Dampak Perguliran Dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) PNPM Mandiri Perdesaan terhadap Perkembangan UMKM : Studi Kasus Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Program ekonomi yang dijalankan negara-negara Sedang Berkembang (NSB) termasuk Indonesia sering berorientasi kepada peningkatan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) semata. Pertumbuhan PDB yang tinggi tidak bisa menjamin peningkatan kesejahteraan masyarakat. Bahkan terkadang peningkatan PDB hanya dinikmati oleh segelintir orang saja. Tetapi keberhasilan pembangunan ekonomi juga harus disertai dengan menurunnya tingkat pengangguran, pemerataan distribusi pendapatan antar golongan masyarakat dan menurunnya jumlah penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang mengukur kemiskinan menggunakan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, angka kemiskinan di Indonesia mengalami penurunan sebesar 0,13 juta orang (0,13 %) dari 30,02 juta orang penduduk miskin (12,49 % dari total penduduk) pada Maret 2011 menjadi 29,89 juta jiwa (12,36 % dari total penduduk) pada September 2011 dengan garis kemiskinan sebesar Rp 211.726 per kapita perbulan (BPS, 2012). Hal ini disebabkan adanya peningkatan produksi industri manufaktur mikro dan kecil pada Triwulan I sebesar 1,26 persen menjadi 2,21 persen pada Triwulan III. Berdasarkan data BPS jumlah penduduk miskin perdesaan di Provinsi Banten pada September 2011 mencapai 355.750 jiwa (BPS, 2012). Konsekuensi dari kemiskinan adalah tidak adanya kesempatan bagi penduduk miskin untuk mengakses kebutuhan pendidikan, kesehatan, penguasaan teknologi, dan kurangnya keterampilan.
(2)
Di Indonesia Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting terhadap perekonomian nasional terutama sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja atau pendapatan dan penanggulangan kemiskinan. UMKM mampu menyerap tenaga kerja sebesar 99,40 juta orang pada tahun 2010 atau 99,72 persen tenaga kerja bergerak pada sektor UMKM (Kemenkop, 2011). UMKM mampu membuktikan ketahanan sebagai landasan perekonomian Indonesia dengan memiliki fleksibilitas yang tinggi dalam menghadapi perubahan kondisi pasar yang cepat baik pada masa krisis ekonomi tahun 1997/1998 maupun pada tahun 2008. Hal ini dikarenakan UMKM berlandaskan pada pemberdayaan ekonomi lokal sehingga tidak terpengaruh dengan adanya krisis.
Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha dan Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Skala Usaha Tahun 2009 – 2010
Skala Usaha
Tahun 2009 Tahun 2010
Unit Usaha (unit)
Tenaga Kerja (orang)
Unit Usaha (unit)
Tenaga Kerja (orang)
Usaha Mikro 52.176.795 90.012.694 53.207.500 93.014.759
Usaha Kecil 546.675 3.521.073 573.601 3.627.164
Usaha Menengah 41.133 2.677.565 42.631 2.759.852
Total UMKM 52.764.603 96.211.332 53.823.732 99.401.775
Usaha Besar 4.677 2.674.671 4.838 2.839.711
Sumber : Kementerian Koperasi dan UMKM 2011
Jumlah unit UMKM pada tahun 2010 mencapai 53,82 juta unit usaha dan didominasi oleh skala usaha mikro sebesar 98,85 persen yang merupakan usaha rumah tangga, pedagang kaki lima dan jenis usaha mikro lain yang bersifat informal. Pada skala usaha mikro inilah paling banyak menyerap tenaga kerja (pro job) dan mampu menopang peningkatan taraf hidup masyarakat (pro poor). Dengan demikian, adanya perkembangan dan kemajuan UMKM akan sangat
(3)
membantu dalam mengatasi kemiskinan. Namun yang telah memperoleh kredit dari perbankan hanya sekitar 37,36 persen atau 19,1 juta unit usaha (Kemenkop, 2011). Salah satu upaya yang dilakukan dalam mengentaskan kemiskinan adalah memberdayakan UMKM melalui akses pembiayaan yang mudah dan tanpa jaminan. Hal ini karena permasalahan utama yang dihadapi UMKM adalah permodalan (Kusmuljono, 2009).
Pada awalnya program pembangunan orientasinya tidak bersamaan dengan program penanggulangan kemiskinan. Tetapi saat ini program-program pembangunan yang dilakukan pemerintah orientasinya sudah bersamaan dengan penanggulangan kemiskinan. Hal ini sesuai dengan Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia yaitu penanggulangan kemiskinan. Prioritas untuk mengatasi kemiskinan yaitu dengan memperluas kesempatan kerja melalui pendekatan pemberdayaan, meningkatkan infrastruktur, dan memperkuat sektor pertanian. Tindakan khusus yang dapat dilakukan yaitu dengan meningkatkan fasilitas kredit untuk mendorong perkembangan dan pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Hal ini dikarenakan permasalahan utama yang dihadapi UMKM yaitu mengenai kesulitan permodalan. Proses pembangunan akan berjalan optimal jika berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat dengan memperhatikan kesetaraan gender. Hal ini sesuai dengan salah satu tujuan pembangunan milenium (MDGs) di Indonesia yakni mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan.
Pemerintah Indonesia mencanangkan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri pada tanggal 30 April 2007 di Kota Palu Sulawesi. PNPM Mandiri ini terdiri dari PNPM Mandiri Perdesaan, PNPM Mandiri
(4)
Perkotaan dan PNPM Mandiri wilayah khusus dan desa tertinggal. Berdasarkan Kebijakan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2008, PNPM merupakan salah satu upaya pemerintah untuk mendorong akselerasi penurunan kemiskinan dan pengangguran yang berbasis pemberdayaan masyarakat. PNPM bertujuan meningkatkan kualitas dan kapasitas masyarakat menuju kemandirian dalam pembangunan dengan pelaksanaannya dari, oleh dan untuk rakyat. Alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) PNPM 80 persen bersumber dari APBN dan 20 persen dari APBD.
PNPM Mandiri Perdesaan merupakan program percepatan penanggulangan kemiskinan di perdesaan secara terpadu dan berkelanjutan melalui pemberdayaan masyarakat yang merupakan pengembangan dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah berlangsung pada tahun 1998 (PNPM Mandiri Perdesaan, 2007). Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan secara garis besar terbagi dalam lima jenis kegiatan, yaitu kegiatan infrastruktur, pendidikan, kesehatan, Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) dan kegiatan peningkatan kapasitas Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Salah satu program kegiatan pada PNPM Mandiri Perdesaan yang memberikan fasilitas kredit yang mudah untuk perkembangan UMKM dengan memfokuskan pada pemberdayaan perempuan yaitu program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP).
(5)
Tabel 1.2 Rekapitulasi Hasil Kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun Anggaran 2011 Periode Desember 2011
Jenis Kegiatan Jumlah Usulan
Sumber Dana Asal Usulan Kegiatan BLM
(Rp.Milyar)
Swadaya (Rp.Milyar)
Campuran (Orang)
Perempuan (Orang)
Infrastruktur 36.892 5.460,66 175,06 23.841 10.839
Pendidikan 2.521 104,71 2,52 579 1.819
Kesehatan 1.074 32,14 1,29 61 965
Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
24.582 960,45 3,46 211 23.206
Usaha Ekonomi Produktif (UEP)
147 6,41 0,17 20 118
Jumlah Total 65.216 6.564,39 182,51 24.712 36.947
Sumber : PNPM Mandiri Perdesaan 2012
Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) merupakan pinjaman modal usaha tanpa agunan dalam bentuk perguliran dengan kegiatan pengelolaan simpanan dan pinjaman melalui pembentukan kelompok perempuan. Kegiatan SPP mendapatkan alokasi dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kedua terbesar setelah kegiatan infrastruktur yaitu sebesar 960,45 milyar rupiah. Keharusan individu berkelompok dengan individu yang lainnya dalam memperoleh pinjaman SPP menyebabkan terciptanya mekanisme kontrol antara anggota satu dengan anggota lainnya dalam sebuah kelompok. Besarnya pinjaman disesuaikan dengan permintaan yang diajukan dalam proposal. Dalam pelaksanaannya, kegiatan SPP ini tidak boleh hanya kegiatan meminjam, tetapi didalamnya harus ada kegiatan menabung. Hal ini dikarenakan pada dasarnya SPP bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup kaum perempuan. Kontribusi perempuan sebagai pelaku Usaha Kecil Menengah (UKM) mencapai 60% - 80% dari jumlah 46 - 49 juta pelaku UKM pada tahun 2008 (BPS,2008).
(6)
1.2 Perumusan Masalah
Pemerintah Indonesia sudah banyak menjalankan berbagai program dalam memperkuat pendanaan UMKM melalui pemberian kredit untuk mendorong perkembangan UMKM. Namun, masih sedikit skim kredit program pemerintah yang memfokuskan pada pemberdayaan perempuan. Kelompok usaha di perdesaan pada umumnya merupakan UMKM yang tidak memiliki aset yang cukup dan memiliki status tidak berbadan hukum. Hal inilah yang menyebabkan sulitnya UMKM untuk memperoleh akses kredit perbankan. Oleh karena itu, pemerintah memberikan fasilitas kredit Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang merupakan kegiatan pengembangan ekonomi PNPM Mandiri Perdesaan. SPP merupakan pinjaman yang mudah dan tanpa agunan bagi Rumah Tangga Miskin (RTM) untuk pengembangan usahanya.
SPP memperoleh alokasi dana 25 persen dari total dana BLM dalam PNPM Mandiri Perdesaan. Alokasi dana SPP di provinsi Banten sebesar 1-3 miliar rupiah per kecamatan dengan jumlah pemanfaat dana SPP tahun anggaran 2010 mencapai 928 ribu orang perempuan dengan sebanyak 711 ribu orang berasal dari RTM atau sebesar 77 persen. Kabupaten Lebak memperoleh dana BLM PNPM tahun 2011 sebesar 69 miliar rupiah yang disalurkan pada 27 kecamatan dan 329 desa (PNPM Lebak, 2011). Deputi Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Kemenko Kesra, menyatakan bahwa anggaran PNPM Mandiri pada tahun 2009 yaitu sebesar Rp 9,9 triliun, mengalami peningkatan pada tahun 2010 sebesar Rp 12 triliun dan pada tahun 2011 mengalami penurunan menjadi Rp 11,8 triliun.
(7)
Tabel 1.3 Perkembangan Pembiayaan Mikro Kegiatan Simpan Pinjam Kelompok Perempuan (SPP) Provinsi Banten Tahun Anggaran 2008-2009
Periode Alokasi Pinjaman
(Rp.Juta)
Realisasi Pengembalian Persentase (%) Pokok
(Rp.Juta)
Bunga (Rp.Juta)
Desember 2009 116.654,45 65.047,76 13.282,79 88
Maret 2009 63,35 40,64 8,35 87,48
Desember 2008 54,37 33,91 6,96 86,94
Maret 2008 33,57 19,56 4,06 85,76
Sumber : PNPM Mandiri Persesaan 2010
Berdasarkan Tabel 1.3 pembiayaan mikro kegiatan SPP di provinsi Banten mengalami peningkatan dari periode Maret 2008 hingga Desember 2009. Hal ini terlihat dari alokasi jumlah pinjaman tiap periode yang mengalami peningkatan. Selain peningkatan jumlah pinjaman, tingkat pengembalian dana SPP pun mengalami peningkatan dari 85,76 persen pada periode Maret 2008 menjadi 88 persen pada Desember 2009. Hal ini menunjukkan kelancaran pengembalian pinjaman bergulir SPP di provinsi Banten tergolong cukup lancar dan terus meningkat. Pemilihan Kecamatan Cimarga sebagai lokasi penelitian dilandaskan pada tingkat pengembalian SPP selama kurun waktu 2011 tergolong relatif lancar yaitu mencapai 90 persen dibandingkan dengan kecamatan lainnya yang ada di Kabupaten Lebak. Tingkat pengembalian SPP yang cukup tinggi ini didorong oleh meningkatnya kesadaran masyarakat khususnya penerima dana pinjaman SPP.
