V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai hasil dan pembahasan yang merupakan jawaban dari rumusan masalah dalam Bab. I. Hasil dan pembahasan
yang akan dijelaskan ini meliputi; kondisi penggunaan minyak tanah dan LPG di Indonesia dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2010, kemudian dampak adanya
konversi minyak tanah ke LPG terhadap struktur subsidi APBN 2007-2010, dan menjelaskan dampak adanya konversi minyak tanah ke LPG terhadap efisiensi
usaha mikro di Kota Bogor, khususnya pedagang bakso kaki lima.
5.1 Kondisi Penggunaan Minyak Tanah dan LPG di Indonesia dari
Tahun 2005 sampai dengan Tahun 2010 Untuk memahami kondisi penggunaan dari minyak tanah dan LPG,
sebelumnya akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai produksi minyak tanah dan LPG dari kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2009 Tabel 5.1.
Tabel 5.1. Produksi Minyak Tanah dan LPG Tahun 2005-2010 Tahun
Minyak Tanah LPG
Kiloliter Trend
ribu M. Ton Trend
2005 8.541.573
1.818.900 2006
8.545.566 3.993
1.428.590 -390.310
2007 8.257.493
-288.073 1.409.430
-19.160 2008
7.636.917 -620.576
1.690.571 281.141
2009 4.585.535
-3.051.382 2.201.903
511.332
Sumber: Buku Tahunan 2009 Ketahanan Energi Melalui Efisiensi dan Konservasi Energi, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral Tahun 2010, hal 73.
Dari Tabel 5.1. ini dapat dilihat bahwa produksi untuk minyak tanah dari tahun 2005 hingga 2009 cenderung mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan
dampak perkembangan harga minyak mentah Indonesia, sehingga terjadi
penyesuaian terhadap harga BBM dan berpengaruh terhadap beban subsidi BBM. Adanya program konversi minyak tanah ke LPG yang merupakan salah satu
upaya penghematan subsidi pada pertengahan tahun 2007, menyebabkan penurunan produksi menjadi 8.257.493 kiloliter yang berpengaruh pada
penurunan jumlah produksi minyak tanah tahun berikutnya yaitu tahun 2008 menjadi 7.636.917 kiloliter. Sedangkan pada produksi LPG, mengalami
peningkatan dari tahun 2005 hingga 2009. Pada tahun 2007, produksi LPG
sebesar 1.409.430 ribu metrik ton yang merupakan awal dari program konversi minyak tanah ke LPG tentunya akan meningkatkan jumlah produksi LPG pada
tahun berikutnya yaitu tahun 2008 menjadi 1.690.571 ribu metrik ton dan tahun 2009 sebesar 2.201.903 ribu metrik ton.
Adanya peningkatan pada produksi LPG serta penurunan pada produksi minyak tanah yang dikarenakan adanya program konversi minyak tanah ke LPG
yang dilakukan oleh pemerintah, tentunya akan menyebabkan perubahan pada tingkat konsumsi masyarakat Indonesia terhadap minyak tanah dan LPG. Hal ini
dapat dijelaskan pada Tabel 5.2. dan Tabel 5.3.
Tabel 5.2. Penggunaan Minyak Tanah dan LPG 3 Kg Tahun 2005-2010 Tahun
Minyak Tanah LPG 3 kg
Juta Kiloliter Trend
ribu M. Ton Trend
2005 11,355
- -
2006 9,959
-1,396 -
- 2007
9,850 -109
21,5 2008
7,855 -1,995
506,4 484,9
2009 4,596
-3,259 1.753,9
1.247,5 2010
3,800 -796
2.973,3 1.219,4
Sumber: Kementerian Keuangan Anggaran Belanja Pemerintah Pusat, 2011.
Pada Tabel 5.2. menjelaskan mengenai kondisi penggunaan minyak tanah dan LPG 3 kg dari kurun waktu tahun 2005 hingga tahun 2010. Besarnya
penggunaan minyak tanah dan LPG 3 kg ini diperoleh berdasarkan besarnya subsidi yang dikeluarkan oleh pemerintah dalam APBN. Adanya program
konversi minyak tanah ke LPG tentunya menyebabkan konsumsi minyak tanah mengalami penurunan, sedangkan konsumsi untuk LPG 3 Kg mengalami
peningkatan. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2007, penggunaan minyak tanah sebesar 9.850.000 kiloliter yang merupakan awal dari dijalankannya program
konversi, berpengaruh pada tahun berikutnya yaitu tahun 2008 dimana penggunaan minyak tanah mengalami penurunan menjadi 7.855.000 kiloliter
yang kemudian penurunan diikuti oleh tahun-tahun selanjutnya yaitu tahun 2009 menjadi 4.569.000 kiloliter dan tahun 2010 menjadi 3.800.000 kiloliter.
Sedangkan untuk penggunaan LPG sendiri,
tentunya mengalami
peningkatan. Pada tahun 2007, penggunaan untuk LPG 3 kg sebesar 21.500 metrik ton meningkat drastis menjadi 506.400 metrik ton pada tahun 2008.
Tentunya peningkatan ini diikuti oleh tahun berikutnya yaitu sebesar 1.753.900 metrik ton pada tahun 2009 dan 2.973.300 metrik ton pada tahun 2010. Adanya
peningkatan penggunaan pada LPG 3 kg ini dikarenakan produksi untuk minyak tanah sendiri mengalami penurunan akibat adanya program konversi ini. Selain
itu, harga jual dari minyak tanah pun semakin mahal serta sulit ditemukan oleh masyarakat.
Pada Tabel 5.3. akan dijelaskan tentang penggunaan LPG di Indonesia oleh rumah tangga, komersial dan industri. Untuk penggunaan LPG rumah
tangga, memiliki proporsi yang paling besar dibandingkan komersial dan industri.
Tabel 5.3. Neraca Penggunaan LPG di Indonesia Tahun 2007-2009 Penggunaan
2007 2008
2009 ribu ton
ribu ton ribu ton
Rumahtangga 773
70 1.100
75 1.900
83 Komersial
143 13
157 11
173 8
Industri 187
17 205
14 226
10
Total 1.103
100 1.462
100 2.299
100
Sumber: Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral ESDM, 2010.
Pada rumah tangga, penggunaan LPG tahun 2007 sebesar 773 ribu ton atau hanya 70 persen, sedangkan tahun berikutnya meningkat menjadi 1.100 ribu
ton atau 75 persen dan tahun 2009 menjadi 1.900 ribu ton atau 83 persen. Adanya peningkatan penggunaan pada LPG ini dikarenakan adanya program konversi
minyak tanah ke LPG 3 kg. Berbeda dengan penggunaan LPG pada komersial dan industri dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2009 yang mengalami sedikit
peningkatan. Hal ini dikarenakan subsidi BBM yaitu program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg sendiri lebih diperuntukkan bagi rumah tangga dengan
maksud untuk mengendalikan harga jual BBM, sebagai salah satu kebutuhan dasar masyarakat di dalam negeri, sehingga dapat terjangkau oleh daya beli
masyarakat, terutama masyarakat berpenghasilan rendah agar dapat menghemat penggunaan minyak tanah yang semakin mahal dan langka.
5.2 Dampak Konversi Minyak Tanah ke LPG terhadap Struktur Subsidi