pendapatan yang memadai, tingkat keamanan dan kenyamanan kerja, serta keuntungan lain yang dapat diperoleh.
Untuk mencari solusi yang tepat dari permasalahan tersebut dibutuhkan kajian mengenai ketenagakerjaan yaitu penyerapan tenaga kerja beserta faktor-
faktor yang memengaruhi. Kajian tersebut juga berguna untuk merumuskan strategi kebijakan dalam ketenagakerjaan pada masa yang akan datang. Bertolak
dari uraian di atas, maka permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat?
2. Bagaimana pengaruh pengeluaran pemerintah, PDRB, dan upah riil terhadap penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat, dan seberapa besar
pengaruh dari masing-masing faktor tersebut?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah, maka tujuan yang ingin dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Menganalisis keadaan ketenagakerjaan di Provinsi Sumatera Barat. 2. Menganalisis pengaruh pengeluaran pemerintah, PDRB, dan upah riil terhadap
penyerapan tenaga kerja di Provinsi Sumatera Barat serta besarnya pengaruh dari masing-masing faktor tersebut.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang terkait. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
bahan sekaligus rekomendasi mengenai strategi kebijakan yang optimal untuk mengurangi tingginya pengangguran di Indonesia khususnya Provinsi Sumatera
Barat. Sedangkan bagi pembaca diharapkan bisa menjadi informasi dan bahan acuan untuk melakukan penelitian sejenis atupun lebih lanjut. Bagi penulis sendiri
penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses pembelajaran dalam penerapan ilmu yang telah dipelajari di bidang ekonomi.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini hanya akan membahas faktor-faktor yang dapat mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Penyerapan tenaga kerja mencakup
seluruh sektor baik formal maupun informal. Adapun faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penyerapan tenaga kerja dibatasi pada pengeluaran pemerintah,
PDRB, dan upah riil. Objek penelitian ini adalah Provinsi Sumatera Barat dengan periode waktu Tahun 2005-2010. Adapun data diperoleh dari publikasi-publikasi
yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik BPS RI maupun BPS Provinsi Sumatera Barat.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Ketenagakerjaan
Penduduk suatu negara dapat dibagi menjadi dua yaitu tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja adalah penduduk yang berusia kerja 15 tahun
ke atas, sesuai dengan UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003. Penduduk usia kerja dikelompokkan menjadi angkatan kerja dan bukan angkatan kerja.
Dikatakan angkatan kerja adalah penduduk yang termasuk usia kerja yang mempunyai pekerjaan, atau mempunyai pekerjaan namun untuk sementara tidak
bekerja dan yang mencari pekerjaan. Bukan angkatan kerja adalah penduduk dalam usia kerja yang tidak bekerja atau sedang tidak bekerja atau tidak
mempunyai pekerjaan karena sekolah, mengurus rumah tangga serta menerima pendapatan tapi bukan merupakan imbalan langsung atas jasa kerjanya misal
pensiunan. Tenaga kerja adalah salah satu dari faktor produksi yang penting, karena
produktivitas dari faktor produksi lain bergantung pada produktivitas tenaga kerja dalam menghasilkan produksi. Selain itu, tenaga kerja adalah penggerak
pembangunan. Tenaga kerja diartikan sebagai penduduk usia kerja, yaitu penduduk yang berusia dari 15-64 tahun. Sebelum tahun 1997, definisi tenaga
kerja adalah mereka yang berusia 10 tahun ke atas BPS, 2010.
Konsep bekerja menurut BPS adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh dan membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan, paling sedikit satu jam tidak terputus dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pula kegiatan pekerja keluarga
tanpa upah yang membantu dalam suatu usahakegiatan ekonomi.
Gambar 2.1 Diagram Ketenagakerjaan Sumber : Keadaan Angkatan Kerja di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2010
2.1.2 Pengeluaran Pemerintah
Kegiatan pemerintah berfungsi untuk menyediakan jasa pelayanan umum bagi masyarakat yang secara ekonomis sulit dinilai, seperti melaksanakan
administrasi pemerintah, menjaga kestabilan dan keamanan negara, meningkatkan
pendidikan dan kesehatan masyarakat, mengatur kebijaksanaan perekonomian dengan negara lainnya.
Keynes berpendapat tingkat kegiatan dalam perekonomian ditentukan oleh perbelanjaan agregat. Pada umumnya perbelanjaan agregat dalam suatu periode
tertentu adalah kurang dari perbelanjaan agregat yang diperlukan untuk mencapai tingkat full employment. Keadaan ini disebabkan karena investasi yang dilakukan
para pengusaha biasanya lebih rendah dari tabungan yang akan dilakukan dalam perekonomian full employment. Keynes berpendapat sistem pasar bebas tidak
akan dapat membuat penyesuaian-penyesuaian yang akan menciptakan full employment. Untuk mencapai kondisi tersebut diperlukan kebijakan pemerintah.
