Tujuan Manfaat Agribisnis Kelapa Sawit

dengan pola kemitraan. Perizinan Hak Guna Usaha HGU akan diurus oleh perusahaan, dan biaya pengurusan oleh perusahaan dianggap hutang atau pinjaman petani mitra yang harus dilunasi. Seluruh permodalan dan biaya yang dikeluarkan untuk perkebunan kelapa sawit, begitupun pengelolaannya seperti pembangunan prasarana, pengerjaan penanaman dan pemasaran dilakukan oleh perusahaan, kemudian seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan dianggap hutang petani mitra kepada perusahaan. Akan tetapi penyediaan sarana produksi hanya dilakukan perusahaan hingga masa konversi kelapa sawit berumur empat tahun, setelah masa konversi maka petani diharapkan mampu merawat kebunnya secara mandiri. Sikap petani mitra yang tidak menjalankan kewajibannya sesuai isi kontrak tidak memenuhi standar TBS pabrik mengindikasikan bahwa petani mitra tidak puas dengan kinerja kemitraan yang telah dilakukan selama ini. Petani mitra yang harapannya terpenuhi relatif akan loyal dan melaksanakan kesepakatan kemitraan sebaik-baiknya. Loyalitas petani mitra ini juga akan mendukung tersediannya bahan baku berkualitas secara kontinu kepada PKS PT Agrowiyana. Penelitian ini menganalisis serta memberikan rekomendasi pada pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dan PT Agrowiyana. Kemitraan diharapkan kedepannya dapat berjalan sesuai dengan kepentingan dan menguntungkan bagi ke dua belah pihak yang bermitra. Permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah pelaksanaan kemitraan yang telah dilakukan antara petani mitra dan PT Agrowiyana? 2. Bagaimana kinerja atribut kepuasan kemitraan yang dirasakan petani plasma dan perusahaan selama ini?

1.3. Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Mengidentifikasi mekanisme pelaksanaan kemitraan antara petani plasma dan PT Agrowiyana. 2. Menganalisis kinerja atribut kepuasan kemitraan petani plasma dan PT Agrowiyana.

1.4. Manfaat

a. Bagi Penulis Penelitian ini dapat menambah pengetahuan serta mempraktekkan teori- teori yang didapat dibangku kuliah agar dapat melakukan kajian secara ilmiah dan menyajikan dalam bentuk tulisan dengan baik. b. Bagi Lembaga Untuk menambah perbendaharaan perpustakaan pada umumnya dan fakultas ekonomi dan manajemen jurusan agribisnis pada khususnya. c. Bagi perusahaan Memberikan masukan kepada pihak manajemen perusahaan agar dalam menentukan kebijakan setelah dilakukan evaluasi kemitraan yang memberikan pengaruh posistif tehadap perusahaan. II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit

Pada masa penjajahan, Indonesia merupakan negara produsen pertama di dunia yang menghasilkan kelapa sawit dan juga mendominasi perdagangan kelapa sawit dunia sebanyak 44 persen. Daerah perkebunan hingga saat ini masih terpusat di pulau Sumatera. Pada masa pendudukan Jepang, luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia menurun disebabkan rusak akibat terjadinya perang. Ketika perang masih sering terjadi kelaparan akibat kekurangan bahan pangan sehingga tidak sedikit lahan yang beralih fungsi menjadi lahan untuk penanaman tanaman pangan. Sementara lahan kelapa sawit menjadi kurang terawat dan produksinya menjadi menurun SPKS 2009. Pada masa peralihan 1958-1968 banyak negara-negara asing yang menanam saham di perkebunan di Indonesia seperti Belanda, Inggris, Perancis, dan Amerika yang memiliki saham di perkebunan kelapa sawit. Semenjak tahun 1958 mulai dilakukan pengambilalihan perkebunan kelapa sawit. Pada masa peralihan ini, banyak upaya yang telah dilakukan Indonesia dalam meningkatkan produksi kelapa sawit seperti pemupukan, pemberantasan hama bahkan mendatangkan peralatan pengolahan tanah yang modern dari luar negeri. Upaya ini dapat meningkatkan hasil perkebunan kelapa sawit pada tahun 1968 dengan produksi minyak sawit mencapai 161.000 ton . Pada masa orde baru yaitu pada kurun Pelita I dan II didasarkan atas tujuan bersama untuk mencapai produktivitas tinggi dengan memodernisasi teknik budidaya kelapa sawit. Pada Pelita III program pengembangan lebih mengarah kepada upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama masyarakat yang hidup di sekitar perkebunan. Strategi untuk mencapai tujuan tersebut diantaranya adalah upaya penciptaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan devisa negara serta pertahanan kelestarian sumber daya alam SPKS 2009. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan guna memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Tanaman kelapa sawit diklasifikasikan sebagai berikut Pahan 2010. Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae Palmae Subfamili : Cocoideae Genus : Elaeis Spesies : 1. E. guineensis Jacq. 2. E. oleifera H.B.K. Cortes 3. E. odora Kelapa sawit, bila digolongkan secara harafiah adalah golongan tanaman penghasil minyak nabati. Di bawah ini dapat dilihat karakteristik dari tanaman kelapa sawit. Gambar 1. Tiga Tipe Kelapa Sawit yang Tersebar di Indonesia Tanaman tipe pisifera mempunyai alela homosigot resesif sehingga tidak membentuk cangkang. Umumnya tanaman pisifera gagal membentuk buah sehingga umumnya tidak ditanam secara komersial di perkebunan. Tanaman tipe dura tebal cangkang 2-8 mm mempunyai alela homosigot dominan yang menghasilkan cangkang tebal. Hibrida dari dura x pisifera yaitu tanaman tipe tenera yang mempunyai alela heterosigot. Tenera mempunyai cangkang yang tipis 0,5-4 mm dan dikelilingi oleh cincin serat. Varietas tenera lebih disukai untuk penanaman komersial karena kandungan minyak di dalam mesocarp-nya lebih tinggi daripada dura Pahan 2010. Menurut SK Menteri Pertanian Nomor KB.320261kpts51984, institusi penjual kecambah berlegitimasi di Indonesia yaitu PPP Marihat, PPP Medan RISPA, PT Socfindo, OPSG Topaz Asian Agri, Dami Mas SMART, dan Sriwijaya Selapan Jaya. PPP Marihat dan PPP Medan RISPA telah dilebur menjadi Pusat Penelitian Kelapa Sawit PPKS Medan. PPP Marihat telah memasarkan tujuh varietas D x P seperti yang terdapat pada Tabel 6. Tabel 6 . Deskripsi Potensi Pertumbuhan dan Produksi Berbagai Bahan TanamanPersilangan D x P Asal PPKS Medan dan Socfindo Keterangan : tinggi tanaman pada umur 12 tahun rata-rata pada umur 6-9 tahun Sumber : Lubis et al. 1990, diacu dalam Pahan 2010 Kelapa sawit termasuk tanaman keras tahunan yang mulai menghasilkan pada umur tiga tahun dengan usia produktif hingga 25 – 30 tahun dan tingginya dapat mencapai 24 m. Bunga dan buahnya berupa tandan, bercabang banyak. Buahnya kecil, bila masak berwarna merah kehitaman. Daging buahnya padat. Deskripsi PPKS Eks-PPP MArihat PPKS Socfindo D.Si num bah Bah Jambi Marihat AVR OS La Me Yang ambi Simalung un D x P L D x P Y

A. Sifat Vegetatif

1. Tinggi tanaman pada umur 8 tahun m 3,9 3,9 3,2 4,1 3,5 4,2 3,98 4,83 5,89 2. Rata-rata kecepatan meninggi mtahun 0,65 0,65 0,53 0,68 0,58 0,7 0,75-0,80 0,05 0,50 3. Lingkar batang m 3,04 3 3,04 3,55 3,04 3,05 n.a. n.a. n.a. 4. Panjang taun m 6,22 5,97 6,12 6,08 6,06 6,09 5,47 5,01 6,05 5. Produksi dauntahun 27 27 26 27 28 28 n.a. 31 32

