Upah Riil Analisis Model Regresi Penyerapan Tenaga Kerja Data Panel

Tambunan 2011 menyatakan bahwa selain dari sisi permintaan konsumsi, dari sisi penawaran, pertumbuhan penduduk juga membutuhkan pertumbuhan kesempatan kerja sumber pendapatan. Pertumbuhan ekonomi tanpa disertai dengan penambahan kesempatan kerja akan mengakibatkan ketimpangan dalam pembagian dalam pembagian dari penambahan pendapatan tersebut ceteris paribus, yang selanjutnya akan menciptakan suatu kondisi pertumbuhan ekonomi dengan peningkatan kemiskinan. Pemenuhan kebutuhan konsumsi dan kesempatan kerja itu sendiri hanya bisa dicapai dengan peningkatan output agregat barang dan jasa atau PDRB yang terus-menerus. Dalam pemahaman ekonomi makro, pertumbuhan ekonomi adalah penambahan PDRB.

5.2.4.2 Upah Riil

Upah riil memiliki pengaruh negatif yang signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat dari nilai koefisien upah riil dalam model yang sebesar -0,6753. Nilai koefisien tersebut juga menunjukkan besarnya elastisitas upah riil terhadap penyerapan tenaga kerja. Artinya setiap peningkatan upah riil sebesar satu persen justru akan menurunkan penyerapan tenaga kerja sebesar - 0,6753 persen, dengan asumsi variabel lain dianggap tetap atau konstan. Upah bagi pekerja merupakan pendapatan, sedangkan bagi perusahaan merupakan suatu beban biaya, sehingga wajar saja jika pekerja menghendaki upah yang tinggi, melalui serikat pekerja mereka dapat menuntut kenaikan tingkat kesejahteraan. Sedangkan perusahaan akan menekan beban biaya produksi serendah-rendahnya. Hal ini mengimplikasikan bahwa pemerintah Provinsi Sumatera Barat harus berhati-hati dalam memilih dan menerapkan bentuk-bentuk kebijakan berkaitan penetapan upah minimum agar tidak terjadi dampak negatif yang tidak diinginkan. Kenaikan upah minimum yang cepat di Indonesia telah mendorong perusahaan-perusahaan untuk menggunakan lebih banyak mesin dan tenaga kerja terampil dalam proses produksi. Hal ini menyebabkan berkurangnya kesempatan kerja bagi tenaga kerja tidak terampil, khususnya pekerja perempuan, usia muda, dan kurang terdidik. Penelitian senada dilakukan oleh Smeru 2001 dan 2004 yang menyimpulkan bahwa kenaikan upah minimum riil berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja, dengan perkecualian bagi pekerja kerah putih. Dengan adanya kenaikan tingkat upah minimum maka perusahaan akan mengurangi sebagian tenaga kerja untuk digantikan dengan pekerja kerah putih. Hal ini juga menunjukkan bahwa setelah adanya kenaikan upah minimum perusahaan mengubah proses produksi yang padat tenaga kerja dengan proses produksi yang lebih padat modal dan lebih menuntut keterampilan. Karena adanya saling keterkaitan antara modal dan keterampilan, maka proporsi pekerja kerah putih yang lebih tinggi menandai adanya pemanfaatan teknologi yang lebih padat modal. Sukirno 2000 menyatakan bahwa salah satu cara agar penyerapan tenaga kerja dapat ditingkatkan oleh suatu negara adalah dengan kebijakan pendapatan income policy yaitu dengan mengendalikan tuntutan kenaikan pendapatan pekerja untuk menghindari kenaikan biaya produksi yang berlebihan. Dengan tingkat upah sesuai mekanisme pasar tersebut diharapkan investor akan meningkatkan outputnya karena turunnya biaya produksi termasuk biaya faktor produksi tenaga kerja. Hal ini akan berdampak meningkatnya aggregat supply yang secara perlahan akan mereduksi pengangguran sehingga perekonomian dapat mendekati kondisi full employment tingkat pengangguran kurang dari 4 persen. Namun pada saat kesejahteraan pekerja masih rendah, kebijakan seperti ini juga kurang efektif. Hal yang lebih realistis dilakukan adalah dengan menetapkan upah minimum sewajarnya yang diikuti dengan peningkatan skill pekerja agar produktivitasnya meningkat sebanding dengan kenaikan upah minimum.

5.2.4.3 Pengeluaran Pemerintah