management Accountants IMA telah membuat standar etika untuk akuntansi manajemen. Pada tahun 2005, IMA mengeluarkan
revisi pernyataan yang menguraikan standar perilaku etis bagi akuntansi manajemen.
Revisi pernyataan itu disebut ―Statemento of Ethical Professioanl Practice” Pernyataan Praktik Professional yang
Beretika yang didesain agar sesuai dengan yang dinyatakan dalam Sarbanes-Oxley Act 2002 dan untuk memenuhi kebutuhan global
dari para anggota internasional IMA. Revisi pernyataan ini didasarkan pada prinsip kejujuran, keadilan, objektivitas, dan
tanggung jawab. Untuk menumbuhkan perilaku etis, maka perlu dibentuk
iklim etika dalam perusahaan. Iklim etika dapat tercipta, jika dalam suatu perusahaan terdapat kumpulan perilaku yang dianggap benar
dan baik, sehingga dapat memungkinkan suatu masalah diatasi. Iklim etika mutlak diperlukan walaupun banyak prasyarat-
prasyarat khusus selain biaya yang diperlukan, seperti budaya, saling percaya antara karyawan dan perusahaan. Victor dan Cullen
22
1998 dalam Sulasmi dan Widhianto 2009 menggunakan tiga klasifikasi moral philosophy untuk mendesain dimensi kriteria
ethical work climate, yaitu: 1
Egoism artinya memaksimalkan kepentingan pribadi 2
Benevelonce artinya memaksimalkan kepentingan bersama 3
Principle artinya ketaatan pada tugas, peraturan, hukum atau standar yang berlaku.
Dengan begitu dapat meningkatkan citra perusahaan yang semakin melambung sehingga kepercayaan perusahaan-perusahaan lain
meningkat pula untuk melakukan suatu kerja sama. Dalam hal ini, terdapat tiga faktor utama yang memungkinkan terciptanya iklim
etika dalam perusahaan : a
Terciptanya budaya perusahaan secara baik. b
Terbangunnya suatu kondisi organisasi berdasarkan saling percaya trust-based organization.
c Terbentuknya manajemen hubungan antar pegawai employee
relationship management. Berdasar beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan
bahwa dimensi iklim kerja etis dapat mempengaruhi motivasi anggota organisasi untuk berperilaku. Dimensi iklim kerja etis di
setiap kantor
berbeda-beda sehingga
pengaruh motivasi
pegawainya untuk memajukan tujuan organisasi berbeda-beda
23
pula. Dan faktor yang terpenting dalam menilai perilaku etis adalah adanya kesadaran bahwa para individu adalah agen moral atau
pihak yang harus melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan moral yang berlaku universal, menilai baik bruknya, benar
salahnya dan tepat tidaknya.
3. Tekanan anggaran