Ekstraksi Bawang Putih Penelitian Pendahuluan

32

A. Penelitian Pendahuluan

Pada penelitian pendahuluan dilakukan pemilihan metode ekstraksi yang sesuai untuk bawang putih, penentuan formulasi asam asetat dan bawang putih sebagai larutan biang, dan penentuan umur simpan bakso perlakuan pengawetan.

1. Ekstraksi Bawang Putih

Bawang putih dipilih karena merupakan rempah yang memiliki citarasa yang khas dan kuat. Selain itu, bawang putih merupakan ingredien umum dalam proses pembuatan bakso, sehingga penggunaannya tidak menyebabkan penyimpangan aroma atau rasa dari bakso. Teknik ekstraksi yang dipilih adalah ekstraksi bertingkat dengan metode maserasi perendaman, menggunakan pelarut-pelarut yang berbeda-beda nilai kepolarannya, yaitu heksana pelarut non-polar, etil asetat pelarut semi-polar, dan etanol pelarut polar. Bawang putih sebelum diekstraksi diiris melintang kemudian dikeringkan dengan oven vakum dan dihaluskan dengan blender. Hancuran bawang putih direndam di dalam larutan heksana dengan perbandingan 1:4, selama 24 jam disertai pengadukan dengan kecepatan 30 rpm. Dilanjutkan dengan penyaringan untuk memisahkan larutan dan padatan. Larutan hasil penyaringan mengandung ekstrak non-polar bawang putih dan pelarut heksana. Pemisahan pelarut dari ekstrak menggunakan alat rotary vaccum evaporator dengan suhu 55 o C sampai diperoleh ekstrak non-polar dari bawang putih. Padatan direndam kembali dengan etil asetat dengan perbandingan dan waktu yang sama seperti perendaman sebelumnya. Tahap perendaman dengan etil asetat juga diikuti dengan penyaringan, pemisahan padatan dan larutan, serta pemisahan ekstrak dari pelarut. Selanjutnya padatan direndam kembali dengan etanol dengan perbandingan dan waktu yang sama dengan perendaman sebelumnya. Hasil ekstraksi yang didapatkan adalah ekstrak non-polar, semi-polar, dan 33 polar dari bawang putih. Diagram proses ekstraksi yang lengkap dapat dilihat pada Gambar 3. Gambar 6. Hasil ektraksi dengan pelarut: A etanol, B etil asetat, dan C heksana Tahap perendaman dengan etanol menghasilkan larutan dengan aroma dan rasa bawang putih yang paling kuat, sedangkan aroma dan rasa ekstrak heksana dan etil asetat lebih lemah. Selain itu, perendaman menggunakan pelarut etanol menghasilkan volume ekstrak paling besar. Seperti yang ditunjukkan oleh Gambar 6. Berdasarkan pertimbangan karakteristik aroma dan rasa bawang putih yang diperoleh, hanya ekstrak polar dari bawang putih yang digunakan untuk penelitian selanjutnya. Pengukuran kadar air bawang putih dilakukan untuk menentukan perlakuan pendahuluan untuk bawang putih setelah dikupas kulitnya. Perlakuan pendahuluan yang dimaksud seperti pengeringan. Kadar air yang terlalu tinggi mengganggu penetrasi pelarut dalam mengekstraksi dan mengurangi kepekatan ekstrak yang dihasilkan, sedangkan kadar air yang telalu rendah menyebabkan perubahan dari komponen yang diekstrak. Selama pengeringan terjadi penguraian air serta zat-zat yang mudah menguap dari jaringan ke permukaan bahan. Hal ini mempercepat berlangsungnya proses ektraksi. Selain itu kerusakan dinding sel bahan selama pengeringan mempermudah pengeluaran komponen bioaktif bahan sehingga waktu ekstraksi lebih singkat Bombardelli, 1991. Pengeringan dapat meningkatkan mutu ekstrak dengan menghindari adanya air dalam ekstrak Houghton dan Raman, 1998. Kadar air bahan A B C 34 yang tinggi menyebabkan hasil ekstrak mengandung komponen larut air seperti pati dan gula. Kadar air bawang putih terukur dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 . Kadar air bawang putih Bawang Putih Kadar air BB Sebelum pengeringan Setelah pengeringan 69.18 46.33 Kadar air awal bawang putih yaitu 69.18 g100g basis basah, hasil ini mendekati kadar air bawang putih di literatur yaitu 71 g100g basis basah anonim a , 2005. Pengeringan dilakukan menggunakan oven vakum dengan suhu 60 o C tekanan 400 mmHg selama 3 jam. Kadar air setelah pengeringan yaitu 46.33 g100g bahan basah. Menurut Harborne 1987, pengeringan harus dilakukan dalam keadaan terkontrol untuk mencegah terjadinya perubahan kimia yang terlalu banyak dari bahan. Setelah bawang putih dikeringkan, bawang putih diblender untuk menghaluskan ukurannya. Menurut Purseglove et al., 1981, partikel bahan setelah pengecilan sebaiknya berukuran seragam untuk mempermudah difusi pelarut ke dalam bahan. Hal ini mempengaruhi rendemen ekstraksi secara langsung. Rendemen ektraksi diukur berdasarkan perbandingan antara volume hasil ekstrak dan berat rempah yang telah dikeringkan dan dihaluskan. Rendemen ekstraksi bawang putih yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 . Rendemen ekstraksi komponen polar dan larut air bawang putih Bawang putih setelah dikeringkan g Volume ekstrak dan pelarut sebelum dievaporasi ml Volume setelah dievaporasi ml Rendemen Ekstraksi dengan pelarut etanol 70 Kadar air ekstrak bawang putih Volume ekstrak tanpa kandungan air ml 117.06 428.15 88 75.18 66.48 29.50 35 Rendemen ekstraksi bawang putih dengan pelarut etanol 70 yaitu sebesar 75.18. Pengukuran kadar air ekstrak bawang putih menunjukkan kadar air ekstrak bawang putih cukup tinggi yaitu sebesar 66.48. Jadi volume ekstrak bawang putih tanpa kandungan air yaitu sebesar 29.50 ml, sehingga rendemen ekstraksi komponen polar bawang putih yaitu sebesar 25.20. Karakteristik ekstrak polar bawang putih yang didapatkan yaitu berwarna kuning, lengket, rasa dan aroma khas bawang putih. Komponen aktif dan citarasa dari bawang putih yang paling besar adalah allisin. Menurut Nagpurkar et al., 2000, allisin larut dalam pelarut organik, terutama pelarut polar dan kurang larut dalam air. Aroma dan rasa khas ekstrak polar bawang putih digunakan untuk mereduksi aroma dan rasa yang tidak disukai dari asam asetat.

2. Formulasi Asam Asetat dan Ekstrak Bawang Putih sebagai Larutan