Peningkatan alokasi jumlah pinjaman dan kelancaran tingkat pengembalian diharapkan dapat memberikan dampak terhadap perkembangan UMKM. Skim kredit program pemerintah untuk mendorong perkembangan UMKM yang memfokuskan pada pemberdayaan perempuan masih relatif sedikit. Selain itu, adanya kendala yang harus diperbaiki mengenai pemahaman keliru di
(8)
masyarakat yang memandang SPP sebagai dana pemberian pemerintah seperti halnya Bantuan Langsung Tunai (BLT). Oleh karena itu, ada beberapa permasalahan yang akan dijawab dalam penelitian ini, yaitu :
1. Bagaimana keragaan penyaluran pinjaman bergulir program SPP bagi UMKM di Kecamatan Cimarga ?
2. Bagaimana dampak perguliran dana SPP PNPM Mandiri Perdesaan terhadap perkembangan UMKM di Kecamatan Cimarga ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi keragaan penyaluran pinjaman bergulir program SPP bagi UMKM di Kecamatan Cimarga dilihat dari tingkat pengembalian pinjaman. 2. Menganalisis dampak perguliran dana SPP PNPM Mandiri Pedesaan terhadap
perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator omset usaha, keuntungan dan penyerapan tenaga kerja.
1.4 Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan program Simpan Pinjam Perempuan (SPP), yaitu :
1. Bagi masyarakat khususnya kaum perempuan diharapkan dapat memberikan pemahaman mengenai manfaat adanya perguliran dana SPP sebagai langkah dalam upaya meningkatkan pemberdayaan ekonomi perempuan.
(9)
2. Bagi pemerintah sebagai bahan masukan dalam menyusun kebijakan untuk pengembangan atau penyaluran modal program simpan pinjam kelompok perempuan dalam mengatasi kemiskinan dan perkembangan UMKM.
3. Bagi Fasilitator Desa dapat dijadikan sebagai masukan dalam memaksimalkan pengelolaan perguliran dana SPP.
4. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai upaya penanggulangan kemiskinan melalui perguliran dana SPP yang berdampak pada perkembangan UMKM.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengkaji dampak perguliran dana dari pelaksanaan salah satu program kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan yaitu kegiatan Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Jumlah anggota kelompok SPP yang dijadikan sebagai sampel sebanyak 30 orang berdasarkan proporsi jumlah kelompok pada tiga desa yaitu Desa Margajaya, Desa Cimarga dan Desa Girimukti. Pemilihan ketiga desa ini berdasarkan keragaman jenis usaha yang dijalankan sehingga jenis usaha yang ada dapat terwakili semua. Anggota yang menjadi sampel/responden adalah anggota kelompok SPP yang menerima dana pinjaman SPP pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011. Pengkajian dilakukan dengan analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda yaitu persamaan simultan dengan metode Two
(10)
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Konsep Kredit
Kredit berasal dari bahasa Yunani yaitu credere yang berarti kepercayaan. Secara umum memiliki arti kreditur (pihak yang memiliki modal/dana) memberikan kepercayaan (kredit/credere) kepada debitur (pihak yang meminjam dana) untuk mengelola sejumlah dana untuk diputarkan agar dapat menghasilkan. Dengan demikian istilah kredit memiliki arti khusus yaitu meminjamkan uang (atau penundaan pembayaran) (Suyatno et.al, 2007). Menurut Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga imbalan.
Untung (2000) mengatakan bahwa kredit memiliki empat unsur yaitu kepercayaan, tenggang waktu, tingkat resiko dan objek kredit (uang atau modal). Kepercayaan berarti pemberi kredit yakin bahwa dana yang diberikan kepada penerima kredit akan kembali dalam jangka waktu tertentu di masa yang akan datang. Kredit dalam perekonomian mempunyai fungsi diantaranya untuk meningkatkan daya guna uang, meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang, meningkatkan perkembangan usaha dan meningkatkan pemerataan pendapatan. Kredit dapat dibedakan menurut berbagai kriteria, yaitu diantaranya dari segi tujuan penggunaannya dan skala sektor usaha yang dijalani. Berdasarkan tujuan penggunaannya, kredit dikelompokkan menjadi tiga yaitu :
1. Kredit konsumtif, yaitu kredit yang diberikan kepada perseorangan untuk membiayai keperluan konsumsi sehari-hari.
(11)
2. Kredit produktif, baik kredit investasi maupun kredit modal kerja. Kredit investasi adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan modal tetap, yaitu peralatan produksi, gedung dan mesin-mesin. Sedangkan kredit modal kerja adalah kredit yang ditujukan untuk pembiayaan kebutuhan dunia usaha akan modal kerja yang berupa persediaan bahan baku, persediaan produk akhir dalam proses produksi.
3. Perpaduan antara kredit konsumtif dan kredit produktif (semi konsumtif dan semi produktif).
Berdasarkan besar-kecilnya skala sektor usaha yang dijalani, kredit dapat dikelompokkan menjadi empat jenis yaitu :
1. Kredit usaha mikro, yaitu kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro yang dimiliki dan dijalankan dengan plafon kredit maksimal sebesar Rp 50 juta.
2. Kredit usaha kecil, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang digolongkan sebagai pengusaha kecil dengan plafon kredit maksimum sebesar Rp 500 juta.
3. Kredit usaha menengah, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha skala usaha menengah dengan plafon kredit diatas Rp 500 juta sampai dengan Rp 5 miliar.
4. Kredit usaha besar, yaitu kredit yang diberikan kepada pengusaha yang asetnya lebih besar daripada pengusaha skala menengah.
2.1.1 Kredit Mikro
Berdasarkan kesepakatan Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat dan Gubernur BI tentang Penanggulangan Kemiskinan Melalui Pemberdayaan dan
(12)
Pengembangan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah No. 11/KEP/MENKO/KESRA/IV/2002 dan No. 4/2/KEP/GBI/2002 Tanggal 22 April 2002, definisi kredit mikro adalah kredit yang diberikan kepada nasabah usaha mikro baik langsung maupun tidak langsung yang dimiliki dan dijalankan oleh penduduk miskin dengan kriteria penduduk miskin menurut BPS yaitu berdasarkan konsep kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar, dengan plafon kredit maksimal Rp 50 juta (Adi, 2007).
Menurut definisi yang dipakai dalam Microcredit Summit (1997), kredit mikro adalah program pemberian kredit berjumlah kecil kepada warga miskin untuk membiayai kegiatan produktif yang dikerjakan sendiri agar menghasilkan pendapatan, yang memungkinkan mereka peduli terhadap diri sendiri dan keluarganya. Sedangkan Bank Indonesia mendefinisikan kredit mikro sebagai kredit yang diberikan kepada para pelaku usaha produktif baik perorangan maupun kelompok yang mempunyai hasil penjualan paling banyak Rp 100 juta per tahun (Ashari, 2006).
Pembiayaan mikro merupakan hal yang penting dalam perkembangan UMKM khususnya dalam meningkatkan jumlah produksi. UMKM merupakan jenis skala usaha dengan karakteristik modal yang relatif kecil, sehingga dengan adanya penambahan modal dari pembiayaan mikro akan menyebabkan peningkatkan output dengan jumlah yang lebih besar dibandingkan jumlah penambahan modalnya. Penambahan modal sebesar ΔC dari pembiayaan mikro akan meningkatkan jumlah output sebesar ΔQ. Dalam istilah ekonomi hal ini disebut increasing return to scale. Prinsip peningkatan jumlah output yang besar dengan adanya penambahan modal yang sedikit diperoleh dari kurva fungsi
(13)
produksi, seperti yang diilustrasikan pada gambar 2.1. Selain itu dalam ekonomi terdapat prinsip pengurangan margin laba dari modal (diminishing marginal
return of capital) yaitu perusahaan dengan modal relatif kecil yakni UMKM
seharusnya memperoleh laba yang lebih tinggi pada investasi modal mereka daripada perusahaan dengan modal besar. Ketika perusahaan menginvestasikan lebih banyak modal, maka setiap unit tambahan modal akan menghasilkan tambahan laba yang terus berkurang. UMKM memiliki margin laba yang lebih besar (MRi) daripada usaha skala besar (MRt) (Kusmuljono, 2009).
Sumber : Kusmuljono (2009)
Gambar 2.1 Dampak Penambahan Modal terhadap Output pada Fungsi Produksi
2.1.2 Teori Permintaan dan Penawaran Kredit
Menurut Stiglitz dalam (Zeller, 2006) credit crunch merupakan suatu kondisi terjadi penurunan penawaran kredit perbankan akibat menurunnya keinginan bank dalam menyalurkan kredit pada suku bunga yang berlaku. Hal ini terlihat dari meningkatnya spread yaitu selisih suku bunga pinjaman dan suku bunga dana dan semakin sulitnya persyaratan untuk memperoleh kredit. Dalam
Capital MRi
Output
MRt MRi : Marginal Return for poorer
entrepreneur.
MRt : Marginal Return for richer entrepreneur.
(14)
kondisi terparah, credit crunch terjadi dalam bentuk credit rationing yaitu suatu kondisi nasabah tidak mendapatkan kredit dari bank pada suku bunga berapapun.
Faktor yang menyebabkan penurunan penawaran kredit yaitu menurunnya tingkat kelayakan kredit (creditworthiness) dari debitur akibat melemahnya kondisi keuangan perusahaan. Hal ini menyebabkan debitur dengan tingkat kelayakan kredit yang sama akan terkena credit rationing yaitu pembatasan terhadap kredit untuk sektor tertentu (kredit konsumsi) atau kelompok debitur tertentu (usaha kecil). Selain itu, debitur yang layak memperoleh kredit juga akan ditolak karena bank tidak memiliki informasi yang lengkap mengenai data keuangan calon debitur. Penurunan penawaran kredit mendorong kenaikan suku bunga pinjaman dan ketatnya persyaratan kredit. Hal ini diakibatkan persoalan informasi yang membuat bank tidak dapat membedakan kualitas debitur mengenai tingkat resiko kredit sehingga bank cenderung lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit dan tingkat suku bunga bukan pertimbangan utama dalam memberikan kredit. Meskipun suku bunga kredit tinggi karena adanya penurunan penawaran kredit, akan tetapi permintaan terhadap kredit tetap tinggi.
Gambar 2.2 Penurunan Kredit Akibat Menurunnya Penawaran Kredit
Suku bunga kredit
Kuantitas Kredit r2
r1
S2
S1
D
(15)
2.1.3 Asymmetry Information di Pasar Kredit
Pendekatan new-Keynesian mengemukakan bahwa pada dasarnya pasar kredit berjalan tidak sempurna (imperfect market) terutama dengan adanya informasi yang asimetri antar pelaku pasar. Informasi yang asimetri menyebabkan terjadinya tindakan moral hazard yaitu penggunaan kredit untuk tujuan lain yang berisiko tinggi. Selain itu juga, timbul persoalan adverse selection yaitu menurunnya kualitas kelayakan kredit debitur. Gambar 2.3 mengilustrasikan hubungan antara permintaan dan penawaran kredit. Pada pasar kredit yang sempurna, dimana tidak adanya informasi yang asimetri maka debitur dapat memperoleh kredit berapapun yang diperlukan pada suku bunga riil r sehingga kurva penawaran merupakan garis horizontal r. Pada kondisi ini, keseimbangan kredit berada pada perpotongan kurva permintaan dan penawaran kredit yaitu K1.
