III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Pelaku utama yang terlibat secara langsung dalam agribisnis ada dua yaitu pengusaha dalam skala usaha besar perusahaan dan pengusaha dalam usaha
kecil petani. Perusahaan dan petani memiliki karakteristik masing-masing yang berbeda. Dalam menyatukan perbedaan antara petani dan perusahaan dibutuhkan
suatu kerjasama yang didasarkan pada saling membutuhkan dan menguntungkan
dalam pengembangan usaha agribisnis, dalam bentuk kemitraan.
Sistem kontrak kemitraan antara petani peserta koperasi dan perusahaan perkebunan sebagai mitra usaha yang dilakukan dalam bentuk kemitraan
diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Pola kemitraan yang dijalankan antara petani dengan perusahaan sebagai mitra usaha, dilakukan oleh
mitra usaha mulai dari persiapan, pengelolaan kebun, pengolahan dan pemasaran yang ditujukan untuk tetap menjaga kualitas kebun dan kesinambungan usaha.
Disamping itu guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan komitmen perusahaan perkebunan maka petani peserta program kemitraan sebagai binaan
mitra usaha menjual hasil kebunnya kepada mitra usaha sesuai dengan ketentuan yang berlaku hasil kesepakatan bersama antara mitra usaha dan petani peserta.
Bergabungnya dua kekuatan besar, yaitu para petani dan perusahaan perkebunan, diharapkan dapat meningkatkan kemampuan diantara keduanya
untuk meningkatkan dan memperbaiki hasil produksi usaha perkebunan. Hasil peningkatan tersebut dapat didistribusikan secara merata sehingga
berujung pada peningkatan kesejahteraan semua lapisan yang terlibat dalam program kemitraan. Akan tetapi, yang terjadi di lapangan menunjukkan banyak
hasil usaha kemitraan dengan pola kemitraan baik KKPA maupun PIR Trans yang tidak sesuai harapan bahkan berujung pada ketidakmerataan dan konflik.
Hal ini terjadi akibat masih timpangnya struktur kemitraan dalam praktek sesungguhnya, dimana pihak perusahaan memiliki peran yang lebih dominan
dalam menentukan jalannya usaha kemitraan. Berbagai kegiatan persiapan dan pelaksanaan program kemitraan usaha perkebunan yang sebagian besar
prosesnya menggunakan pendekatan kekuasaan telah disertai oleh munculnya beragam potensi konflik Fadjar 2006.
Konflik sosial yang terjadi dalam proses kemitraan merupakan akumulasi dari bentuk ketidakpuasan terhadap pelaksanaan kemitraan yang telah dilakukan.
Berbagai sumber konflik yang muncul dalam pola kemitraan usaha perkebunan
pada hakekatnya
terjadi karena
adanya sejumlah
ketidakharmonisan dan ketidakadilan dari pelaksanaan kemitraan. Untuk itu perlu dilakukan kajian terhadap pelaksanaan kemitraan bagi
pihak yang melakukan kemitraan. Kajian kemitraan digunakan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kemitraan sudah berjalan sesuai dengan kesepakatan yang
mengutungkan bagi seluruh pihak yang terkait di dalam kemitraan. Kajian kemitraan perlu dilakukan dengan tujuan untuk: 1. menilai tingkat pelaksanaan
hak dan kewajiban antara kedua pihak yang bermitra, 2. menilai besarnya manfaat yang diperoleh masing-masing pihak, 3. mengidentifikasi faktor-faktor
yang menunjang dan menghambat pelaksanaan kemitraan, dan 4. mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.
3.2 Tolak Ukur Kemitraan