Kejadian Skabies .1 Pengertian Skabies

8

BAB II TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Kejadian Skabies 2.1.1 Pengertian Skabies Penyakit Skabies adalah penyakit kulit menular yang disebabkan oleh Sarcoptes scabiei varian hominis Harahap, 2000. Skabies disebut juga dengan itch, pamaan itch, seven year itch diistilahkan dengan penyakit yang terjadi tujuh tahunan. Di Indonesia skabies lebih dikenal dengan nama gudik, kudis, buduk, kerak, penyakit ampera atau gatal agogo Djuanda, 2006. Penyakit skabies sering disebut kutu badan. Penyakit ini juga mudah menular dari manusia ke manusia, dari hewan ke manusia dan sebaliknya. Skabies mudah menyebar baik secara langsung atau melalui sentuhan langsung dengan penderita maupun secara tak langsung melalui baju, seprai, handuk, bantal, air, atau sisir yang pernah dipergunakan penderita dan belum dibersihkan dan masih terdapat tungau sarcoptesnya. Skabies menyebabkan rasa gatal pada bagian kulit seperti disela – sela jari, siku, selangkangan. Penyakit kulit skabies menular dengan cepat pada suatu komunitas yang tinggal bersama sehingga dalam pengobatannya harus dilakukan secara serentak dan menyeluruh pada semua orang dan lingkungan pada komunitas yang terserang skabies, karena apabila dilakukan pengobatan secara individual maka akan mudah tertular kembali penyakit skabies Yosefw, 2007. Universitas Sumatera Utara 9

2.1.2 Sejarah Skabies

Aboumezzan Abdel Malek Ben Zohar merupakan dokter yang pertama mngungkapkan Skabies yang lahir pada tahun 1070 di Spanyol dan wafat pada tahun 1162 di Maroko. Dokter tersebut menuliskan sesuatu yang disebut “soab” yang hidup pada kulit yang menimbulkan rasa gatal. Bila kulit digaruk akan muncul binatang yang sangat sulit dilihat dengan mata telanjang. Pada tahun 1812, Bonomo menemukan Sarcoptes scabiei yang dijelaskan oleh Meunir dan penemuan tersebut yang dibuktikan oleh temuan orang lain. Pada tahun 1839, Gales berhasil mendemonstrasikan cara mendapatkan tungau dari penderita skabies dengan sebuah jarum Kandun, 2000.

2.1.3 Etiologi Skabies

Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda, Klas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei varian hominis. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini transient, berwarna putih, kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat. Universitas Sumatera Utara 10 Siklus hidup tungau ini sebagai berikut, setelah kopulasi perkawinan yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang – kadang masih dapat hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2 – 3 milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai mencapai jumlah 40 atau 50 . Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3 – 5 hari, dan menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam terowongan, tetapi dapat juga keluar. Setelah 2 – 3 hari larva akan menjadi nimfa yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara 8 – 12 hari Handoko, 2001. Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3 – 4 hari, kemudian larva meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau betina akan mati setelah meninggalkan telur, sedangkan tungau jantan mati setelah kopulasi Mulyono, 1986. Sarcoptes scabiei betina dapat hidup diluar dengan suhu kamar selama lebih kurang 7 – 14 hari. Kulit yang tipis dan lembab merupaka daerah yang sering di serang, contohnya lipatan kulit pada orang dewasa. Pada bayi, karena seluruh kulitnya masih tipis, maka seluruh badan dapat terserang. Perkembangan penyakit ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain keadaan sosial – ekonomi yang rendah, kondisi perang, kepadatan penghuni yang tinggi, tingkat hygiene yang buruk, kurangnya pengetahuan, dan kesalahan dalam diagnosis serta penatalaksanaan skabies Tabri, 2005. Universitas Sumatera Utara 11 Transmisi atau perpindahan skabies antara penderita dapat berlangsung melalui kontak langsung kontak kulit, misalnya berjabat tangan, tidur bersama, dan hubungan seksual. Selain itu juga dapat melalui kontak tidak langsung melalui benda, misalnya pakaian, handuk, sprai, bantal dan lain – lain Handoko, 2008.