Sumber : Kusmiarso, et.al (2001)
Gambar 2.3 Pasar Kredit dalam Kondisi Informasi yang Asimetri Dalam kondisi pasar kredit yang tidak sempurna, kebutuhan modal dapat dipenuhi dari modal sendiri yaitu sebesar F. Akan tetapi ketika kebutuhan modal
S
D Biaya dana (bunga kredit)
Jumlah kredit r + p
r
(16)
sudah tidak dapat dipenuhi dari modal sendiri, maka diperlukan tambahan modal eksternal yang lebih besar (kredit) sehingga kurva S menjadi berslope positif. Semakin besar modal eksternal yang diperlukan, semakin besar peluang terjadi moral hazard sehingga premi yang dikenakan makin besar (r + p). dalam kondisi tersebut, keseimbangan kredit menjadi K2 yang lebih rendah dari kondisi pasar kredit yang sempurna dimana informasi sempurna antar dua belah pihak (K1).
Apabila permasalahan adverse selection tidak dapat diatasi akibat informasi yang asimetri atau tidak sempurna, maka bank tidak lagi dapat membedakan kualitas debitur mengenai kelayakan kredit sehingga kurva penawaran kredit menjadi condong kebelakang (backward bending) sebelum memotong kurva permintaan kredit. Hal ini menyebabkan debitur terkena credit
rationing yaitu tidak terjadinya keseimbangan antara permintaan dan penawaran
kredit pada suku bunga yang berlaku.
Sumber : Kusmiarso, et.al (2001)
Gambar 2.4 Credit Rationing dalam Pasar Kredit
Biaya dana (bunga)
Jumlah kredit D
r S
(17)
2.1.4 Teori Group Lending
Kredit berbasis kelompok atau dikenal dengan group lending merupakan pemberian kredit kepada individu-individu yang tergabung dalam sebuah kelompok sehingga dapat memiliki akses terhadap permodalan dalam sebuah program. Program yang dilaksanakan biasanya ditujukkan bagi masyarakat miskin yang tidak memiliki agunan untuk memperoleh kredit. Menurut Zeller dan Simtowe (2006) kredit berbasis kelompok ini dibuat untuk individu tetapi semua anggota kelompok bertanggungjawab terhadap pembayaran kredit tersebut (joint
liability lending). Berdasarkan kewajiban dan tanggung jawab pinjaman bersama
maka setiap anggota yang tidak mengalami kesulitan dapat membantu membayar anggota lain yang mengalami kegagalan bayar (intra-group asuransi). Ukuran keberhasilan program pinjaman kelompok dapat dilihat dari tingkat pengembalian. Manfat positif yang dapat diperoleh jika menggunakan sistem kredit berbasis kelompok (group lending) dengan skema pembiayaan joint liability
lending diantaranya mengurangi masalah adverse selection, dimana pada saat
pembentukan kelompok memperhatikan mengenai kelayakan kredit sehingga dapat mencegah kredit yang beresiko tinggi. Selain itu, dapat mengurangi masalah
moral hazard, yaitu masing-masing anggota saling mengawasi dan memantau satu
sama lain untuk memastikan bahwa anggota menggunakan dana kredit untuk kegiatan produktif sehingga akan menjamin pembayaran kredit. Anggota diwajibkan untuk saling memantau untuk menjamin akses kredit di masa mendatang. Apabila terdapat anggota yang tidak bersedia membayar pinjaman maka anggota lain dapat mengenakan sanksi sosial dan tekanan dari semua anggota (Zeller dan Simtowe, 2006).
(18)
2.1.5 Skim Kredit Program Pemerintah
Keberhasilan UMKM di Indonesia tidak terlepas dari dukungan dan peran pemerintah dalam mendorong penyaluran kredit kepada UMKM. Berdasarkan Info UMKM dalam website resmi Bank Indonesia (www.bi.go.id), berbagai skim kredit/pembiayaan UMKM diluncurkan oleh pemerintah dikaitkan dengan tugas dan program pembangunan ekonomi pada sektor-sektor usaha tertentu, misalnya ketahanan pangan, perternakan dan perkebunan. Peran pemerintah dalam skim-skim kredit UMKM ini adalah pada sisi penyediaan dana APBN untuk subsidi bunga skim kredit tersebut, sedangkan dana kredit/pembiayaan seluruhnya berasal dari bank-bank yang ditunjuk pemerintah sebagai bank pelaksana. Selain itu pemerintah berperan dalam mempersiapkan UMKM agar dapat dibiayai dengan skim tersebut, menetapkan kebijakan dan prioritas usaha yang akan menerima kredit, melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit, dan memfasilitasi hubungan antara UMKM dengan pihak lain.
Skim kredit program pemerintah yang terkenal di masyarakat yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR) yang diperuntukkan bagi UMKM yang layak mendapatkan fasilitas kredit, namun tidak mempunyai agunan yang cukup untuk persyaratan kredit perbankan. Tujuan akhir diluncurkan program KUR adalah pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Selain KUR, skim kredit program pemerintah yang lainnya yaitu Kredit Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) dan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS). Pemerintah juga melakukan program pembiayaan untuk usaha produktif yaitu Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) yang diberikan pada perempuan rumah tangga miskin (Kusmuljono, 2009).
(19)
2.1.6 Konsep Lembaga Keuangan Mikro (LKM)
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) merupakan alat atau wadah untuk pemberdayaan potensi rakyat yang berbasis pada kemampuan ekonomi rakyat dengan pendekatan kebersamaan sebagai bagian integral dalam memperkuat perekonomian nasional (Adi, 2007). LKM berfungsi sebagai penyedia jasa keuangan bagi pengusaha kecil dan mikro. Oleh karena itu keberadaan LKM menjadi sangat penting sebagai solusi untuk mengatasi kesulitan permodalan UMKM dalam mengakses kredit di lembaga formal. LKM merupakan lembaga yang mampu memenuhi kebutuhan modal UMKM karena mampu menyesuaikan dengan karakteristik UMKM yang cenderung dianggap tidak bankable oleh sektor perbankan komersial. Kinerja LKM dapat dilihat dari tiga aspek yang saling berkaitan yaitu keberlanjutan dari pelaksanaan pemberian kredit yang dilihat secara jangka panjang, keterjangkauan dan dampak dari keberadaan LKM dengan melihat dampak dari program yang sedang dijalankan oleh LKM terhadap kualitas kehidupan masyarakat. (Zeller dan Meyer, 2002).
Secara umum LKM di Indonesia dikelompokkan menjadi dua jenis berdasarkan sifatnya yaitu LKM formal dan LKM informal. LKM formal terdiri dari bank dan non bank. LKM informal dikelompokkan menjadi tiga, yaitu LKM yang dibentuk oleh pemerintah, seperti Badan Kredit Desa (BKD), LKM yang dibentuk berdasarkan inisiatif masyarakat, seperti Baitul Maal Wa Tamwil (BMT) dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dan LKM pendukung program pemerintah, seperti Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.
(20)
Sumber : Adi (2007)
Gambar 2.5 Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di Indonesia
2.2 Konsep Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM)
Sebagian besar dari jumlah UMKM di Indonesia terdapat di perdesaan sehingga diharapkan dapat menjadi penggerak pembangunan ekonomi perdesaan untuk menanggulangi kemiskinan dan mengurangi kesenjangan pembangunan antara perkotaan dan perdesaan. Selain itu, UMKM berperan penting dalam menyerap kelebihan tenaga kerja di perdesaan karena bersifat padat karya. Oleh karena itu, kemajuan pembangunan ekonomi perdesaan sangat ditentukan oleh kemajuan pembangunan UMKM. Pemberdayaan UMKM dalam konteks pembangunan ekonomi kerakyatan tidak terlepas dari peran semua pihak baik pengusaha, pendamping (fasilitator), pemerintah dan lembaga keuangan (Adi, 2007). Sebagian besar pengusaha mikro di Indonesia berusaha karena ingin memperoleh perbaikan penghasilan bukan karena peluang bisnis dan pangsa pasar yang besar. Hal ini karena tidak adanya kesempatan berkarier di bidang lain.
LKM
Formal
Non Formal
Bank
Non Bank
BPR, BRI unit, Mandiri Unit Mikro
KUD, KSP, Perum Pegadaian LKM yang dibentuk
pemerintah, yaitu BKD
LKM yang dibentuk atas inisiatif masyarakat, yaitu BMT, LSM. LKM pendukung program pemerintah, yaitu PPK, PNPM
(21)
Definisi UMKM diatur dalam UU No 20 Tahun 2008 tentang UMKM menggunakan kriteria nilai kekayaan atau aset bersih tanpa tanah dan bangunan atau hasil penjualan tahunan. Berdasarkan kriteria tersebut, usaha mikro merupakan unit usaha yang memiliki nilai aset paling banyak Rp 50 juta atau dengan hasil penjualan tahunan paling besar Rp 300 juta. Usaha kecil dengan nilai aset lebih dari Rp 50 juta sampai dengan Rp 500 juta atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga Rp 2,5 miliar. Sedangkan usaha menengah adalah unit usaha dengan nilai aset bersih lebih dari Rp 500 juta hingga Rp 10 miliar atau memiliki hasil penjualan tahunan diatas Rp 2,5 miliar hingga Rp 50 miliar. Selain itu, definisi UMKM menurut Badan Pusat Statistik (BPS) dengan berdasarkan pada kriteria jumlah pekerja. Menurut BPS, Usaha mikro adalah unit usaha dengan jumlah pekerja tetap hingga 4 orang. Usaha kecil merupakan unit usaha dengan jumlah pekerja antara 5 hingga 19 pekerja. Sedangkan usaha menengah mempunyai pekerja dari 20 hingga 99 orang pekerja.
Di Indonesia banyak ragam jenis sektor usaha pada skala UMKM. Secara garis besar jenis sektor usaha pada UMKM dikelompokkan dalam empat jenis, yaitu sebagai berikut :
1. Usaha Perdagangan. Meliputi keagenan, pengecer, ekspor/impor, dan sektor informal.
2. Usaha Pertanian. Meliputi usaha perkebunan, peternakan dan perikanan. 3. Usaha Industri. Meliputi industri makanan/minuman, pertambangan,
pengrajin dan konveksi.
4. Usaha Jasa. Meliputi jasa konsultan, perbengkelan, rumah makan, jasa transportasi dan jasa pendidikan.
(22)
2.2.1 Perkembangan UMKM
Di Indonesia UMKM lebih didominasi oleh usaha mikro yang sebagian besar berlokasi di perdesaan. Kegiatan produksi di usaha mikro khususnya pada produksi makanan, minuman dan kerajinan relatif mudah dilakukan. Hal ini karena kebutuhan modal awal yang sedikit, tidak membutuhkan pendidikan formal yang tinggi, dan tidak memerlukan tempat khusus untuk kegiatan produksi. Oleh karena itu, kegiatan produksi usaha mikro lebih banyak dilakukan oleh perempuan. Pendapatan dari kegiatan usaha mikro sangat penting baik sebagai sumber pendapatan utama maupun sebagai sumber pendapatan tambahan keluarga. Usaha mikro pada umumnya merupakan unit usaha sendiri tanpa pekerja
(self-employment) atau pemilik usaha melakukan semua pekerjaan sendiri
(Tambunan, 2009).
