Akses Simpanan Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan

Tabel 5.7 Penguasaan Aset Lahan dan Non Lahan Aset Nilai Rata-rata Rupiah Persentase Rumah Sawah Lahan Kering 17.605.000 11.800.000 5.991.666,67 28,62 19,18 9,74 Total Aset Lahan 35.396.666,67 57,54 Kendaraan Perhiasan Tabungan 18.519.333,33 2.870.400 4.725.333,33 30,11 4,67 7,68 Total Aset Non Lahan 26.115.066,67 42,46 Hasil survei yang ditunjukkan pada Tabel 5.7 dengan data aset yang telah diolah, memperlihatkan bahwa jenis aset yang paling banyak dimiliki oleh responden yaitu aset lahan dengan jenis aset lahan rumah sebesar 28,62 persen dengan nilai rata-rata sebesar 17,6 juta rupiah. Total nilai aset lahan yang dimiliki responden lebih besar dibandingkan total nilai aset non lahan yaitu sebesar 35,39 juta rupiah atau 57,54 persen dari total aset secara keseluruhan. Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar aset yang dimiliki merupakan aset lahan yang bersifat non-liquid sehingga lebih sulit untuk dicairkan menjadi uang dibandingkan aset non lahan yang lebih mudah dicairkan menjadi uang sehingga dapat memberikan kemudahan untuk tambahan modal usaha. Oleh karena itu, adanya program SPP diharapkan dapat membantu pelaku usaha dalam mengatasi persoalan modal usaha.

5.5 Akses Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan

5.5.1 Akses Simpanan Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan

Studi menunjukkan rendahnya akses tabungan rumah tangga terhadap lembaga keuangan formal dan semi formal. Hal ini karena pada umumnya rumah tangga yang memiliki akses pada lembaga keuangan formal khususnya bank yaitu rumah tangga yang berprofesi sebagai pegawai negeri dan swasta dimana pengambilan gaji dilakukan melalui bank dan juga kepentingan transaksi. Tabel 5.8 Akses Simpanan pada Lembaga Keuangan Akses Simpanan Nilai Rata-rata Rupiah Partisipasi Formal Bank 9.055.556 n = 9 30 Semi Formal Koperasi Simpan Pinjam 238.888,9 n = 9 30 Informal SPP Sekolah Majelis 363.333,3 200.000 550.000 n = 30 100 n = 1 3,33 n = 1 3,33 Berdasarkan hasil survei, sebagian besar rumah tangga hanya memiliki akses tabungan atau simpanan pada lembaga informal khususnya SPP dengan nilai partisipasi sebesar 100 persen. Hal ini dikarenakan dalam prosedur pelaksanaan pinjaman program SPP, terdapat kebijakan yaitu setiap anggota yang meminjam diwajibkan untuk menabung sebesar 10 persen dari total pinjaman. Tabungan tersebut berfungsi sebagai dana talangan bagi anggota yang tidak mampu membayar angsuran dan sistem tersebut dinamakan tanggung renteng atau disebut tabungan tanggung renteng. Dengan demikian, adanya SPP ini dapat meningkatkan akses simpanan pada lembaga keuangan. Sedangkan akses rumah tangga terhadap simpanan pada lembaga keuangan formal masih relatif sedikit karena jarak yang cukup jauh dengan lokasi lembaga keuangan formal. Selain itu, relatif sedikit responden yang memiliki uang berlebih untuk ditabung, hanya responden rumah tangga yang berprofesi sebagai pegawai negeri yang memiliki akses tabungan cukup besar pada lembaga keuangan formal.

