BAB I Standar Proses Pendidikan

(1)

BAB I

Standar Proses Pendidikan

A. Perlunya Standar Proses Pendidikan

Salah satu masalah yang sedang di alami di dalam dunia pendidikan kita adalah maslah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak kurang didorong uuntuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses pembelajaran di dalam kelas di arahkan kepada kemampuan anak untuk menghafal informasi ; otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai macam informasi tanpa di tuntut untuk memahami informasi yang diingtanya itu untuk menghubungkannya dengan kehidupan sehari – hari. Akibatnya, ketika anak didik telah lulus dari sekolah, mereka pintas secara teoritis tetapi miskin aplikasi.

Undang – undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidika adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Terdapat bebrapa hal penting yang perlu kita kritisi dari konsep pendidikan tersebut menurut undang – undang.

Pertama, pendidikan adalah usaha sadar yang terancana hal ini berarti proses pendidikan disekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-untungan tetapi proses yang bertujuan sehingga segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian tujuan.


(2)

Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Hal ini berarti proses pendidikan tidak boleh mengesampingkan proses belajar.

Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan ini harus berorientasi kepada siswa.

Dan yang ke empat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya untuk masyarakat, bangsa, dan negara.

Tampaknya proses pendidikan kita di sekolah belum sesuai harapan diatas. Para guru di sekolah masih bekerja sendiri-sendiri sesuai dengan matapelajaran yang diberikannya. Seakan-akan mata pelajaran yang satu terlepas dari mata pelajaran yang lainnya. Sebab selama ini belum ada standar yang mengatur proses pelaksanaan pendidikan. Artinya belum ada pedoman yang bisa dijadikan rujukan bagaimana seharusnya proses pendidikan itu berlangsung.

B. Pengertian Standar Proses Pendidikan

Standar proses pendidikan adalah standar nasional pendidikan yang berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran pada satu satuan pendidikan untuk mencapai standar kompetensi lulusan (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 6).

Dari pengertian di atas, ada beberapa hal yang perlu digaris-bawahi. Pertama, standar proses pendidikan, yang berarti standar proses pendidikan dimaksud berlaku untuk setiap lembaga pendidikan formal pada jenjang pendidikan formal pada jenjang pendidikan tertentu dimana pun lembaga pendidikan itu berada secara nasional.

Kedua, standar proses pendidikan berkaitan dengan pelaksanaan pembelajaran, yang berarti dalam standar proses pendidikan berisi tentang bagaimana seharusnya proses


(3)

pembelajaran berlangsung, dengan demikian, standar proses proses pendidikan dimaksud dapat dijadikan pedoman bagi guru dalam pengelolaan pembelajaran.

Ketiga, standar proses pendidikan diarahkan untuk mencapai standar kompetensi lulusan. Dengan demikian, standar kompetensi lulusan merupakan sumber atau rujukan utama dalam menentukan standar proses pendidikan.

Lemahnya proses pembelajaran yang dikembangkan guru dewasa ini seperti yang telah dijelaskan di atas, merupakan salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita. Proses pembelajaan yang terjadi di dalam kelas dilaksanakan sesuai dengan kemampuan dan selera guru, padahal pada kenyataannya kemampuan guru dalam pengelolaan pembelajaran tidak merata sesuai dengan kemampuan dan latar belakang pendidikan guru serta motivasi dan kecintaan dan kecintaan mereka terhadap profesinya.

C. Fungsi Standar Proses Pendidikan

Secara umum, Standar Proses Pendidikan (SPP) sebagai standar minimal yang harus dilakukan memiliki fungsi sebagai pengendali proses pendidikan untuk memperoleh kualitas hasil dan proses pembelajaran.

1. Fungsi SPP dalam Rangka Mencapai Standar Kompetensi yang Harus Dicapai Proses pendidikan berfungsi sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni kompetensi yang harus dicapai dalam ikhtiar pendidikan. Bagaimanapun bagus dan idealnya suatu rumusan kompetensi, pada akhirnya keberhasilannya sangat tergantung pada pelaksanaan proses pembelajaran yang dilakukan guru.


(4)

Untuk mencapai tujuan pendidikan, yakni standar kompetensi yang harus dimiliki siswa, guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pendidikan di lapangan sangat menentukan keberhasilannya.

3. Fungsi SPP Bagi Kepala Sekolah

Bagi kepala sekolah SPP berfungsi sebagai barometer atau alat pengukur keberhasilan program pendidikan di sekolah yang dipimpinnya.

4. Fungsi SPP Bagi Para Pengawas (Supervisor)

Bagi para pengawas SPP berfungsi sebagai pedoman, patokan, atau ukuran dalam menetapkan bagian mana yang perlu disempurnakan atau diperbaiki oleh setiap guru dalam pengelolaan proses pembelajaran.

5. Fungsi SPP Bagi Dewan Sekolah dan Dewan Pendidikan

Melalui pemahaman SPP, maka lembaga ini dapat melaksanakan fungsinya dalam menyusun program dan memberikan bantuan khususnya yang berhubungan dengan penyediaan sarana dan prasarana yang diperlukan oleh sekolah atau guru.

D. Keterkaitan Standar Proses Pendidikan Dengan Standar Lainnya

Dalam peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 19 Tahun 2005 tentang standar pendidikan nasional dikatakan bahwa standar pendidikan nasional adalah criteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 pasal 1 ayat 1).


(5)

Standar isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam criteria tentang kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian, kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi oleh peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 Ayat 5).

Standar pendidik dan tenaga kependidikan adalah criteria pendidikan prajabatan dan kelayakan fisik maupun mental, serta pendidikan dalam jabatan (PP No. 19 Tahun 2005 Bab 1 Pasal 1 ayat 7)

Standar proses pendidikan sebagai standar pelaksanaan pembelajaran dapat di pengaruhi dan berhubungan dengan standar-standar lainnya. Hubungan standar proses dengan standar lainnya digambarkan pada bagan 1.1 berikut.

Bagan tersebut menggambarkan : pertama, standar proses pendidikan (SPP) di tentukan oleh standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar isi (SI). Artinya, proses pendidikan yang bagaimana yang harus dilakukan oleh guru harus sesuai dengan SKL dan SI, baik untuk jenjang pendidikan SD,SMP atau SMA. Kedua, efektifitas dan kelancaran spp dapat di pengaruhi atau tergantung pada tenaga pendidik dan kependidikan serta sarana dan prasarana. Oleh sebab itu, di samping spp perlu juga di rumuskan standar pendidik dan tenaga kependidikan (SPTK) serta standar sarana dan prasarana (SSP). Ketiga, efektifitas standar proses selanjutnya akan diukur oleh standar penilaian (SP). Dalam SP di tetapkan mekanisme, prosedur, dan instrumen penilaian. Keempat, keberhasilan pencapaian standar minimal pendidikan tentu saja sangat tergantung kepada pembiayaan dan pengelolaan yang dilakukan pada setiap jenjang atau satuan pendidikan. Oleh sebab itu, perlu juga di tetapkan standar pengelolaan dan standar pembiayaan.

BAB 2


(6)

A. Pendahuluan

Penetapan standar proses pendidikan merupakan kebijakan yang sangat penting dan strategis untuk pemerataan dan peningkatan kualitas pendidikan. Melalui standar proses pendidikan setiap guru dan atau pengelola sekolah dapat menentukan bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung.

Proses pembelajaran adalah merupakan suatu sistem. Dengan demikian pencapaian standar proses untuk meningkatkan kualitas pendidikan (baca: proses pembelajaran) dapat dimulai dari menganalisis setiap komponen yang dapat membentuk dan mempengaruhi proses pembelajaran.

Pada bagian ini akan diuraikan tentang strategi pencapaian proses pendidikan melalui peningkatan dan perbaikan dilihat dari sudut guru yang meliputi tentang peningkatan profesional guru serta mengoptimalkan peran guru dalam proses pembelajaran.

B. Peningkatkan Kemampuan Profesional

1. Guru Sebagai Jabatan Profesional

Untuk meyakinkan bahwa guru sebagai pekerjaan profesional , marilah kita tinjau syarat-syarat atau ciri pokok dari pekerjaan profesional.

a. Pekerjaan profesional ditunjang oleh suatu ilmu tertentu secara mendalam yang hanya

mungkin di peroleh dari lembaga-lembaga pendidikan yang sesuai, sehingga kinerjanya didasarkan kepada keilmuan yang dimilikinya yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.


(7)

b. Suatu profesi menekankan kepada suatu kehlian dalam bidang tertentu yang spesifik sesuai dengan jenis profesinya, sehingga antara profesi yang satu dengan yang lainnya dapat dipisahkan secara tegas.

c. Tingkat keahlian dan kemampuan suatu profesi didasarkan kepada latar belakang

pendidikan yang dialaminya yang diakui oleh masyarakat, sehingga semakin tinggi latar belakang pendidikan akademik sesuai dengan profesinya, semakin tinggi pula tingkat keahliannya, dengan demikian semakin tinggi pula tingkat penghargaan yang diterimanya.

d. Suatu profesi selain dibutuhkan oleh masyarakat juga memiliki dampak terhadap

sosial kemasyarakatan, sehingga masyarakat memiliki kepekaan yang sangat tinggi terhadap setiap efek yang ditimbulkannya dari pekerjaan profesinya itu.

2. Mengajar Sebagai Pekerjaan Profesional

Apakah mengajar sebagai pekerjaan profesional? Mari kita tinjau ciri dan karakteristik dari proses mengajar sebagai tugas utama profesi Guru.

a. Mengajar bukanlah menyampaikan materi pelajaran saja, akan tetapi merupakan

pekerjaan yang bertujuan dan bersifat kompleks. Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, diperlukan sejumlah keterampilan khusus yang didasarkan pada konsep dan ilmu pengetahuan yang spesifik.

b. Sebagaimana halnya tugas seorang dokter yang berprofesi menyembuhkan penyakit pasiennya, maka tugas seorang guru pun memiliki bidang kehlian yang jelas, yaitu mengarahkan siswa kearah tujuan yang diinginkan.

c. Agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang keahliannya, diperlukan tingkat keahlian yang memadai.


(8)

d. Tugas guru adalah mempersiapkan generasi manusia yang dapat hidup dan berperan aktif di masyarakat. Oleh sebab itu, tidak mungkin pekerjaan seorang guru dapat terlepas dari kehidupan sosial.

e. Pekerjaan guru bukanlah pekerjaan yang statis, tetapi pekerjaan yang dinamis, yang

selamanya harus sesuai dan menyesuaikan dengan pekermbangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

3. Kompetensi Profesional Guru

Kompetensi merupakan perilaku rasional guna mencapai tujuan yang di persyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan. Dengan demikian suatu kompetensi ditunjukkan oleh penampilan atau topik yang dapat di pertanggungjawabkan (rasional) dalam upaya mencapai suatu tujuan.