Sektor UMKM akan dapat berkembang lebih baik apabila tersedianya sumber permodalan dan pembiayaan yang mudah dijangkau dan adanya pendampingan untuk pembangunan kapasitas pengusaha (Kusmuljono, 2009). UMKM yang dapat menghasilkan produk berdaya saing adalah UMKM yang melakukan suatu strategi inovasi sehingga dapat berkembang dengan pesat. Tetapi pada umumnya UMKM di Indonesia mempunyai kelemahan dalam penguasaan teknologi, informasi dan kualitas SDM yang menyebabkan rendahnya produktivitas UMKM dan menghambat kemampuan berinovasi. Hal ini disebabkan tingkat pendidikan formal pengusaha yang rendah dan keterbatasan modal untuk melakukan inovasi. Selain itu, rendahnya tingkat pendidikan formal pengusaha di UMKM menyebabkan rendahnya tingkat keuntungan rata-rata usaha dan rendahnya daya saing UMKM. Tingkat kesejahteraan atau perkembangan
(23)
UMKM dapat diukur dengan menghitung tingkat produktivitas unit usaha yaitu rata-rata nilai penjualan atau omset per hari per unit usaha. Nilai omset merupakan nilai keseluruhan atas barang dan jasa yang diperdagangkan. Unit usaha yang memiliki nilai omset terus meningkat setiap tahunnya berarti permintaan pasar terhadap produknya terus meningkat. Ini menunjukkan unit usaha tersebut berdaya saing tinggi.
2.2.2 Permasalahan UMKM
Bantuan finansial yang dilakukan pemerintah secara langsung dalam bentuk pemberian skim kredit untuk UMKM dengan diikuti kebijakan publik yang tepat untuk memperbaiki fasilitas umum dan infrastruktur pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Hal ini karena UMKM mampu menciptakan kesempatan kerja lebih banyak daripada usaha besar. UMKM perdesaan memiliki kekuatan dalam menghadapi persaingan barang impor karena jaringan distribusi yang terjadi antara penjual dan masyarakat perdesaan (pembeli) dilandasi oleh hubungan sosial yang kuat.
Hambatan yang umum dihadapi UMKM di perdesaan yaitu keterbatasan modal, kesulitan pemasaran, distribusi, kesulitan pengadaan bahan baku, dan keterbatasan akses informasi mengenai peluang pasar. Rumitnya persyaratan kredit dan tingginya suku bunga kredit menjadi penyebab utama kesulitan UMKM mengakses kredit ke perbankan. Akibatnya modal yang digunakan oleh sebagian besar UMKM di perdesaan berasal dari uang/tabungan sendiri, bantuan dari saudara atau dari sumber informal. Keberhasilan pengusaha UMKM dalam mengelola dana secara efektif belum tentu berhasil mengelola uang dalam skala besar. Banyak industri kecil yang runtuh setelah mendapatkan kredit dalam
(24)
jumlah besar karena kesalahan dalam mengalokasikan dana pinjaman. Kredit yang seharusnya digunakan untuk usaha produktif justru dimanfaatkan untuk keperluan konsumtif. Hal ini disebabkan rendahnya kemampuan pengusah UMKM dalam berwirausaha sehingga terjadi kekeliruan alokasi dana pinjaman (Ismawan, 2001).
2.3 Pemberdayaan Perempuan
Pemberdayaan perempuan merupakan upaya meningkatkan kemampuan perempuan untuk memperoleh akses dan kontrol terhadap sumber daya, ekonomi, politik, sosial dan budaya agar perempuan dapat mengatur diri dan meningkatkan rasa percaya diri untuk mampu berperan dan berpartisipasi aktif dalam memecahkan masalah, sehingga mampu membangun kemampuan dan konsep diri. Salah satu penyebab ketidakberdayaan perempuan adalah ketidakadilan gender yang mendorong terpuruknya peran dan posisi perempuan di masyarakat.
Pemerintah telah menetapkan UU No. 25/2000 tentang Program Pembangunan Nasional yang didalamnya termasuk program-program di bidang pemberdayaan perempuan dan kesejahteraan. Pembangunan nasional di bidang pemberdayaan perempuan diwujudkan melalui peningkatan kualitas hidup perempuan, penggalakkan sosialisasi kesataraan dan keadilan gender dan penegakkan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi perempuan. Berkaitan dengan program pembangunan untuk perempuan, terdapat tiga program utama yang dilaksanakan secara sektoral oleh departemen dan lembaga, yang dikoordinasikan oleh Menteri Urusan Wanita yaitu Program Peningkatan Peranan Wanita Menuju Keluarga Sehat dan Sejahtera (P2WKSS), Program Bina Keluarga dan Balita (BKB) dan Program Peningkatan Pendapatan Bagi Perempuan melalui Industri Kecil. Sedangkan program pemberian modal yang dikhususkan pada perempuan
(25)
yaitu program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) pada program PNPM Mandiri Perdesaan (SMERU, 2003).
2.3.1 Pengusaha Perempuan di UMKM
Perkembangan kewirausahaan perempuan sangat berpotensi sebagai pendorong proses pemberdayaan prempuan dan transformasi sosial. Perkembangan kewirausahaan perempuan dipengaruhi oleh tekanan ekonomi (keuangan), lokasi geografi dan latar belakang sosial dan budaya. Semakin besar tekanan-tekanan ekonomi yang dihadapi seorang perempuan dalam kehidupannya, semakin besar kemungkinan perempuan untuk mencari pekerjaan atau membuka usaha sendiri. Di Indonesia pada umumnya perempuan perdesaan lebih sulit untuk mengembangkan jiwa kewirausahaannya dibandingkan perempuan di perkotaan. Hal ini karena perempuan di perdesaan menghadapi hambatan struktural dan kultural seperti kesulitan untuk mendapatkan pendidikan.
UMKM mempunyai peran yang lebih penting bagi pengusaha perempuan karena pada usaha mikro lebih banyak pengusaha perempuan dibandingkan jumlah pengusaha lelaki. Hal ini disebabkan di negara berkembang lebih banyak perempuan daripada lelaki yang terlibat di dalam kegiatan ekonomi informal. Perkembangan kewirausahaan perempuan khususnya di perdesaan berperan dalam pembangunan ekonomi dan kemajuan sosial di perdesaan. Perempuan pengusaha UMKM pada umumnya terdapat pada industri makanan dan minuman, tekstil dan pakaian jadi. Hal ini menandakan bahwa perempuan pengusaha cenderung melakukan bisnis yang tidak memerlukan pendidikan tinggi atau keahlian khusus dan tidak membutuhkan modal yang besar (Tambunan, 2009).
(26)
Karakteristik kewirausahaan perempuan di UMKM di Indonesia yaitu skala usaha yang kecil baik dalam volume produksi, modal, dan jumlah pekerja. Selain itu usaha yang dijalankan merupakan usaha atau kegiatan paruh waktu sehingga tetap dapat melakukan kewajiban utama untuk mengurus keluarga. Rintangan yang umum dihadapi pengusaha perempuan UMKM yaitu kesulitan mendapatkan pinjaman dari bank atau lembaga keuangan formal lainnya yang disebabkan rendahnya pendidikan perempuan terutama yang berlokasi di perdesaan. Sulitnya akses kredit berkaitan dengan hak kepemilikan aset sehingga pengusaha perempuan tidak mampu memenuhi persyaratan bank terkait jaminan atas pinjaman.
2.3.2 Pembiayaan Bagi Pengusaha UMKM Perempuan
Grameen Bank merupakan salah satu program kredit mikro yang khusus bagi kaum perempuan. Muhammad Yunus sebagai pendiri dan direktur pengelola Grameen Bank berhasil dalam menyalurkan kredit mikro tersebut. Sistem Grameen Bank menggunakan prinsip tanpa surat perjanjian dan tidak ada sanksi sehingga kepercayaan merupakan modal utama dalam pelaksanaannya. Sistem Grameen Bank menerapkan konsep pemberdayaan masyarakat miskin dengan memberikan kepercayaan penuh sehingga memiliki tanggung jawab yang kuat untuk menjadi nasabah yang baik. Grameen Bank bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan dengan berlandaskan pada pemberdayaan masyarakat miskin khususnya kaum perempuan (Yunus, 2007).
Grameen Bank menerapkan dua hal agar mencapai keberhasilan sebagai bank dalam program pengentasan kemiskinan yaitu menjangkau orang miskin dan menerapkan kedisiplinan pengembalian kredit dengan membangun sistem
(27)
“jaminan sosial”. Para peminjam adalah perempuan yang tidak punya tanah dan membentuk kelompok lima orang. Dua diantara yang termiskin mendapat pinjaman pertama. Sedangkan sisanya tiga orang baru akan mendapatkan pinjaman setelah dua orang pertama tadi mengembalikan pinjaman tersebut. Metode seperti ini menjadikan anggota kelompok saling membantu apabila ada anggota yang mengalami kesulitan.
Strategi yang diterapkan Grameen Bank yaitu memberikan pinjaman tanpa jaminan dan bunga rendah kepada masyarakat miskin. Selain itu, pembayaran cicilan dilakukan setiap hari agar tidak memberatkan anggota pada saat jatuh tempo. Nasabah Grameen Bank dikhususkan pada kaum perempuan. Hal ini karena pemberian pinjaman kepada kaum perempuan di Bangladesh ternyata memberikan dampak yang sangat besar terhadap peningkatan ekonomi keluarga dibandingkan kepada kaum laki-laki. Pembentukan kelompok dalam pemberian pinjaman juga merupakan faktor keberhasilan program kredit Grameen Bank.
2.4 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri merupakan program pembangunan berbasis masyarakat atau Community Driven
Development (CDD) sebagai upaya pemerintah dalam membangun kemandirian
masyarakat dan mendorong percepatan penurunan kemiskinan. PNPM Mandiri merupakan integrasi dan bertujuan untuk mengkoordinasikan program-program penanggulangan kemiskinan yang berbasis pemberdayaan masyarakat yang sudah dan sedang berjalan. Integrasi dilakukan dengan menggabungkan program yang telah terbukti efektif, yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) di wilayah perdesaan dan Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan (P2KP).
(28)
Berdasarkan Petunjuk Teknis Operasional (PTO) PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2008 (Peraturan Departemen Dalam Negeri Nomor : 414.2/ 316/ PMD), tujuan umum Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yaitu meningkatkan kesejahteraan dan kesempatan kerja masyarakat miskin di perdesaan dengan mendorong kemandirian dalam pengambilan keputusan dan pengelolaan pembangunan. Meningkatkan partisipasi seluruh masyarakat, khususnya masyarakat miskin dan atau kelompok perempuan dalam keputusan perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan pelestarian pembangunan. Melembagakan pengelolaan pembangunan partisipatif dengan memanfaatkan sumber daya lokal. Mengembangkan kapasitas pemerintahan lokal dalam memfasilitasi pengelolaan pembangunan partisipatif. Menyediakan prasarana dan sarana sosial dasar dan ekonomi yang diprioritaskan oleh masyarakat, dan melembagakan pengelolaan dana bergulir melalui Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP). Selain itu, mengembangkan kerja sama antar pemangku kepentingan dalam upaya penanggulangan kemiskinan di perdesaan.
PNPM Mandiri Perdesaan mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur Program Pengembangan Kecamatan (PPK) yang telah dilaksanakan sejak tahun 1998-2007. Dalam PNPM Mandiri Perdesaan, seluruh anggota masyarakat didorong untuk terlibat dalam setiap tahapan kegiatan secara partisipatif, mulai dari proses perencanaan, pengambilan keputusan dalam penggunaan dan pengelolaan dana sesuai dengan kebutuhan yang paling prioritas di desanya, hingga pada pelaksanaan kegiatan dan pelestariannya. Pelaksanaan PNPM Mandiri Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Departemen/Kementrian Dalam Negeri. Program ini
(29)
didukung dengan pembiayaan yang bersumber dari alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), partisipasi dari Corporante Social Responsibility (CSR), dana hibah, swadaya masyarakat dan pinjaman dari sejumlah lembaga.
