Model Random Effects Model Penelitian

= vektor berukuran T x 1 = vektor berukuran T x 1 Metode fixed effects, digunakan apabila error term terdiri dari: 3.6

3.2.2.3 Model Random Effects

Estimasi data panel dengan fixed effects melalui teknik variabel dummy sering menunjukkan ketidakpastian model yang digunakan. Untuk mengatasi masalah ini kita bisa menggunakan metode random effects yang mengasumsikan bahwa individual effects bersifat random dan tidak berkorelasi dengan variabel bebasnya. Dengan asumsi tidak ada pengaruh waktu no time specific effects maka dalam model random effects terdapat dua komponen residual, yaitu residual yang tidak terukur oleh pengaruh individu dan waktu dan residual secara individu . Persamaan regresi untuk model random effects dengan asumsi no time effects dapat ditulis sebagai berikut: untuk i = 1,2,…..,19 t = 1,2,…,6 3.7 dimana Ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam model random effects, yaitu: E = E = 0 ; E , = 0 ; E , = E , = 0 E = 0 dimana t ≠ s dan i ≠ j E , = 0 dimana i ≠ j

3.2.2.4 Pemilihan Model Estimasi Data Panel 1. Signifikansi

Fixed Effects Model Signifikansi model fixed effects dapat dilakukan dengan statistik uji F. Statistik uji F digunakan untuk mengetahui apakah teknik regresi data panel dengan fixed effects lebih baik dari model regresi data panel tanpa variabel dummycommon effects dengan melihat residual sum of squares RSS. Hipotesis yang digunakan adalah: H : nilai intersep sama untuk setiap individu crosssection H 1 : sekurang-kurangnya ada 1 intercept yang berbeda Adapun statistik uji F-nya dapat dituliskan sebagai berikut: 3.8 dimana: N = jumlah individu k = jumlah variabel bebas regressor = residual sum of squares teknik tanpa variabel dummy = residual sum of squares teknik fixed effects dengan variabel dummy. Nilai statistik akan mengikuti distribusi statistik F dengan derajat bebas df sebanyak N-1 dan NT-N-k. Jika nilai statistik lebih besar daripada pada tingkat signifikansi tertentu, maka hipotesis null akan ditolak, yang berarti asumsi koefisien intersept dan slope adalah sama tidak berlaku, sehingga teknik regresi data panel dengan fixed effects lebih baik dari model regresi data panel tanpa variable dummy common effects.

2. Signifikansi Random Efects Model

Untuk mengetahui apakah model random effects lebih baik dari model common effects, dapat digunakan uji Lagrange Multiplier LM yang dikembangkan oleh Bruesch-Pagan. Metode ini didasarkan pada nilai residual dari metode common effects. Hipotesis null H yang digunakan adalah bahwa intersep bukan merupakan variabel random atau stochastic. Dengan kata lain varians dari residual bernilai nol. Adapun nilai Breusch-Pagan LM statistik dapat dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: [ ∑ |∑ | ∑ ∑ ] 3.9 [ ∑ ∑ ∑ ] 3.10 Dimana N = jumlah individu; T = jumlah periode waktu dan adalah residual metode common effects OLS. Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-square dengan derajat bebas df sebesar 1. Jika hasil LM statistik lebih besar dari nilai kritis statistik chi-square, maka hipotesis null akan ditolak, yang berarti estimasi yang tepat untuk regresi data panel adalah metode random effects daripada metode common effects.

3. Signifikansi Hausman

Untuk mengetahui model yang terbaik antara fixed effects dengan random effects digunakan signifikansi Hausman. Uji signifikansi Hausman menggunakan hipotesis null residual persamaan panel tidak berkorelasi dengan variabel bebasnya yang berarti model random effects lebih baik dibandingkan model fixed effects. Adapun nilai statistik Hausman dapat dihitung berdasarkan formula sebagai berikut: ̂ ̂ ̂ 3.11 dimana ̂ ⌊ ̂ ̂ ⌋ dan ̂ ⌊ ̂⌋ ⌊ ̂ ⌋ Statistik uji Hausman mengikuti distribusi statistik chi-square dengan derajat bebas sebanyak jumlah variabel independen k. Jika nilai statistik Hausman lebih besar daripada nilai kritis statistik chi-square, maka hipotesis null akan ditolak, yang berarti estimasi yang tepat untuk regresi data panel adalah model fixed effects dibandingkan dengan model random effects.

3.2.2.5 Pengujian Asumsi 1. Asumsi Normalitas

Pengujian asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal. Jika asumsi tidak terpenuhi maka prosedur pengujian menggunakan uji-t menjadi tidak sah. Pengujian dilakukan dengan uji Jarque Bera atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah: H : error term mengikuti distribusi normal H 1 : error term tidak mengikuti distribusi normal. Keputusan diambil dengan membandingkan nilai probabilitas Jarque Bera dengan taraf nyata α = 0,05. Jika nilai probabilitas Jarque Bera lebih dari α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa error term terdistribusi dengan normal.