B. Produksi

1. Umur mulai dipanen bulan 30 30 30 30 30 30 28 24 24 2. Jumlah tandanpohontah un 12 13 12 12 14 13 12,9 18,6 9,9 3. Rata-rata berat tandan kg 17 17 17 16 16 16 19,2 13,0 22,3 4. Produksi minyak tonhatahun 7,1 6,9 6,7 6,4 7,0 7,0 7,53 8,5 7,4 5. Ekstraksi minyak 25,6 24,5 24,3 24,8 23,2 24,8 26,5 27,4 26,8 6. Ekstraksi inti 5,2 5,1 5,9 3,2 5,1 4,5 n.a. 4,2 4,2 C. Anjuran kerapatan tanamanha 130 130 143 130 143 130 130-135 143 143 Daging dan kulit buahnya mengandung minyak. Minyak di dalam buah kelapa sawit tersebut digunakan sebagai bahan minyak goreng, sabun, dan lilin. Ampasnya dimanfaatkan untuk makanan ternak. Ampas yang disebut bungkil digunakan sebagai salah satu bahan pembuatan pakan ayam. Tempurung buah kelapa sawit digunakan sebagai bahan bakar dan arang. Kelapa sawit berkembang biak dengan biji, tumbuh di daerah tropis, pada ketinggian 0-500 meter di atas permukaan laut. Kelapa sawit tumbuh baik di tanah yang subur, di tempat terbuka dengan kelembaban tinggi. Kelembaban tinggi itu antara lain ditentukan oleh adanya curah hujan yang tinggi, sekitar 2000-2500 mm setahun.

