b. Pemberdayaan dalam Program Pengentasan Kemiskinan
Mubyarto 1994: 182 mengemukakan bahwa orang miskin harus diberdayakan, dibangunkan dari ketidakberdayaan dan kata kunci bagi mereka
menurutnya adalah keberdayaan, keswadayaan dan kemandirian. Hal senada juga ditegaskan oleh Heru Nugroho dalam Awan, 1995: 33 dengan mengatakan
bahwa mengatasi kemiskinan pada hakekatnya merupakan upaya memberdayakan orang miskin untuk dapat mandiri, baik dalam pengertian ekonomi, budaya
maupun politik sehingga pada akhirnya diharapkan dapat mengentaskan dirinya sendiri dari problem kemiskinan yang dihadapi.
Sehubungan dengan hal tersebut, Gunawan Sumodiningrat 1998: 37 mengemukakan bahwa:
”Pedoman utama dalam merumuskan kebijaksanaan pengentasan kemiskinan adalah mendukung dan menunjang berkembangnya potensi
masyarakat melalui peningkatan peranserta, produktivitas dan efisiensi. Pengentasan kemiskinan perlu dilakukan secara bertahap, terus-menerus
dan terpadu, didasarkan pada kemandirian, yaitu meningkatkan kemampuan penduduk miskin untuk menolong diri mereka sendiri”.
Oleh karena itu setiap program untuk pengentasan kemiskinan perlu memperhatikan
pemberdayaan masyarakat.
Berkaitan dengan
usaha pemberdayaan masyarakat ini, Mohtar Mas’oed 2003: 32 mengemukakan
bahwa: ”Cara paling efektif untuk menangani persoalan kemiskinan yang dihadapi
oleh rakyat adalah dengan membantu mereka menemukan kekuatan mereka sendiri, untuk itu wewenang pembuatan keputusan mengenai
pembangunan harus diserahkan kepada rakyat atau komunitas lokal, karena itu mekanisme pembangunan yang diandalkan adalah kekuatan
rakyat ”people power”.”
Herbert J. Rubin dalam Journal of Public Administration Review; SepOct 1993; 53, 5; ABIINFORM Research pg. 431 mengemukakan bahwa:
“The ideology of holistic empowerment, to Community-Based Development Organizations CBDOs leaders, physical development is a tool, the
means, toward accomplishing the broader end of economic empowerment and economic transformation for the poor. To aid the CBDOs in the efforts, those in
the public sector must first understand the holistic version for the community held by CBDOs in which physical and social consequences of project overlap and the
equity consequences of development are as important as its profitability.” dalam Herbert J. Rubin: Journal of Public Administration Review; “Understanding The
Ethos of Community Based Development : Ethno Graphic Description for Public Administrators”,
SepOct 1993; Vol. 53, No. 5; ABIINFORM Research pg. 431. Northen Illinois University.
Menurut Moeljarto Tjokrowinoto Heru dalam Awan, 1995: 34, untuk
dapat menanggulangi kemiskinan terdapat beberapa langkah yang perlu diperhitungkan dalam pemberdayaan lapisan masyarakat miskin, yaitu: pertama,
pemberdayaan masyarakat
merupakan prasarat
mutlak bagi
upaya penanggulangan masalah kemiskinan. Pemberdayaan ini bertujuan menekan
perasaan ketidakberdayaan masyarakat miskin bila berhadapan dengan struktur sosial politis. Kedua, setelah kesadaran kritis muncul, upaya-upaya dan
pemutusan hubungan-hubungan yang bersifat eksploitatif terhadap lapisan orang miskin harus dilakukan. Ketiga, tanamkan rasa kebersamaan egalitarian dan
berikan gambaran bahwa kemiskinan bukan merupakan takdir tetapi merupakan penjelmaan konstruksi sosial. Keempat, merealisasikan perumusan pembangunan
yang memusatkan pada masyarakat miskin secara penuh. Kelima, perlunya pembangunan sosial budaya bagi masyarakat miskin. Keenam, diperlukan adanya
redistribusi infrastruktur pembangunan yang lebih merata.
Chambers mengatakan bahwa permasalahan kemiskinan cukup kompleks yang tidak jarang melibatkan banyak faktor. Keseluruhan faktor tersebut saling
kait-mengkait dan saling memperkuat sehingga membentuk perangkap kemiskinan. Dalam hal ini, pemberdayaan dapat dijadikan sebagai pintu keluar
dari perangkap kemiskinan tersebut. Melalui upaya pemberdayaan diharapkan akan dapat mengurangi isolasi, kerawanan, kelemahan fisik dan pada gilirannya
akan mengurangi kondisi kemiskinan. Dengan pemberdayaan diharapkan akan dapat meningkatkan akses kelompok miskin dalam proses pengambilan
keputusan, akses terhadap fasilitas dan pelayanan, akses terhadap bantuan hukum, meningkatkan posisi tawar, serta mengurangi peluang terjadinya eksplotasi oleh
kelompok lain. Chambers dalam Soetomo, 2006: 407-408. Dengan usaha pemberdayaan masyarakat miskin ini diharapkan nantinya
akan terwujud suatu masyarakat yang mandiri. Kemandirian masyarakat miskin tersebut akan mengurangi ketergantungan terhadap segala bantuan dari luar,
sehingga meskipun program bantuan telah dihentikan mereka masih dapat berswadaya dengan memanfaatkan potensi yang telah ada pada diri mereka untuk
lepas dari lingkaran kemiskinan. Dengan cara demikian setidaknya masyarakat miskin akan lebih
menyadari bahwa kemiskinan yang dialaminya hanya dapat dirubah dengan keinginan untuk maju dan menggunakan segala kemampuan yang ada. Bantuan
dari pemerintah ataupun pihak lain bukan merupakan hal utama tetapi yang terpenting adalah keinginan dan usaha dari masyarakat miskin sendiri untuk
meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Pemberdayaan masyarakat yang dimaksud dalam penelitian ini adalah upaya membantu masyarakat miskin dari ketidakberdayaannya melalui dana
P2KP yaitu dengan menggunakan dana tersebut untuk menciptakan suatu usaha atau mengembangkan usaha yang telah ada. Selain itu juga diadakan pelatihan
untuk meningkatkan keterampilan teknik dan manajerial dalam berusaha serta adanya pembangunan sarana dan prasarana fisik untuk menunjang kegiatan
ekonomi produktif masyarakat, sehingga mereka bisa lebih berdaya dan meningkat kesejahteraan hidupnya.
3. Pemberdayaan dan Penanggulangan Kemiskinan