2.4.1 Prinsip PNPM Mandiri Perdesaan
Prinsip-prinsip yang diterapkan dalam Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yaitu sebagai berikut :
a. Bertumpu pada pembangunan manusia. PNPM Mandiri Perdesaan memiliki prinsip bahwa setiap kegiatan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia seutuhnya.
b. Otonomi. Masyarakat diberi kewenangan secara mandiri untuk berpartisipasi dalam menentukan dan mengelola kegiatan pembangunan secara mandiri.
c. Desentralisasi. PNPM Mandiri Perdesaan memberikan kewenangan pengelolaan kegiatan pembangunan sektoral dan mengenai kewilayahan dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah atau masyarakat sesuai dengan kapasitasnya.
d. Berorientasi pada masyarakat miskin. Semua kegiatan yang dilakukan harus mengutamakan kepentingan dan kebutuhan masyarakat miskin serta kelompok masyarakat yang kurang beruntung.
e. Partisipasi atau keterlibatan masyarakat. masyarakat terlibat secara aktif dalam setiap proses pengambilan keputusan prencanaan, pemantauan, dan pelaksanaan pembangunan serta secara gotong royong melaksanakan pembangunan.
(30)
f. Kesetaraan dan Keadilan Gender. Laki-laki dan perempuan mempunyai kesetaraan dalam perannya di setiap tahap pembangunan dan dalam menikmati manfaat kegiatan pembangunan secara adil.
g. Demokratis. Setiap pengambilan keputusan pembangunan di dalam semua kegiatan PNPM Mandiri Perdesaan dilakukan secara musyawarah dan mufakat dengan tetap berorientasi pada kepentingan masyarakat miskin. h. Transparansi dan Akuntabilitas. Masyarakat harus memiliki akses atas
segala informasi proses pengambilan keputusan pembangunan, sehingga pengelolaan kegiatan dapat dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan, baik secara moral, legal, teknis dan administratif. i. Prioritas. Pemerintah dan masyarakat harus memprioritaskan untuk
pengentasan kemiskinan, kegiatan mendesak, dan yang memberikan manfaat sebanyak-banyaknya kepada masyarakat dengan mendayagunakan secara optimal berbagai sumber daya yang terbatas.
j. Kolaborasi. Semua pihak yang berkepentingan dalam penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mewujudkan kerjasama dan sinergi antar pelaku kepentingan dalam penanggulangan kemiskinan.
k. Keberlanjutan. Setiap pengambilan keputusan pembangunan harus mempertimbangkan kepentingan peningkatan kesejahteraan masyarakat, yang tidak hanya untuk saat ini tetapi juga di masa depan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
2.4.2 Konsep Pengelolaan PNPM Mandiri Perdesaan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan berada dibawah binaan Departemen Dalam Negeri (Depdagri), Direktorat Jenderal
(31)
Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (Ditjen PMD) sebagai instansi pelaksana. PNPM Mandiri Perdesaan dilaksanakan di tingkat kecamatan. Dalam membantu pengelolaan program secara nasional, dibentuk Tim Koordinasi yang terdiri dari Menko Kesra, Bappenas, Depdagri, Departemen Keuangan, dan Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah di berbagai level pemerintahan. Sedangkan untuk di tingkat Kecamatan, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) bertindak sebagai Pimpinan Proyek (Pimpro) atau sebagai Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PjOK).
Sumber : PNPM Mandiri Perdesaan
Gambar 2.6 Struktur Manajemen PNPM Mandiri Perdesaan
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Nasional
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah Provinsi
Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan
Daerah Kabupaten/Kota
Penanggung Jawab Operasional Kegiatan (PJOK) Departemen
APBN
Satuan Kerja Perangkat
Daerah Pelaksana
APBD
Badan Kerjasama Antar Desa (BKAD)
Lembaga Keswadayaan Masyarakat
Masyarakat Penerima Manfaat Konsultan Nasional
Konsultan Provinsi
Konsultan Kabupaten/Kota
(32)
2.4.3 Konsep Cara Kerja PNPM Mandiri Perdesaan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan memiliki tujuan, yakni meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan melalui berbagai tahapan kegiatan dalam sebuah siklus kegiatan. Tahap-tahapan tersebut adalah:
a. Informasi dan sosialisasi. Tahapan ini dilakukan dalam beberapa cara, diantaranya lokakarya di berbagai tingkat pemerintahan, dan forum-forum musyawarah masyarakat. Setiap desa dilengkapi papan informasi sebagai salah satu media penyebaran informasi dan membuka kerjasama dengan berbagai pihak (media massa, akademisi, dan anggota dewan). b. Proses Perencanaan Partisipatif. Dilaksanakan mulai dari tingkat dusun,
desa dan kecamatan. Masyarakat memilih Fasilitator Desa (FD) untuk mendampingi proses sosialisasi dan perencanaan. FD mengatur pertemuan kelompok, termasuk pertemuan khusus perempuan untuk kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP), untuk membahas kebutuhan dan prioritas usulan desa.
c. Seleksi Proyek di Tingkat Desa dan Kecamatan. Masyarakat melakukan musyawarah di tingkat desa dan antardesa (kecamatan) untuk memutuskan usulan prioritas dan layak didanai. Musyawarah terbuka bagi segenap anggota masyarakat untuk menghadiri dan memutuskan jenis kegiatan. d. Masyarakat Melaksanakan Proyek. Dalam forum musyawarah, masyarakat
memilih anggotanya untuk menjadi Tim Pengelola Kegiatan (TPK) di desa-desa yang terdanai. Fasilitator teknis program akan mendampingi TPK dalam mendisain prasarana dan penganggaran kegiatan.
(33)
2.4.4 Konsep Perguliran Dana Simpan Pinjam Perempuan (SPP)
Tingkat keberdayaan kaum perempuan harus dipertimbangkan dalam upaya mensejahterakan masyarakat secara keseluruhan (Suman, 2007). Hal ini disebabkan karena kaum perempuan dari sudut pandang budaya lokal dalam masyarakat pertanian, lebih banyak tinggal di rumah dan memiliki banyak waktu luang. Keterlibatan perempuan di dalam sektor pertanian hanya pada waktu tertentu, yaitu seperti masa tanam dan masa panen.
Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu kegiatan program dari PNPM Mandiri Perdesaan yang berupa kegiatan perguliran dana untuk menjadikan masyarakat miskin perdesaan khususnya kaum perempuan lebih berdaya. Pemberdayaan yang dimaksud merupakan ketersediaan pilihan bagi masyarakat miskin untuk memanfaatkan peluang usaha sehingga mendapatkan tambahan pendapatan. Pengambilan keputusan untuk menentukan jumlah alokasi dana untuk SPP dikendalai oleh jumlah alokasi dana untuk pembangunan sarana / prasarana. Semakin besar proporsi dana untuk fasilitas sarana dan prasarana, maka semakin kecil ketersediaan dana untuk kegiatan SPP. Sedangkan keputusan pembiayaan kegiatan SPP ditentukan oleh kelayakan proposal yang diajukan oleh kelompok SPP.
Pengorganisasian kelompok SPP dapat dilakukan dengan memanfaatkan organisasi-organisasi lokal baik formal maupu informal yang sudah ada dalam lingkungan masyarakat, seperti kelompok dasa wisma atau kelompok pengajian. Kelompok SPP dapat mengakses dana untuk usaha produktif maupun untuk keperluan keluarga, seperti untuk biaya pendidikan. Kredit yang disalurkan kepada kelompok diharapkan menjadi penggerak aktivitas-aktivitas produktif
(34)
yang mampu memberikan nilai tambah bagi anggota kelompok. Kredit berkelompok memiliki akses yang relatif lebih besar dibandingkan kredit individu karena berkaitan dengan besarnya posisi tawar kelompok (Ismawan, 2001). Penyaluran kredit kepada pelaku UMKM secara kelompok merupakan salah satu cara untuk mengurangi kesalahan penggunaan dana kredit (moral hazard) dan mengurangi resiko kredit bermasalah.
2.4.5 Konsep Pemberdayaan Masyarakat
Pemberdayaan berasal dari bahasa Inggris yaitu empowerment. Pemberdayaan merupakan suatu pendekatan yang berorientasi pada manusia dengan mengedepankan asas partisipasi. Menurut Kusmuljono (2009) Pemberdayaan masyarakat mengandung makna mengembangkan, memandirikan, menswadayakan, dan memperkuat bargaining position masyarakat lapisan bawah terhadap kekuatan penekan di segala bidang kehidupan. memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang tidak mampu melalui pengembangan kemampuan masyarakat agar memiliki keterampilan dalam mengatasi masalah. Pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui pengembangan kelembagaan masyarakat dan sinkronisasi antara pendampingan, penyuluhan dan pelayanan.
Pemberdayaan masyarakat mengacu pada kemampuan masyarakat untuk mendapatkan dan memanfaatkan akses atas sumber daya yang penting. Masyarakat miskin dianggap berdaya apabila mampu meningkatkan kesejahteraan sosial-ekonominya melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), peningkatan kemampuan permodalan, dan pengembangan usaha. Sedangkan
(35)
partisipasi merupakan proses aktif dimana masyarakat miskin relatif lebih diuntungkan oleh keberlangsungan proyek pembangunan (Ismawan, 2001).
Pendekataan utama dalam konsep pemberdayaan masyarakat adalah bahwa masyarakat tidak dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi menjadi subjek dari upaya pembangunan. Berdasarkan konsep tersebut dikembangkan berbagai pendekatan :
a. Upaya pemberdayaan masyarakat harus terarah. Program yang dijalankan harus langsung mengikutsertakan masyarakat yang menjadi sasaran, sehingga bantuan tersebut efektif karena sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan masyarakat.
b. Menggunakan pendekatan kelompok karena secara sendiri-sendiri masyarakat yang kurang berdaya sulit untuk memcahkan masalah yang dihadapinya. Selain itu, pendekatan kelompok juga lebih efisien dilihat dari sumber penggunaan sumberdaya.
c. Adanya pendampingan, karena penduduk miskin umumnya mempunyai keterbatasan dalam mengembangkan dirinya. Oleh karena itu, diperlukan pendamping untuk membimbing dalam upaya memperbaiki kesejahteraannya. Pendampingan dalam konsep pemberdayaan berfungsi membantu mencari solusi pemecahan masalah yang tidak dapat dilakukan oleh masyarakat itu sendiri.
2.5 Kerangka Pemikiran Konseptual
UMKM berperan penting dalam pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Pengentasan kemiskinan merupakan salah satu tujuan dari program pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui penyerapan tenaga kerja
(36)
sehingga dapat mengurangi pengangguran dan pengentasan kemiskinan dapat tercapai. Program pembangunan yang dilakukan pemerintah saat ini sudah berorientasi pada pemberdayaan masyarakat. Program pembangunan dengan menjadikan masyarakat sebagai pelaku dalam proses pembangunan khususnya masyarakat desa yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Perguliran dana kegiatan Simpan Pinjam Perempuan (SPP) merupakan salah satu program PNPM Mandiri Perdesaan dalam rangka meningkatkan pemberdayaan ekonomi kaum perempuan. Program SPP ini tidak hanya memberikan penyaluran yang mudah, ringan dan tanpa jaminan kepada kelompok perempuan, tetapi juga pengawasan, pendampingan dan pembinaan terhadap kelompok perempuan oleh Fasilitator Desa (FD) atau Kader. Dengan demikian, perguliran dana SPP diharapkan dapat meningkatkan perkembangan usaha yang dijalankan oleh kaum perempuan sehingga dapat mendorong peningkatan pendapatan.
