dengan petani yang memiliki lahan untuk digunakan sebagai lahan memproduksi kelapa sawit bagi perusahaan. Dalam perjalanannya kinerja kedua belah pihak
yang diharapkan bisa saling menguntungkan, terkendala beberapa masalah. Kendala yang terjadi dalam kinerja kemitraan menjadi bahan kajian bagi peneliti
untuk melihat kinerja kemitraan yang telah dilaksankan perusahaan selama ini.
1.2. Perumusan Masalah
Pengolahan kelapa sawit memberikan nilai tambah pada produk tersebut sehingga dapat dimanfaatkan oleh konsumen. Dalam menjalankan usaha
pengolahan minyak kelapa sawit, PT Agrowiyana berkaitan dengan sistem agribisnis kelapa sawit, seperti petani, distributor, dan pelaku agribisnis lainnya
dari hulu hingga hilir.
Soekartawi 2005
mengatakan bahwa
permasalahan dalam
pengembangan agribisnis dan agroindustri adalah lemahnya keterkaitan antar subsistem di dalam agribisnis. Hal ini juga terjadi pada PT Agrowiyana.
Perusahaan yang berorientasi pada pasar domestik ini mengalami kendala dalam pengadaan bahan baku utama produksinya.
PT Agrowiyana tidak memiliki luasan lahan budidaya yang mencukupi untuk memproduksi sendiri bahan bakunya. Kemudian dalam kemitraan yang
telah dijalin perusahaan dengan petani kelapa sawit tidak berjalan semestinya sesuai dengan perjanjian yang telah dilakukan. Hal ini berakibat pada
terganggunya penyediaan bahan baku pabrik kelapa sawit. Masalah dalam penyediaan pasokan bahan baku dari petani mitra terjadi
karena adanya perbedaan preferensi antara petani dan perusahaan mengenai sistem sortasi yang dilakukan perusahaan dan berdampak pada pendapatan petani.
Hasil penen TBS petani plasma setelah disortasi oleh perusahaan banyak yang dipulangkan kembali kepada petani. Beberapa petani mengirim TBS yang tidak
sesuai dengan standar dari perusahaan seperti buah kelapa sawit yang masih mentah.
Petani mitra dengan perusahaan menggunakan perbandingan 70 : 30 dalam pembagian hasil produksi kelapa sawit. Petani mitra menyerahkan lahan non
produktif yang dimilikinya kepada perusahaan untuk dibangun kebun kelapa sawit
dengan pola kemitraan. Perizinan Hak Guna Usaha HGU akan diurus oleh perusahaan, dan biaya pengurusan oleh perusahaan dianggap hutang atau
pinjaman petani mitra yang harus dilunasi. Seluruh permodalan dan biaya yang dikeluarkan untuk perkebunan kelapa sawit, begitupun pengelolaannya seperti
pembangunan prasarana, pengerjaan penanaman dan pemasaran dilakukan oleh perusahaan, kemudian seluruh biaya yang dikeluarkan perusahaan dianggap
hutang petani mitra kepada perusahaan. Akan tetapi penyediaan sarana produksi hanya dilakukan perusahaan hingga masa konversi kelapa sawit berumur empat
tahun, setelah masa konversi maka petani diharapkan mampu merawat kebunnya secara mandiri.
Sikap petani mitra yang tidak menjalankan kewajibannya sesuai isi kontrak tidak memenuhi standar TBS pabrik mengindikasikan bahwa petani
mitra tidak puas dengan kinerja kemitraan yang telah dilakukan selama ini. Petani mitra yang harapannya terpenuhi relatif akan loyal dan melaksanakan kesepakatan
kemitraan sebaik-baiknya. Loyalitas petani mitra ini juga akan mendukung tersediannya bahan baku berkualitas secara kontinu kepada PKS PT Agrowiyana.
Penelitian ini menganalisis serta memberikan rekomendasi pada pelaksanaan kemitraan antara petani mitra dan PT Agrowiyana. Kemitraan
diharapkan kedepannya dapat berjalan sesuai dengan kepentingan dan menguntungkan bagi ke dua belah pihak yang bermitra. Permasalahan yang akan
dikaji dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah pelaksanaan kemitraan yang telah dilakukan antara petani mitra dan PT Agrowiyana?
2. Bagaimana kinerja atribut kepuasan kemitraan yang dirasakan petani plasma
dan perusahaan selama ini?
1.3. Tujuan