Tiga bentuk kebijakan pemerintah yaitu kebijakan fiskal, moneter dan pengawasan langsung. Kebijakan fiskal melalui pengaturan anggaran pengeluaran
dan penerimaan pemerintah. Dalam masa inflasi biasanya kebijakan fiskal akan berbentuk mengurangi pengeluaran pemerintah dan meningkatkan pajak.
Sebaliknya apabila pengangguran serius maka pemerintah berusaha menambah pengeluaran dan berusaha mengurangi pajak Mankiw, 2007.
2.1.3 PDRB
Indikator yang sering dipakai untuk menilai kinerja perekonomian suatu negara adalah Produk Domestik Bruto PDB, sedangkan indikator untuk melihat
kinerja ekonomi suatu wilayah dalam suatu negara tertentu digunakan PDRB Produk Domestik Regional Bruto, yang merupakan keseluruhan nilai tambah
yang timbul akibat adanya berbagai aktivitas ekonomi yang dilakukan dalam
suatu wilayah terutama yang dikaitkan dengan kemampuan wilayah tersebut dalam mengelola sumber daya yang dimiliki. Disebut domestik karena
menyangkut batas wilayah dan dinamakan bruto karena telah memasukkan komponen penyusutan dalam perhitungannya. PDRB secara umum disebut juga
agregat ekonomi, maksudnya angka besaran total yang menunjukkan prestasi ekonomi suatu wilayah. Dari agregat ekonomi ini selanjutnya dapat diukur
pertumbuhan ekonomi. Untuk menghitung pertumbuhan ekonomi riil terlebih dahulu harus dihilangkan pengaruh perubahan harga yang melekat pada angka-
angka agregat ekonomi menurut harga berlaku sehingga terbentuk harga agregat ekonomi menurut harga konstan.
Penelitian Okun 1980 dalam Dornbusch 1991 di Amerika Serikat yang
dilatarbelakangi anggapan bahwa dari waktu ke waktu angkatan kerja mengalami pertumbuhan sehingga pengangguran akan naik kecuali jika output riil maupun
kesempatan kerja mengalami pertumbuhan yang cukup pesat. Dalam bentuk pertumbuhan, Okun membuktikan bahwa tingkat pengangguran akan turun
sebesar 0,4 persen setiap laju pertumbuhan PDB riil sebesar 1 persen per tahun. Hukum Okun ini merupakan hasil dari penelitian empiris sehingga hukum
tersebut bukan merupakan hukum yang tetap, karena angka estimasi atas hubungan antara trend laju pertumbuhan output dan tingkat pengangguran akan
berubah dari waktu ke waktu. Pertumbuhan ekonomi yang meningkat memerlukan tenaga kerja
tambahan sebagai faktor produksi untuk memenuhi permintaan agregat yang meningkat. Kondisi seperti ini terutama akan terjadi pada struktur perekonomian
yang memiliki corak padat karya labour intensive. Apabila struktur perekonomian suatu wilayah adalah capital intensive padat modal, maka
pertumbuhan ekonomi hanya akan meningkatkan kebutuhan modal dan tidak akan menyerap banyak tenaga kerja.
2.1.4 Upah Riil
Kaum ekonom klasik menyatakan, bahwa tenaga kerjakaryawan mendasarkan penawaran tenaga kerja atas upah riil WP. Oleh karena itu,
kenaikan upah nominal tidak akan mengubah penawaran tenaga kerja apabila kenaikan upah tersebut disertai dengan kenaikan tingkat harga yang sepadan.
Orang yang merasa lebih kaya karena kenaikan upah nominal dan kenaikan tingkat harga yang sama dikatakan terkena money illusion. Orang yang rasional
tidak akan mengalami ilusi uang, karena mereka hanya mau mengubah penawaran tenaga kerja apabila terjadi perubahan dalam upah riil.
Burtt 1963 dalam bukunya berjudul “Labor Market, Unions and Government Policies
” menyatakan bahwa ada beberapa teori yang menjelaskan proses penentuan upah dan faktor-faktor yang mempengaruhi upah pekerja,
diantaranya yaitu: 1. Teori Kebutuhan Hidup Subsistence Theory
Salah satu teori upah yang paling tua adalah teori kebutuhan hidup Subsistence Theory yang dikemukakan David Ricardo. Teori ini secara
sederhana mengemukakan bahwa tingkat upah yang diterima oleh tenaga kerja yang tidak memiliki keterampilan unskilled worker hanya dipengaruhi oleh
kepentingan untuk menutup biaya hidup kebutuhan pekerja dan keluarganya. Keadaan upah di pasar tenaga kerja akan berfluktuasi di sekitar subsistence level.
