Pembelajaran adalah proses berpikir Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otak Pembelajaran berlangsung sepanjang hayat

D. Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan Mengajar dalam makna konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaika materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses megatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak , peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran itu perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Dari penjeasan di atas, maka makna pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan ditunjukkan oleh beberapa ciri yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Pembelajaran adalah proses berpikir

Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada pro-ses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara inividu de-ngan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri Self regulated. Dengan kata lain, proses pembela-jaran hendaknya merangsang siswa untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi sendiri sekali gus mampu mengkonfirmasi sesuatu sesuai dengan proses ber-pikirnya sendiri.

2. Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otak

Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Menurut beberapa ahli, otak manusia terdiri dari dua bagian yaitu otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan otak memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu. Proses berpikir otak kiri bersifat logis, skuensial, linier, dan rasional. Sisi ini sangat teratur. Walaupun berdasarkan realitas, ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolis De Porter, 1992.

3. Pembelajaran berlangsung sepanjang hayat

Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasar pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan selalui dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam proses mencapai tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan. Manakala rintangan sudah dilalui- nya, maka manusia akan dihadapkan pada tujuan atau masalah baru, untuk mencapai tujuan baru itu manusia akan dihadapkan pada rintangan baru pula, yang kadang-kadang rintangan itu semakin berat. Demikianlah siklus kehi-dupan dari mulai lahir sampai kematiannya manusia akan senantiasa dihadap-kan pada tujuan dan rintangan yang terus menerus. E. Teori-teori Belajar Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari. Proses belajar pada hakekatnya juga merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala peruban perilaku yang tampak. Misalnya, ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun sepertinya seorang siswa memerhatikan dengan seksama sambil mengangguk-anggukan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan belajar. Di bawah ini akan dijelaskan beberapa teori yang dianggap sangat berpengaruh. Untuk lebih memahami teori-teori belajar, dipersilahkan untuk membaca buku-buku yang khusus membahas teori belajar seperti yang tercantum dalam daftar bacaan. 1. Beberapa Teori Belajar Behavioristik a. Teori Belajar Koneksionisme Teori belajar koneksionisme di kembangkan oleh Thorndike sekitar tahun 1913. Menurut teori belajar ini, belajar pada hewan dan pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan repons. Selanjutnya, dalam teori koneksionisme ini Thorndike mengemukakan hukum-hukum belajar sebagai berikut: a Hukum kesiapan law of readiness b Hukum latihan law of exercise c Hukum akibat law of effect b. Teori Belajar Classical Conditioning Seperti halnya Thorndike, Pavlov dan Watson yang menjadi tokoh teori ini juga percaya bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu. c. Operant Conditioning Teori operant Conditioning yang dikembangkan oleh skinner merupakan pengembangan dari teori stimulus respons. Skinner membedakan dua macam respons, yakni respondent respons reflextive response dan operant respons instrumental response. Respondent response adalah respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Respon ini relatif tetap. Artinya, setiap ada stimulus semacam itu akan muncul respons tertentu. Sedangkan operant response adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu. 2. Teori-teori Belajar Kognitif a. Teori Gestalt Menurut teori gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behaviioristik yang menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis, sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan insight. b. Teori Medan Teori ini dikembangkan oleh kurt lewin. Sama seperti teori Gestalt, teori medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Beberapa hal yang berkaitan proses pemecahan masalah menurut Lewin dalam belajar adalah: a Belajar adalah perubahan struktur kognitif. b Pentingnya motivasi c. Teori Konstruktivistik Teori ini dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri. Pengetahuan yang di konsentrasi anak sebagai sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna. ---0---

BAB 6 Strategi Pembelajarn Berorientasi Aktivitas Siswa