41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perlakuan Bea dan Cukai di Kawasan Pabean
4.1.1 Nilai Transaksi Barang Impor
Nilai Pabean adalah nilai yang digunakan sebagai dasar menghitung Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor. Besarnya
Nilai Pabean harus diberitahukan oleh Importir dalam suatu pemberitahuan Pabean dengan jujur. Nilai Pabean adalah nilai yang
digunakan sebagai dasar perhitungan Bea Masuk, jika sistem yang digunakan adalah sistem advolorum, yaitu perhitungan Bea Masuk
berdasarkan kepada nilai pabean barang impor dikalikan tarif Bea Masuk. Kegunaan penentuan nilai pabean bagi pihak Pabean adalah
untuk meneliti kebenaran nilai pabean yang diberitahukan oleh Importir. Jika pemberitahuan nilai pabean oleh Importir adalah benar,
maka benar pulalah penghitungan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor.
Pihak Pabean, yaitu Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sebagai salah satu institusi fiskal di Indonesia sesuai dengan tugas dan
fungsinya ditugasi untuk mengawasi pemasukan barang impor dengan tujuan untuk memaksimalkan penerimaan negara dari penerimaan Bea
Masuk dan Pajak dalam rangka impor. Di antaranya yang menjadi salah satu tugasnya adalah melakukan penelitian terhadap kebenaran
42 pemberitahuan nilai pabean oleh Importir pada dokumen
pemberitahuan impor dan kelengkapannya. Sesuai dengan prinsip utama WTO Valuation Agreement, dasar
utama penetapan nilai pabean adalah nilai transaksi dari barang impor yang bersangkutan. Untuk selanjutnya dalam hal nilai transaksi barang
impor yang bersangkutan tidak dapat ditentukan, maka dipakai metode lainnya dalam pelaksanaan penetapan nilai pabean. Pasal 15
UU No. 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan sebagaimana telah diubah atau ditambah dengan UU No.17 Tahun 2006, telah mengadopsi
prinsip-prisip WTO Valuation Agreement sebagai berikut: a.
Metode I, nilai transaksi barang impor yang bersangkutan b.
Metode II, nilai transaksi barang impor identik. c.
Metode III, nilai transaksi barang yang serupa. d.
Metode IV, metode deduksi. e.
Metode V, metode komputasi. f.
Metode VI, metode penetapan nilai pabean berdasarkan tata cara yang wajar dan konsisten dengan prinsip-prinsip metode I sampai
dengan metode V berdasarkan data yang tersedia didaerah pabean. Berdasarkan Pasal 25 ayat 1 Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 17 Tahun 2006 Tentang Peubahan atas Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, pembebasan bea
masuk akan diberikan atas impor:
43 a.
barang perwakilan negara asing beserta para pejabatnya yang bertugas di Indonesia berdasarkan asas timbal balik;
b. barang untuk keperluan badan internasional beserta pejabatnya
yang bertugas di Indonesia; c.
buku ilmu pengetahuan; d.
barang kiriman hadiahhibah untuk keperluan ibadah untuk umum, amal, sosial, kebudayaan, atau untuk kepentingan penanggulangan
bencana alam; e.
barang untuk keperluan museum, kebun binatang, dan tempat lain semacam itu yang terbuka untuk umum serta barang konservasi
alam; f.
barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
g. barang untuk keperluan khusus kaum tunanetra dan penyandang
cacat lainnya; h.
persenjataan, amunisi, perlengkapan militer dan kepolisian, termasuk suku cadang yang diperuntukkan bagi keperluan
pertahanan dan keamanan negara; i.
barang contoh yang tidak untuk diperdagangkan; j.
peti atau kemasan lain yang berisi jenazah atau abu jenazah k.
barang pindahan
44 l.
barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, pelintas batas, dan barang kiriman sampai batas nilai pabean danatau
jumlah tertentu; m.
obat-obatan yang diimpor dengan menggunakan angggaran pemerintah yang diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat;
n. barang yang telah diekspor untuk keperluan perbaikan, pengerjaan,
dan pengujian; o.
barang yang telah diekspor kemudian diimpor kembali dalam kualitas yang sama dengan kualitas pada saat diekspor.
p. bahan terapi manusia, pengelompokan darah, dan bahan penjenisan
jaringan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2007
tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai pada pasal 5 ayat 1 dan 2 menjelaskan tentang tarif
yang akan dikenakan terhadap barang-barang dengan sifat dan karakteristik tertentu. Pasal 5 ayat 1 menjelaskan barang kena cukai
berupa hasil tembakau dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi: a.
untuk yang dibuat di Indonesia 1.
275 dua ratus tujuh puluh lima persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik;
atau 2.
57 lima puluh tujuh persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
45 b.
untuk yang diimpor: 1.
275 dua ratus tujuh puluh lima persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga nilai pabean
ditambah bea masuk; atau 2.
57 lima puluh tujuh persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran.
Pasal 5 ayat 2 menjelaskan bahwa untuk barang kena cukai lainnya dikenai cukai berdasarkan tarif paling tinggi:
a. untuk yang dibuat di Indonesia
1. 1.150 seribu seratus lima puluh persen dari harga dasar
apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual pabrik; atau
2. 80 delapan puluh persen dari harga dasar apabila harga dasar
yang digunakan adalah harga jual eceran. b.
untuk yang diimpor 1.
1.150 seribu seratus lima puluh persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah nilai pabean
ditambah bea masuk; atau 2.
80 delapan puluh persen dari harga dasar apabila harga dasar yang digunakan adalah harga jual eceran
Dari kedua Undang-Undang tersebut dapat disimpulkan bahwa perlakuan Bea dan Cukai yang berlaku di Indonesia saat ini yaitu
sebagai biaya tambahan yang harus dikeluarkan perusahaan atas
46 barang-barang dagangannya berdasarkan tarif tertentu. Hal ini akan
berakibat pada semakin besarnya biaya yang harus dikeluarkan perusahaan dan secara langsung mempengaruhi kinerja laporan
keuangan.
4.1.2 Perhitungan Bea Masuk