mengembalikan….ya gara-gara ‘diprovokatori’ itu Mbak…tapi pihak BKM sudah pernah berusaha untuk meluruskan hal tersebut”.
Wawancara, 7 Maret 2008
2. Terjadinya pergantian kepengurusan BKM
Hal ini disebabkan karena yang bersangkutan mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dan menghasilkan, dan rata-rata pekerjaan tersebut berada di
luar kota. Krena pekerjaan sebagai pengurus BKM adalah pekerjaan yang mengandung amanah dan bersifat sukarela sehingga banyak yang memilih
pekerjaan lain. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Bapak Nurzaeni selaku Koordinator BKM Adil Makmur Desa Doplang berikut ini :
“Permasalahan lain yang ada, walaupun tidak banyak ditemukan adalah karena ada pengurus BKM yang keluar karena mendapatkan perkerjaan
yang lebih baik di luar kota, sehingga ia lebih memilih pekerjaan barunya. Hal ini walaupun tidak menganggu secara signifikan
pelaksanaan kegiatan, akan tetapi kami harus mempersiapkan kader berikutnya, dan hal itu dapat kami tanggulangi dengan menunjuk serta
mensepakati peserta magang pada peringkat berikutnya.” 14 Maret 2008.
Selain itu kepengurusan yang duduk dalam BKM rata-rata sudah memiliki pekerjaan sehingga dalam mengimplementasikan proyek hanya
merupakan pekerjaan sambilan sehingga tidak maksimal.
3. Rentannya anggota KSM dalam mempertahankan kondisi usahanya.
Hal ini sebagai akibat dari minimnya modal yang dimiliki termasuk yang berasal dari pinjaman P2KP. Untuk mempertahankan keberlangsungan
usahanya, suatu anggota KSM merasakan sangat berat, sebab minimnya jumlah pinjaman modal yang diberikan. Hal ini yang dialami oleh KSM
Aneka Konveksi yang bergerak dalam bidang jahit menjahit. Selain karena minimnya jumlah modal yang dipinjamkan juga terkait dengan persoalan
kurangnya lahan pemasaran. Selain itu juga terkait dengan hambatan yang berasal dari intern anggota KSM, yaitu bahwa dari kelima anggota KSM
Aneka Konveksi tersebut tak ada satupun yang memiliki mesin jahit. Berikut ini petikan wawancara dengan Ibu Sutini salah satu anggota KSM Aneka
Konveksi : “Saya merasa senang mbak dengan adanya bantuan modal usaha dari
P2KP tersebut, cuman yaaa itu mbak…bantuan pinjemannya cuma dikit, ngga cukup untuk beli mesin jahit, sedangkan 1 KSM saya ini kan ngga
ada yang punya mesin jahit mbak….itu yang bikin kerjaan jadi terhambat” Wawancara, 7 Maret 2009.
Hal senada juga diungkapkan oleh Ibu Mulatsih angoota KSM Aneka Konveksi bahwa :
“Senang sekali mbak dengan adanya bantuan modal usaha ini jadi bisa buka usaha bersama terima jahitan, tapi sayangnya bantuannya kurang
mencukupi untuk beli mesin jahit sendiri mbak…Awalnya kan kita makai mesin jahit punyanya keponakannnya salah satu anggota KSM kami
mbak…tp kan akhirnya juga kami kembalikan…tp sayangnya bantuan itu baru bisa untuk beli bahan-bahan aja mbak…Pengennya sih dikasih mesin
jahit gitu mbak, seperti di daerah lain itu dapat bantuan mesin jahit dari pemerintah kabupaten, tapi katanya waktu itu di KSM kita telat
ngajuinnya jadi ya ngga dapet….” Wawancara, 6 Maret 2008.
Dari petikan wawancara di atas dapat kita simpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rentannya anggota KSM dalam
mempertahankan kondisi usahanya, hal ini merupakan salah satu hambatan dalam upaya pemberdayaan masyarakat melalui P2KP.
BAB IV PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, pada Bab Keempat ini dapat disimpulkan secara garis besar bahwa Proyek
Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP yang dilaksanakan di Desa Doplang, Kecamatan Teras, Kabupaten Boyolali dapat dinyatakan berhasil dan
berjalan sesuai rencana. Persepsi dan partisipasi masyarakat dalam proyek P2KP tersebut dapat dinyatakan cukup baik.
Strategi pemberdayaan masyarakat yang diterapkan dalam Proyek Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP mengindikasikan
munculnya paradigma pembangunan yang bersifat partisipatoris. Indikasi tersebut ada dua perspektif yaitu, yang pertama, pelibatan masyarakat setempat
dalam pemilihan, perencanaan, sosialisasi, pelaksanaan, dan pelestarian program atau proyek yang akan mewarnai hidup mereka, sehingga dengan
demikian dapatlah dijamin bahwa persepsi masyarakat setempat, pola sikap dan pola berfikir serta nilai-nilai dan pengetahuannya ikut dipertimbangkan
secara penuh. Yang kedua adalah membuat umpan balik feedback yang pada hakekatnya merupakan bagian yang tak terlepaskan dari kegiatan
pembangunan. Mengenai persepsi dan partisipasi masyarakat dalam Proyek Penaggulangan Kemiskinan di Perkotaan P2KP yang berbasis pada