2.1.4 Epidemiologi Skabies

Skabies telah menyebar ke seluruh dunia, terutama pada daerah beriklim tropis dan subtropis. Penyakit ini dapat mempengaruhi semua jenis ras di dunia, meskipun demikian gambaran akurat insidensinya sulit ditentukan dengan pasti oleh karena berbagai laporan yang ada hanya berdasarkan catatan kunjungan pasien rawat jalan di rumah sakit Burns DA, 1998. Dibeberapa negara yang sedang berkembang prevalensi skabies sekitar 6 – 27 populasi umum Sungkar, 1995. Insiden skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu endemik dan permulaan epidemik berikutnya kurang lebih 10 – 15 tahun Harahap, 2000. Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Anjing dan kucing merupakan sumber utama penularan skabies dari hewan ke manusia, meskipun hewan lainnya seperti sapi, babi, domba, kuda dapat menularkannya Soedarto, 2003. Cara penularan skabies melalui dua cara yaitu melalui kontak langsung dan kontak tak langsung. Kontak langsung yang saling bersentuhan seperti berjabat tangan atau tidur bersama dan kontak tak langsung melalui alat – alat seperti tempat Universitas Sumatera Utara 12 tidur, handuk, sprai, bantal, pakaian dan lain – lain. Bahkan penyakit ini dapat pula ditularkan melalui hubungan seksual antara penderita dengan orang yang sehat. Penyakit ini sangat erat kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak orang yang tinggal secara bersama – sama disatu tempat yang relatif sempit Benneth, 1997. Penularan skabies terjadi ketika orang – orang tidur bersama dengan tempat tidur yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah – sekolah yang ada asramanya serta fasilitas masyarakat seperti Rumah Tahanan Negara. Proses penyebab terjadinya penyakit skabies dimulai dari rantai sebab akibat ke suatu proses kejadian penyakit, yakni proses interaksi antara manusia pejamu dengan berbagai sifatnya biologis, fisiologis, psikologis, sosiologis dan antropologis dengan penyebab agent dan dengan lingkungan environment. Host Environment Agent Gambar 2.1 Hubungan Interaksi Host, Agent dan Environmet Dalam teori keseimbangan, interaksi antara ketiga unsur tersebut harus dipertahankan keseimbangannya. Bila terjadi gangguan keseimbangan antara ketiganya, akan menyebabkan timbulnya penyakit tertentu, termasuk penyakit kulit skabies Noor, 2008. Universitas Sumatera Utara 13 a. Unsur penyebab agent Kejadian setiap penyakit sangat dipengaruhi oleh beberapa unsur yang berinteraksi dengan unsur penyebab dan ikut dalam proses sebab akibat. Faktor yang berinteraksi dalam proses kejadian penyakit dalam epidemiologi digolongkan dalam faktor resiko. Dalam hal ini yang berperan menjadi faktor penyebab dalam terjadinya penyakit skabies adalah tungau sarcoptes scabiei. b. Unsur pejamu host Unsur pejamu terutama manusia dibagi dalam dua kelompok sifat utama, yakni manusia sebagai makhluk biologis dan manusia sebagai makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk biologis memiliki sifat biologis seperti umur, jenis kelamin, keadaan imunitas dan reaksi tubuh terhadap berbagai unsur dari luar maupun dari dalam tubuh sendiri. Sedangkan manusia sebagai makhluk sosial mempunyai berbagai sifat khusus seperti kelompok etnik termasuk adat, kebiasaan, agama, kebiasaan hidup dan kehidupan sehari – hari termasuk kebiasaan hidup sehat. Keseluruhan unsur tersebut merupakan sifat karakteristik individu sebagai pejamu dan ikut memegang peranan dalam proses kejadian penyakit, termasuk penyakit kulit skabies yang dapat berfungsi sebagai faktor resiko. c. Unsur lingkungan Environment Lingkungan memegang peranan yang cukup penting dalam menentukan terjadinya proses penyakit. Secara garis besarnya, maka unsur lingkungan dapat di bagi dalam tiga bagian utama, yakni lingkungan fisik, lingkungan biologis dan lingkungan sosial Noor, 2008. Universitas Sumatera Utara 14