(37)
Keterangan : Bagian yang dianalisis
Gambar 2.7 Bagan Kerangka Pemikiran
UMKM
Potensi Permasalahan
Penyerapan tenaga kerja
Pengentasan kemiskinan
Akses informasi Keterbatasan
modal Kesulitan
Pemasaran
Sumber permodalan
Kredit program pemerintah
Lembaga keuangan formal Pembangunan berbasis
pemberdayaan masyarakat
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan
Pembangunan fisik
Kegiatan pengembangan ekonomi melalui permodalan UMKM
Simpan Pinjam Perempuan
(SPP)
Dampak terhadap perkembangan UMKM
Keberlanjutan Jangkauan
Keuntungan Usaha
Nilai Penjualan (Omset Usaha)
Penyerapan Tenaga Kerja
(38)
2.6 Penelitian Terdahulu
Wiasti (2008) fokus terhadap efektivitas penyaluran kredit pada wanita pedesaan melalui pendekatan berkelompok dengan mengambil kasus pada Karya Usaha Mandiri (KUM) cabang Nanggung Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh kredit untuk perempuan dengan berbasis kelompok terhadap perkembangan usaha dan terhadap peningkatan kesejahteraan rumah tangga nasabah KUM . Data primer diperoleh dari wawancara dengan 40 responden nasabah cabang Nanggung dengan jenis usaha mayoritas berdagang. Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dengan metode
Ordinary Least Square (OLS). Hasil penelitian menunjukkan adanya pemberian
kredit KUM berpengaruh nyata terhadap perkembangan usaha yaitu mempengaruhi jumlah produksi, pendapatan dan keuntungan usaha responden.
Suman (2007) penelitian mengenai evaluasi terhadap program pemberdayaan masyarakat yaitu Program Pengembangan Kecamatan (PPK) dengan fokus program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) yang diselenggarakan di Provinsi Jawa Timur dengan mengacu pada pemberdayaan perempuan, kredit mikro, dan kemiskinan. Data diperoleh dari wawancara dan kuesioner dari 274 responden penerima SPP yang tersebar di 27 kabupaten di Jawa Timur. Analisis data yang digunakan yaitu metode regresi dengan menggunakan OLS. Penelitian ini mengkaji keberhasilan perempuan dalam memanfaatkan kredit mikro dan menunjukkan adanya pengaruh positif pemberian pinjaman SPP terhadap tingkat kemiskinan melalui adanya peningkatan pendapatan bagi pemanfaat dana SPP.
(39)
Osa (2010) melakukan penelitian mengenai analisis dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal dengan mengambil kasus BRI Unit Kramat Jati Induk di Jakarta. Jumlah responden yang menjadi sampel yaitu sebanyak 120 dengan 60 responden merupakan pelaku UMKM yang menerima pinjaman dari BRI Unit dan dan 60 responden pelaku UMKM yang tidak menerima pinjaman untuk melihat faktor penyebab kendala akses UMKM pada lembaga keuangan formal. Analisis dilakukan dengan menggunakan model persamaan simultan dengan tujuan untuk menganalisis dampak pinjaman yang diberikan BRI terhadap perkembangan UMKM. Hasil menunjukkan LKM memberikan dampak positif kepada UMKM dengan adanya pemberian kredit yaitu berpengaruh positif terhadap nilai omset dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga.
Respita (2010) fokus pada analisis dampak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala UMKM dalam mengakses KUR dengan studi kasus pada BRI Unit Margonda Depok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak penyaluran KUR terhadap perkembangan UMKM dengan menggunakan model persamaan simultan. Responden yang menjadi fokus penelitian berjumlah 60 responden pelaku UMKM yang menerima pinjaman KUR. Hasil penelitian menunjukkan penyaluran KUR berdampak positif terhadap perkembangan UMKM yaitu terhadap peningkatan omset usaha. Adapun dalam hal penyerapan tenaga kerja penyaluran KUR belum berdampak signifikan.
Lembaga Pengkajian Koperasi dan UKM (2006) mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di provinsi Sumatera Utara. Studi ini
(40)
menggunakan metode studi kasus di kabupaten Deli Serdang dan kabupaten Tapanuli Selatan. Data yang digunakan yaitu data primer dengan teknik pengambilan sampel dilakukan secara purposive. Variabel kajian yang digunakan yaitu kemampuan internal UMKM dilihat dari karakteristik usia, pendidikan dan perkembangan usaha yang meliputi kepemilikan aset, tingkat produksi, pertumbuhan tenaga kerja, perkembangan volume penjualan (omset), perkembangan modal dan biaya transportasi. Teknik analisis menggunakan analisis statistik sederhana. Berdasarkan hasil kajian, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di provinsi Sumatera Utara meliputi pengadaan bahan baku, peningkatan keterampilan tenaga kerja, stabilitas harga aset, jumlah produksi dan lama usaha.
Ramadhini (2008) studi mengenai efektivitas penyaluran Kredit Usaha Rumah Tangga (KRISTA) Perum Pegadaian bagi pendapatan usaha mikro kaum perempuan dengan metode studi kasus pada nasabah Perum Pegadaian cabang Bogor. Tujuan penelitian ini salah satunya untuk menganalisis pemanfaatan KRISTA dan dampak Krista terhadap peningkatan pendapatan usaha debiturnya. Sampel penelitian yaitu pengusaha perempuan mikro dan sangat mikro yang merupakan debitur KRISTA. Jenis usaha yang ditekuni responden yaitu dagang sembako dan dagang makanan olahan. Untuk melihat dampak kredit terhadap perubahan pendapatan usaha responden digunakan analisis regresi sederhana. Hasil penelitian, responden memanfaatkan dana KRISTA untuk menambah modal usaha dan kebutuhan rumah tangga. Pendapatan usaha mikro secara keseluruhan mengalami peningkatan setelah menerima dana KRISTA sebesar 21,14 persen.
(41)
Tabel 2.1 Penelitian Terdahulu
Peneliti Studi Model Hasil
Ika Anggie Wiasti (2008)
Keandalan prosedur dan efektivitas penyaluran kredit pada wanita pedesaan melalui pendekatan
berkelompok (Studi Kasus KUM cabang Nanggung Bogor)
Y1 = a0 + a1x1 +
a2x2 + a3x3 + a4W +
a5G
Y2 = a0 + a1x1 +
a2x2 + a3x3 + a4W +
a5G
Kredit berpengaruh nyata terhadap perkembangan usaha yaitu terhadap produksi, pendapatan dan keuntungan Agus Suman (2007) Pemberdayaan Perempuan, Kredit Mikro, dan Kemiskinan : Program Simpan Pinjam Perempuan (SPP) Sebuah Studi empiris di Jawa Timur.
MISKIN = a0 -
a1PINJAMAN
Adanya pengaruh positif pemberian pinjaman terhadap kemiskinan dengan peningkatan pendapatan. Irfan Karunia Osa (2010) Analisi dampak keberadaan LKM terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala akses UMKM terhadap lembaga keuangan formal (Studi Kasus BRI Unit Kramat Jati Provinsi DKI Jakarta).
BK = a0 + a1BB +
a2ASET sebelum
kredit + a3LK +
a4DJJ + U1
NO = b0 + b1TKT
b2BK + b3PU + U2 NK = c0 + c1NO +
c2PPU+ c3PU + U3 ASET = d0 + d1NO
+d2NK+ d3PU + U4 TKDK = e0 +
e1TKLK + e2JAK +
e3PPU + U5
TKLK = f0 + f1BK
+ f2BU +f3NK+ U6 TKT = TKDK + TKLK
LKM berdampak positif terhadap nilai omset UMKM dan penyerapan tenaga kerja luar keluarga dengan adanya pemberian kredit. Elsha Surya Respita (2010) Analisis dampak penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) terhadap perkembangan UMKM dan penyebab kendala UMKM dalam mengakses KUR (Studi Kasus BRI Unit
Margonda Depok).
BK = a0 + a1OU1 +
a2DSN + a3DKA +
U1
OU2 = b0 + b1TKT
b2BK + b3PU +
b4DSU + U2
KU = c0 + c1OU2 +
c2LPPU+ c3PU + +
c4DSU + U3
TKD = d0 + d1TKL
+ d2BK + d3JAK +
d4DSU+ d5KU+ U4 TKL = e0 + e1TKD
Penyaluran KUR berdampak positif terhadap peningkatan omset usaha. Sedangkan terhadap penyerapan tenaga kerja KUR belum berdampak positif.
(42)
+ e2BK +e3KU+ U5 TKT = TKDK + TKLK Lembag a Pengkaji an Koperasi dan UKM (2006) Kajian faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM di Provinsi Sumatera Utara. Analisis Statistik Sederhana Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan UMKM yaitu bahan baku, peningkatan keterampilan tenaga kerja, stabilitas harga aset, jumlah
produksi dan lama usaha Suci Meisakh Ramadhi ni (2008) Efektivitas penyaluran Kredit Rumah Tangga (KRISTA) Perum Pegadaian bagi
pendapatan usaha mikro kaum perempuan (Studi Kasus nasabah Perum Pegadaian Bogor).
t-hit : d¯ - d0
Sd / √
Pendapatan usaha mikro responden secara keseluruhan mengalami peningkatan setelah menerima dana KRISTA.
Berdasarkan penelitian-penelitian sebelumnya, penelitian ini akan mengkaji dampak perguliran dana salah satu program pemerintah yaitu PNPM dengan fokus kegiatan pada program SPP terhadap perkembangan UMKM di Kecamatan Cimarga. Pada umumnya penelitian mengenai skim kredit program pemerintah khusunya SPP hanya melihat dampaknya pada pendapatan dan kesejahteraan masyarakat, belum ada yang melihat terhadap perkembangan UMKM. Penelitian ini dilakukan dengan metode analisis regresi linear berganda yaitu persamaan simultan dengan menggunakan Two Stage Least Squares (2SLS).
(43)
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di wilayah Kecamatan Cimarga Kabupaten Lebak yang merupakan wilayah pelaksana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Program yang dilaksanakan oleh Kecamatan Cimarga tersebut khususnya yaitu kegiatan Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) yang menjadi fokus penelitian ini. Pemilihan Kecamatan Cimarga sebagai lokasi penelitian dikarenakan wilayah ini cukup bisa mewakili sampel yang dibutuhkan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari hingga April 2012.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini merupakan suatu studi kasus dengan jenis data yang digunakan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data yang dikumpulkan atau diperoleh dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dijalani. Sedangkan data sekunder adalah data yang memiliki tujuan awal saat mengumpulkan data, bukan untuk memenuhi kebutuhan penelitian yang sedang dihadapi sekarang oleh peneliti. Data primer penelitian ini diperoleh dari wawancara dengan masyarakat khususnya kaum perempuan yang tergabung dalam kelompok Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Selain itu juga, data primer diperoleh dari wawancara dengan pihak Unit Pengelola Kegiatan (UPK) PNPM program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP). Sedangkan
(44)
untuk data sekunder diambil dari laporan-laporan PNPM Mandiri Perdesaan, arsip dan laporan UPK, BPS Kabupaten Lebak dan BPS Kecamatan Cimarga.
3.3 Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode studi kasus yang bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai sifat-sifat, dan karakteristik dari masing-masing individu, kelompok, maupun masyarakat yang ada di suatu wilayah. Untuk memperoleh informasi yang lebih komprehensif digunakan pemberian kuesioner kepada para responden yaitu kaum perempuan anggota kelompok pengguna SPP yang memperoleh dana pinjaman bergulir dua tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011 yang memiliki usaha produktif. Data primer yang diperoleh menggunakan kuesioner ini merupakan persepsi anggota kelompok terhadap kondisi perkembangan usaha mereka setelah adanya PNPM Mandiri Perdesaan program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP). Hal ini dapat dilihat dari usaha produktif yang dimiliki setiap kelompok perguliran dana SPP dan dapat berkembang menjadi unit-unit usaha membentuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Metode wawancara dilakukan dengan bertanya jawab secara langsung kepada ketua kelompok dan anggota kelompok pemanfaat perguliran dana SPP. Penelitian ini juga melakukan observasi yang bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh melalui metode wawancara dan kuesioner. Observasi dilakukan selama pengumpulan data di daerah penelitian, khususnya pada waktu melakukan wawancara dengan responden. Hal-hal yang diobservasi yaitu yang berhubungan dengan penelitian, diantaranya yaitu usaha yang dijalankan, aktivitas sehari-hari,
(45)
dan keadaan umum Kecamatan Cimarga. Hasil-hasil informasi yang diperoleh dapat digunakan dalam mengkaji dampak dari program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM. Sedangkan data sekunder mencakup semua data yang berhubungan dengan petunjuk pelaksanaan program Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP).
