Latar Belakang Pengembangan model pemrograman paralel pada kalibrasi data untuk rekonstruksi data curah hujan

1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kondisi iklim, khususnya curah hujan memberi pengaruh terhadap kegiatan yang dilakukan masyarakat. Dampak kejadian curah hujan yang ekstrim, seperti banjir dan kekeringan berdampak negatif terhadap aktivitas masyarakat. Salah satu bidang aktivitas masyarakat yang terkena dampak tersebut adalah adalah bidang pertanian. Kondisis curah hujan yang ekstrim dapat menyebabkan gagal panen dan kerusakan lahan pertanian. Bidang lain yang berdampak negatif terhadap curah hujan ekstrim adalah bidang transportasi. Hujan yang terus- menerus dapat menyebabkan banjir dan tergenangnya jalan, sehingga jalur transportasi menjadi terputus, serta dapat menyebabkan bencana longsor pada daerah yang terjal. Pemodelan data curah hujan merupakan salah satu faktor utama yang digunakan untuk membuat kebijakan daerah, khususnya di bidang tata kelola lahan, pertanian dan transportasi. Pemodelan data curah hujan diperlukan untuk menentukan daerah yang curah hujannya tinggi untuk memprediksi daerah yang rawan banjir, serta menentukan daerah yang curah hujannya rendah untuk memprediksi daerah rawan kekeringan. Oleh karena itu, perlu dikembangkan model untuk menganalisis dan memprediksi kondisi curah hujan. Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan model ini. Pertama, bahwa data pengamatan curah hujan pada titik-titik stasiun observasi iklim terbatas untuk mengembangkan suatu model curah hujan. Dan kedua, model dikembangkan untuk melakukan proses forecasting keadaan curah hujan di masa depan Buono et-al, 2010. Terdapat beberapa penelitian telah dilakukan yang berkaitan dengan model curah hujan di IPB, khususnya di Departemen Ilmu Komputer. Penelitian Normakristaguluh 2004, membandingkan PCR dengan Jaringan Syaraf Tiruan dalam proses peramalan data curah hujan pada model GCM. Hasil penelitianya menunjukka bahwa, akurasi dengan nilai R 2 menggunakan PCR tertinggi adalah 63 dan nilai akurasi R 2 dengan Jaringan Syaraf Tiruan tertinggi adalah 74. Penelitian lanjutan yang dilakukan oleh Apriyanti 2005 yang melakukan optimalisasi Jaringan Syaraf Tiruan, menunjukkan hasil akurasi hasil peramalan naik berdasarkan niali R 2 terbaik adalah 87.71. Kedua penelitian tersebut menggunakan GCM untuk memodelkan curah hujan. Selain GCM, terdapat model lain yaitu RegCM3. Model RegCM3 merupakan salah satu model yang umum digunakan untuk meneliti curah hujan. Kelebihan RegCM3 adalah tingkat resolusi yang lebih tinggi dibandingkan dengan GCM, sehingga dapat digunakan untuk menganalisis curah hujan pada wilayah tertentu yang bersifat lokal. Namun, karena data RegCM3 merupakan hasil perhitungan matematika dan fisika yang tidak berdasarkan keadaan sebenarnya, maka terjadi kesalahan data yang sistematis. Oleh karena itu, diperlukan suatu sistem yang dapat melakukan kalibrasi data Model RegCM3 sehingga mendekati keadaan curah hujan sebenarnya. Tetapi, terdapat beberapa tantangan dalam melakukan proses kalibarasi. Pertama, data curah hujan bersifat spatial dan temporal, sehingga dimensi data menjadi besar. Hal ini yang menyebabkan proses komputasi menjadi lambat. Maka perlu suatu pendekatan untuk mempercepat proses komputasi. Kedua, informasi yang dihasilkan dari proses kalibasi harus dapat diakses oleh pengguna dengan menggunakan jaringan internet.

1.2 Tujuan