5.5.2 Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan

Tabel 5.9 memperlihatkan mengenai akses pinjaman rumah tangga pada tiga jenis lembaga keuangan, yaitu lembaga keuangan formal, semi formal dan lembaga keuangan informal. Akses simpanan rumah tangga pada lembaga formal khususnya bank tidak menentukan akses pinjaman rumah tangga pada lembaga formal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.8 dan Tabel 5.9, sebanyak 30 persen rumah tangga memiliki akses simpanan pada bank, akan tetapi hanya 23,33 persen rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada bank. Akses rumah tangga terhadap pinjaman pada lembaga formal tidak terlepas dari penguasaan aset yang dimiliki rumah tangga. Hal ini dikarenakan pinjaman pada bank umumnya mengharuskan adanya jaminan atau agunan berupa kepemilikan aset. Tabel 5.9 Akses Pinjaman Rumah Tangga pada Lembaga Keuangan Akses Pinjaman Nilai Rata-rata Rupiah Partisipasi Formal Bank - BJB - BTPN Syariah - BCA - BRI 19.971.428 32.666.667 900.000 20.000.000 10.000.000 n = 7 23,33 Semi Formal Koperasi Simpan Pinjam 649.500 n = 10 33,33 Informal SPP Saudara 3.541.333 3.500.000 n = 30 100 n = 3 10 Hasil survei seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.9 memperlihatkan bahwa rumah tangga memiliki akses pinjaman pada setiap jenis lembaga keuangan. Akses pinjaman rumah tangga pada lembaga formal khususnya bank sebesar 23,33 persen dengan bank yang dituju yaitu BJB, BTPN Syariah, BCA dan BRI. Responden rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada lembaga formal khususnya bank sebagian besar merupakan pegawai negeri dengan pengambilan gaji di BJB berjumlah 3 orang responden sehingga nilai rata-rata pinjaman pada BJB relatif lebih besar dibandingkan bank lainnya dan biasanya termasuk jenis kredit konsumsi. Pemilihan akses pada BRI dan BCA dikarenakan kepentingan transaksi usaha dan fasilitas yang memadai. Pemilihan akses pinjaman pada BTPN Syariah dikarenakan pada tahun 2011 bank tersebut mengadakan program pemberian pinjaman dengan berbasis pinjaman kelompok seperti halnya pinjaman program pemerintah yakni SPP. Akses pinjaman rumah tangga pada lembaga keuangan pun mayoritas pada lembaga keuangan informal khususnya SPP dengan partisipasi sebesar 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa pinjaman bergulir SPP dapat diakses oleh semua rumah tangga karena mudahnya persyaratan pengajuan pinjaman SPP dan tidak adanya jaminan atau agunan yang diperlukan hanya berupa simpanan yang disebut tabungan tanggung renteng sebesar 10 persen dari jumlah pinjaman. Berdasarkan survei sebagian besar responden 36,67 tetap memilih untuk meminjam pada SPP karena alasan tidak adanya jaminan dan persyaratan pengajuan yang mudah. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 5.10. Tabel 5.10 Alasan Mengajukan Pinjaman pada SPP Alasan Meminjam pada SPP Persentase Persyaratan yang mudah dan jangka waktu pembayaran lama 30 Jangka waktu pembayaran yang lama 13,33 Tidak adanya jaminanagunan dan persyaratan pengajuan mudah 36,67 Tidak adanya jaminanagunan dan sistem tanggung renteng 13,33 Sistem tanggung renteng dan jangka waktu pembayaran lama 6,67 TOTAL 100 Rumah tangga dapat memperoleh jumlah pinjaman yang jauh lebih besar jika mendapatkan akses pinjaman pada lembaga formal bank dibandingkan dengan mengajukan pinjaman pada lembaga informal SPP. Namun, karena akses pinjaman pada bank mensyaratkan adanya jaminan yang dirasakan berat untuk dipenuhi oleh rumah tangga, maka rumah tangga lebih memilih mengajukan pinjaman pada SPP. Hal ini dikarenakan tidak memerlukan adanya jaminan walaupun jumlah pinjaman yang diperoleh tidak sebesar jika dibandingkan meminjam pada bank. Penggunaan pinjaman oleh rumah tangga dari tiap lembaga keuangan dapat dilihat pada Gambar 5.6. Gambar 5.6 Penggunaan Pinjaman pada setiap Lembaga Keuangan Berdasarkan hasil survei seperti yang terlihat pada Gambar 5.6 sebagian besar rumah tangga yang memiliki akses pinjaman pada lembaga formal menggunakan dana pinjaman untuk kebutuhan konsumtif sebesar 57,14 persen. Pinjaman yang diperoleh dari lembaga formal bank relatif besar sehingga pada umumnya merupakan jenis kredit konsumsi yang digunakan untuk membangun rumah atau membeli kendaraan. Adapun untuk akses pinjaman dari lembaga keuangan informal, mayoritas rumah tangga menggunakan dana pinjaman untuk kebutuhan usaha yaitu sebesar 57,57 persen. Hal ini menunjukkan lembaga 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Formal Bank Semi Formal Informal Gabungan Konsumsi Produksi keuangan informal seperti SPP dengan jumlah pinjaman yang jauh lebih kecil dibandingkan lembaga keuangan formal bank justru mampu mengembangkan usaha. Hal ini dikarenakan jumlah pinjaman yang relatif kecil sehingga rumah tangga mengalokasikan hanya untuk kepentingan usaha. Oleh karena itu, adanya pinjaman bergulir SPP program pemerintah dapat membantu mendorong perkembangan UMKM. Dalam pelaksanaan penyaluran pinjaman bergulir SPP, tidak semua anggota SPP memperoleh pinjaman sesuai dengan jumlah pinjaman yang diajukan atau disebut dengan istilah credit rationing. Credit rationing juga merupakan indikator keragaan penyaluran pinjaman, yaitu suatu kondisi adanya perbedaan antara nilai pinjaman yang diinginkan pengajuan dengan nilai pinjaman yang terealisasi. Hasil survei terdapat 23 persen responden memperoleh pinjaman dengan jumlah yang lebih rendah dari jumlah pengajuan pinjaman. Ini disebabkan karena adanya kemacetan pengembalian pinjaman pada guliran pinjaman sebelumnya. Jumlah pinjaman yang diperoleh 25 persen lebih rendah dari pinjaman yang diajukan oleh responden yang mengalami credit rationing. Gambar 5.7 Credit Rationing dalam Penyaluran Pinjaman SPP 23 77 Mengalami Credit Rationing Tidak Mengalami Credit Rationing