2. Asumsi Autokorelasi

Autokorelasi adalah korelasi yang terjadi antar observasi dalam satu peubah atau korelasi antar error masa yang lalu dengan error masa sekarang. Metode untuk mendeteksi adanya korelasi serial dilakukan dengan dengan membandingkan nilai Durbin Watson DW dari penghitungan dengan nilai DW tabel. Hipotesis dalam pengujian autokorekasi adalah: H : tidak ada Otokorelasi positif atau negatif H 1 : terdapat masalah Otokorelasi positif atau negatif. Kriteria pengujian: d dL dU 4 - dU 4 - dL 4 2 Tolak H Ada masalah Otokorelasi positif Tolak H Ada masalah Otokorelasi negatif Tidak Tolak H tidak ada masalah Otokorelasi Tidak ada kesimpulan Tidak ada kesimpulan Tolak H bila  Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model lebih besar daripada nilai Durbin Watson table batas bawah dL yang berarti terdapat masalah otokorelasi positif dw dL  Atau, nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model terletak antara nilai 4 –dL dw 4 yang berarti terdapat masalah otokorelasi negatif Tidak tolak H bila  Nilai d hitung atau nilai Durbin Watson Model terletak antara nilai dU dw 4-dU

3. Asumsi Homoskedastisitas

Heteroskedastisitas berarti bahwa variasi residual tidak sama untuk semua pengamatan. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi homoskedastisitas yaitu variasi residual sama untuk semua pengamatan. Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dalam model dilakukan menggunakan metode General Least Square Cross section Weights yaitu dengan membandingkan sum square Resid pada Weighted Statistics dengan sum square Resid unweighted Statistics. Jika sum square Resid pada Weighted Statistics lebih kecil dari sum square Resid unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas, model diestimasi dengan menggunakan white-heteroscedasticity

3.2.2.6 Pengujian Parameter Model

Pengujian parameter model bertujuan untuk mengetahui kelayakan model dan apakah koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori atau hipotesis. Pengujian ini meliputi koefisien determinasi R 2 , uji koefisien regresi parsial uji t dan uji koefisien regresi secara menyeluruh F-testuji F.

1. Uji-F

Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien slope regresi secara menyeluruhbersamaan. Uji-F memperlihatkan ada tidaknya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama. Hipotesis dalam uji-F adalah : H o : β 1 = β 2 =….. = 0 H 1 : β 1 ≠ β 2 ≠ … ≠ 0 Kriteria pengujiannya adalah jika nilai nilai atau probabilitas F-statistic taraf nyata, maka keputusannya adalah tolak H . Dengan menolak H berarti minimal ada satu peubah bebas yang berpengaruh nyata terhadap tak bebas.

2. Uji-t

Setelah melakukan uji koefisien regresi secara keseluruhan, maka langkah selanjutnya adalah menguji koefisien regresi secara parsial menggunakan uji-t. Hipotesis pada uji-t adalah : H : β i = 0 , H 1 : β i ≠ 0. Keputusan dalam pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai dengan atau dengan melihat nilai probabilitas dari . Jika nilai atau jika nilai probabilitas t α = 0,05 maka tolak H , sehingga kesimpulannya adalah peubah bebas secara parsial signifikan memengaruhi peubah tak bebas.

3. Koefisien Determinasi R

2 Koefisien determinasi Goodness of Fit merupakan suatu ukuran yang penting dalam regresi, karena dapat menginformasikan baik atau tidaknya model regresi yang terestimasi. Nilai R 2 mencerminkan seberapa besar variasi dari tak bebas dapat diterangkan oleh peubah bebas X atau seberapa besar keragaman peubah tak bebas yang mampu dijelaskan oleh model. Jika R 2 = 0, maka variasi dari Y tidak dapat diterangkan oleh X sama sekali dan jika R 2 = 1 berarti variasi dari Y secara keseluruhan dapat diterangkan oleh X.

3.2.2.7 Model Penelitian

Secara matematis pengaruh pengeluaran pemerintah, PDRB, upah riil dapat digambarkan dalam fungsi sebagai berikut : 3.12 Keterangan: Emp : Employment penyerapan tenaga kerja jiwa G : Goverment Expenditure Pengeluaran Pemerintah juta Rp. PDRB : Produk Domestik Regional Bruto milyar Rp. WP : Wage per Price Upah Riil Rp. i : urutan kabupatenkota t : series tahun 2005-2010 α : intersep β 1 - β 3 : parameter pengeluaran pemerintah, PDRB, dan upah riil : error term BAB IV GAMBARAN UMUM

4.1 Keadaan Geografi

Provinsi Sumatera Barat terletak di sebelah barat pulau Sumatera dan sekaligus berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia, Provinsi Riau, Provinsi Jambi dan Provinsi Sumatera Utara. Secara geografis, Sumatera Barat terletak antara 0° 54’ LU dan 3° 30’ LS serta 98° 36’ dan 101° 53’ BT, tercatat memiliki luas daerah sekitar 42,297 ribu Km 2 . Luas tersebut setara dengan 2,20 persen dari luas Republik Indonesia. Tabel 4.1 Luas Daerah dan Persentase KabupatenKota di Sumatera Barat Kabupaten Kota Luas km 2 Persentase 1 2 3 Kabupaten Regency 01. Kep. Mentawai 6.011,35 14,21 02. Pesisir Selatan 5.794,95 13,70 03. S o l o k 3.738,00 8,84 04. Sijunjung 3.130,80 7,40 05.Tanah Datar 1.336,00 3,16 06. Padang Pariaman 1.328,79 3,14 07. A g a m 2.232,30 5,28 08. 50 K o t a 3.354,30 7,93 09. P a s a m a n 3.947,63 9,33 10. Solok Selatan 3.346,20 7,91 11. Dharmasraya 2.961,13 7,00 12. Pasaman Barat 3.887,77 9,19 KotaMunicipality 71. P a d a n g 694,96 1,64 72. S o l o k 57,64 0,14 73. Sawahlunto 273,45 0,65 74. Padang Panjang 23,00 0,05 75. Bukittinggi 25,24 0,06 76. Payakumbuh 80,43 0,19 77. Pariaman 73,36 0,17 SUMATERA BARAT 42.297,30 100,00 Sumber: Sumatera Barat Dalam Angka 2010.