3.4 Metode Pengambilan Data
Pengambilan contoh yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu dengan teknik nonprobability sampling, yaitu teknik penarikan contoh dengan setiap anggota populasi tidak memiliki peluang yang sama untuk dijadikan anggota sampel. Teknik pengambilan datanya dilakukan dengan purposive sampling, yaitu prosedur memilih sampel berdasarkan pertimbangan karakteristik yang cocok berkaitan dengan anggota contoh yang diperlukan untuk menjawab tujuan penelitian (Juanda, 2009). Pertimbangan dalam pengambilan sampel yaitu berdasarkan tahun penerimaan dana SPP. Sampel yang diambil yaitu 30 responden anggota kelompok SPP yang menerima dana pinjaman SPP pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011 di Kecamatan Cimarga.
3.5 Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif yaitu untuk menentukan suatu besaran atau frekuensi dari suatu kejadian. Metode deskriptif yang dilakukan menggunakan dua bentuk pendekatan, yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan penyajian data yang ditampilkan dalam bentuk tabel.
(46)
Sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan dengan cara mengumpulkan data fakta-fakta yang terjadi dilapangan hasil wawancara dengan narasumber.
Pendeskripsian hasil penelitian dijelaskan dengan berdasarkan pada persepsi dari responden sebagai pemanfaat dana bergulir Simpan Pinjam kelompok Perempuan (SPP) terhadap perubahan kondisi perkembangan usaha yang dijalankan. Rancangan penelitian yang yang digunakan dalam penelitian ini adalah causal research atau penelitian hubungan sebab akibat. Hal ini dikarenakan penelitian ini dilakukan untuk mengkaji dampak perguliran dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM. Dampak perguliran dana SPP dilihat dengan cara membandingkan omset dan keuntungan usaha rata-rata per tahun antara sebelum dengan sesudah memperoleh pinjaman dana bergulir SPP.
Analisis data yang digunakan adalah metode regresi linear berganda
(multiple linear regression) dengan menggunakan persamaan simultan untuk
mengukur dampak perguliran dana SPP terhadap perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator perolehan omset usaha (nilai penjualan), laba usaha, dan penyerapan tenaga kerja. Metode yang digunakan untuk menduga parameter regresi yaitu Two-Stage Least Squares (2SLS) dengan pengujian signifikansi menggunakan aplikasi software SAS 9.1.
3.5.1 Besar Pinjaman UMKM
Besar pinjaman UMKM merupakan besarnya jumlah pinjaman 2 tahun terakhir yang diperoleh UMKM dari Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP). Untuk menduga besar pinjaman yang diperoleh digunakan fungsi dari nilai aset
(47)
UMKM, omset sebelum memperoleh pinjaman, jumlah guliran pinjaman dan lama usaha. Persamaan besar pinjaman UMKM dirumuskan sebagai berikut :
BP = a0 + a1ASET + a2NP1 + a3JUG + a4LU + U1 ………...…(3.1)
Tanda parameter yang diharapkan : a1, a2, a3, a4 > 0 , dimana :
BP = Besar Pinjaman yang diterima pemilik UMKM (Rupiah) ASET = Nilai aset UMKM (Rupiah).
NP1 = Nilai Penjualan / Omset sebelum memperoleh pinjaman (Rupiah) JUG = Jumlah guliran pinjaman
LU = Lama Usaha (Tahun)
3.5.2 Nilai Penjualan (Omset) UMKM
Nilai penjualan atau omset usaha adalah nilai penerimaan total yang diperoleh UMKM. Untuk menduga besarnya omset UMKM maka digunakan fungsi dari aset usaha, besarnya pinjaman, lama usaha dan modal awal usaha. Persamaannya dirumuskan sebagai berikut :
NP2 = b0 + b1ASET + b2BP + b3LU + b4MA + U2 ...(3.2)
Tanda parameter yang diharapkan : b1, b2, b3, b4 > 0, dimana :
NP2 = Nilai Penjualan / Omset setelah memperoleh pinjaman (Rupiah) MA = Modal Awal (Rupiah)
3.5.3 Nilai Keuntungan Usaha
Keuntungan usaha adalah selisih antara total pendapatan dengan total biaya atau jumlah pendapatan bersih yang diperoleh. Untuk menduga besarnya nilai keuntungan usaha digunakan fungsi dari biaya total, omset penjualan, tingkat pendidikan dan lama usaha. Persamaannya dirumuskan sebagai berikut :
(48)
Tanda parameter yang diharapkan : c1, c2, c3, c4 > 0 ; dimana :
KU = Keuntungan Usaha (Rupiah) TC = Biaya Total (Rupiah)
TP = Tingkat Pendidikan (Tahun)
3.5.4 Tenaga Kerja
Tenaga kerja merupakan penggunaan input berupa tenaga manusia dalam kegiatan usaha. Untuk menduga penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usaha, maka digunakan fungsi dari besarnya pinjaman, keuntungan usaha dan jumlah anggota keluarga. Persamaan penggunaan tenaga kerja dirumuskan sebagai berikut :
TK = d0 + d1BP + d2KU + d3JAK + U4 ………... (3.4)
Tanda parameter yang diharapkan : d1, d3 > 0 ; d2, d4 < 0
TK = Tenaga Kerja (Orang)
JAK = Jumlah Anggota Keluarga (Orang)
3.6 Definisi Operasional
1. Program adalah serangkaian kegiatan-kegiatan, proyek-proyek, atau proses-proses yang terorganisasi dan diarahkan untuk pencapaian suatu tujuan.
2. Dampak adalah hasil yang diperoleh dari efek suatu kegiatan atau proyek yang dihasilkan oleh suatu kegiatan pada tingkat yang lebih luas dan menjadi tujuan jangka panjang kegiatan tersebut.
3. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan adalah salah satu program pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan
(49)
di perdesaan dengan berorientasi pada pemberdayaan masyarakat desa dengan mencakup serangkaian kegiatan yang saling berkaitan dan terkoordinasi untuk mencapai tujuan program.
4. Simpan Pinjam khusus Perempuan adalah salah satu program utama dari PNPM Mandiri Perdesaan berupa kegiatan perguliran dana kepada kaum perempuan yang tergabung dalam suatu kelompok untuk menjalankan unit usaha.
5. Distribusi dana adalah jumlah dana yang diterima kelurahan atau desa untuk melaksanakan kegiatan yang berkaitan dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan khusunya program Simpan Pinjam Perempuan (SPP). Indikator distribusi dana dlihat dari tingkat kemudahan mendapatkan dana bergulir SPP dan tingkat manfaat dana bergulir tersebut terhadap perkembangan unit usaha yang dimiliki. 6. Fasilitator keluruhan atau desa adalah individu atau lembaga yang
memberikan bantuan baik berupa pendampingan maupun penyampaian materi pada saat pelatihan dan pelaksanaan kegiatan SPP. Indikator dilihat dari tingkat pengetahuan responden pengguna dana SPP tentang fasilitator desa, tingkat kemampuan fasilitator desa dalam mangayomi, tingkat kehadiran fasilitator desa dalam pertemuan, tingkat kehandalan dalam mengatasi masalah yang dihadapi responden, dan tingkat manfaat dengan adanya fasilitator desa.
7. Pelatihan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perdesaan khususnya program Simpan Pinjam khusus Perempuan dengan tujuan untuk menambah pengetahuan, wawasan, dan meningkatkan
(50)
kemampuan responden atau peserta pelatihan. Indikator dilihat dari tingkat pengetahuan responden mengenai pelatihan, tingkat kehadiran dalam pelatihan, dan tingkat keaktifan dalam pelatihan.
8. Pendampingan adalah kegiatan yang dilakukan oleh fasilitator dalam mendampingi para anggota kelompok pengguna dana bergulir SPP untuk membantu apabila terdapat suatu permasalahan yang dihadapi. Indikatornya dapat dilihat dari tingkat pengetahuan responden mengenai pendampingan.
9. Peningkatan modal usaha adalah penambahan uang yang dapat digunakan untuk memulai usaha dan menambah jumlah usaha yang dijalankan oleh kaum perempuan anggota kelompok pengguna SPP .
10.Peningkatan pendapatan adalah penambahan jumlah pemasukan rata-rata per bulan yang diterima.
11.Partisipasi adalah tingkat kehadiran dan keaktifan dalam sosialisasi, pelatihan, pendampingan program SPP, dan dalam kegiatan unit usaha yang dilakukan.
12.Guliran adalah frekuensi atau tahapan perolehan pinjaman SPP yang telah diperoleh anggota kelompok SPP.
13.Tanggung renteng adalah suatu bentuk penanggungan sanksi secara bersama jika terjadi kemacetan pembayaran dari salah satu anggota kelompok SPP dalam bentuk pemberian dana talangan yang berasal dari tabungan kelompok.
(51)
IV. GAMBARAN UMUM
4.1 Gambaran Umum Kabupaten Lebak 4.1.1 Letak Geografis
Kabupaten Lebak merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Banten. Kabupaten Lebak beribukota di Rangkasbitung yang secara geografis terletak pada koordinat 105025 -106030 Bujur Timur dan antara 6018 - 7000 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Lebak sebesar 304.472 ha atau 3.044,72 km2 yang terdiri dari 28 kecamatan, 315 desa dan lima kelurahan
a. Sebelah Utara : Kabupaten Serang b. Sebelah Selatan : Samudera Indonesia c. Sebelah Barat : Kabupaten Pandeglang
d. Sebelah Timur : Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, dan Kabupaten Sukabumi.
(52)
Kecamatan yang ada di Kabupaten Lebak seluruhnya merupakan pelaksana PNPM Mandiri Perdesaan, dan untuk PNPM Mandiri Perkotaan dilaksanakan di tingkat kelurahan yang hanya terdapat di Ibukota Kabupaten Lebak yaitu Kecamatan Rangkasbitung. Jumlah penduduk di Kabupaten Lebak berdasarkan sensus penduduk pada tahun 2010 sebesar 1,2 juta jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 395 jiwa per km2 (BPS,2010). Kabupaten Lebak memiliki kekayaan sumber daya alam yang cukup besar. Hal ini dapat dilihat pada sektor pertambangan, Kabupaten Lebak memiliki tambang emas produktif yang terletak di wilayah Cikotok Kecamatan Bayah. Selain itu, dalam sektor pariwisata terutama dipesisir Samudera Hindia sepanjang Kecamatan Malingping hingga Kecamatan Bayah sejauh 40 km memiliki objek wisata pantai karang yang dapat menarik wisatawan. Hal tersebut tentunya dapat menambah pemasukan kas daerah Kabupaten Lebak.
4.1.2 Pembagian Wilayah Menurut Wilayah Pembangunan
Kabupaten Lebak memiliki 4 (empat) wilayah pembangunan dimana tiap wilayah pembangunan dibentuk kecamatan-kecamatan yang secara relatif sama untuk kepentingan pembangunan Kabupaten Lebak secara potensial, yaitu :
1. Wilayah pembangunan Lebak Utara, ditujukan untuk wilayah perdagangan dan industri baik industri hulu maupun industri hilir sebagai industri pengolahan hasil pertanian. Wilayah ini diantaranya Kecamatan Rangkasbitung, Warunggunung, Maja, dan Kecamatan Cimarga.
2. Wilayah pembangunan Lebak Selatan, meliputi wilayah Kecamatan Malingping, Wanaslam, Panggarangan, Bayah dan Kecamatan Cihara
(53)
yang merupakan daerah berpantai sehingga diperuntukkan sebagai wilayah pembangunan yang berpotensi di bidang pertambangan dan pariwisata. 3. Wilayah pembangunan Lebak Timur, meliputi Kecamatan Cipanas, Sajira,
Sobang, Muncang, dan Kecamatan Lebakgedong yang merupakan daerah perbukitan sehingga baik untuk perkebunan kecil dan perkebunan besar dengan jenis komoditas yaitu Kelapa Sawit dan Pohon Karet.