5.6 Pendapatan Rumah Tangga

Dokumen yang terkait

Efektivitas Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan di Desa Tigalingga Kecamatan Tigalingga Kabupaten Dairi

8 81 118

Dampak Program Dana Bergulir PNPM Mandiri Perkotaan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat di Kecamatan Medan Kota

0 95 100

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan (Studi Pada Simpan Pinjam Perempuan/SPP di Desa Napagaluh, Kec. Danau Paris, Kabupaten Aceh Singkil)

4 34 146

Disfungsi Pelaksanaan Simpan Pinjam Bagi Perempuan (SPP) Dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-Mpd) di Desa Batu Anam, Kecamatan Rahuning, Kabupaten Asahan

1 44 87

Efektivitas Pelaksanaan Kegiatan Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Pedesaan Di Desa Longkotan Kecamatan Silima Pungga-Pungga Kabupaten Dairi

2 64 128

Efektivitas Pelaksanaan Program Simpan Pinjam Perempuan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan di Kecamatan Bangun Purba Kabupaten Deli Serdang

5 58 146

Tingkat partisipasi perempuan terhadap simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) program nasional pemberdayaan masyarakat mandiri (PNPM M) perdesaan

0 15 110

Partisipasi perempuan dalam kegiatan simpan pinjam kelompok perempuan (SPP) (kasus PNPM Mandiri perdesaan di salah satu desa di kabupaten Banyumas)

0 5 181

Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Dalam Meningkatkan Status Ekonomi Keluarga Miskin

4 69 162

Kegiatan Simpan Pinjam Khusus Perempuan (SPP) Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan Di Kecamatan Padang Gelugur Kabupaten Pasaman.

0 0 6