Penawaran tenaga kerja tidak akan meningkat atau menurun dalam hubungan jangka panjang long run. Jika tingkat upah naik diatas biaya hidup minimum
pekerja, maka akan meningkatkan penawaran tenaga kerja dan akan menurunkan tingkat upah. Apabila tingkat upah berada di bawah biaya hidup minimum maka
hal ini akan menurunkan kekuatan penawaran tenaga kerja labor force dan kemudian tingkat upah akan naik menuju subsistence level kembali.
2. Teori Upah Besi Iron Wage Theory Teori ini dikemukakan oleh Ferdinand Lassalle, yang menyatakan bahwa
dengan adanya subsistence theory kepentingan pekerja tidak terlindungi. Oleh karena itu peran serikat pekerja dalam melindungi kepentingan pekerja menjadi
hal yang sangat penting. Dengan adanya serikat pekerja tersebut, pekerja akan berusaha menuntut upah yang melebihi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya.
Teori iron wage ini cenderung merugikan kepentingan pengusaha dan pekerja yang belum mendapatkan pekerjaan. Kenaikan upah akibat desakan serikat
pekerja akan menurunkan permintaan tenaga kerja sehingga para penganggur akan semakin sulit mendapatkan pekerjaan dan para pengusaha akan disulitkan dengan
kenaikan biaya produksi. 3. Wage Fund Theory
Teori upah ini dikemukakan oleh John Stuart Mill. Menurut teori ini tingkat upah tergantung pada permintaan dan penawaran tenaga kerja. Penawaran
tenaga kerja tergantung pada jumlah dana upah yaitu jumlah modal yang
disediakan perusahaan untuk pembayaran upah. Peningkatan tabungan akan meningkatkan nilai investasi pada sektor-sektor ekonomi sehingga sektor-sektor
ekonomi tersebut berupaya meningkatkan kapasitas produksinya, yaitu dengan meningkatkan jumlah tenaga kerja. Peningkatan modal capital ini berakibat
meningkatnya upah pekerja karena permintaan tenaga kerja semakin meningkat. Teori ini juga menjelaskan bahwa peningkatan jumlah penduduk akan
mendorong tingkat upah cenderung turun, karena tidak sebanding antara jumlah tenaga kerja dengan penawaran tenaga kerja. Sehingga menurut teori ini tingkat
upah dapat ditingkatkan hanya dengan mengurangi penawaran tenaga kerja dan dengan meningkatkan tabungan.
4. Marginal Productivity Theory Teori ini menyatakan bahwa dalam rangka memaksimumkan keuntungan,
tiap-tiap pengusaha menggunakan faktor-faktor produksi sedemikian rupa sehingga tiap faktor produksi yang dipergunakan menerima atau diberi imbalan
sebesar nilai pertambahan hasil marginal dari faktor produksi tersebut. Pengusaha mempekerjakan sejumlah karyawan sedemikian rupa sehingga nilai pertambahan
hasil marginal seorang pekerja sama dengan upah yang diterima pekerja tersebut. Teori ini menyatakan bahwa karyawan memperoleh upah sesuai dengan
produktivitas marginalnya terhadap pengusaha. Kegagalan upah dalam melakukan penyesuaian sampai penawaran tenaga
kerja sama dengan permintaannya merupakan indikasi adanya kekakuan upah wage rigidity. Kekakuan upah merupakan salah satu penyebab terjadinya
pengangguran. Untuk memahami kekakuan upah dan pengangguran struktural,
maka penting untuk memahami mengapa pasar tenaga kerja tidak berada pada tingkat keseimbangan penawaran dan permintaan. Hal ini dapat dilihat
berdasarkan Gambar 2.2, saat upah riil melebihi tingkat ekuilibrium dan penawaran pekerja melebihi permintaannya, maka perusahaan-perusahaan
diharapkan akan menurunkan upah yang akan dibayar kepada para pekerja. Namun pada kenyataannya, hal ini tidak terjadi. Pengangguran struktural
kemudian muncul sebagai implikasi karena perusahaan gagal menurunkan upah akibat kelebihan penawaran tenaga kerja Mankiw 2007.
Gambar 2.2 Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja Sumber: Mankiw 2007.
Menurut Mankiw 2007 kekakuan upah riil menyebabkan penjahatan pekerjaan. Jika upah riil tertahan di atas tingkat ekuilibrium pada W
1
maka penawaran tenaga kerja melebihi permintaannya akibatnya adalah pengangguran.
Kekakuan upah ini terjadi sebagai akibat dari undang-undang upah minimum atau kekuatan monopoli serikat pekerja. Berbagai faktor tersebut
berpotensi menjadikan upah tertahan di atas tingkat upah keseimbangan. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan pengangguran. Undang-undang upah minimum
menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada para karyawannya. Kebijakan upah minimum ditengarai akan lebih banyak berdampak
pada penganggur dengan usia muda Mankiw 2007. Alasannya yaitu pekerja dengan usia lebih muda termasuk anggota angkatan kerja yang kurang terdidik
dan kurang berpengalaman, maka mereka cenderung memilki produktivitas marginal yang rendah.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu
Sari 2011, melakukan penelitian mengenai “Pengangguran di Indonesia
1984-2008: Persistensi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya ” dengan
menggunakan uji panel unit root test. Adapun variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian antara lain: angkatan kerja, pangsa sektor manufaktur terhadap
PDRB, tingkat kepemilikan rumah, upah minimum propinsi, dependency ratio, pangsa sektor pertanian terhadap PDRB, dan PDRB perkapita. Kesimpulan yang
dihasilkan dalam penelitian tersebut adalah angkatan kerja dan upah minimum provinsi berpengaruh positif terhadap tingkat pengangguran regional. Faktor-
faktor tersebut secara simultan mengarah pada kondisi kekakuan upah yang berkepanjangan dan proses pencarian kerja yang lebih panjang sehingga
berdampak pada persistensi pengangguran.
Kuntoro 2007 dalam penelitiannya mengenai “Hubungan Simultan
Antara Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja serta Variabel yang Mempengaruhinya
” menggunakan uji regresi data panel dengan model fixed effect. Penelitian dilakukan di 26 provinsi di Indonesia pada periode tahun 1997-
2004. Kesimpulan yang dihasilkan yaitu pertumbuhan ekonomi dan tingkat perubahan harga signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja, adapun
investasi fisik tidak signifikan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Pada tahun yang sama Nilasari 2007 melakukan penelitian mengenai
“Pengaruh Pengeluaran Pemerintah, Investasi, dan Upah Minimum Regional Terhadap Kesempatan Kerja di Jawa Barat studi kasus tahun 1986-2005
”. Uji dilakukan dengan menggunakan regresi linier berganda model double-log.
Kesimpulan yang dihasilkan dalam penelitian tersebut yaitu pengeluaran pemerintah dan upah minimum regional memberikan pengaruh positif terhadap
kesempatan kerja, sedangkan investasi memberikan pengaruh negatif terhadap kesempatan kerja di Jawa Barat.
Sitanggang dan Nachrowi 2004 melakukan penelitian yang berjudul “Pengaruh Struktur Ekonomi pada Penyerapan Tenaga Kerja Sektoral”. Penelitian
dilakukan di 30 provinsi di Indonesia pada kurun waktu 1980-2000. Metode anaisis yang digunakan adalah regresi data panel Generalized Least Squared
GLS dengan penimbang Cross Section Weights. Kesimpulan yang dihasilkan yaitu adanya peningkatan dan penurunan dalan jumlah penyerapan tenaga kerja
disebabkan oleh perubahan populasi, net migration, output dan juga upah.
Lembaga Penelitian Smeru 2004 dalam penelitian “Kebijakan Pasar
Tenaga Kerja dan Hubungan Industrial unt uk Memperluas Kesempatan Kerja”.
Alat analisis yang digunakan yaitu analisis regresi linier berganda. Analisis tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa pertumbuhan ekonomi dan upah riil
berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat pengangguran terbuka. Smeru 2001 juga
melakukan penelitian dengan judul “Dampak Kebijakan Upah Minimum terhadap Tingkat Upah dan Penyerapan Tenaga Kerja
di Daerah Perkotaan Indonesia ”. Uji dilakukan dengan menggunakan analisis
regresi linier berganda. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kenaikan upah minimum berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Temuan yang
lebih penting lagi dari studi ini adalah bahwa dampak negatif dari upah minimum sangat dirasakan oleh kelompok yang mempunyai kerentanan tinggi terhadap
perubahan dalam kondisi pasar tenaga kerja, seperti pekerja perempuan, pekerja muda usia, dan pekerja berpendidikan rendah.
Downes 1998 melakukan penelitian yang berjudul “An Economic Analysis of Unemployment in Trinidad and Tobago
”. Penelitian dilakukan pada periode 1963-1996 dengan menggunakan metode Ordinary least Squares OLS
dan Error Correction Model. Analisis ekonomi mengenai pengangguran di Trinidad dan Tobago mengindikasikan masalah yang serius. Penelitian tersebut
menyimpulkan bahwa variabel-variabel yang dominan mempengaruhi penurunan tingkat pengangguran di Trinidad dan Tobago adalah GDP. Peningkatan upah riil
juga berdampak pada tingkat pengangguran terutama pada jangka panjang.
2.3 Kerangka Pikir