Tolak Ukur Kemitraan Kajian Kemitraan pada PT Agrowiyana Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi

prosesnya menggunakan pendekatan kekuasaan telah disertai oleh munculnya beragam potensi konflik Fadjar 2006. Konflik sosial yang terjadi dalam proses kemitraan merupakan akumulasi dari bentuk ketidakpuasan terhadap pelaksanaan kemitraan yang telah dilakukan. Berbagai sumber konflik yang muncul dalam pola kemitraan usaha perkebunan pada hakekatnya terjadi karena adanya sejumlah ketidakharmonisan dan ketidakadilan dari pelaksanaan kemitraan. Untuk itu perlu dilakukan kajian terhadap pelaksanaan kemitraan bagi pihak yang melakukan kemitraan. Kajian kemitraan digunakan untuk mengetahui apakah pelaksanaan kemitraan sudah berjalan sesuai dengan kesepakatan yang mengutungkan bagi seluruh pihak yang terkait di dalam kemitraan. Kajian kemitraan perlu dilakukan dengan tujuan untuk: 1. menilai tingkat pelaksanaan hak dan kewajiban antara kedua pihak yang bermitra, 2. menilai besarnya manfaat yang diperoleh masing-masing pihak, 3. mengidentifikasi faktor-faktor yang menunjang dan menghambat pelaksanaan kemitraan, dan 4. mencari alternatif pemecahan masalah yang dihadapi.

3.2 Tolak Ukur Kemitraan

Kunci kemitraan adalah suatu proses yang memerlukan peningkatan intensitas hubungan inti dan plasma berdasarkan kepercayaan satu dengan lainnya yang nyata dan terukur. Beberapa atribut yang digunakan dalam penelitian ini dapat menggambarkan tolak ukur keberhasilan suatu kemitraan menurut Sunarko. Tolak ukur keberhasilan kemitraan menurut Sunarko 2009 dapat dilihat dari beberapa aspek dan kinerja sebagai berikut: - Kinerja kebun produksi menunjukkan produktivitas kebun naik, harga pokok produk terkendali, kualitas TBS naik, stabilitas pasokan bahan baku terjamin, dan adanya kelanjutan dari kerjasama kemitraan usaha. Atribut yang berkaitan dengan tolak ukur yang pertama yaitu kemampuan pabrik menampung TBS, pengenalan teknologi, penetapan dendasortasi, dan bantuan dalam menanggulangi hama dan penyakit tanaman. - Kinerja prinsip kemitraan yang menunjukkan adanya saling percaya, menguntungkan, ikhlas dan memuaskan. Harmonisasi hubungan antara perusahaan inti dan masyarakat semakin baik. Atribut yang terkait dengan tolak ukur kedua yaitu pelayanan dan materi dalam pembinaan, komunikasi yang dibangun, ketepatan waktu pembayaran, bantuan inti dalam pengembalian kredit, disiplin inti dalam mentaati perjanjian. - Adanya jaminan pendapatan bagi petani plasma dan harmonisasi kemitraan yang diperkuat dengan kelembagaan petani yang kuat. Kepercayaan petani dibangun dengan transparasi dan fungsi kontrol yang berjalan baik. Harga beli TBS dan pembayaran merupakan atribut yang salah satunya dibuat berdasarkan pertimbangan pada tolak ukur ketiga. - Kemitraan antara perusahaan perkebunan sebagai inti dengan masyarakat sekitar kebun sebagai plasma semakin kuat. Diharapkan ada peningkatan kesejahteraan masyarakat, kelancaran angsuran kredit, dan terpenuhinya bahan baku pengolahan TBS di pabrik kelapa sawit. - Terbentuk pagar sosial yang kokoh dan sangat efektif untuk menekan terjadinya konflik sosial antara perusahaan inti dengan masyarakat sekitar kebun. Karena itu program revitalisasi perkebunan dapat berjalan sesuai dengan harapan banyak pihak sebagai bagian dari revitalisasi pertanian. - UU nomor 18 tahun 2004 pasal 22 ayat 1 menyatakan perusahaan perkebunan melakukan kemitraan yang saling menguntungkan, saling menghargai, saling bertanggung jawab, dan saling memperkuat. Selain itu, ada rasa saling ketergantungan antara pekebun, karyawan, dan masyarakat sekitar perkebunan.

3.3 Penilaian Tingkat Kepuasan