Sebagai suatu profesi, terdapat sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang guru, yaitu meliputi kompetensi pribadi, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial kemasyarakatan.

a. Kompetensi pribadi

Sebagai seorang model, guru harus mempunyai kompetensi yang berhubungan dengan pengembangan kepribadian (personal competencies) di antaranya :

1) Kemampuan yang berhubungan dengan pengalaman ajaran agama sesuai dengan keyakinan agama yang dianutnya.

2) Kemampuan untuk menghormati dan menghargai antar umat beragama.

3) Kemampuan untuk berperilaku sesuai dengan norma, aturan dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat.


(9)

4) Mengembangkan sifat-sifat terpuji sebagai seorang guru, misalnya sopan santun dan tata karma.

5) Bersifat demokratis dan terbuka terhadap pembaruan dan kritik.

b. Kompetensi profesional

Beberapa kemampuan yang berhubungan dengan kompetensi ini di antaranya :

1) Kemampuan untuk menguasai landasan kependidikan, misalnya paham akan tujuan pendidikan yang harus dicapai, baik tujuan nasional, tujuan institusional, tujuan kurikuler, dan tujuan pembelajaran.

2) Pemahaman dalam bidang psikologi pendidikan, misalnya paham tentang tahapan perkembangan siswa, paham tentang teori-teori belajar, dan lain sebagainya.

3) Kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran sesuai dengan bidang studi yang diajarkannya.

4) Kemampuan dalam mengaplikasikan berbagai metodologi dan strategi pembelajaran.

5) Kemampuan merancang dan memanfaatkan berbagai media dan sumber belajar.

6) Kemampuan dalam melaksanakan evaluasi pembelajaran. 7) Kemampuan dalam menyusun program pembelajaran.

8) Kemampuan dalam melaksanakan unsur-unsur penunjang, misalnya paham akan administrasi sekolah, bimbingan, dan penyuluhan.


(10)

9) Kemampuan dalam melaksanakan penelitian dan berpikir ilmiah untuk meningkatkan kinerja.

c. Kompetensi sosial kemasyarakatan

1) Kemampuan untuk berinteraksi dan berkomunikasi dengan teman sejawat untuk meningkatkan kemampuan professional.

2) Kemampuan untuk mengenal dan memahami fungsi-fungsi setiap lembaga kemasyarakatan.

3) Kemampuan untuk menjalin kerjasama, baik secara individual maupun secara kelompok.

C. Mengoptimalkan Peran Guru Dalam Proses Pembelajaran

Ketika ilmu pengetahuan masih terbatas, ketika penemuan hasil-hasil teknologi belum berkembang hebat seperti sekarang ini, maka peran utama guru disekolah adalah menyampaikan ilmu pengetahuan sebagai warisan kebudayaan masa lalu yang dianggap berguna sehingga harus dilestarikan. Dalam kondisi demikian guru berperan sebagai sumber belajar bagi siswa. Berikut adalah beberapa peran guru.

1. Guru sebagai Sumber Belajar

Peran guru sebagai sumber belajar merupakan peran yang sangat penting. Peran sebagai sumbr belajar berkaitan erat dengan pengausaan materi pelajaran. Kita bisa menilai baik atau tidaknya seorang guru hanya dari penguasaan materi pelajaran.

Sebagai sumber dalam proses pembelajaran hendaknya guru melakukan hal-hal sebagai berikut :


(11)

a. Sebaiknya guru memiliki bahan referensi yang lebih banyak dibandingkan dengan siswa.

b. Guru dapat menunjukkan sumber belajar yang dapat dipelajari oleh siswa yang memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata siswa yang lain.

c. Guru perlu melakukan pemetaan tentang materi pelajaran, misalnya dengan menentukan mana materi inti (core), yang wajib dipelajari siswa, mana materi tambahan, mana materi yang harus diingat kembali karena pernah dibahas. Melalui pemetaan semacam ini akan memudahkan bagi guru dalam melaksanakan tugasnya sebagai sumber belajar.

2. Guru sebagai Fasilitator

Sebagai fasilitator, guru berperan dalam memberikan pelayanan untuk memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran. Agar dapat melaksanakan peran sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, ada beberapa hal yang harus dipahami, khususnya hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber pembelajaran.

a. Guru perlu memahami berbagai jenis media dan sumber belajar beserta fungsi masing-masing media tersebut.

b. Guru perlu mempunyai keterampilan dalam merancang suatu media.

c. Guru dituntut untuk mampu mengorganisasikan berbagai jenis media serta dapat memanfaatkan berbagai sumber belajar.

d. Sebagai fasilitator, guru dituntut agar mempunyai kemampuan dalam berkomunikasi dan berinteraksi dengan siswa.


(12)

Sebagai pengelolah pembelajaran, guru berperan dalam menciptakan iklim belajar ang memungkinkan siswa dapat belajar secara nyaman. Melalui pengelolaan kelas yang baik guru dapat menjaga kelas agar tetap kondusif untuk terjadinya proses belajar seluruh siswa.

Alvin C. Eurich menjelaskan prinip-prinsip belajar yang harus diperhatikan guru, sebagai berikut :

a. Segala sesuatu yang dipelajari oleh siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri. b. Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.

c. Seorang siswa akan belajar lebih banyak apabila setiap selesai melaksanakan tahapan kegiatan diberikan reinforcement.

b. Penguasaan secara penuh dari setiap langkah memungkinkan belajar secara keseluruhan lebih berarti.

c. Apabila siswa diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk belajar.

4. Guru sebagai Demonstrator

Yang dimaksud dengan peran guru sebagai demonstrator adalah peran untuk mempertunjukkan kepada siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami setiap pesan yang disampaikan. Ada dua konteks guru sebagai demonstrator. Pertama, sebagai demonstrator berarti guru harus menunjukkan sikap-sikap yang terpuji. Dalam setiap aspek kehidupan, guru merupakan sosok ideal bagi setiap siswa.

5. Guru sebagai Pembimbing

Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa dilihat dari adanya setiap perbedaan. Artinya tidak ada dua individu yang sama. Agar guru berperan sebagai pembimbing yang baik, maka ada beberapa hal yang harus dimiliki, diantaranya: pertama, guru harus


(13)

memiliki pemahaman tentang anak yang sedang dibimbingnya. Kedua, guru harus memahami dan terampil dalam merencanakan, baik merencanakan tujuan dan kompetensi yang akan dicapai maupun merencanakan proses pembelajaran.

6. Guru sebagai Motivator

Dalam proses pembelajaran motivasi merupakan salah satu aspek dinamis yang sang atpenting. Sering terjadi siswa yang kurang berprestasi bukan disebabkan oleh kurangn yakemampuan.

Tetapi disebabkan oleh kurangnya motivasi untuk belajar. Oleh karena itu untu kmemperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif untuk dapat memban gkitkan motivasi belajar siswa.

Beberapa hal yang patut diperhatikan agar dapat membangkitkan motivasi belajaradalah sebagai berikut :

a. Memperjelas tujuan yang ingin dicapai b. Membangkitkan minat siswa

c. Menciptakan suasana belajar yang menyenangkan

d. Memberi pujian yang wajar terhadap keberhasilan siswa, e. Memberikan penilaian yang positif,

f. Memberi komentar tentang hasil pekerjaan siswa g. Menciptakan persaingan dan kerjasama.

7. Guru sebagai Evaluator

Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data atau informasitentangkeber hasilan pembelajaran yang telah dilakukan. Evaluasi tidak hanya dilakukan terhadap hasi l


(14)

akhirpembelajaran (berupa nilai atau angkaangka) tetapi juga dilakukan terhadap proses, kinerja, dan skill siswa dalam proses pembelajaran.

D. Keterampilan Dasar Mengajar Bagi Guru

Keterampilan dasar mengajar bagi guru diperlukan agar guru dapat melaksanakan perannya dalam pengelolaan proses pembelajaran, sehingga pembelajaran dapat berjalan secara efektif dan efisien. Disamping itu, keterampilan dasar merupakan syarat mutlak agar guru bisa mengimplementasikan berbagai strategi pembelajaran yang akan dibahas pada bab – bab selanjutnya. Beberapa keterampilan dasar tersebut di jelaskan sebagai berikut.

1. Keterampilan Dasar Bertanya

Melalui keterampilan ini guru dapat menciptakan suasana pembelajaran yang lebih bermakna. Dapat anda rasakan, pembelajaran akan menjadi sangat membosankan manakala selama berjam – jam guru menjelaskan materi tanpa diselingi dengan pertanyaan, baik hanya sekedar pertanyaan pancingan atau pertanyaan untuk mengajak siswa berpikir. Oleh karena itu, dalam setiap proses pembelajaran, strategi pembelajaran apapun yang digunakan, bertanya merupakan kegiatan bertanya yang selalu merupakan kegiatan yang selalu merupakan bagian yang mutlak tidak terpisahkan.

Sekarang bagaimana agar proses bertanya yang kita laksanakan dapat berhasil membelajarkan siswa? Kita harus paham bagaimana cara bertanya yang baik. Beberapa saran dalam teknik bertanya atau menerima jawaban dari pertanyaan yang kita ajukan di jelskan di bawah ini.


(15)

1. Tunjukkan keantusiasan dan kehangatan 2. Berikan waktu kepada siswa untuk berpikir 3. Atur lalu lintas bertanya jawab

4. Hindari pertanyaan ganda

b. Meningkatkan kualitas pertanyan

Disamping beberapa petunjuk secara teknis, dalam teknik bertanya juga perlu diperhatikan bagaimana meningkatkan kualitas pertanyaan agar mampu menjadi alat untuk meniingkatkan kemampuan berpikir dan meningkatkan kualitas pembelajaran bagi siswa.

1) Berikan pertanyaan secara berjenjang

2) Gunakan pertanyaan – pertanyaan untuk melacak

2. Keterampilan Dasar Memberikan Rainforcement

Keterampilan dasar penguatan (rainforcement) adalah segala bentuk respon yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah laku guru terhadap tingkah laku siswa, yang bertujuan untuk memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatan atau responnya yang diberikan sebagai suatu dorongan atau koreksi. Dengan demikian fungsi keterampilan penguatan itu adalah untuk memberikan ganjaran kepada siswa sehingga siswa akan berbesarhati dan meningkatkan partisipasinya dalam setiap proses pembelajaran.

Ada dua jenis penguatan yang dapat diberikan oleh guru, yaitu


(16)

Penguatan verbal adalah penguatan yang diungkapkan dengan kata-kata, baik kata-kata pujian maupun penghargaan atau kata-kata koreksi. Melalui kata-kata itu siswa akan merasa tersanjung dan berbesar hati sehingga ia akan merasa puas dan terdorong untuk lebih aktif belajar.

b. Penguatan Nonverbal

Penguatan nonverbal adalah penguatan yang diungkapkan melalui bahasa isyarat. Misalnya melalui anggukan kepala tanda setuju , gelengan kepala tanda tidak setuju dan sebagainnya.

Terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan dalam memberikan penguatan agar penguatan itu dapat meningkatkan motivasi pembelajaran.

 Kehangatan dan keantusiasan

 Kebermaknaan

 Gunakan penguatan yang bervariasi

 Berikan penguatan dengan segera

3. Keterampilan Variasi Stimulus

Veriasi stimulus adalah keterampilan guru untuk menjaga agar iklim pembelajaran tetap menarik perhatian, tidak membosankan, sehingga siswa menunjukkan sikap antusias dan ketekunan, penuh gairah dan berpartisipasi aktif dalam setiap langkah kegiatan pembelajaran.

Ada tiga variasi stimulus yang dapat diberikan guru yaitu :

1. Variasi pada waktu bertatap muka atau melaksanakan proses pembelajaran 2. Variasi dalam mebggunakan media/alat bantu pembelajaran


(17)

Sesuai dengan jenisnya teknik-teknik yang dapat digunakan dalam melakukan variasi stimulus dijelaskan sebagai berikut.

a. Variasi pada saat melaksanakan proses pembelajaran

Untuk menjaga agar proses pembelajaran tetap kondusif, ada beberapa teknik yang perlu dilakukan.

1). Penggunaan variasi suara (teacher voice) 2). Pemusatan perhatian (focusing)

3). Kebisuan guru (teacher silence)

4). Mengadakan kontak pandang (eye contact) 5). Gerak guru (teacher movement)

b. Variasi dalam penggunaan media dan alat pembelajaran

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi. Yang menjadi masalah adalah bagaimana agar proses komunikasi itu berjalan dengan efektif agar pesan yang ingin disampaikan dapat diterima secara utuh.

Variasi penggunaan media dan alat pembelajaran dapat dilakukan sebagai berikut.

1) Dengan menggunakan variasi media yang dapat dilihat (visual) seperti menggunakan

gambar, slide, foto dan lain-lain.

2) Variasi alat atau media yang dapat didengar (auditif) seperti menggunakan radio, musik,

deklamasi, puisi dan lain sebagainya.

3) Variasi alat atau media yang dapat diraba, dimanipulasi, dan digerakkan (motorik). c. Variasi dalam berinteraksi


(18)

Pembelajaran adalah proses interaksi antara siswa dengan lingkungannya. Guru perlu membangun interaksi secara penuh dengan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk berinteraksi dengan lingkungannya. Guru perlu menggunakan variasi interaksi dua arah yaitu, pola interaksi siswa – guru – siswa, bahkan pola interaksi yang multiarah.

4. Keterampilan Membuka dan Menutup Pelajaran

Membuka pelajaran atau set induction adalah usaha yang dilakukan oleh guru dalam kegiatan pembelajaran untuk menciptakan prakondisi bagi siswa agar mental maupun perhatian terpusat pada pengalaman belajar yang disajikan sehingga akan mudah mencapai kompetensi yang diharapkan.

Secara khusus tujuan membuka pelajaran adalah untuk : 1) Menarik perhatian siswa

2) Menumbukkan motivasi belajar siswa

3) Meberikan acuan atau rambu-rambu tentang pembelajaran yang akan dilakukan.

Menutup pelajaran dapat diartikan sebagai kegiatan yang dilakukan guru untuk mengakhiri pelajaran dengan maksud untuk memberikangambaran menyeluruh tentang apa yang telah dipelajari siswa serta kaitannya dengan pengalaman sebelumnya, mengetahui tingkat keberhasilan siswa, serta keberhasilan guru dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Menutup pelajaran dapat dilakukan dengan cara :

1) Merangkum atau membuat garis-garis besar persoalan yang baru dibahas, sehingga siswa memperoleh gambaran yang menyeluruh dan jelas tentang pokok-pokok persoalan. 2) Mengkonsolidasikan perhatian siswa terhadap hal-hal yang pokok agar infomiasi yang

telah diterima dapat membangkitkan minat untuk mempelajari lebih lanjut.

3) Mengorganisasikan kegiatan yang telah dilakukan untuk membentuk pemahaman baru tentang materi yang telah dipelajarinya

4) Memberikan tindak lanjut serta saran-saran untuk memperluas wawasan yang berhubungan dengan materi pelajaran yang telah dibahas.


(19)

5. Keterampilan Mengelola Kelas

Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru menciptakan dan memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya manakala terjadi hal-hal yang dapat mengganggu suasana pembelajaran. Terdapat beberapa jenis perilaku yang dapat menganggu iklim belajar mengajar seperti diuraikan di bawah ini.

1. Tidak adanya perhatiaan

2. Perilaku menganggu

3. Memusatkan perhatian

4. Memberikan petunjuk dan tujuan yang jelas

---0---BAB 3

Sistem Pembelajaran dalam Standar Proses Pendidikan

A.

Pengertian dan Kegunaan Sistem

Penyusunan standar proses pemdidikan diperlukan untuk menentukan kegiatan pembelajaran yang dilakukan oleh guru sebagai upaya ketercapaian standar kompetensi lulusan. Dengan demikian, standar proses dapat dijadikan pedoman oleh setiap guru dalam pengelolaan


(20)

proses pembelajaran serta menentukan komponen-komponen yang dapat mempengaruhi proses pendidikan.

Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan kualitas proses pendidikan adalah pendekatan sistem. Melalui pendekatan sistem kita dapat melihat berbagai aspek yang dapat mempengaruhi keberhasilan suatu proses.

Sistem adalah satu kesattuan komponen yang satu sama lain saling berkaitan dan saling berinteraksi untuk mencapai suatu hasil yang diharapkan secara optimal sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Sistem bermanfaat untuk merancang atau merencanakan suatu proses pembelajaran. Perencanaan adalah proses dan cara berpikir yang dapat membantu menciptakan hasil yang di harapkan. Oleh karena itulah proses perencanaan yang sistematis dalam proses pembelajaran mempunyai beberapa keuntungan diantaranya :

1. Melalui sistem perencanaan yang matang, guru akan terhindar dari keberhasilan secara

untung-untungan, dengan demikian pendekatan sistem memiliki daya ramal yang kuat tentang keberhasilan suatu proses pembelajaran,karena memang perencanaan disusun untuk mencapai hasil yang optimal.

2. Melalui sistem perencanaan yang sistematis, setiap guru dapat menggambarkan hambatan yang mungkin akan dihadapi sehingga dapat menentukan berbagai strategi yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.

3. Melalui sistem perencanaan, guru dapat menentukan berbagai langkah dalam memanfaatkan berbagai sumber dan fasilitas yang ada untuk ketercapaian tujuan.

B. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap sistem pembelajaran


(21)

Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan proses sistem pembelajaran, diantaranya faktor guru, faktor siswa, sarana, alat dan media yang tersedia, serta faktor lingkungan.

1.

Faktor Guru

Guru adalah komponen yang sangat menentukan dalam implementasi suatu strategi pembelajaran. Tanpa guru, bagaimanapun bagus dan idealnya suatu strategi, maka strategi itu tidak mungkin dapat diaplikasikan. Layaknya seorang prajurit di medan pertempuran. Keberhasilan penerapan strategi berperang untuk menghancurkan musuh akan sangat bergantung kepada kualitas prajurit itu sendiri.

Guru, dalam proses pembelajaran memegang peran yang sangat penting. Peran guru, apalagi untuk siswa pada usia pendidikan dasar, tidak mungkin dapat digantikan oleh perangkat lain, seperti televisi, radio, komputer, dan lain sebagainya. Sebab, siswa adalah organisme yang sedang berkembang yang memerlukan bimbingan dan bantuan orang dewasa.

Menurut Dunkin (1974), ada sejumlah aspek yang dapat memengaruhi kualitas proses pembelajaran dilihat dari faktor guru, yaitu: "teacher formative experience, teacher training experience and teacher properties".

Teacher formative experience, meliputi jenis kelamin serta semua pengalaman hidup guru yang menjadi latar belakang sosial mereka. Yang termasuk ke dalam aspek ini di antaranya, meliputi tempat asal kelahiran guru termasuk suku, latar belakang budaya dan adat istiadat, keadaan keluarga dari mama guru itu berasal, misalkan apakah guru itu berasal dari keluarga yang tergolong mampu atau tidak; apakah mereka berasal dari keluarga harmonis atau bukan.

Teacher training experience, meliputi pengalaman-pengalaman yang berhubungan dengan aktivitas dan latar belakang pendidikan guru, misalnya, pengalaman latihan profesional, tingkatan pendidikan, pengalaman jabatan, dan lain sebagainya.


(22)

Teacher properties, adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sifat yang dimiliki guru, misalnya sikap guru terhadap profesinya, sikap guru terhadap siswa, kemampuan atau inteligensi guru, motivasi dan kemampuan mereka baik kemampuan dalam pengelolaan pembelajaran termasuk di dalamnya kemampuan dalam merencanakan dan evaluasi pembelajaran maupun kemampuan dalam penguasaan materi pelajaran.

Selain latar guru seperti di atas, pandangan guru terhadap mata pelajaran yang diajarkan juga dapat pula memengaruhi proses pembelajaran. Guru yang menganggap mata pelajaran IPS sebagai mata pelajaran hafalan, misalnya akan berbeda dalam pengelolaan pembelajarannya dibandingkan dengan guru yang menganggap mata pelajaran tersebut sebagai mata pelajaran yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir; demikian juga dengan pelajaran matematika, banyak guru yang menganggap sebagai mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Pandangan yang demikian dapat memengaruhi cara penyajian mata pelajaran tersebut di dalam kelas

2. Faktor Siswa

Siswa adalah organisme yang unik yang berkembang sesuai dengan tahap perkembangannya. Perkembangan anak adalah perkembangan seluruh aspek kepribadiannya, akan tetapi tempo dan irama perkembangan masing-masing anak pada setiap aspek tidak selalu sama. Proses pembelajaran dapat dipengaruhi oleh perkembangan anak yang tidak sama itu, di samping karakteristik lain yang melekat pada diri anak.

Aspek latar belakang, meliputi jenis kelamin in siswa, tempat kelahiran dan tempat tinggal siswa, tingkat social ekonomi siswa, dari keluarga yang bagaimana siswa berasal dan lain sebagainya; sedangkan dilihat dari sifat yang dimiliki siswa meliputi kemampuan dasar, pengetahuan dan sikap.

Sikap dan penampilan siswa di dalam kelas, juga merupakan aspek lain yang dapat memengaruhi proses pembelajaran. Adakalanya ditemukan siswa yang sangat aktif (hyperkinetic) dan ads pula siswa yang pendiam, tidak sedikit juga ditemukan siswa yang


(23)

memiliki motivasi yang rendah dalam belajar. Semua itu Akan memengaruhi proses pembelajaran di dalam kelas. Sebab, bagaimanapun faktor siswa dan guru merupakan faktor yang sangat menentukan dalam interaksi pembelajaran.

3. Faktor Sarana Dan Prasarana

Sarana adalah segala sesuatu yang mendukung secara langsung terhadap kelancaran proses pembelajaran, misalnya media pembelajaran, alat-alat pelajaran, perlengkapan sekolah, dan lain sebagainya; sedangkan prasarana adalah segala sesuatu yang secara tidak langsung dapat mendukung keberhasilan proses pembelajaran, misalnya, jalan menuju sekolah, penerangan sekolah, kamar kecil, dan lain sebagainya. Kelengkapan sarana dan prasarana Akan membantu guru dalam penyelenggaraan proses pembelajaran; dengan demikian sarana dan prasarana merupakan komponen penting yang dapat mempengaruhi proses pembelajaran.

Terdapat beberapa keuntungan bagi sekolah yang memiliki kelengkapan sarana dam prasarana. Pertama, kelengkapan sarana dan prasarana dapat menumbuhkan gairah dan motivasi guru mengajar. Kedua, kelengkapan sarana dan prasarana dapat memberikan berbagai pilihan pada siswa untuk belajar.

4. Faktor Lingkungan

Dilihat dari dimensi lingkungan ada dua faktor yang dapat memengaruhi proses pembelajaran, yaitu faktor organisasi kelas dan faktor iklim sosial-psikologis.

Kelompok belajar yang besar dalam satu kelas berkecenderungan:

a. Sumber daya kelompok akan bertambah luas sesuai dengan jumlah siswa sehingga waktu yang tersedia akan semakin sempit.

b. Kelompok belajar akan kurang mampu memanfaatkan dan menggunakan semua sumber daya yang ada. Misalnya, dalam penggunaan waktu diskusi; jumlah siswa yang


(24)

terlalu banyak akan memakan waktu yang banyak pula, sehingga sumbangan pikiran akan sulit didapatkan dari setiap siswa.

c. Kepuasan belajar setiap siswa akan cenderung menurun. Hal ini disebabkan kelompok belajar yang terlalu banyak akan mendapatkan pelayanan yang terbatas dari setiap guru, dengan kata lain perhatian guru akan semakin terpecah.

d. Perbedaan individu antara anggota akan semakin tampak, sehingga akan semakin sukar mencapai kesepakatan. Kelompok yang terlalu besar cenderung akan terpecah ke dalam sub-sub kelompok yang saling bertentangan.

e. Anggota kelompok yang terlalu banyak berkecenderungan akan semakin banyak siswa yang terpaksa menunggu untuk sama-sama maju mempelajari materi pelajaran baru. f. Anggota kelompok yang terlalu banyak akan cenderung semakin banyaknya siswa yang

enggan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan kelompok.

C. Komponen-komponen Sistem Pembelajaran

Belajar adalah perubahan tingkah laku. Oleh sebab itu, terjadinya proses perubahan tingkah laku merupakan suatu misteri, atau para ahli psikologi menamakannya sebagai kotak hitam.

Sebagai suatu sistem kita perlu menganalisis berbagai komponen sistem proses pembelajaran. Komponen-komponen tersebut adalah tujuan, materi pelajaran, metode atau strategi pembelajaran, media atau evaluasi.

Tujuan merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pembelajaran sesuai dengan standar isi, kurikulum yang berlaku setiap satuan pendidikan adalah kurikulum berbasis kompetensi. Dalam kurikulum yang demikian, tujuan yang diharapkan dapat dicapai adalah sejumlah kompetensi yang tergambar baik dalam kompetensi dasar maupun dalam standar kompetensi.


(25)

Isi atau materi pelajaran merupakan komponen kedua dalam sistem pembelajaran. Dalam konteks tertentu, materi pelajaran merupakan inti dalam proses pembelajaran. Artinya, sering terjadi proses pembelajaran diartikan sebagai proses penyampaian materi. Dalam kondisi semacam ini, maka penguasaan materi pelajaran oleh guru mutlak diperlukan.

Strategi atau metode adalah komponen yang juga mempunyai fungsi yang sangat menentukan. Keberhasilan pencapaian tujuan sangat ditentukan oleh komponen ini. Oleh karena itu setiap guru perlu memahami secara baik peran dan fungsi metode dan strategi dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Alat dan sumber, walaupun fungsinya sebagai alat bantu, akan tetapi memiliki peran yang tidak kalah pentingnya. Dalam kemajuan teknologi seperti sekarang ini memungkinkan siswa dapat belajar darimana saja dan kapan saja dengan memanfaatkan hasil-hasil teknologi. Oleh karena itu, peran dan tugas guru bergeser dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai pengelola sumber belajar.

Evaluasi merupakan komponen terakhir dalam sistem proses pembelajaran. Evaluasi bukan saja berfungsi untuk melihat keberhasilan siswa dalam proses pembelajaran, tetapi juga berfungsi sebagai umpan balik bagi guru atas kinerjanya dalam pengelolaan pembelajaran.

Menentukan dan menganalisis kelima komponen pokok dalam proses pembelajaran diatas, akan dapat membantu kita dalam memprediksi keberhasilan proses pembelajaran.


(26)

---0---BAB 4

Tujuan dan Standar Kompetensi

A.

Pentingnya Perumusan Tujuan

Kegiatan pembelajaran yang dibangun oleh guru dan siswa adalah kegiatan yang bertujuan. Sebagai kegiatan yang beertujuan, maka segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa hendaknya diarahkan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan. Dengan demikian dalam setting pembelajaran, tujuan merupakan pengikat segala aktifitas guru dan siswa. Oleh sebab itu, merumuskan tujuan merupakan langkah pertama yang harus dilakukan dalam merancang program pembelajaran.

Ada beberapa alasan mengapa tujuan perlu dirumuskan dalam merancang suatu program pembelajaran. Pertama, rumusan tujuan yang jelas dapat digunakan untuk mengevaluasi efektivitas proses pembelajaran. Keberhasilan itu merupakan indicator keberhasilan guru merancang dan melaksanakan proses pembelajaran.


(27)

Kedua, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai pedoman dan panduan kegiatan belajar siswa. Berkaitan dengan itu guru juga dapat merencanakan dan mempersiapkan tindakan apa saja yang harus dilakukan untuk membantu siswa belajar.

Ketiga, tujuan pembelajaran dapat membantu dalam mendesain sistem pembelajaran. Artinya, dengan tujuan yang jelas dapat membantu guru dalam menentukan materi pelajaran, metode, atau strategi pembelajaran, alat, media, dan sumber belajar, serta dalam menentukan dan merancang alat evaluasi untuk melihat keberhasilan belajar siswa.

Keempat, tujuan pembelajaran dapat digunakan sebagai kontrol dalam menentukan batas-batas dan kualitas pembelajaran. Artinya, melalui penetapan tujuan, guru bisa mengontrol sampai mana siswa telah menguasai kemampuan-kemampuan sesuai dengan tujuan dan tuntutan kurikulum.

Atas dasar hal tersebut, maka setiap guru perlu memahami dan terampil merumuskan tujuan pembelajaran.

B. Tingkatan Tujuan

Tujuan pendidikan memiliki klasifikasi, dari mulai tujuan yang sangat umum sampai tujuan yang khusus yang bersifat spesifik dan dapat diukur yang kemudian dinamakan kompetensi. Tujuan pendidikandari yang bersifat umum sampai kepada tujuan khusus itu dapat di klasifikasikan menjadi empat, yaitu :

 Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)  Tujuan Institusional (TI)

 Tujuan Kurikuler (TK)


(28)

1. Tujuan Pendidikan Nasional (TPN)

TPN adalah tujuan yang bersifat paling umum dan merupakan sasaran akhir yang harus dijadikan pedoman oleh setiap usaha pendidikan, artinya setiap lembaga dan penyelenggara pendidikan harus dapat membentuk manusia yang sesuai dengan rumasan itu, baik pendidikan yang diselenggarakan oleh lembaga pendidikan formal, informal maupun nonformal.

2. Tujuan Institusional

Tujuan institusional adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan. Dengan kata lain tujuan ini didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki oleh setiap siswa setelah mereka menempuh atau dapat menyelesaikan program disuatu lembaga pendidikan tertentu.

3. Tujuan Kurikuler

Tujuan kurikuler adalah tujuan yang harus dicapai oleh setiap bidang studi atau mata pelajaran. Oleh sebab itu, tujuan kurikuler dapat didefinisikan sebagai kualifikasi yang harus dimiliki anak didik setelah mereka menyelesaikan suatu bidang studi tertentu dalam suatu lembaga pendidikan.

4. Tujuan Pembelajarana / Instruksional

Tujuan instruksional merupakan tujuan yang paling khusus. Tujuan pembelajaran yang merupakan bagian dari tujuan kurikuler, dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang harus dimiliki oleh anak didik setelah mereka mempelajari bahasan tertentu dalam bidang studi tertentu dalam satu kali pertemuan.

C. Tujuan dan Kompetensi

Dalam kurikulum yang berorientasi pada pencapaian kompetensi, tujuan yang harus dicapai oleh siswa dirumuskan dalam bentuk kompetensi. Dalam konteks pengembangan


(29)

kurikulum, kompetensi adalah perpaduan dari pengetahuan, keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak.

Dalam kompetensi sebagai tujuan, didalamnya terdapat beberapa aspek, yaitu :

1. Pengetahuan (Knowledge), yaitu kemampuan dalam bidang kognitif. Misalnya, seorang guru sekolah dasar mengetahui teknik-teknik mengindentifikasi kebutuhan siswa, dan menentukan strategi pembelajaran yang tepat sesuai dengan kebutuhan siswa.

2. Pemahaman (understanding), yaitu kedalaman pengetahuan yang dimiliki setiap individu. Misalnya, guru sekolah dasar hanya sekedar tau tentang teknik mengidentifikasi siswa, tapi juga memahami langkah-langkah yang harus dilaksanakan dalam proses mengidentifikasi tersebut.

3. Kemahiran (skill), yaitu kemampuan individu untuk melaksanakan secara praktik tentang tugas atau pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Misalnya, kemahiran guru dalam menggunaan media dan sumber pembelajaran dalam proses belajar mengajar di dalam kelas.

4. Nilai (value), yaitu norma-norma yang dianggap baik oleh setiap individu. Misalnya, nilai kejujuran, nilai kesederhanaan, nilai keterbukaan, dan lain sebagainya.

5. Sikap (attitude), yaitu pandangan individu terhadap sesuatu. Misalnya, senang-tidak senang, suka-tidak suka, dan lain sebagainya.

6. Minat (interest), yaitu kecenderungan individu untuk melakukan sesuatu perbuatan.

Sesuai dengan aspek-aspek di atas, maka tampak bahwa kompetensi sebagai tujuan dalam kurikulum itu bersifat kompleks.

Klasifikasi kompetensi mencangkup :

1. Kompetensi lulusan, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai oleh peserta didik setelah tamat mengikuti pendidikan pada jenjang atau satuan pendidikan tertentu.


(30)

2. Kompetensi standar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai setelah anak didik menyelesaikan suatu mata pelajaran tertentu pada setiap jenjang pendidikan yang diikutinya.

3. Kompetensi dasar, yaitu kemampuan minimal yang harus dicapai peserta didik dalam penguasaan konsep atau materi pelajaran yang diberikan dalam kelas pada jenjang pendidikan tertentu.

D. Standar Kompetensi Lulusan Satuan Pendidikan

Dimuka telah dijelaskan bahwa tujuan institusional atau tujuan yang harus dicapai oleh setiap lembaga pendidikan dirumuskan dari tujuan pendidikan nasional. Tujuan institusional ini harus dipahami dan dihayati oleh setiap guru, oleh karena tujuan ini merupakan dasar perumusan tujuan-tujuan yang ada dibawahnya, yakni tujuan kurikuler dan tujuan pembelajaran.

Tujuan institusional dirumuskan dalam bentuk kompetensi, yakni kemampuan yang harus dicapai setelah siswa mengalami proses pembelajaran dalam satuan pendidikan tertentu.

Badan standar nasional pendidikan (BSNP) merumuskan bahwa standar kompetensi lulusan satuan pendidikan (SKL-SP) adalah kualifikasi lulusan yang mencangkup pengetahuan, sikap dan keterampilan pada setiap satuan pendidikan yang terdiri dari satuan pendidikan dasar (SD/MI/SDLB/Paket A, SMP/MTS/SMPLB/Paket B), dan satuan pendidikan menengah (SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK).


(31)

Standar kompetensi kelompok mata pelajaran (SK-KMP) terdiri atas kelompok-kelompok mata pelajaran :

1. Agama dan akhlak mulia;

2. Kewarganegaraan dan kepribadian; 3. Ilmu pengetahuan dan teknologi; 4. Estetika;

5. Jasmani, olahraga dan kesehatan.

F. Merumuskan Tujuan Pembelajaran

Tujuan pembelajaran adalah kemampuan (kompetensi) atau keterampilan yang diharapkan dapat dimiliki oleh siswa setelah mereka melakukan proses pembelajaran tertentu. Dalam kurikulum berorientasi pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran itu juga bisa diistilahkan dengan indikator hasil belajar. Artinya, apa hasil yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Dalam kurikulum berorientasi pencapaian kompetensi, tujuan pembelajaran itu juga biasa diistilahkan dengan indikator hasil belajar. Artinya, apa hasil yang diperoleh siswa setelah mereka mengikuti proses pembelajaran.

Ada empat komponen pokok yang harus tampak dalam rumusan indikator hasil belajar seperti yang digambarkan dalam pertanyaan berikut :

1. Siapa yang belajar, atau yang diharapkan dapat mencapai tujuan atau mencapai hasil belajar itu ?


(32)

2. Tingkah laku atau hasil belajar yang bagaimana diharapkan dapat dicapai itu? 3. Dalam kondisi yang bagaimana hasil belajar itu dapat ditampilkan?

4. Seberapa jauh hasil belajar itu bisa diperoleh?

Pertanyaan pertama berhubungan dengan subjek belajar. Penentuan subjek ini sangat penting untuk menunjukkan sasaran belajar

Pertanyaan kedua berhubungan dengan tingkah laku yang harus muncul sebagai hasil belajar setelah subjek mengikuti atau melaksanakan proses pembelajaran. Istilah-istilah tingkah laku yang dapat diukur sehingga menggambarkan indikator hasil belajar itu diantaranya :

 Mengidentifikasi (identify);

 Menyebutkan (name);

 Menyusun (construct);

 Menjelaskan (describe);

 Mengatur (order);

 Membedakan (different).

Sedangkan istilah istilah untuk tingkah laku yang tidak terukur sehingga kurang tepat dijadikan sebagai tingkah laku dalam tujuan pembelajaran karena tidak menggambarkan indikator hasil belajar, misalnya :

 Mengetahui;

 Menerima;


(33)

 Mencintai;

 Mengira-ngira;

 Dan lain sebagainya.

Pertanyaan ketiga berhubungan dengan kondisi atau dalam situasi dimana subjek dapat menunjukkan kemampuannya.

Pertanyaan keempat berhubungan dengan standar kualitas dan kuantitas hasil belajar. Artinya standar minimal yang harus dicapai oleh siswa.

Dari keempat kriteria atau komponen dalam merumuskan tujuan pembelajaran maka sebaiknya rumusan tujuan pembelajaran mengandung unsur ABCD, yaitu Audience (siapa yang harus memiliki kemampuan), Behavior (perilaku yang bagaimana yang diharapkan dapat dimiliki), Condition (dalam kondisi dan situasi yang bagaimana subjek dapat menunjukan kemampuan sebagai hasil belajar yang telah diperolehnya) dan Degree (kualitas atau kuantitas tingkah laku yang diharapkan dicapai sebagai batas minimal).

---0---BAB 5

Mengajar dan Belajar dalam Standar Proses Pendidikan


(34)

Hampir satu jam pelajaran seorang guru menghabiskan waktunya untuk menyampaikan materi pelajaran kepada anak didiknya. Tentu saja materi yang ia sampaikan adalah materi yang telah ia persiapkan pada malam harinya. Sebagian besar siswa sama sekali tidak merasa tertarik dengan materi pelajaran yang disampaikannya. Karena mereka merasa bahwa apa yang disampaikan sang guru sama persis dengan apa yang ada didalam buku yang telah mereka pelajari dirumah. Oleh karena itulah mereka merasa gelisah selama mendengarkan penjelasan guru. Diantara mereka ada yang asyik membaca buku, mengobrol dan ada juga yang mengantuk.

Memperhatikan gejala yang tidak mengenakan itu, guru segera bereaksi : “anak-anak tolong perhatikan! Materi yang bapak sampaikan ini adalah materi yang sangat penting untuk kalian kuasai. Nanti soal-soal ulangan tidak akan jauh dari apa yang bapak sampaikan. Oleh karena itu, tolong perhatikan apa yang bapak sampaikan!” anak-anak diam sebentar, yang sedang mengobrol segera menghentikan obrolannya, yang sedang membaca melipat buku bacaannya, demikian juga yang sedang mengantuk melepas kantuknya. Sang guru segera melanjutkan pembelajarannya, bertutur menyampaikan informasi.

Suara sedikit melemah, karena kehabisan energi, sehingga siswa yang duduk dibangku bagian belakang tidak dapat menangkap apa yang diuraikan guru. Ini semua semakin membuat bosan siswa. Mereka kembali dengan aktivitas semula: mengobrol, membaca, dan mengantuk. “membosankan!" gerutu seorang siswa yang duduk dibelakang.

Hari ini memang membosankan, baik bagi guru maupun bagi siswa. Guru menganggap anak didiknya bandel-bandel. Ia merasa disepelehkan oleh siswa yang tidak mau mendengarkan penjelasannya. Demikian juga siswa, mereka merasa guru tidak mampu mengajar, karena ia hanya menyampaikan informasi yang sebetulnya sudah merasa mereka kuasai. Oleh sebab itu, ketika bel berbunyi tanda pelajaran berakhir, baik guru maupun siswa seakan-akan keluar dari mimpi buruk yang menegangkan. Siswapun bersorak kegirangan menyambut bunyi bel, sementara guru keluar dari kelas dengan langkah gotal karena kecapaian.


(35)

Bagaimana menurut anda, bijaksanakah tindakan guru yang demikian? Sebelum anda menjawab pertanyaan tersebut marilah kita tinjau beberapa hal yang dilakukan guru dalam proses belajar mengajar di atas.

Pertama, ketika mengajar guru tidak berusaha mencari informasi, apakah materi yang diajarkan sudah dipahami siswa atau belum. Kurangnya perhatian siswa seperti dalam peristiwa belajar mengajar di atas, jelas disebabkan karena siswa sudah memahami informasi yang disampaikan guru, sehingga mereka menganggap materi itu tidak penting lagi

Kedua, dalam proses belajar mengajar guru tidak berusaha mengajak siswa berpikir. Komunikasi terjadi satu arah, yaitu dari guru ke siswa. Guru menganggap bahwa siswa menguasai materi pelajaran lebih penting dibandingkan dengan mengembangkan kemampuan berpikir.

Ketiga, guru tidak berusaha mencari umpan balik mengapa siswa tidak mau mendengarkan penjelasannya.

Keempat, guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran dibandingkan dengan siswa. Siswa dianggap sebagai “tong kosong” yang harus didisi dengan sesuatu yang dianggapnya penting.

Keempat hal itu, merupakan kekeliruan guru dalam mengajar. Mengapa demikian? Mari kita analisis keempat hal diatas.

1. Guru tidak berusaha untuk mengetahui kemampuan awal siswa.

Seorang yang profesional dalam bidangnya, sebelum ia melakukan tindakan akan didahului dengan langkah diagnosis, sehingga langkah ini merupakan bagian dari langkah profesionalnya. Kemudian bagaimana dengan guru seperti cerita di atas? Tampaknya ia tidak melakukan langkah diagnosis tentang keadaan siswa, sehingga tidak mengetahui apakah siswa


(36)

sudah membaca buku yang ia baca. Jangan-jangan siswa lebih paham dari gurunya tentang materi pelajaran yang akan diajarkan, karena selain siswa membaca buku yang menjadi rujukan guru, siswa pun membaca buku lain yang relevan.

2. Guru tidak pernah mengajak siswa berpikir

Dalam pembelajaran, bukan hanya menyampaikan materi pelajaran akan tetapi melatih kemampuan siswa untuk berpikir, menggunakan struktur kognitifnya secara penuh dan terarah. Materi pelajaran mestinya digunakan sebagai alat untuk melatih kemampuan berpikir bukan tujuan. Mengajar yang hanya menyampaikan informasi akan membuat siswa kehilangan motivasi dan konsentrasinya. Mengajar adalah mengajak siswa berpikir, sehingga melalui kemampuan berpikir akan terbentuk siswa yang cerdas dan mampu memecahkan setiap persoalan yang dihadapinya.

3. Guru tidak berusaha memperoleh umpan balik

Proses pembelajaran adalah proses yang bertujuan. Oleh sebab itu, apa yang dilakukan oleh seorang guru seharusnya mengarah pada pencapaian tujuan. Apa bedanya seorang guru dengan seorang penjual obat? Ya, perbedaannya terletak pada tujuan yang ingin dicapai. Walau keduanya sama-sama bicara , tapi bicaranya penjual obat berbeda dengan bicaranya guru. Apa yang keluar dari mulut penjual obat, tidak lebih dari keinginannya untuk menarik perhatian orang, sedangkan apa yang keluar dari mulut seorang guru selalu diarahkan untuk mencapai tujuan belajar yakni perubahan tingkah laku..

4. Guru menganggap bahwa ia adalah orang yang paling mampu dan menguasai pelajaran

Dewasa ini berkat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terutama teknologi informasi setiap orang bisa memperoleh pengetahuan lewat berbagai media. Dengan demikian kalau sekarang ini ada guru yang menganggap dirinya paling pintar, paling menguasai sesuatu, itu sangat keliru.


(37)

Di era informasi seperti sekarang ini seharusnya telah terjadi perubahan peranan guru. Guru tidak lagi berperan sebagai satu-satunya sumber belajar, akan tetapi lebih berperan sebagai pengelola pembelajaran . dalam posisi semacam ini bisa terjadi guru dan siswa saling membelajarkan.

B.

Konsep Dasar Mengajar

1. Mengajar sebagai Proses Menyampaikan Materi Pelajaran

Secara deskriptif mengajar diartikan sebagai proses penyampaian informasi atau pengetahuan dari guru kepada siswa. Proses penyampaian itu sering juga dianggap sebagai proses mentransfer ilmu.

Sebagai proses menyampaikan atau menanamkan ilmu pengetahuan, maka mengajar mempunyai beberapa karakteristik sebagai berikut.

a. Proses pengajaran berorientasi kepada guru

Dalam kegiatan belajar mengajar guru memegang peran yang sangat penting. Guru menentukan segalanya. Mau diapakan siswa? Apa yang harus dikuasai siswa? Semuanya tergantung guru. Oleh karena betapa pentingnya peran guru, maka biasanya proses pengajaran hanya akan berlangsung manakala ada guru, dan tidak mungkin ada proses pembelajaran tanpa guru.

b. Siswa sebagai Objek Belajar

Sebagai objek belajar, kesempatan siswa untuk mengambangkan kemampuan sesuai dengan minat dan bakatnya, bahkan untuk belajar sesuai dengan gayanya, sangat terbatas. Sebab, dalam proses pembelajaran segalanya diatur dan ditentukan oleh guru.


(38)

Proses pengajaran berlangsung pada tempat dan waktu tertentu, misalnya terjadi didalam kelas dengan penjadwalan yang ketat, sehingga siswa hanya belajar manakala ada kelas yang telah di desain sedemikian rupa sebagai tempat belajar.

d. Tujuan utama pengajaran adalah penguasaan materi pelajaran.

Keberhasilan suatu proses pengajaran diukur dari sejauh mana siswa dapat menguasai materi pelajaran yang disampaikan guru.

2. Mengajar Sebagai Proses Mengatur Lingkungan

Terdapat beberapa karakteristik dari konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan itu.

a. Mengajar berpusat pada siswa (student centered)

Siswa mempunyai kesempatan untuk belajar sesuai dengan gayanya sendiri. Peran guru berubah dari peran sebagai sumber belajar menjadi peran sebagai fasilitator. Artinya, guru lebih banyak sebagai orang yang membantu siswa untuk belajar.

b. Siswa sebagai subjek belajar

Dalam konsep mengajar sebagai proses mengatur lingkungan, siswa tidak dianggap sebagai organisme yang pasif yang hanya sebagai penerima informasi, akan tetapi dipandang sebagai organisme yang aktif, yang memiliki potensi untuk berkembang.


(39)

Kelas bukanlah satu-satunya tempat belajar siswa. Siswa dapat memanfaatkan berbagai tempat belajar sesuai dengan kebutuhan dan sifat materi pelajaran.

d. Pembelajaran berorientasi pada pencapaian tujuan

Tujuan pembelajaran bukanlah penguasaan materi pelajaran, akan tetapi proses untuk mengubah tingkah laku siswa sesuai dengan tujuan yang akan dicapai.

C.

Perlunya Perubahan Paradigma tentang Mengajar

Pandangan mengajar yang hanya sebatas menyampaikan ilmu pengetahuan itu, dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan. Minimal ada tiga alasan penting. Alasan inilah yang menuntut perlu terjadinya perubahan paradigma mengajar dari mengajar hanya sebatas menyampaikan materi pelajaran kepada mengajar sebagai suatu proses mengatur lingkungan.

Pertama, siswa bukan orang dewasa dalam bentuk mini, tetapi mereka adalah organisme yang sedang berkembang. Agar mereka dapat melaksanakan tugas-tugas perkembangannya, dibutuhkan orang dewasa untuk mengarahkan dan membimbing mereka agar tumbuh dan berkembang secara optimal.

Kedua, ledakan ilmu pengetahuan mengakibatkan kecenderungan setiap orang tidak mungkin dapat menguasai setiap cabang keilmuan. Begitu hebatnya perkembangan ilmu biologi, ilmu ekonomi, hukum, dan lain sebagainya.

Ketiga, penemuan-penemuan baru khususnya dalam bidang psikologi, mengakibatkan pemahaman baru terhadap konsep perubahan tingkah laku manusia.

Ketiga hal di atas, menuntut perubahan makna dalam mengajar. Mengajar jangan diartikan sebagai proses menyampaikan materi pelajaran, atau memberikan stimulus sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi lebih dipandang sebagai proses mengatur lingkungan agar siswa belajar sesuai dengan kemampuan dan potensi yang dimilikinya.


(40)

D.

Makna Mengajar dalam Standar Proses Pendidikan

Mengajar dalam makna konteks standar proses pendidikan tidak hanya sekedar menyampaika materi pelajaran, akan tetapi juga dimaknai sebagai proses megatur lingkungan supaya siswa belajar. Makna lain mengajar yang demikian sering diistilahkan dengan pembelajaran. Hal ini mengisyaratkan bahwa dalam proses belajar mengajar siswa harus dijadikan sebagai pusat dari kegiatan. Hal ini dimaksudkan untuk membentuk watak , peradaban, dan meningkatkan mutu kehidupan peserta didik. Pembelajaran itu perlu memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Dari penjeasan di atas, maka makna pembelajaran dalam konteks standar proses pendidikan ditunjukkan oleh beberapa ciri yang dijelaskan sebagai berikut.

1. Pembelajaran adalah proses berpikir

Belajar adalah proses berpikir. Belajar berpikir menekankan kepada pro-ses mencari dan menemukan pengetahuan melalui interaksi antara inividu de-ngan lingkungan. Dalam pembelajaran berpikir proses pendidikan di sekolah tidak hanya menekankan kepada akumulasi pengetahuan materi pelajaran, akan tetapi yang diutamakan adalah kemampuan siswa untuk memperoleh pengetahuannya sendiri (Self regulated). Dengan kata lain, proses pembela-jaran hendaknya merangsang siswa untuk mengeksplorasi dan mengelaborasi sendiri sekali gus mampu mengkonfirmasi sesuatu sesuai dengan proses ber-pikirnya sendiri.

2. Proses pembelajaran adalah memanfaatkan potensi otak

Pembelajaran berpikir adalah pemanfaatan dan penggunaan otak secara maksimal. Menurut beberapa ahli, otak manusia terdiri dari dua bagian yaitu otak kanan dan otak kiri. Masing-masing belahan otak memiliki spesialisasi dalam kemampuan-kemampuan tertentu.


(41)

Proses berpikir otak kiri bersifat logis, skuensial, linier, dan rasional. Sisi ini sangat teratur. Walaupun berdasarkan realitas, ia mampu melakukan penafsiran abstrak dan simbolis. Cara berpikirnya sesuai untuk tugas-tugas teratur ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolis (De Porter, 1992).

3. Pembelajaran berlangsung sepanjang hayat

Belajar adalah proses yang terus menerus, yang tidak pernah berhenti dan tidak terbatas pada dinding kelas. Hal ini berdasar pada asumsi bahwa sepanjang kehidupannya manusia akan selalui dihadapkan pada masalah atau tujuan yang ingin dicapainya. Dalam proses mencapai tujuan itu, manusia akan dihadapkan pada berbagai rintangan. Manakala rintangan sudah dilalui-nya, maka manusia akan dihadapkan pada tujuan atau masalah baru, untuk mencapai tujuan baru itu manusia akan dihadapkan pada rintangan baru pula, yang kadang-kadang rintangan itu semakin berat. Demikianlah siklus kehi-dupan dari mulai lahir sampai kematiannya manusia akan senantiasa dihadap-kan pada tujuan dan rintangan yang terus menerus.

E.

Teori-teori Belajar

Belajar bukanlah sekedar mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan munculnya perubahan perilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Proses belajar pada hakekatnya juga merupakan kegiatan mental yang tidak dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang belajar tidak dapat disaksikan. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya gejala-gejala peruban perilaku yang tampak. Misalnya, ketika seorang guru menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun sepertinya seorang siswa memerhatikan dengan seksama sambil mengangguk-anggukan kepala, maka belum tentu yang bersangkutan belajar.


(42)

Di bawah ini akan dijelaskan beberapa teori yang dianggap sangat berpengaruh. Untuk lebih memahami teori-teori belajar, dipersilahkan untuk membaca buku-buku yang khusus membahas teori belajar seperti yang tercantum dalam daftar bacaan.

1. Beberapa Teori Belajar Behavioristik

a. Teori Belajar Koneksionisme

Teori belajar koneksionisme di kembangkan oleh Thorndike sekitar tahun 1913. Menurut teori belajar ini, belajar pada hewan dan pada manusia pada dasarnya berlangsung menurut prinsip-prinsip yang sama. Dasar terjadinya belajar adalah pembentukan asosiasi antara kesan yang ditangkap pancaindra dengan kecenderungan untuk bertindak atau hubungan antara stimulus dan repons.

Selanjutnya, dalam teori koneksionisme ini Thorndike mengemukakan hukum-hukum belajar sebagai berikut:

a) Hukum kesiapan (law of readiness) b) Hukum latihan (law of exercise) c) Hukum akibat (law of effect)

b. Teori Belajar Classical Conditioning

Seperti halnya Thorndike, Pavlov dan Watson yang menjadi tokoh teori ini juga percaya bahwa belajar pada hewan memiliki prinsip yang sama dengan manusia. Belajar atau pembentukan perilaku perlu dibantu dengan kondisi tertentu.


(43)

Teori operant Conditioning yang dikembangkan oleh skinner merupakan pengembangan dari teori stimulus respons. Skinner membedakan dua macam respons, yakni respondent respons (reflextive response) dan operant respons (instrumental response). Respondent response adalah respon yang ditimbulkan oleh perangsang-perangsang tertentu. Respon ini relatif tetap. Artinya, setiap ada stimulus semacam itu akan muncul respons tertentu. Sedangkan operant response adalah respon yang timbul dan berkembang diikuti oleh perangsang-perangsang tertentu.

2. Teori-teori Belajar Kognitif

a. Teori Gestalt

Menurut teori gestalt, belajar adalah proses mengembangkan insight. Insight adalah pemahaman terhadap hubungan antar bagian di dalam suatu situasi permasalahan. Berbeda dengan teori behaviioristik yang menganggap belajar atau tingkah laku itu bersifat mekanistis, sehingga mengabaikan atau mengingkari peranan insight.

b. Teori Medan

Teori ini dikembangkan oleh kurt lewin. Sama seperti teori Gestalt, teori medan menganggap bahwa belajar adalah proses pemecahan masalah. Beberapa hal yang berkaitan proses pemecahan masalah menurut Lewin dalam belajar adalah:

a) Belajar adalah perubahan struktur kognitif. b) Pentingnya motivasi

c. Teori Konstruktivistik

Teori ini dikembangkan oleh Piaget pada pertengahan abad 20. Pada dasarnya setiap individu sejak kecil sudah memiliki kemampuan untuk mengkonstruksi pengetahuannya sendiri.


(44)

Pengetahuan yang di konsentrasi anak sebagai sebagai subjek, maka akan menjadi pengetahuan yang bermakna, sedangkan pengetahuan yang hanya diperoleh melalui proses pemberitahuan tidak akan menjadi pengetahuan yang bermakna.

---0---BAB 6

Strategi Pembelajarn Berorientasi Aktivitas Siswa

A.

Pengertian Strategi, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran

Pada mulanya istilah strategi digunakan dalam dunia militer yang diartikan sebagai cara penggunaan seluruh kekuatan militer untuk memenangkan peperangan.

Dalam dunia pendidikan, strategi diartikan sebagai a plan, method, or series of activities design to archieves a particular educational goal (J.R.David, 1976). Jadi, dengan demikian Strategi pembelajaran dapat diartikan sebagai perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang di desain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sedangkan metode adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.

Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat juga istilah lain yang kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran.

Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan (approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan strategimaupun metode. Pendekatan dapat diartikan


(45)

sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung pada pendekatan tertentu.

B.

Jenis-jenis Strategi Pembelajaran

Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Rowntree (1974) mengelompokkan ke dalam strategi penyampaian penemuan atau exposition-discovery learning, dan strategi pembelajaran individual atau groups-individual learning.

Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung. Mengapa dikatakn strategi pembelajaran langsung ? sebab dalam strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa. Siswa tidak dituntut untuk mengolahnya. Strategi belajar invidual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan, kelambatan dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya disesain untuk belajar sendiri.

Berbeda dengan strategi pembelahjaran individual, belajar kelompok dlakukan secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang atau beberapa orang guru. Bentuk belajar kelompo itu bisa dalam pembelajara kelompok besar atau pembelajaran klasikal; atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil semacam buzz group.

Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran juga dapat dibedakan antara strategi pembelajaran dedukatif dan strategi pembelajaran induktif. Strategi pembelajaran dedukatif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan


(46)

menuju hal yang konkret. Sebaliknya dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari dimulai dari hal-hal konkret atau contoh-contoh yang kemudian secara perlahan siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar.

C.

Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran

Pembelajaran pada dasarnya adalah proses menambah informasi dan kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus kita miliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya strategi apa yang harus dlakukan agar semua itu dapa tercapai secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, sebelum menentukan strategi pembelajaran yang dapat digunakan, ada beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan.

a. Pertimbangan yang berhubungan dengan strategi yang ingin dicapai. b.Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran

c. Pertimbangan dari sudut siswa

d.Pertimbangan-pertimbangan lainnya

D.

Prinsip-prinsip Penggunaan Strategi Pembelajaran dalam Konteks

Standar Proses Pendidikan

Yang dimaksud dengan prinsip-prinsip dalam bahasan ini adalah hal-hal yang yang harus diperhatikan dalam menggunakan strategi pembelajaran. Prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran adalah bahwa tidak semua strategi pembelajaran cocol digunakan untuk mencapai semua tujuan dan semua keadaan. Oleh sebab itu guru perlu memahami prinsip-prinsip umum penggunaan strategi pembelajaran sebagai berikut.

1. Berorientasi pada Tujuan

Tujuan pembelajaran dapat menentukan suatu strategi yang harus digunakan guru. Hal ini sering dilupkan oleh guru. Guru yang senang berceramah, hampir setiap tujuan menggunakan


(47)

strategi penyampaian, seakan-akan dia berpikir bahwa segala jenis tujuan dapat dicapai dengan strategi yang demikian.

2. Aktifitas

Belajar bukanlah menghafal sejumlah fakta atau informasi. Belajar adalah berbuat, memperoleh pengalaman tertentu sesuai dengan tujuan yang diharapkan. Karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mendorong aktivitas siswa.aktivitas tidak dimaksudkan terbatas pada aktivitas fisik, akan tetapi meliputi aktivitas yang bersifat psikis seperti aktivitas mental.

3. Individualitas

Mengajar adalah usaha mengembangkan setiap individu siswa. Artinya guru yang baik atau berhasil manakala ia menangani 50 orang siswa, seluruhnya berhasil mencapai tujuan, dan sebaliknya dikatakan guru yang tidak baik atau tidak berhasil manakala ia menangani 50 orang siswa, 49 tidak berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, dilihat dari segi jumlah siswa sebaiknya standar keberhasilan guru ditentukan setinggi-tingginya.

4. Integritas

Mengajar harus dipandang sebagai usaha mengembangkan seluruh pribadi siswa. Mengajar bukan hanya mengembangkan kemampuan kognitif saja, akan tetapi juga meliputi pengembangan aspek afektif dan aspek psikomotor. Oleh karena itu, strategi pembelajaran harus dapat mengembangkan seluruh aspek kepribadian siswa secara terintegrasi.

Sesuai dengan isi peraturan pemerintah diatas, maka ada sejumlah prinsip khusus dalam pengelolaan pembelajaran, sebagai berikut.

1. Interaktif

Prinsip interaktif mengandung makna bahwa mengajar bukan hanya sekadar menyampaikan pengetahuan dari guru ke siswa akan tetapi mengajar dianggap sebagai proses mengatur lingkungan yang dapat merangsang siswa untuk belajar.

2. Inspiratif

Proses pembelajaran adalah proses inspiratif, yang memungkinkan siswa untuk mencoba dan melakukan sesuatu.berbagai macam informasi dan proses pemecahan masalah dalam


(48)

pembelajaran bukan harga mati yang bersifat mutlak, tetapi merupakan hipotesis yang merangsang siswa untuk mau dan mencobanya.

3. Menyenangkan

Proses pembelajaran adalah proses yang dapat mengembangkan seluruh potensi siswa yang dapat terwujud jika siswa terbebas dari rasa takut, dan menegangkan.

4. Menantang

Proses pembelajaran merupakan proses yang menantang bagi siswa untuk mengembangkan kemampuan berfikir. Kemampuan tersebut dapat dikembangkan melalui rasa ingin tahu siswa. Apapun yang dilakukan dan diberikan guru harus dapat merangsang siswa untuk berfikir dan melakukan.

5. Motivasi

Motivasi adalah aspek yang sangat penting untuk membelajarkan siswa. Tanpa adanya motivasi, tidak mungkin siswa memiliki kemampuan untuk belajar. Oleh karena itu, membangkitkan motivasi merupakan salah satu peran dan tugas guru dalam setiap proses pembelajaran.

E.

Pembelajaran Berorientasi Aktivitas Siswa (PBAS)

Dalam standar proses pendidikan, pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya, sistem pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata lain, pembelajaran ditekankan atau berorientasi pada aktivitas siswa (PBAS).

Ada beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa. Pertama, asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan merupakan usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik kedewasaan intelektual, social, maupun kedewasaan moral. Oleh karena itu, proses pendidikan bukan hanya mengembangkan intelektual saja, tetapi mencangkup seluruh potensi yang dimiliki anak didik.


(49)

Kedua, asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan. Asumsi tersebut menggambarkan bahwa anak didik bukanlah objek yang harus dijejali dengan informasi, tetapi mereka adalah subjek yang memiliki potensi dan proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh potensi yang dimiliki anak didik itu.

Ketiga, asumsi tentang guru adalah: (a) guru bertanggung jawab atas tercapainya hasil belajar peserta didik; (b) guru memiliki kemampuan professional dalam mengajar; (c) guru mempunyai kode etik keguruan; (d) guru memiliki peran sebagai sumber belajar, pemimpin dalam belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa dalam belajar.

Keempat, asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran adalah (a) bahwa proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu sistem; (b) peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi dengan lingkungan yang diatur oleh guru; (c) proses pengajaran akan lebih aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna; (d) pengajaran member tekanan kepada proses dan produk secara seimbang; (e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara optimal.

1. Konsep dan Tujuan PBAS

PBAS dapat dipandang sebagai suatu pendekatan dalam pembelajaran yang menekankan kepada aktifitas siswa secara optimal untuk memperoleh hasil belajar berupa perpaduan antara aspek kognitif, afektif, dan psikomotor.

Dari konsep tersebut, ada dua hal yang harus dipahami. Pertama, dipandang dari sisi proses pembelajaran , PBAS menekankan kepada aktivitas siswa secara optimal, artinya PBAS menghendaki keseimbangan antara aktivitas fisik, mental, termasuk emosional dan aktifitas intelektual. Kedua, dipandang dari sisi belajar, PBAS menghendaki hasil belajar yang seimbang dan terpadu antara kemampuan intelektual, sikap, dan keterampilan. Artinya, dalam PBAS pembentukan siswa secara utuh merupakan tujuan utama dalam proses pembelajaran.