2.1.5 Patogenesis Skabies

Beberapa faktor yang mendukung terjadinya peekembangan penyakit skabies, antara lain sosial ekonomi yang rendah, higiene yang buruk, hubungan seksual dengan berganti – ganti pasangan, perkembangan demografis dan ekologis. Penyakit ini juga mudah menular dan sangat cepat perkembangannya, terutama di tempat yang padat penduduk. Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau skabies, tetapi juga oleh penderita akibat garukan. Penularan juga dapat terjadi karena bersalaman atau bergandengan tangan yang lama dengan penderita sehingga terjadi kontak kulit yang kuat, menyebabkan kuman skabies berpindah ke lain tangan. Kuman skabies dapat menyebabkan bintil papul, gelembung berisi air, vesikel dan kudis pada pergelangan tangan Handoko, 2008. Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang kira – kira memerlukan waktu sebulan setelah infestasi. Pada saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula, vesikel, urtika, dan lain – lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskorisasi lecet sampai epidermis dan berdarah, krusta cairan tubuh yang mengering pada permukaan kulit dan infeksi sekunder Djuanda, 2006. Mula – mula, manifestasi klinik mungkin ringan, tetapi setelah beberapa minggu kulit mengalami sensitisasi, yang mengakibatkan suatu erupsi yang gatal, tersebar luas dan berupa eritmen Brown HW, 1979. Pasien dengan skabies mempunyai gejala yang sangat khas. Ini berbeda dengan penyakit kulit yang lain. Gejala tersebut antara lain : Universitas Sumatera Utara 15 a. Proritus nocturna, gatal di malam hari. Terjadi karena aktivitas tungau lebih tinggi pada saat hospes dalam keadaan tenang atau tidak beraktivitas dan pada suhu yang lebih lembab dan panas b. Penyakit skabies menyerang manusia secara kelompok. Misalnya dalam sebuah keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga dapat terkena infeksi. Begitu pula dalam sebuah perkampungan yang padat penduduknya, misalnya asrama, pesantren dan penjara. c. Adanya lesi yang khas yaitu berupa terowongan kurnikulus pada tempat – tempat predileksi, berwarna putih atau keabu – abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok – kelok, rata – rata panjang 1 cm. Ditemukan papul dan vesikel pada ujung terowongan. Kulit dengan stratum korneum yang tipis yang menjadi tempat predileksinya adalah sela – sela jari tangan, pergelangan tangan, siku bagian luar, lipatan ketiak bagian depan, areola mammae wanita, umbilicus, bokong, genetalia eksterna pria, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai telapak tangan dan kaki. d. Ditemukannya tungau sebagai penentu utama diagnosis. Diagnosis penyakit skabies dapat dibuat jika ditemukan 2 dari 4 tanda kardinal di atas.

2.1.6 Diagnosis Skabies

Diagnosa skabies dilakukan dengan membuat kerokan kulit pada daerah yang berwarna kemerahan dan terasa gatal. Kerokan yang dilakukan sebaiknya dilakukan agak dalam hingga kulit mengeluarkan darah karena sarcoptes betina bermukim agak dalam di kulit dengan membuat terowongan. Untuk melarutkan kerak digunakan Universitas Sumatera Utara 16 larutan KOH 10 persen selanjutnya hasil kerokan tersebut diamati dengan mikroskop dengan perbesaran 10 – 40 kali. Cara lain adalah dengan meneteskan minyak immesi pada lesi, dan epidermis diatasnya dikerok secara perlahan – lahan Mawali, 2000.

2.1.7 Pengobatan Skabies

Pengobatan dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a. Delousing, bilas dengan air yang dilarutkan bubuk Diclhoro Diphenyl Trichloroetan DDT. b. Olesi dengan salep yang mempunyai daya miticid baik dari zat kimia organik maupun non organik pada bagian kulit yang terasa gatal dan kemerahan, dan didiamkan selama 10 jam. c. Mandi dengan sabun sulfur belerang karena kandungan pada sulfur bersifat antiseptik dan antiparasit, tetapi pemakaian sabun sulfur tidak boleh berlebihan karena membuat kulit menjadi kering. d. Obat tradisional, seperti khasiat tanaman obat permot Passiflora Foeltida melalui aplikasi secara topikal atau dengan menggosok – gosokkan pada kulit yang terserang skabies, reaksinya akan mengakibatkan terjadinya pembesaran pori – pori kulit sehingga bahan aktif yang terkandung dalam tanaman permot akan diserap ke dalam kulit dan bereaksi terhadap tungau. Diduga khasiat yang memberikan pengaruh terhadap kematian sarcoptes scabiei adalah asam hidrosianat dan alkaloid. Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat di berantas dan Universitas Sumatera Utara 17 memberikan prognosis yang baik Harahap, 2000. Pengobatan penyakit skabies harus dilakukan secara serentak pada daerah yang terserang skabies agar tidak tertular kembali penyakit ini. 2.2 Sanitasi Lingkungan dan Higiene Perseorangan 2.2.1 Sanitasi Lingkungan