2.2 Agribisnis Kelapa Sawit

Sistem agribisnis dikelompokkan menjadi empat subsistem kegiatan, yaitu pengadaan sarana produksi agroindustri hulu, kegiatan produksi primer budi daya, pengolahan agroindustri hilir, dan pemasaran Gambar 2. Gambar 2 . Sistem Agribisnis dan Lembaga Penunjangnya Sumber : Soehardjo 2001, diacu dalam Pahan 2010 Setiap subsistem dalam sistem agribisnis kelapa sawit Indonesia mempunyai keterkaitan ke belakang backward linkage dan keterkaitan ke depan forward lingkage. Tanda panah ke kiri pada subsistem pengolahan menunjukkan bahwa subsistem pengolahan akan berfungsi dengan baik jika didukung oleh Subsistem 1 Pengadaan dan penyaluran sarana produksi Agroindustri Hulu Subsistem 2 Produksi Primer Budidaya Pertanian Subsistem 3 Pengolahan Agroindustri Subsistem 4 Pemasaran Lembaga Penunjang Agribisnis Pertanahan, Keuangan, Penelitian, dan Lain-lain ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh subsistem produksi primer. Tanda panah ke kanan pada subsistem pengolahan menunjukkan bahwa subsistem pengolahan akan berhasil dengan baik jika menemukan pasar untuk produknya. Derajat keterkaitan antar subsistem agribisnis kelapa sawit Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal Gambar 3. Gambar 3 . Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Derajat Keterkaitan Antar Subsistem Agribisnis Kelapa Sawit Indonesia Sumber : Pahan 2010 Proses pengadaan dan penyaluran sarana produksi merupakan kegiatan agroindustri hulu yang mencakup industri penghasil input pertanian seperti ketersediaan energi baik berupa bahan bakar minyak BBM, maupun liquidified natural gas LNG sebagai bahan baku membuat pupuk. Ketersediaan dan harga bahan aktif pestisida dapat menentukan jumlah pasokan dan harga jual pestisida kepada subsistem produksi primer. Ketersediaan sumberdaya genetik dalam menghasilkan bibit unggul kelapa sawit. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi derajat keterkaitan penyediaan input umumnya berasal dari produksi primer, melalui mekanisme penawaran dan permintaan, yaitu ekspansi pengembangan kebun kelapa sawit secara berkelanjutan akan meningkatkan permintaan benih kelapa sawit, pestisida, pupuk serta alsintan yang dihasilkan subsistem penyediaan input. Serangan hama dan penyakit akan meningkatkan permintaan pestisida. Kegagalan panen komoditi lain, misalnya padi yang mengalami gagal panen akibat banjir akan menyebabkan menurunnya permintaan pupuk yang berdampak pada penurunan harga pupuk. Pada gambar derajat keterkaitan subsistem produk primer dan pengolahan faktor internal yang dapat mempengaruhi kinerja dan daya saing komoditas yaitu, efisiensi operasional dengan cara meningkatkan output pada tingkatan input yang sebanding. Unit biaya diharapkan lebih kompetitif sehingga dapat menghasilkan biaya yang lebih murah dari kompetitor. Faktor selanjutnya adalah skala ekonomi yang harus dicapai perusahaan dengan luasan minimum 6.000 ha per unit kebun. Inovasi teknologi digunakan dengan memanfaatkan benih unggul yang produksinya lebih tinggi per satuan luas dan mekanisme evakuasi TBS dari lapangan. Dengan inovasi teknologi yang tepat guna, akan menurunkan harga pokok per unit. Faktor lain yang mempengaruhi yaitu tenaga kerja murah, perkebunan kelapa sawit bersifat padat karya karena setiap ha kebun memerlukan tenaga kerja 0,2 orang. Biaya tenaga kerja murah dengan produktivitas tinggi akan menurunkan harga pokok per unit. Akses tehadap bahan baku yang lebih baik juga dapat menurunkan unit biaya produksi. Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja subsistem produksi primer adalah ketersediaan lahan. Lahan yang optimal untuk kelapa sawit mengacu pada 3 faktor, yaitu lingkungan, sifat fisik lahan, dan kesuburan tanah. Faktor eksternal lain yang mempengaruhi adalah iklim setempat. Penyimpangan pola iklim yang ekstrim seperti terjadinya kemarau panjang dan kabut asap akan menurunkan efisiensi fotosintesis dan produksi TBS per satuan luas. Perizinan dan regulasi menjadi faktor ekstenal yang juga mempengaruhi kinerja produksi primer misalnya untuk usaha perkebunan diberikan HGU dalam jangka waktu 35 tahun. Akan tetapi birokrasi mengurus HGU yang terlalu panjang dan berbelit-belit menimbulkan masalah bagi para pengusaha kebun. Faktor selanjutnya yaitu, ketersediaan modal. Untuk membangun kebun kelapa sawit diperlukan investasi dan modal yang besar serta waktu pengembalian yang lama. Ketersediaan infrastruktur dan faktor keamanan juga merupakan faktor yang dapat mempengaruhi kinerja subsistem produksi primer. Faktor yang mempengaruhi derajat keterkaitan subsistem pengolahan dan pemasaran dari internal perusahaan yaitu mutu produk, dimana produk yang memiliki mutu tinggi dikaitkan dengan standar mutu seperti internasional standardization organization ISO menyebabkan produk lebih mudah diterima pasar. Faktor internal yang juga mempengaruhi yaitu portofolio produk, semakin banyak barang yang dihasilkan maka akan mempermudah proses penjualannya. Skala ekonomi dan efisiensi operasional, semakin besar kapasitas pengolahan, akan menyebabkan unit biaya semakin murah karena tercapainya skala ekonomi. Faktor internal akses terhadap bahan baku sehingga ketersediaan bahan baku terjamin dengan harga yang murah dan mutu yang baik. Faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja subsistem pengolahan dan pemasaran yaitu permintaan produk, dimana permintaan produk akhir kelapa sawit yang ramah lingkungan disebabkan oleh meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya lingkungan hidup. Keamanan produk harus disesuaikan dengan perkembangan zaman dan perkembangan isu global. Hambatan tarif dan konsolidasi pelaku agribisnis, misalnya pajak ekspor maupun bea masuk produk ke suatu negara. Konsolidasi yang dilakukan seperti merger atau akuisisi yang dilakukan perusahaan untuk menguasai pasar.

2.3 Konsep dan Pola Kemitraan