60
BAB V PEMBAHASAN
5.1 Gambaran Umum Responden
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa mayoritas responden ada pada kelompok umur 21 – 30 tahun yaitu sebanyak 18 orang 42,9 dan terendah
berada pada kelompok umur ≥ 41 tahun sebanyak 4 orang 9,5. Hal ini berarti
bahwa umur responden masih tergolong usia angkatan kerja yang masih produktif. Berdasarkan tingkat pendidikan mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan
SMA sederajatnya yaitu sebanyak 18 orang 42,9 sedangkan terendah adalah Perguruan Tinggi yaitu sebanyak 4 orang 9,5. Hal ini menunjukkan bahawa
responden memiliki tingkat pendidikan menengah. Berdasarkan lama tahanan mayoritas responden berada dalam tahanan selama
≤ 24 bulan dan 25 – 48 bulan yaitu masing – masing sebanyak 18 orang 42,9 sedangkan terendah
≥ 49 bulan yaitu sebanyak 6 orang 14,2, hal tersebut mengakibatkan semakin lama berada
dalam ruang tahanan, maka kemungkinan untuk tertular skabies akan dapat terjadi. Berdasarkan kejadian skabies mayoritas responden menderita skabies yaitu
sebanyak 27 orang 64,3 sedangkan tidak menderita skabies yaitu sebanyak 15 orang 35,7, hal tersebut memungkinkan lebih mudah penularan skabies antara
orang ke orang. Pihak Puskesmas Sibuhuan selaku tim medis di Rutan Cabang Sibuhuan sudah melakukan pengobatan kepada penderita skabies secara individu
tetapi tidak melakukan pemberantasan secara keseluruhan.
Universitas Sumatera Utara
61
5.2 Sanitasi Lingkungan dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Variabel sanitasi lingkungan pada penelitian ini meliputi ventilasi, kelembaban, pencahayaan, kepadatan penghuni, kondisi lantai dan ketersediaan air
bersih. Hasil uji menunjukkan bahwa hanya variabel kondisi lantai yang berhubungan dengan kejadian skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas.
5.2.1 Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Ventilasi dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Luas ventilasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah luas ventilasi yang meliputi luas lubang angin dan luas jendela rumah tahanan dibagi dengan luas lantai.
Berdasarkan hasil observasi dan pengukuran bahwa seluruh ruang tahanan memiliki ventilasi yang baik di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas. Statistik
tidak dihitung karena variabel ventilasi konstant.. Ini karena seluruh ruang tahanan dengan ventilasi baik atau memenuhi syarat kesehatan sebanyak 27 orang responden
64,3 yang sakit atau menderita skabies dan 15 orang responden 35,7 tidak sakit atau tidak menderita sakit.
Pada penelitian Frangki 2011 bahwa ventilasi pada asrama santri 100 sudah memenuhi syarat kesehatan yaitu menurut Kepmenkes RI No. 829Menkes
SKVII1999 luas ventilasi adalah 10 dari luas lantai. Hal ini juga tidak sesuai dengan penelitian Kristina 2012 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara
luas ventilasi kamar ruang tahanan dengan kejadian skabies di Rumah Tahanan Negara Klas I Medan. Hal tersebut dikarenakan bahwa pada setiap pagi dan sore hari
warga binaan pemasyarakatan sebagian besar bisa keluar dari sel atau ruang tahanan
Universitas Sumatera Utara
62 untuk berakfitas diluar sel sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan. Dengan
jadwal seperti itu makan para warga binaan pemasyarakatan dapat menghirup udara bebas dan menikmati sinar matahari dengan cara berjemur sehingga warga binaaan
pemasyarakatan bisa lebih sehat atau terhindar dari penyakit skabies. Kepadatan huniaan juga merupakan faktor yang mempengaruhi terhadap kesehatan para
penghuni rutan, untuk itu pengaturan sirkulasi udara sangat diperlukan yang dalam hal ini adalah luas ventilasi.
Menurut Notoatmodjo 2003, Ventilasi mempunyai banyak fungsi. Fungsi pertama adalah menjaga agar aliran udara didalam ruangan tetap segar. Hal ini berarti
keseimbangan oksigen yang diperlukan oleh penghuni tersebut tetap terjaga. Kurangnya ventilasi akan menyebabkan kurangnya oksigen didalam rumah yang
berarti kadar karbon dioksida yang bersifat racun bagi penghuni semakin meningkat. Di samping itu tidak cukupnya ventilasi akan menyebabkan kelembaban udara
didalam ruangan akan naik karena proses penguapan cairan dari kulit dan peneyarapan. Kelembaban ini merupakan media yang baik untuk bakteri pathogen.
Fungsi kedua dari ventilasi adalah untuk membebaskan udara ruangan dari bakteri pathogen, karena terjadi aliran udara yang terus menerus.
5.2.2 Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Kelembaban dengan
kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Kelembaban udara dalam penelitian ini adalah keadaan kelembaban udara dalam ruangan yang diukur dengan menggunakan thermohigrometer dan dinyatakan
dalam persen, memenuhi syarat jika nilai kelembaban antara 40 – 70.
Universitas Sumatera Utara
63 Berdasarkan hasil penelitian di lapangan diketahui bahwa seluruh ruang
tahanan dengan kelembaban memenuhi syarat kesehatan. Statistik tidak dihitung karena variabel kelembaban konstant. Ini karena seluruh ruang tahanan dengan
kelembaban baik atau memenuhi syarat kesehatan sebanyak 27 orang responden 64,3 yang sakit atau menderita skabies dan 15 orang responden 35,7 tidak sakit
atau tidak menderita sakit. Hal ini berbeda dengan penelitian Kristina 2012 bahwa ada hubungan
kelembaban terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan
pemasyarakatan yang berobat ke klinik di Rumah Tahanan Klas I Medan.
Kelembaban dalam ruangan sangat berhubungan dengan ventilasi dan pencahayaan. Ventilasi dan pencahayaan
yang tidak memenuhi syarat kesehatan akan mempengaruhi pada kesehatan. Kurangnya ventilasi rumah, kepadatan penghuni dan Hubungan cuaca yang
panas memungkinkan menjadi faktor penyebab kelembaban udara dalam ruangan tidak baik atau tidak memenuhi syarat kesehatan. Kelembaban sangat berperan
penting dalam pertumbuhan kuman penyakit. Kelembaban yang tinggi dapat menjadi tempat yang disukai oleh kuman untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Keadaan
yang lembab dapat mendukung terjadinya penularan penyakit, dalam hal ini termasuk pada kejadian skabies Notoatmodjo, 2007.
5.2.3 Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Pencahayaan dengan
kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Pencayaan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah keadaan penerangan dalam ruangan baik bersumber alami maupun buatan yaitu cukup dan tidak silau
sehingga dapat digunakan untuk membaca dengan normal. Pada umumnya sinar
Universitas Sumatera Utara
64 matahari masuk ke dalam ruangan namun luas ventilasi kurang memadai, sehingga
cahaya yang masuk tidak memenuhi syarat kesehatan. Kondisi pencahayaan karena kurangnya ventilasi yang ada pada ruangan seperti jendela, pintu dan lubang angin
sehingga sinar matahari tidak dapat masuk. Varibael pencahayaan tidak dihitung karena konstant. Dari data dapat
diketahui bahwa seluruh responden yang tinggal di dalam ruang tahanan yang pencahayaan yang baik atau memenuhi syarat kesehatan dengan mayoritas sakit atau
menderita skabies sebanyak 27 orang 64,3. Hal ini berarti bahwa kejadian penyakit skabies tidak dipengaruhi oleh pencahayaan, namun kemungkinan
dipengaruhi oleh faktor lainnya, seperti kondisi lantai yang kurang baik, personal hygiene yang rendah, yang dapat menyebabkan resiko untuk terjadinya penyakit
skabies akan meningkat. Penelitian Frangki 2011, menyatakan pencahayaan pada kamar tidur santri
didapatkan hasil bahwa pencahayaannya 100 sudah cukup sehingga dapat digunakan untuk membaca dengan normal. Sesuai dengan penelitian ini bahwa semua
ruang tahanan memenuhi syarat kesehatan. Selain itu, hasil penelitian Kristina 2012, bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara pencahayaan terhadap kejadian
penyakit skabies pada warga binaan pemasyarakatan yang berobat ke klinik di Rumah Tahanan Negara Klas I Medan.
Menurut Notoatmodjo 2007, k
urangnya cahaya yang masuk kedalam ruangan, terutama cahaya matahari disamping kurang nyaman, juga akan menjadi
berkembangbiaknya bakteri patogen.
R
umah yang sehat memerlukan cahaya yang cukup. Pada malam hari pun idealnya rumah sehat menggunakan listrik sebagai sumber
Universitas Sumatera Utara
65
pencahayaan dengan menggunakan lampu minyak, api, listrik dan sebagainya. Pencahayaan dalam rumah minimal 60 lux sampai 100 lux Prabu, 2009.
5.2.4 Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Kepadatan Hunian dengan
kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Kepadatan hunian dalam penelitian ini adalah perbandingan antara luas lantai ruangan dengan jumlah orang yang tinggal dalam satu ruangan tersebut, memenuhi
syarat kesehatan jika luas lantai rumah ≥
4 m²orang atau dalam kategori baik. Berdasarkan hasil penelitian statistik tidak dihitung karena variabel kepadatan hunian
konstant. Rumah tahanan yang memiliki kepadatan penghuni tidak baik, mayoritasnya sakit atau menderita skabies yaitu sebanyak 27 orang 64,3 karena
menurut Soejadi 2003 kepadatan penghuni merupakan salah satu syarat untuk kesehatan rumah tahanan, dengan kepadatan hunian yang tinggi terutama pada kamar
tidur seperti ruang tahanan maka akan memudahkan penularan penyakit skabies secara kontak langsung dari satu orang ke orang lain begitu juga sebaliknya.
Pada penelitian ini juga seluruh ruangan tahanan tidak baik karena jumlah penghuni tidak sesuai dengan luas ruangan. Ruang tahanan sebenarnya hanya
berkapasitas 30 orang tetapi dengan berbagai faktor sehingga melebihi kapasitas bahkan tidak memenuhi syarat kesehatan. Sedangkan penelitian Kristina 2012 yang
menyatakan bahwa ada hubungan kepadatan penghuni terhadap kejadian penyakit skabies pada warga binaan pemasyarakatan yang berobat ke Klinik di Rumah
Tahanan Klas 1 Medan dengan 51 71, 8 resopnden menderita skabies tinggal di blok yang kondisi lantainya baik.
Universitas Sumatera Utara
66
5.2.5 Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Kondisi Lantai dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Variabel sanitasi lingkungan berdasarkan kondisi lantai menunjukkan ada hubungan kondisi lantai dengan kejadian skabies di Rutan Cabang Sibuhuan, dengan
nilai p = 0,001 p 0,05. Mayoritas responden tinggal diruang tahanan dengan kondisi lantai yang tidak baik sebanyak 23 orang 82,1.
Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa kondisi lantai di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas, terdapat alas lantai yang terbuat dari kayu yang
agak basah yang akan dapat menjadi sarang penyakit atau tempat perkembangbiakan mikroorganisme. Hasil pengamatan lainnya bahwa hampir secara keseluruhan warga
binaan pemasyarakatan pada setiap ruangan tidur di lantai beralaskan tikar, oleh karenanya kondisi ini akan memungkinkan mereka untuk menderita penyakit skabies.
Lantai rumah tahanan sebaiknya terbuat dari bahan yang kedap air, kuat, tidak lembab, dan berwarna cerah. Karena, kondisi lantai yang basah akan berdampak baik
pada pertumbuhan mikroorganisme. Sehingga lebih memungkinkan manusia untuk terinfeksi olehnya, termasuk pada penyakit skabies ini.
Sesuai dengan persyaratan kesehatan rumah tinggal menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 829MenkesSKVII1999 yang salah satunya adalah lantai
yang harus kedap air dan mudah dibersihkan. Lantai yang tidak memenuhi syarat dapat dijadikan tempat hidup dan perkembangbiakan bakteri terutama vektor penyakit
lainnya. Udara dalam ruangan yang kondisi lantainya lembab, pada musim panas lantai tersebut menjadi kering sehingga dapat menimbulkan debu yang berbahaya
bagi kesehatan para penghuninya Suyono, 2005.
Universitas Sumatera Utara
67
5.2.6 Hubungan Sanitasi Lingkungan Berdasarkan Ketersediaan Air Bersih dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang
Lawas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa seluruh ruang tahanan cukup dalam ketersediaan air bersih dengan mayoritas responden menderita skabies
yaitu sebanyak 27 orang 64,3. Satistik tidak dihitung karena variabel ketersediaan air bersih konstant.Air
bersih dalam ruang tahanan digunakan untuk memenuhi kebutuhan mandi, cuci dan kakus dan juga untuk wu’du bagi warga binaan yang beragama muslim. Ketersediaan
air bersih merupakan hal yang paling utama dalam sanitasi kamar mandi, dimana sangat erat kaitannya dengan timbulnya penyakit. Tidak tercukupinya ketersediaan air
bersih baik dari segi kuantitas maupun kualitas tentu akan menyebabkan warga binaan pemasyarakatan tidak dapat membersihkan dirinya secara maksimal dan
efektif, sehingga hal tersebut akan mempengaruhi kondisi kesehatan warga binaan pemasyarakatan dalam pemenuhan kebersihan pribadinya yang akan berdampak pada
timbulnya penyakit skabies. Pada saat di observasi sarana air bersih pada ruang tahanan bersumber sumur
Bor. Para warga binaan juga mengatakan bahwa air pada ruang tahanan tidak berbau, tidak berwarna dan tidak berasa dan tidak kering disaat musim kemarau. Hasil
penelitian Kristina 2012, menyatakan bahwa ada hubungan yang antara ketersediaan air bersih dengan kejadian penyakit skabies di Rumah Tahanan Negara
Klas 1 Medan.
Universitas Sumatera Utara
68
5.3 Hubungan Higiene Perseorangan dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Dalam kehidupan sehari – hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan mempengaruhi kesehatan,
kenyamanan, keamanan dan kesejahteraan seseorang. Higiene seseorang dipengaruhi oleh faktor pribadi, sosial dan budaya. Jika seseorang sakit, biasanya masalah
kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat
mempengaruhi kesehatan secara umum Laily Sulistyo, 2012, seperti halnya penyakit skabies. Jika higiene perseorangan yang tidak baik akan membantu kutu
Skabies untuk hidup dan berkembang biak. dimana ia akan lebih mudah menginfeksi individu dengan kebiasaan jarang mandi dan keramas, jarang mencuci pakaian,
handuk dan alas tidur dibandingkan dengan orang yang higenenya baik, yang pada akhirnya akan mengakibatkan kejadian penyakit skabies.
Variabel higiene perseorangan yang dianalisis adalah kebersihan kulit dan rambut, kebersihan tangan, kaki dan kuku, kebersihan genitalia, kebersihan pakaian
dan handuk, kebersihan tempat tidur dan sprai. Hasil uji menunjukkan variabel genitalia dan kebersihan pakaian dan handuk yang berhubungan dengan kejadian
skabies di Rutan Cabang Sibuhuan. Menurut Soedarto 2003, higiene perseorangan yang tidak baik akan mempermudah tubuh terserang berbagai penyakit, seperti
penyakit kulit penyakit infeksi, penyakit mulut dan penyakit saluran cerna atau bahkan dapat menghilangkan fungsi bagian tubuh tertentu, seperti halnya kulit.
Universitas Sumatera Utara
69
5.3.1 Hubungan Higiene Perseorangan Berdasarkan Kebersihan Kulit dan Rambut dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten
Padang Lawas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada hubungan kebersihan kulit dan rambut dengan kejadian skabies di Rutan Cabang Sibuhuan
Kabupaten Padang Lawas dengan p = 0,286 p 0,05. Berdasarkan hasil pengamatan peneliti bahwa dari 32 responden yang memiliki kebersihan kulit dan
rambut baik, sebanyak 19 orang 59,4 menderita penyakit skabies dan dari 10 responden yang memiliki kebersihan kulit dan rambut buruk, sebanyak 8 orang
80,0 menderita penyakit skabies. Hal ini mungkin dapat terjadi karena responden membersihkan kulit tidak menggunakan sabun dan mencuci rambut tidak
menggunakan shampoo, menggunakan alat pemeliharaan kulit dan rambut secara bersama – sama, sehingga mayoritas responden menderita skabies.
Kulit merupakan salah satu aspek vital yang perlu diperhatikan dalam higiene persorangan. Kulit merupakan pembungkus yang elastik, yang melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan dan bersambungan dengan selaput lendir yang melapisi rongga – rongga dan lubang – lubang. Begitu vitalnya kulit, maka setiap ada gangguan kulit,
dapat menimbulkan berbagai masalah yang serius dalam kesehatan. Sebagai organ yang berfungsi sebagai proteksi, kulit memegang peranan penting dalam
meminimalkan setiap gangguan dan ancaman yang akan masuk melewati kulit. Sabun basa menetralkan kondisi asam yang melindungi kulit. Laily Sulistyo, 2012.
Peranan kulit dalam menjaga keutuhan tubuh tidak selamanya mudah, sebagai organ proteksi peranan kulit tidak luput dari berbagi masalah – masalah yang bias
membahayakan kulit itu senidri. Pembersihan kulit akan menghilangkan minyak
Universitas Sumatera Utara
70 berlebihan, keringat, sel kulit mati dan kotoran yang memungkinkan pertumbuhan
bakteri ataupun mikroorganisme. Penampilan dan kesejahteraan seseorang seringkali tergantung dari cara penampilan dan perasaan mengenai rambutnya. Berbagai macam
kondisi seperti tirah baring yang lama, adanya balutan dibekas rambut seseorang, kelemahan fisik, seringkali membuat ketidakmampuan seseorang dalam melakukan
perawatan rambut. Kurangnya kebersihan rambut seseorang akan membuat penampilan rambutnya tampak kusut, kusam, tidak rapi dan tampak acak – acakan.
Menurut Laily 2012, bahwa rambut atau bulu bias mengandung bakteri. Ini sangat penting artinya diketahui oleh seseorang dalam merawat rambutnya.
Kesehatan yang baik secara menyeluruh penting artinya bagi rambut yang menarik dan seperti halnya kulit, kebersihan membantu memelihara badan supaya menarik.
Penyakit berpengaruh buruk pada rambut, terutama jika terdapat kelaninan endokrin, suhu badan yang naik, kurang makan, rasa cemas atau ketakutan. Rambut barmanfaat
mencegah infeksi untuk daerah kepala dan untuk menjaga supaya rambut kelihatan bersih dan tidak berketombe dianjurkan minimal dua hari sekali keramas cuci
rambut dengan memakai samphoo. Samphoo berfungsi membersihkan rambut juga memberikan beberapa vitamin bagi rambut sehingga rambut subur dan berkilau.
5.3.2 Hubungan Higiene Perseorangan Berdasarkan Kebersihan Tangan, Kaki dan Kuku dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten
Padang Lawas
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa 26 responden yang memiliki kebersihan tangan, kaki dan kuku yang baik sebanyak 16 orang 61,5
menderita penyakit skabies dan 16 responden yang memiliki kebersihan tangan, kaki
Universitas Sumatera Utara
71 dan kuku yang buruk sebanyak 11 orang 68,7 menderita penyakit skabies. Hal ini
berarti tidak ada hubungan antara kebersihan tangan, kaki dan kuku dengan kejadian skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas dengan nilai p = 0,636
p 0,05. Hasil penelitian ini sesuai dengan tidak sesuai dengan penelitian Frenki
2012 menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebersihan tangan dan kuku dengan kejadian skabies di Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru.
Menurut Sulistyo 2012, tangan, kaki dan kuku membutuhkan perhatian khusus dalaam hygiene perseorangan, Karena semuanya rentan terhadap berbagai macam
infeksi. Kebersihan tangan, kaki dan kuku secara wajar penting artinya bagi manusia dalam usia berapapun dan kapapun, akan tetapi dengansemakin bertambahnya usia
terutama pada saat sakit. Skabies menular dengan dua cara yaitu secara kontak langsung dan tak langsung. Kontak langsung terjadi ketika adanya kontak dengan
kulit penderita misalnya berjabat tangan. Tentunya sangat perlu menjaga kebersihan tangan dan kuku setiap saat, jika tidak kondisi kebersihan tangan dan kuku yang
buruk akan memperbesar potensi penularan skabies. Hal ini diperparah dengan kebiasaan kita untuk makan, mempersiapkan makanan dan bekerja dengan
menggunakan tangan yang sudah tentu mempermudah penyebaran penyakit ke wilayah tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan
tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas baik dari segi pencucian maupun penggunaan sabun antiseptik. Begitu juga dengan kebersihan kaki, yang harus
senantiasa terjaga. Pemakaian alas kaki dan juga menjaga agar kaki tetap kering
Universitas Sumatera Utara
72 sangatlah penting karena kutu penyebab skabies yang cenderung suka hidup di tempat
yang lembab. Kebersihan tangan dan kaki yang baik dimulai dengan menjaga kebersihan
termasuk didalamnya membasuh dengan air bersih, mencucinya dengan sabun atau deterjen dan mengeringkannya dengan handuk. Menghindari penggunaan alas kaki
yang sempit atau kecil karena merupakan sebab utama gangguan kaki dan bisa mengakibatkan katimumul. Hindari juga penggunaan kaos kaki yang sempit, sudah
usang dan kotor karena bisa menimbulkan bau pada kaki, alergi dan infeksi pada kulit kaki. Sedangkan kebersihan kuku dapat dilakukan dengan memotong kuku jari tangan
dan kaki dengan rapi dengan terlebih dahulu merendamnya dalam sebaskom air hangat, hal ini sangat berguna untuk melunakkan kuku sehingga mudah dipotong
Laily Sulistyo, 2012.
5.3.3 Hubungan Higiene Perseorangan Berdasarkan Genitalia dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Berdasarkan hasil uji chi square, diketahui bahwa ada hubungan antara kebersihan genitalia dengan kejadian skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten
Padang Lawas dengan nilai p = 0,029 p 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 26 responden dengan kebersihan genitalia yang buruk sebanyak 20 orang
76,9 menderita skabies dan berbanding terbalik dengan 16 responden dengan kebersihan genitalia yang baik sebanyak 7 orang 43,7 menderita skabies.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Frenki 2011 menunjukkan bahwa ada hubungan antara kebersihan genitalia dengan kejadian skabies di
Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru. Menurut Handri 2010, seharusnya dalam
Universitas Sumatera Utara
73 sehari minimal mengganti pakaian dalam sebanyak dua kali sehari untuk menjaga
kebersihan, jika tidak jamur,bakteri bahkan parasit bisa menempel dialat kelamin. Hindari untuk saling bertukar pakaian dalam dengan orang lain karena mudah
menularkan penyakit infeksi. Sedangkan menurut Lita 2005, apabila pakaian dalam tidak dijemur dibawah terik matahari ini akan menyebabkan kuman skabies cepat
berkembang biak karena lembab. Dengan menjemur pakaian dalam dibawah terik matahari ini akan dapat mengurangi perkembangbiakannya.
5.3.4 Hubungan Higiene Perseorangan Berdasarkan Pakaian dan Handuk dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang
Lawas
Berdasarkan hasil uji chi square, diketahui bahwa ada hubungan antara kebersihan pakaian dan handuk dengan kejadian skabies di Rutan Cabang Sibuhuan
Kabupaten Padang Lawas dengan nilai p = 0,014 p 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 27 responden dengan kebersihan pakaian dan handuk yang
buruk sebanyak 21 orang 77,8 menderita skabies dan berbanding terbalik dengan 15 responden dengan kebersihan genitalia yang baik sebanyak 6 orang 40,0
menderita skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Frangki 2011, bahwa kebersihan
pakaian dan handuk mempunyai hubungan dengan kejadian skabies di Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru. Menurut Lita 2005, bila pakaian tidak pernah di
cuci ataupun dijemur dalam jangka waktu yang lama Maka kemungkinan jumlah kuman skabies yang ada di pakaian itu banyak sekali dan sangat besar resiko untuk
menularkan pada orang lain. Adapun penularan penyakit skabies dapat secara kontak
Universitas Sumatera Utara
74 tidak langsung yaitu melalui benda – benda terkontaminasi karena telah berhubungan
dengan penderita seperti pakaian, handuk, sprai, bantal dan sebagainya. 5.3.5 Hubungan Higiene Perseorangan Berdasarkan Tempat Tidur dan Sprai
dengan kejadian Skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas
Berdasarkan hasil uji chi square, diketahui bahwa tidak ada hubungan antara kebersihan tempat tidur dan sprai dengan kejadian skabies di Rutan Cabang Sibuhuan
Kabupaten Padang Lawas dengan nilai p = 0,654 p 0,05. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 29 responden dengan kebersihan tempat tidur dan sprai yang
buruk sebanyak 18 orang 62,1 menderita skabies dan berbanding terbalik dengan 16 responden dengan kebersihan genitalia yang baik sebanyak 7 orang 43,7
menderita skabies di Rutan Cabang Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas. Penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Frangki 2011, bahwa kebersihan
tempat tidur dan sprai mempunyai hubungan dengan kejadian skabies di Pesantren Darel Hikmah Kota Pekanbaru. Penularan melalui kontak tidak langsung seperti
melalui perlengkapan tidur memegang peranan penting dalam penyakit skabies. Menurut Handri 2010, bahwa kasur merupakan salah satu faktor yang menentukan
kualitas tidur. Agar kasur tetap bersih dan terhindar dari kuman penyakit maka perlu menjemur kasur 1x seminggu karena tanpa disadari kasur juga bisa menjadi lembab
hal ini dikarenakan seringnya berbaring dan suhu kamar yang berubah rubah.
Universitas Sumatera Utara
75
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan berdasarkan analisis dan pembahasan dari penelitian tentang Hubungan sanitasi lingkungan dan hygiene perseorangan dengan kejadian
skabies di Rumah Tahanan Negara Cabang Sibuhuan adalah sebagai berikut : 1. Karakteristik warga binaan pemasyarakatan berdasarkan kelompok umur,
mayoritas berumur 21 – 30 tahun yaitu sebanyak 18 orang 42,9. Dan berdasarkan tingkat pendidikan, mayoritas warga binaan pemasyarakatan
memiliki tingkat pendidikan SMA sederajatnya yaitu sebanyak 18 orang 42,9. Sedangkan berdasarkan lama tahanan, mayoritas warga binaan pemasyarakatan
berada dalam tahanan selama ≤ 24 bulan dan 25 – 48 bulan yaitu masing – masing
sebanyak 18 orang 42,9. 2. Berdasarkan penyakit skabies, mayoritas warga binaan pemasyarakatan menderita
skabies yaitu sebanyak 27 orang 64,3 dan tidak menderita skabies yaitu sebanyak 15 orang 35,7.
3. Berdasarkan variabel sanitasi lingkungan yang memiliki hubungan dengan kejadian skabies adalah kondisi lantai p = 0,001 p 0,05. Sedangkan variabel
sanitasilainnya, Statistik tidak dihitung karena masing – masing variabel ventilasi, kelembaban, pencahayaan, kepadatan hunian dan ketersediaan air bersih adalah
konstant karena semua responden berada dalam saru variasi yaitu memenuhi syarat kesehatan atau tidak memenuhi syarat kesehatan saja.
Universitas Sumatera Utara
76 4. Berdasarkan variabel higiene perseorangan yang memiliki hubungan dengan
kejadian skabies yaitu kebersihan genitalia p = 0,029 p 0,05 dan kebersihan pakaian dan handuk p = 0,014 p 0,05 sedangkan yang tidak memiliki
hubungan dengan kejadian skabies adalah kebersihan kulit dan rambut p = 0,286 p 0,05, kebersihan tangan, kaki dan kuku p = 0,636 p 0,05 dan kebersihan
tempat tidur dan sprai p = 0,654 p 0,05.
6.2 Saran