4. Wilayah pembangunan Lebak Barat, meliputi Kecamatan Gunungkencana, Banjarsari, dan Kecamatan Cileles yang masih memiliki hutan lindung sehingga baik untuk perkebunan besar dan perkebunan kecil. Jenis komoditas yang dibudidaya yaitu Albazia.
Kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar yaitu Kecamatan Cibeber yang termasuk wilayah pembangunan Lebak Selatan mencapai 40.455 ha. Sedangkan Kecamatan Kalanganyar yang termasuk wilayah pembangunan Lebak Utara merupakan wilayah terkecil dengan luas 2.591 ha.
4.1.3 Perekonomian Kabupaten Lebak
Perekonomian di Kabupaten Lebak dalam kurun waktu 2007-2009 mengalami peningkatan yang signifikan dari 6,035 miliar rupiah pada tahun 2007 menjadi 7,279 miliar pada tahun 2009. Hal ini didorong oleh peningkatan produktivitas sektor pertanian sebagai sektor dominan dalam perekonomian Kabupaten Lebak. Kemudian disusul sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Kondisi PDRB Kabupaten Lebak dapat dilihat pada Tabel 4.1.
(54)
Tabel 4.1 PDRB Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Lebak
No Lapangan Usaha 2007
(Rp. Miliar) 2008 (Rp. Miliar) 2009 (Rp. Miliar) 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Pertanian Pertambangan dan penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas dan air bersih Bangunan / Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran
Pengangkutan dan komunikasi
Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa 2.207 90,12 589 38,27 253 1.396 536 277 645 2.381 90,14 644 38,31 282 1.630 645 304 732 2.506 100 673 41 294 1.844 721 326 770
TOTAL 6.035 6.749 7.279
Sumber : BPS Lebak, 2010
Jenis komoditas yang paling banyak dihasilkan pada sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan dan kehutanan yaitu Karet dan Albazia dengan jumlah produksi masing-masing sebesar 5,1 juta ton dan 4,8 juta ton. Hal ini sesuai dengan pembagian wilayah pembangunan dimana dua wilayah pembangunan Lebak dari empat wilayah pembangunan yaitu Lebak Timur dan Lebak Barat merupakan wilayah untuk perkebunan besar dan kecil. Ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor utama Kabupaten Lebak. Selain dari potensi alam, perekonomian Kabupaten Lebak juga ditunjang oleh keberadaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM). Berdasarkan hasil Sensus Ekonomi tahun 2006 yang dilaksanakan oleh BPS diketahui jumlah Usaha Kecil dan Menengah (UKM) di Kabupaten Lebak berjumlah 104.537 unit usaha yang bergerak pada 13 jenis usaha. Unit usaha terbanyak berada pada jenis usaha perdagangan besar dan eceran yaitu sebanyak 47.969 unit usaha.
(55)
4.2 Gambaran Umum Kecamatan Cimarga
Kecamatan Cimarga merupakan salah satu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Lebak bagian utara dengan luas wilayah sebesar 15.406 ha atau 27,65 km2. Luas tanah Kecamatan Cimarga dilihat berdasarkan penggunaannya, mayoritas merupakan lahan non sawah seluas 8,26 ribu ha sedangkan untuk lahan sawah sebesar 4,72 ribu ha. Kecamatan Cimarga terdiri dari 17 desa dengan 10 desa masih termasuk desa tertinggal dan sisanya 7 desa sudah tergolong sebagai desa berkembang. Jumlah penduduk di Kecamatan Cimarga pada tahun 2010 yaitu 60,9 ribu jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 2.204 jiwa per km2. Jumlah penduduk menurut jenis mata pencaharian dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No Jenis Mata Pencaharian Jumlah Penduduk (jiwa) 1.
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Petani Buruh Tani Nelayan Buruh Nelayan PNS dan TNI/POLRI Industri Rumah Tangga Perdagangan
Lainnya
14.956 18.282
0 0 403 545 942 3.073 Sumber : Profil Kecamatan Cimarga (2010)
Data menunjukkan penduduk Kecamatan Cimarga mayoritas bermata pencaharian sebagai buruh tani sebanyak 18,28 ribu jiwa. Adapun jumlah penduduk berdasarkan kelompok usia, paling besar berada pada kelompok usia 10-14 tahun sebesar 7.670 jiwa. Berdasarkan kondisi ekonomi penduduk, jumlah kepala keluarga dapat dilihat menurut tingkat kesejahteraan keluarga. Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Cimarga sebanyak 16.897 kepala keluarga.
(1)
Dependent Variable BP
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 4 4.654E13 1.164E13 4.73 0.0056
Error 25 6.15E13 2.46E12
Corrected Total 29 1.08E14
Root MSE 1568376.66 R-Square 0.43079 Dependent Mean 3608000.00 Adj R-Sq 0.33972
Coeff Var 43.46942
Parameter Estimates Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 111388.9 916138.7 0.12 0.9042 ASET 1 -0.00028 0.001220 -0.23 0.8206 NP1 1 0.002961 0.001695 1.75 0.0930
JUG 1 1034909 290190.5 3.57 0.0015
LU 1 11446.17 46224.68 0.25 0.8065
Durbin-Watson 1.71033 Number of Observations 30 First-Order Autocorrelation 0.103937
(2)
112
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation
Model NP2
Dependent Variable NP2
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model 4 2.423E18 6.058E17 10.66 <.0001
Error 25 1.421E18 5.682E16
Corrected Total 29 3.406E18
Root MSE 238373174 R-Square 0.63042 Dependent Mean 276522250 Adj R-Sq 0.57128
Coeff Var 86.20398
Parameter Estimates Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 -1.027E8 1.3384E8 -0.77 0.4503 ASET 1 0.702659 0.162010 4.34 0.0002
BP 1 89.09784 38.40485 2.32 0.0288
LU 1 -1713949 7411901 -0.23 0.8190
MA 1 13.39023 19.48845 0.69 0.4984
Durbin-Watson 1.916734 Number of Observations 30 First-Order Autocorrelation 0.000232 Lampiran 3
(3)
Model KU Dependent Variable KU
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 4 9.295E15 2.324E15 5.58 0.0024
Error 25 1.041E16 4.164E14
Corrected Total 29 1.97E16
Root MSE 20405416.9 R-Square 0.47173 Dependent Mean 36204216.7 Adj R-Sq 0.38721
Coeff Var 56.36199
Parameter Estimates Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 18360440 17784206 1.03 0.3118
TC 1 0.028697 0.020392 1.41 0.1717
NP2 1 0.041134 0.013384 3.07 0.0051
TP 1 381127.3 1674575 0.23 0.8218
LU 1 -415973 650779.9 -0.64 0.5285
Durbin-Watson 1.886591 Number of Observations 30 First-Order Autocorrelation 0.033531
(4)
114
The SAS System The SYSLIN Procedure Two-Stage Least Squares Estimation
Model TKT
Dependent Variable TKT
Analysis of Variance
Source DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 3 223.1565 74.38549 7.82 0.0007
Error 26 247.4585 9.517635
Corrected Total 29 372.7000
Root MSE 3.08507 R-Square 0.47418 Dependent Mean 3.90000 Adj R-Sq 0.41351
Coeff Var 79.10427
Parameter Estimates Variable DF Parameter
Estimate
Standard Error t Value Pr > |t|
Intercept 1 -0.48099 2.464912 -0.20 0.8468
BP 1 9.771E-7 5.355E-7 1.82 0.0796
KU 1 1.068E-7 3.985E-8 2.68 0.0126
JAK 1 -0.70563 0.593557 -1.19 0.2453
Durbin-Watson 1.946973 Number of Observations 30 First-Order Autocorrelation 0.016338 Lampiran 5
(5)
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) memiliki peranan penting terhadap perekonomian Indonesia terutama sebagai sumber pertumbuhan kesempatan kerja dengan menyerap 99,40 juta tenaga kerja atau sebesar 99,72 persen tenaga kerja bergerak pada sektor UMKM sehingga pada akhirnya dapat menanggulangi kemiskinan. Besarnya potensi UMKM harus didukung pula oleh penguatan terhadap berbagai permasalahan yang dihadapi UMKM terutama permasalahan modal dan keterbatasan akses UMKM pada lembaga keuangan formal. Program pinjaman bergulir Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) merupakan salah satu kegiatan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan yang bergerak di bidang pengembangan ekonomi. Program SPP dianggap sebagai tindakan khusus yang dilakukan pemerintah sebagai alternatif solusi dengan memberikan fasilitas pinjaman yang mudah dan tanpa agunan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak perguliran dana Simpan Pinjam khusus Perempuan (SPP) terhadap perkembangan UMKM yang dilihat berdasarkan indikator omset usaha, keuntungan dan penyerapan tenaga kerja. Penelitian ini mengambil studi kasus di Kecamatan Cimarga yaitu Desa Margajaya, Desa Girimukti dan Desa Cimarga yang dilakukan melalui wawancara dengan pelaku usaha perempuan anggota SPP sebanyak 30 responden. Metode
pengambilan contoh menggunakan teknik purposive sampling, yaitu prosedur
pemilihan responden berdasarkan pertimbangan tujuan penelitian. Pertimbangan dalam pengambilan sampel yaitu berdasarkan tahun penerimaan dana SPP. Responden yang dipilih yaitu yang menerima dana pinjaman SPP pada dua tahun terakhir yaitu tahun 2010 dan 2011. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif untuk melihat keragaan penyaluran pinjaman bergulir SPP di Kecamatan Cimarga. Selain itu, analisis juga dilakukan menggunakan metode regresi linear berganda dengan menggunakan persamaan simultan untuk mengukur dampak perguliran dana SPP terhadap perkembangan UMKM. Metode yang digunakan untuk menduga
parameter regresi yaitu Two-Stage Least Squares (2SLS) dengan pengujian
signifikansi menggunakan aplikasi software SAS 9.1.
Dilihat berdasarkan keragaan pinjaman, sebagian besar responden yaitu 36,67 persen sudah mencapai guliran keempat dengan besar pinjaman rata-rata
(6)
sebesar 4,5 juta rupiah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian pinjaman sebagian besar responden tergolong lancar dan terdapat hubungan antara jumlah guliran dengan besarnya pinjaman yang diperoleh. Hasil penelitian menunjukkan bahwa program pinjaman bergulir SPP berhasil meningkatkan pendapatan pelaku usaha dengan meningkatkan omset usaha sebesar 36,05 persen dari omset usaha rata-rata 43,64 juta rupiah per tahun menjadi 60,06 juta rupiah per tahun. Selain omset, keuntungan usaha juga mengalami peningkatan sebesar 2,98 juta rupiah (36,08 %) dari keuntungan rata-rata per tahun 7,91 juta rupiah menjadi 10,90 juta rupiah per tahun.
Berdasarkan analisis dengan persamaan simultan, pinjaman dana bergulir SPP berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap nilai omset usaha. Besarnya jumlah pinjaman yang diperoleh UMKM dipengaruhi oleh jumlah guliran dan omset usaha. Variabel omset usaha setelah memperoleh pinjaman berpengaruh positif dan signifikan terhadap keuntungan yang diperoleh. Ini menunjukkan semakin besar nilai omset yang diperoleh, maka semakin besar pula keuntungan usaha. Variabel keuntungan usaha selanjutnya berpengaruh positif dan signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Adapun besar pinjaman juga berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen terhadap penyerapan tenaga kerja. Secara keseluruhan, jika dilihat dari keterkaitan antar variabel maka besarnya pinjaman berpengaruh positif dan nyata terhadap omset usaha. Omset usaha selanjutnya berpengaruh nyata terhadap keuntungan yang diperoleh dan keuntungan usaha berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja.