Kompensasi kerugian, mulai tahun berikutnya berturut-turut Analisis Perbandingan Perlakuan Bea dan Cukai di Kawasan Berikat

69 Kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Batam, Bintan, dan Karimun sering dikenal dengan sebutan Free Trade Zone BBK Batam, Bintan, Karimun.

4.3.2 Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu KAPET

Tujuan yang ingin dicapai dengan pembentukan KAPET adalah Pengembangan pusat-pusat pertumbuhan sebagai penggerak pembangunan di wilayah sekitarnya yang pada akhirnya diharapkan dapat pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya dengan memacu pertumbuhan ekonomi di Kawasan Timur Indonesia. Berdasarkan Keppres 91998, kepada pengusaha yang melakukan kegiatan usah adi dalam KAPET diberikan perlakuan di bidang Pajak Penghasilan, berupa :

a. Pembebasan Pajak Penghasilan Pasal 22 atas impor barang

modal, bahan baku, dan peralatan lain, yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi. b. Pilihan untuk menerapkan penyusutan danatau amortisasi yang dipercepat di bidang Pajak Penghasilan.

c. Kompensasi kerugian, mulai tahun berikutnya berturut-turut

sampai paling lama 10 tahun. d. Pengurangan Pajak Penghasilan Pasal 26 atas Dividen, sebesar 50 dari jumlah yang harus seharusnya dibayar. 70

e. Pengurangan biaya sebagai berikut :

1 Berupa natura yang diperoleh karyawan, dan tidak diperhitungkan sebagai penghasilan karyawan. 2 Biaya pembangunan dan pengembangan daerah setempat, yang mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang fungsinya dapat dinikmati umum. Selain perlakuan perpajakan, dengan memperhatikan kondisi masing-masing KAPET, kepada pengusaha KAPET dapat diberikan perlakuan perpajakan tambahan berupa tidak dipungutnya Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, atas : a. Pembelian dalam negeri danatau impor barang modal dan peralatan lain oleh pengusaha di KAPET, yang berhubungan langsung dengan kegiatan produksi. b. Impor Barang Kena Pajak oleh pengusaha di KAPET, untuk diolah lebih lanjut. c. Penyerahan Barang Kena Pajak oleh pengusaha di luar KAPET kepada pengusaha di KAPET, untuk diolah lebih lanjut. d. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, antarpengusaha di dalam KAPET yang sama atau oleh pengusaha di KAPET lain kepada pengusaha di KAPET. 71 e. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk diolah lebih lanjut, oleh pengusaha di KAPET kepada pengusaha di Kawasan Berikat atau oleh pengusaha di KAPET kepada pengusaha di daerah pabean lainnya, dan hasil pekerjaan tersebut diserahkan kembali kepada pengusaha di KAPET. f. Penyerahan Jasa Kena Pajak oleh pengusaha di luar KAPET kepada atau antar pengusaha di KAPET, sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan di KAPET. g. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean maupun dalam daerah pabean oleh pengusaha di KAPET, sepanjang Barang Kena Pajak tidak berwujud tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha yang dilakukan KAPET. h. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar daerah pabean oleh pengusaha di KAPET, sepanjang Jasa Kena Pajak tersebut mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dilakukan di KAPET.

4.3.3 Kawasan Industri

Tujuan yang ingin dicapai dengan pembentukan KI adalah agar sasaran pembangunan industri dapat dicapai dengan cepat, tepat, tertib dan teratur yang pada akhirnya diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan industri di daerah, memberikan 72 kemudahan bagi kegiatan industri, mendorong kegiatan industri untuk berlokasi di Kawasan Industri, meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan. Spesifikasi Dan Fasilitasi yang diberikan kepada Kawasan Industri dalam Pasal 11Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri menyatakan bahwa “Perusahaan di dalam Kawasan Industri dapat diberikan fasilitas kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan”. Hal ini berarti bahwa dalam kawasan industri diperlakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku atau tetap dikenakan tarif atas barang yang masuk maupun barang keluar. Sedangkan untuk fasilitas perpajakan yang diberikan untuk kawasan industri menurut pasal 12 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Kawasan Industri “Fasilitas perpajakan terhadap Kawasan Industri dan Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan”. Hal ini juga berarti bahwa tidak ada perlakuan istimewa dalam hal keluar masuk barang dalam kawasan industri.

4.3.4 Kawasan Ekonomi Khusus

Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan tertentu dimana diberlakukan ketentuan khusus di bidang kepabeanan, perpajakan, 73 perijinan, keimigrasian dan ketenagakerjaan. Maksud pengembangan KEK adalah untuk memberi peluang bagi peningkatan investasi melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan dan siap menampung kegiatanindustri, ekspor-impor serta kegiatan ekonomi yang mempunyai nilai ekonomi tinggi. Berdasarkan pengertian di atas maka dapat diketahui bahwa tujuan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus antara lain adalah: membantu atau mendukung perekonomian lokal, menciptakan lapangan kerja, memperbaiki struktur industri di lokasi tersebut, meningkatkan ekspor dan meningkatkan cadangan devisa. Untuk itu maka pendekatan kawasan untuk pengembangan investasi harus bercirikan pada: a. Reasonable artinya layak secara ekonomi, sosial dan politik; b. Sustainable artinya berorientasi jangka panjang; dan c. Measurable yaitu jelas dalam instrumen dan target. Suatu kawasan yang ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus akan mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal peabean ataupun perpajakannya. Menurut Peraturan Pemerintah No.2 Tahun 2011 dalam pasal 9 menyatakan bahwa pemerintah provinsi dan atau pemerintah kabupaten kota, paling sedikit memberikan dukungan dalam bentuk : 74 a. Komitmen rencana pemberian insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan restribusi daerah serta kemudahan lainnya. b. Pendelegasian kewenangan di bidang perizinan, fasilitas dan kemudahan Kemudahan juga akan diberikan kepada perusahaan dalam wilayah KEK antara lain: a. fasilitas Pajak Penghasilan PPh dan tambahan fasilitas PPh sesuai dengan karakteristik Zona UU 392009, pasal 30 b. Fasilitas perpajakan dalam waktu tertentu kepada penanam modal berupa pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan UU 392009, pasal 31 c. Impor barang ke KEK dapat diberikan fasilitas berupa: a penangguhan Bea Masuk; b pembebasan cukai, sepanjang barang tersebut merupakan bahan baku atau bahan penolong produksi; c tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai PPN atau Pajak Pertambahan Nilai PPN dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah PPnBM untuk barang kena pajak; dan d tidak dipungut PPh impor. UU 392009, pasal 32 d. Penyerahan barang kena pajak dari tempat lain di dalam daerah pabean ke KEK dapat diberikan fasilitas tidak dipungut PPN dan PPnBM berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Penyerahan barang kena pajak dari 75 KEK ke tempat lain di dalam daerah pabean sepanjang tidak ditujukan kepada pihak yang mendapatkan fasilitas PPN dikenakan PPN atau PPN dan PPnBM sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. UU 392009, pasal 31 e. Setiap wajib pajak yang melakukan usaha di KEK diberikan insentif berupa pembebasan atau keringanan pajak daerah dan retribusi daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selain insentif pajak daerah dan retribusi daerah, pemerintah daerah dapat memberikan kemudahan lain.UU 392009, pasal 35 f. KEK memberikan kemudahan untuk memperoleh hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan UU 392009, pasal 36 g. KEK memberikan kemudahan dan keringanan di bidang perizinan usaha, kegiatan usaha, perindustrian, perdagangan, kepelabuhan, dan keimigrasian bagi orang asing pelaku bisnis, serta diberikan fasilitas keamanan UU 392009, pasal 38

4.4 Analisis Perbandingan Perlakuan Bea dan Cukai di Kawasan Berikat

dengan Perlakuan Bea dan Cukai di Kawasan tidak Berikat. 76 Penjelasan mengenai beberapa kawasan Industri di Indonesia telah dijabarkan sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Perkembangan ekonomi global Indonesia perlu memfokuskan pada peningkatan ekspor dan investasi pada beberapa kawasan khusus yang memang mendapatkan fasilitas perpajakan dan kepabeanan. Beberapa keunggulan Indonesia dapat menjadi peluang dalam menarik investasi, diantaranya, letak geografis Indonesia yang sangat ideal bagi pengembangan pusat logistik dan distribusi karena dilewati oleh jalur maritim internasional dan posisi Indonesia terletak di tengah pasar yang sangat besar, yaitu pasar ASEAN. Berikut ini disajikan perbandingan antara Kawasan Berikat dengan Kawasan tidak Berikat di Indonesia: 77 Tabel 4.1 Perbandingan Kawasan Berikat dan Kawasan tidak Berikat Kawasan Ekonomi Lainnya Kriteria Pembanding Kawasan Berikat KAPET KPBPB Kawasan Industri KEK Dasar Kebijakan Peraturan Pemerintah No. 32 tahun 2009 yang telah diubah menjadi Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.10 Tahun 2012 Keputusan Presiden No. 150 Tahun 2000. Undang-Undang No. 36 Tahun 2000. Keppres No. 411996 dan PP No. 24 2009 Undang-Undang No. 39 Tahun 2009. Definisi Tempat Penimbunan Berikat untuk menimbun barang impor danatau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean guna diolah atau digabungkan, yang hasilnya terutama untuk diekspor. Wilayah geografis dengan batas- batas tertentu yang memiliki potensi untuk cepat tumbuh dan mempunyai sektor unggulan yang dapat mengerakkan pertumbuhan ekonomi wilayah dan sekitarnya danatau Suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum NKRI yang terpisah dari daerah pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, pajak pertambahan nilai, pajak penjualan atas barang mewah, dan cukai. kawasan tempat pemusatan kegiatan industri yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang yang dikembangkan dan dikelola oleh Perusahaan Kawasan Industri yang telah memiliki Izin Usaha Kawasan Industri. Kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum NKRI yang ditetapkan untuk penyelenggaraan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu yang diberikan perlakuan khusus seperti dibebaskan dari kepabeanan, perpajakan, dan didukung 78 memerlukan dana investasi yang besar bagi pengembangann ya. infrastruktur. Penetapan Kawasan Ditetapkan dengan Keputusan Menteri. Ditetapkan dengan Keputusan Presiden. Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Tujuan Pembentuka n Kawasan Untuk memudahkan dan mempercepat proses impor dan ekspor, meningkatkan ekspor non migas khususnya ekspor industri manufaktur, meningkatkan dan mempercepat investasi, baik PMA maupun PMDN, membuka atau menyerap tenaga kerja serta memberi peluang Pemerataan pembangunan dan hasil- hasilnya ke seluruh wilayah Indonesia dengan memberikan peluang kepada dunia usaha agar mampu berperan serta dalam kegiatan pembangunan di Kawasan Timur Indonesia KTI yang relatif tertinggal dan Sebagai tempat untuk mengembangkan usaha- usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata, dan bidang- bidang lainnya. mengendalikan pemanfaatan ruang, meningkatkan upaya pembangunan industri yang berwawasan lingkungan, mempercepat pertumbuhan industri di daerah, meningkatkan daya saing industri, meningkatkan daya saing investasi, dan memberikan kepastian lokasi dalam perencanaan dan pembangunan infrastruktur, yang Mendorong investasi dan meningkatkan daya saing internasional, pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja dan penerimaan devisa. 79 bagi proses alih teknologi. beberapa lainnya di Kawasan Barat Indonesia KBI. terkoordinasi antar sektor terkait Pengelola Kawasan kelembagaa n Penyelenggara dan pengusaha Kawasan Berikat yang berbadan hukum. 1. Badan Pengembang an diketuai Menko Perekonomia n. 2. Badan Pengelola diketuai Gubernur. 3. Tim Teknis diketuai Menkimpras wil. 1. Dewan Nasional diketuai Menko Perekonomian. 2. Dewan Kawasan berasal dari unsur pemerintah. 3. Badan Pengusahaan Kawasan. Menteri, menteri terkait, dan gubemur serta bupatiwalikota sesuai dengan tugas dan kewenangan masing-masing bertanggungjawab atas pencapaian tujuan pembangunan Kawasan Industri. 1. Dewan Nasional diketuai Menko Perekonomian. 2. Dewan Kawasan diketuai Gubernur. 3. Administrator 4. Badan Usaha Fasilitas 1. Fasilitas kepabeanan berupa pengangguhan Bea Masuk. 2. Fasilitas perpajakan. 3. Kemudahan Pembebasan Bea Masuk tidak dipungut PPN, PPnBM dan PPh Pasal 22. 1. Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KPBPB melalui pelabuhan dan bandar udara yang ditunjuk dan berada di bawah pengawasan pabean 1. Perusahaan di dalam Kawasan Industri dapat diberikan fasilitas kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan 1. Fasilitas fiskal antara lain: perpajakan, kepabeanan dan cukai; perdagangan; pertanahan; keimigrasian; 80 perizinan. diberikan pembebasan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan Cukai. 2. Pemasukan barang konsumsi dari luar Daerah Pabean untuk kebutuhan penduduk di KPBPB diberikan pembebasan Bea Masuk, PPN, PPnBM, dan cukai. perundang- undangan di bidang kepabeanan. 2. Fasilitas perpajakan terhadap Kawasan Industri dan Perusahaan Industri di dalam Kawasan Industri diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan di bidang perpajakan. dan ketenagakerjaa n. 2. Fasilitas non fiskal berupa kemudahan dan keringanan antara lain: bidang perijinan usaha; kegiatan usaha; perbankan; permodalan; perindustrian; perdagangan; kepelabuhan dan keamanan. Prinsip dan Syarat 1. Mempunyai batas-batas yang jelas berikut peta lokasitempat dan rencana 1. Memiliki potensi untuk cepat tumbuh. 2. Mempunyai sektor 1. Mengembangkan usaha-usaha di bidang perdagangan, jasa, industri, pertambangan dan energi, transportasi, 1. penyediaanpeng uasaan tanah; 2. penyusunan rencana tapak tanah; 3. pematangan 1. Sesuai dengan RTRW dan tidak berpotensi mengganggu kawasan 81 tata letakdenah yang akan dijadikan Kawasan Berikat. 2. Berlokasi di kawasan industri atau kawasan budidaya yang sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan. 3. Memiliki Surat Izin Tempat Usaha, Dokumen Lingkungan Hidup, dan izin lainnya yang diperlukan dari instansi teknis terkait. unggulan yang dapat menggerakka n pertumbuhan ekonomi di wilayah sekitarnya. 3. Memiliki potensi pengembalia n investasi yang besar. 4. Untuk mengembang kan KAPET sebagai pusat pertumbuhan ekonomi, beberapa wilayah dalam KAPET dapat ditetapkan sebagai Kawasan Berikat. maritim dan perikanan, pos dan telekomunikasi, perbankan, asuransi, pariwisata, dan bidang-bidang lainnya. 2. Jangka waktu kawasan adalah 70 tahun terhitung sejak ditetapkan. 3. Jumlah dan jenis barang yang diberikan fasilitas ditetapkan oleh Badan Pengusahaan. 4. Penyediaan dan pengembangan prasarana dan sarana air dan sumber air; prasarana dan sarana perhubungan, termasuk pelabuhan laut dan bandar udara; bangunan dan jaringan listrik; pos dan telekomunikasi, serta prasarana dan tanah; 4. penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan dan mendapatkan pengesahan; 5. perencanaan dan pembangunan prasarana dan sarana penunjang termasuk pemasangan instalasiperalatan yang diperlukan; 6. penyusunan Tata Tertib Kawasan Industri; 7. pemasaran kaveling Industri; dan 8. penyediaan, pengoperasian, danatau pemeliharaan pelayanan jasa bagi Perusahaan lindung. 2. Pemerintah provinsikabup atenkota yang bersangkutan mendukung KEK. 3. Terletak pada posisi yang dekat dengan jalur perdagangan internasional atau dekat dengan jalur pelayaran internasional di Indonesia atau terletak pada wilayah potensi sumber daya unggulan. 4. Mempunyai batas yang jelas. 5. Terdiri atas satu atau 82 sarana lainnya. 5. Mata uang rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di KPBPB. Industri di dalam Kawasan Industri. beberapa zona pengolahan ekspor, logistik, industri, pengembanga n teknologi, pariwisata, energi, danatau ekonomi lain. 6. KEK harus siap beroperasi dalam waktu paling lama 3 tahun sejak ditetapkan. 7. Mata uang rupiah merupakan alat pembayaran yang sah di KEK. Penyelengga raan Infrastruktu r PU dan Pembangunan infrastruktur Kawasan Berikat difasilitasi oleh Pihak yang berperan dalam mengkoordinasi kan Penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman dikoordinasikan kepada Pemerintah Daerah dan SKPD terkait bertanggungjawab atas penyelenggaraan Standar infrastruktur PU dan permukiman minimal dalam 83 Permukima n pemerintah dan penyelenggara Kawasan Berikat. Besarnya biaya untuk pembangunan infrastruktur tersebut diperoleh dari APBN atau APBD, perusahaan yang berada di dalam kawasan tersebut, serta investor domestik ataupun asing. pembangunan infrastruktur adalah Gubernur dengan menetapkan kebijakan dan strategi pengembangan KAPET. Sedangkan pihak yang bertanggungjaw ab dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman adalah Badan Pengelola KAPET yang bekerjasama dengan SKPD terkait. Alokasi dana pembangunan Badan Pengusahaan KPBPB sebagai pengelola. Adapun dana yang dibutuhkan dalam memenuhi infrastruktur dan perumahan tersebut diperoleh dari APBN, APBD, serta sumber- sumber lain yang tidak bertentangan dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. infrastruktur PU dan permukiman. Aturan dalam penyelenggaraan infrastruktur PU dan permukiman terdapat pada RTRW Propinsi dan RTRW KabupatenKota. Alokasi dana dalam pembangunan infrastruktur PU dan permukiman tersebut diperoleh dari APBN dan APBD. KEK ditetapkan oleh Dewan Nasional yang dituangkan dalam Rencana Induk Nasional dan kebijakan umum yang terkait. Pihak yang melaksanakan pengembangan infrastruktur PU dan permukiman tersebut adalah Dewan Kawasan yang dapat dilakukan melalui pola kemitraan atau kerjasama pengadaan investasi antara pemerintah pusat, swasta, dan masyarakat. 84 infrastruktur diperoleh dari APBN dan APBD. Faktor- faktor Penyebab Keberhasila n atau Kegagalan Pengemban gan Kawasan Permasalahan yang menyebabkan kegagalan Kawasan Berikat diantaranya: 1. Inefisiensi pengelolaan kawasan. 2. Impor yang bebas bea pada Kawasan Berikat hanyalah impor dari barang- barang yang menjadi bahan baku dalam proses produksi barang untuk ekspor. 3. Iklim investasi Permasalahan yang menyebabkan kegagalan KAPET diantaranya: 1. Kurangnya peran kelembagaan pengelola dan pelaksana. 2. Kebijakan insentif fiskal yang diberikan pemerintah kurang menarik investor. 3. Iklim investasi Permasalahan yang dihadapi KPBPB diantaranya: 1. Kemudahan dalam perijinan belum berlangsung secara optimal. 2. Ketersediaan fasilitas kepelabuhan belum optimal, dan belum adanya penentuan pelabuhan untuk pemasukan dan pengeluaran barang. 3. Adanya ketentuan mengenai barang larangan dan pembatasan yang berlaku nasional. 4. Teknis dan sistem prosedur 1. Terdapat berbagai Perda yang kurang menguntungkan bagi pengusaha di kawasan industri, seperti Perda mengenai pungutan genset, penerangan jalan dan lalu lintas menambah biaya berusaha. 2. Para pelaku usaha mengeluhkan pengenaan pajak yang ditetapkan pemerintah atas kawasan industri. Pemerintah sampai saat ini masih memberlakukan Pengembangan KEK dapat dikatakan berhasil apabila: 1. Adanya komitmen yang kuat antara pemerintah daerah, kebijakan fiskal dan nonfiskal, serta infrastruktur dasar pada kawasan. 2. Pemilihan yang tepat dan pengembangan yang optimal terhadap jenis komoditas yang diunggulkan. 85 yang kurang menunjang karena rendahnya tingkat kepercayaan investor. 4. Trend pendapatan yang relatif stagnan, namun sebaliknya biaya semakin meningkat. 5. Infrastruktur yang kurang memadai, serta sarana dan prasarana yang sudah tua. 6. Sistem birokrasi pada Kawasan Berikat relatif masih rumit, seperti persyaratan belum kondusif karena belum adanya kemudahan birokrasi. 4. Terbatasnya aksessibilitas pendukung kelancaran pengembang an usaha, seperti infrastruktur yang belum memadai. kepabeanan yang ada belum diatur secara tegas. 5. Menurunnya daya tarik penanaman modal oleh investor asing dan domestik. 6. Penerimaan negara dari pajak tidak sebanding dengan potensi kerugian akibat pemberian fasilitas fiskal dan non fiskal. 7. Pengembangan KPBPB yang diharapkan dapat meningkatkan ekspor daripada impor, ternyata impor masih mendominasi daripada ekspor. peraturan perpajakan yang dinilai mengurangi gairah tumbuhnya industri di kawasan itu, contohnya dalam pemanfaatan tanah yang melebihi nominal Rp 1 miliar akan tekena pajak 20 persen. Padahal biasanya hanya 10 persen. 3. Disamping pajak, pemerintah juga dinilai tidak memberikan insentif yang memadai dibandingkan negara lain yang memiliki kawasan industri maju. 3. Tersedianya infrastruktur sesuai dengan kebutuhan kawasan. 4. Segala bentuk peraturan, hukum dan kemudahan birokrasi dalam pelaksanaannya disesuaikan dengan keinginan masyarakat internasional. 86 teknis dan nonteknis semakin ketat. 4. Infrastruktur dan Tata Ruang yang belum memadai seperti Beberapa kawasan industri belum memiliki fasilitas pengolahan limbah yang baik sehingga menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan dan sarana infrastruktur masih sangat tidak memadai. Sumber: Data diolah berdasarkan perundang-undangan yang berlaku 87 Dari table 4.1 diatas terlihat bahwa Kawasan Berikat memberikan fasilitas dan kemudahan yang lebih banyak seperti fasilitas kepabeanan berupa pembebasan Bea Masuk, fasilitas perpajakan berupa tidak dipungut Pajak Penghasilan Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan,danatau pembebasan cukai dan kemudahan perizinan. Hal ini tentunya akan memberikan dampak positif terhadap laporan keuangan Perusahaan dalam Kawasan Berikat berupa pengurangan beban pajak, bea dan cukai.

4.5 Dampak Suatu Kawasan Ditetapkan sebagai Kawasan Berikat