(50)

Dari penjelasan diatas, PBAS juga sebagai salah satu bentuk innovasi dalam memperbaiki kualitas proses belajar mengajar. Dan bertujuan untuk membantu peserta didik agar bisa belajar mandiri dan kreatif, sehingga ia dapat memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dapat menunjang terbentuknya kepribadian yang mandiri.

2. Peran Guru dalam Implementasi PBAS

Dalam implementas PBAS, guru tidak berperan sebagai satu-satunya sumber belajar yang bertugas menuangkan materi pelajaran kepada siswa, akan tetapi yg lebih penting adalah bagaimana memfasilitasi agar siswa belajar. Oleh karena itu, penerapan PBAS menuntut guru untuk kreatif dan invofatif sehingga mampu menyesuaikan kegiatan mengajarnya dengan gaya dan karakteristik belajar siswa.

Untuk itu ada beberapa kegiatan yang dapat dilakukan guru, diantaranya adalah :

a. Mengemukakan berbagai alternatif tujuan pembelajaran yang harus dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dimulai.

b. Menyusun tugas-tugas belajar bersama siswa.

c. Memberikan informasi tentang kegiatan pembelajaran yang harus dilakukan. d. Memberikan bantuan dan pelayanan kepada siswa yang memerlukannya.

e. Memberikan motivasi, mendorong siswa untuk belajar, membimbing, dan lain sebagainya melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan.

f. Membantu siswa dalam menarik suatu kesimpulan.

3. Penerapan PBAS dalam Proses Pembelajaran

Dalam kegiatan belajar mengajar PBAS diwujudkan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti mendengarkan, berdiskusi, memproduksi sesuatu, menyusun laporan, memecahkan masalah, dan lain sebagainya. Keaktifan siswa itu ada yang langsung diamati, seperti


(51)

mengerjakan tugas, berdiskusi, mengumpulkan data dan lain sebagainya; akan tetapi ada yang tidak bisa diamati, seperti kegiatan mendengarkan dan menyimak.

Namun demikian, salah satu hal yang dapat kita lakukan untuk mengetahui apakah suatu proses pembelajaran memiliki kadar PBAS yang tinggi, sedang atau lemah dapat kita lihat dari kriteria penetapan PBAS dalam proses pembelajaran. Kriteria tersebut menggambarkan sejauhmana keterlibatan siswa dalam pembelajaran baik dalam perencanaan pembelajaran, proses pembelajaran maupun dalam mengevaluasi hasil pembelajaran.

1. Kadar PBAS Dilihat dari Proses Perencanaan.

 Adanya keterlibatan siswa dalam merumuskan tujuan pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan serta pengalaman dan mo-tivasi yang dimiliki sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan kegiatan pembelajaran.

 Adanya keterlibatan siswa dalam menyusun rancangan pembelajaran.

 Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan memilih sumber belajar yang diperlukan.

 Adanya keterlibatan siswa dalam menentukan dan mengadakan media pembelajaran yang akan digunakan.

2. Kadar PBAS Dilihat dari Proses Pembelajaran

 Adanya keterlibatan siswa baik secara fisik, mental-emosional mau pun intelektual dalam setiap proses pembelajaran. Hal ini dapat dili-hat dari tingginya perhatian, serta motivasi siswa untuk menyelesai-kan setiap tu-gas yang diberikan sesuai dengan waktu yang telah di-tentukan.

 Siswa belajar secara langsung (experiential learning). Dalam proses pembelajaran secara langsung, konsep dan prinsip diberikan melalui pengalaman nyata seperti merasakan, meraba, mengoperasikan, mela-kukan sendiri dan lain sebagainya.


(1)

Pada tahap ini perilaku anak didasarkan kepada rasa “adil” berdasarkan aturan permainan yang telah disepakati.

b. Tingkat Konvensional

Pada tahap ini anak mendekati masalah didasarkan pada hubungan individu-masyarakat. Kesadaran dalam diri anak mulai tumbuh bahwa perilaku itu harus sesuai dengan norma-norma dan aturan yang berlaku di masyarakat.

Tahap 3 Keselarasan interpersonal

Pada tahap ini ditandai dengan setiap perilaku yang ditampilkan individu didorong oleh keinginan untuk memenuhi harapan orang lain.

Tahap 4 Sistem sosial dan kata hati

Pada tahap ini perilaku individu bukan didasarkan pada dorongan untuk memenuhi harapan orang lain yang dihormatinya, akan tetapu didasarkan pada tuntutan dan harapan mayarakat.

c. Tingkat Postkonvensional

Pada tingkat ini perilaku bukan hanya didasarkan pada kepatuhan terhadap norma-norma masyarakat yang berlaku, akan tetapi didasari oleh adanya kesadaran sesuai dengan nilai-nilai yang dimilikinya secara individu.

Tahap 5 Kontrak sosial

Pada tahap ini perilaku individu didasarkan pada kebenaran yang diakui oleh masyarakat. Tahap 6 Prinsip etis yang universal


(2)

3. Teknik Mengklarifikasi Nilai

Teknik mengklarifikasi nilai (value clarification technique) atau sering disingkat VCT dapat diartikan sebagai teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.

Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memerhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru.

VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral VCT bertujuan:

1. Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.

2. Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina kearah peningkatan dan pembetulannya.

3. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa.

4. Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap sesuatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.


(3)

E. Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif

Proses pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan dan/atau memberikan keterampilan tertentu saja, akan tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap agar anak berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Namun demikian, dalam proses pendidikan di sekolah proses pembelajaran sikap kadang-kadang terabaikan. Hal ini disebabkan proses pembelajaran dan pembentukan akhlak memiliki beberapa kesulitan.

Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual. Dengan demikian, keberhasilan proses pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah ditentukan oleh kriteria kemampuan intelektual. Akibatnya, upaya yang dilakukan setiap guru diarahkan kepada bagaimana agar anak dapat menguasai sejumlah pengetahuan sesuai dengan standar isi kurikulum yang berlaku oleh karena kemampuan intelektual identik dengan penguasaan materi pelajaran.

Kedua, sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui proses pembiasaan maupun modeling bukan hanya ditentukan oleh faktor guru, tetapi juga faktor-faktor lain terutama faktor lingkungan. Artinya, walaupun di sekolah guru berusaha memberikan contoh yang baik, akan tetapi manakala tidak didukung oleh lingkungan anak baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, maka pembentukan sikap akan sulit dilaksanakan.

Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir, maka keberhasilan dari pembentukan sikap baru dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerlukan proses yang lama.

Keempat, pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara, berdampak pada pembentukan karakter anak. Tidak


(4)

bisa kita pungkiri, program-program televisi, misalnya yang banyak menayangkan program acara produksi luar yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, kebutuhan pendidikan yang berbeda, dan banyak ditonton oleh anak-anak, sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap dan mental anak.

Manfaat Penulisan Rangkuman Buku Strategi Pembelajaran

Dari pembahasan mengenai rangkuman buku strategi pembelajaran ini, maka dapat diperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Menambah wawasan dan pengetahuan dibidang kajian strategi pembelajaran.

2. Mengetahui pengertian, ruang lingkup serta konsep-konsep dasar dalam strategi pembelajaran.

3. Mengetahui jenis-jenis srtategi pembelajaran yang bisa diterapkan untuk pembelajaran peserta didik.


(5)

4. Memberikan pengetahuan dan keterampilan untuk menerapkan strategi pembelajaran yang sesuai dengan kondisi peserta didik yang akan diberikan materi pembelajaran pada saat proses pembelajaran.

5. Dapat mengerti kondisi anak didiknya karna bisa menerapkan model pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan kondisi peserta didik.

Kelebihan Dan Kekurangan Buku Strategi Pembelajaran

Adapun kelebihan dan kekurangan dalam buku strategi pembelajaran ini menurut saya pribadi adalah dari segi pembahasan materi setiap bab sudah sangat baik karena dalam setiap bab sudah dilengkapi dengan pendahuluan sebagai pengenalan materi, lalu pembahasan materinya sudah sangat baik, jelas dan mudah dipahami. Dari segi pembahasan materinya juga sudah sangat baik karena kajian mengenai strategi pembelajarannya sudah sangat dalam, di perjelas lagi dengan teori-teori dari para ahli sebagai acuan dalam pembahasan teori tersebut. Adapun kekurangan dari buku strategi pembelajaan ini menurut saya pribadi tidak terlalu banyak, seharusnya buku ini memuat lebih banyak lagi jenis-jenis strategi pembelajaran dan model-model pembelajaran yang ada sekarang ini sehingga akan lebih memberluas lagi wawasan kita mengenai ragam jenis strategi pembelajaran yang bisa kita gunakan untuk di terapkan dalam pembelajaran di kelas.

Komentar Mengenai Buku Strategi Pembelajaran

Berikut ini beberapa komentar atau pendapat saya pribadi mengenai buku strategi pembelajaran yang sudah dibahas dalam rangkuman ini, yaitu sebagai berikut :


(6)

1. Buku strategi pembelajaran ini sangat bagus karena mengulas mengenai bergamai macam strategi pembelajaran yang sangat baik untuk digunakan dalam pemeblajaran peserta didik di kelas.

2. Buku strategi pembelajaran ini sangat bagus karena memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menentukan strategi pembelajaran yang cocok untuk diterapkan dikelas sesuai dengan kondisi belajar siswa

PENUTUP

Demikianlah pemaparan mengenai buku strategi pembelajaran ini yang telah saya rangkum menjadi lebih sederhana dalam rangkuman buku strategi pembelajaran ini. Tujuan dari rangkuman buku ini adalah untuk lebih menyingkat dan menyederhanakan lagi materi yang dibahas dalam buku strategi pembelajaran supaya tidak terlalu panjang lebar sehingga para pembaca akan lebih mudah dalam mempelajari gagasan-gagasan inti yang terdapat dalam buku strategi pembelajaran. Harapanya semoga rangkuman buku strategi pembelajaran ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan kita dalam bidang kajian strategi pembelajaran. Apabila dalam penyusunan rangkuman buku strtegi pembelajaran ini masih terdapat banyak kesalahan penulisan ejaan, kata, maupun istilah-istilah lainnya saya mohon maaf yang sebesar-besarnya. Karena didunia ini tidak ada sesuatu yang paling sempurna kecuali kesempurnaan itu hanya miliki oleh Allah Swt semata. Sekian dan terimakasih.