BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah aset bangsa. Masa depan bangsa dan negara dimasa yang akan dating berada ditangan anak sekarang. Bagus kepribadian anak
sekarang, maka baguslah masa depan bangsa. Bobrok kepribadian anak sekarang, bagaimana masa depannya?
Anak-anak adalah anak-anak. Anak bukanlah manusia dewasa dalam bentuk mini. Anak mempunyai alam fikiran, perasaan, kemauan dan
angan-angan, cara hidup yang berbeda dengan orang dewasa. Dunia anak berbeda dengan dunia orang dewasa. Dengan demikian sikap dan perlakuan
serta harapan-harapan dan tuntutan-tuntutan yang ditujukan kepada anak harus berbeda dengan sikap, perlakuan, harapan dan tuntutan yang ditujukan
kepada orang dewasa. Dalam kaitan ini Hillary Rodham Clinton menulis dalam bukunya
‘It Takes a Villages’ 1996 : “ Anak-anak sama sekali bukan individualis. Mereka bergantung kepada orang dewasa yang mereka kenal, juga kepada
ribuan orang lain, yang membuat keputusan setiap hari dan mempengaruhi kesejahteraan mereka. Kita semua, entah sadar atau tidak, bertanggung
jawab untuk memutuskan apakah anak-anak kita dibesarkan dalam sebuah bangsa yang tidak hanya menjunjung nilai-nilai keluarga tetapi juga
menghargai keluarga berikut anak-anak didalamnya. Selama sebagian besar dari masa dua puluh lima tahun ini saya telah ikut serta dalam upaya
meningkatkan kualitas hidup anak-anak. Pekerjaan saya telah mengajarkan bahwa mereka membutuhkan waktu, energi dan sumber daya yang lebih
banyak dari kita. Akan tetapi tidak ada pelajaran yang lebih berharga dibanding ketika saya sendiri menjadi seorang ibu.”
1
1
Hillary Clinton
,
It Takes a Villages
,
S imon Schuster Inc, New York, 1996, hlm.12
Pada umumnya orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa yang terpanjang dalam rentang kehidupan. Bagi
kebanyakkan anak, masa kanak-kanak seringkali dianggap tidak ada akhirnya sehingga mereka tidak sabar menunggu saat yang didambakan
yakni pengakuan dari masyarakat, bahwa mereka bukan anak-anak melainkan ‘Orang Dewasa’. Masa kanak-kanak dimulai setelah melewati
masa bayi yang penuh ketergantungan yakni kira-kira usia dua tahun hingga saat anak matang secara seksual, kira-kira 13 tahun untuk wanita dan usia
14 tahun untuk laki-laki. Setelah ia matang secara seksual maka ia disebut remaja.
Menurut Hurlock 1980 perkembangan manusia akan melalui penahapan. Tahapan perkembangan ini berlangsung secara berurutan terus-
menerus dan dalam tempo perkembangan yang tertentu dan bisa belaku umum.
2
Untuk lebih jelasnya tahapan perkembangan tersebut dapat dilihat pada uraian berikut : a. Masa pra-lahir : dimulai saat terjadinya konsepsi-
lahir; b. Masa jabang bayi : satu hari – dua minggu ; c. Masa bayi : dua
minggu - satu tahun ; d. Masa anak : - masa anak-anak awal : satu tahun hingga enak tahun. - Anak – anak lahir : enam tahun hingga 1213 tahun ;
e. Masa remaja : 1213 tahun – 21 tahun ; f. Masa dewasa : 21 tahun – 40 tahun ; g. Masa tengah baya : 40 tahun – 60 tahun ; h. Masa tua :
60
tahun – meninggal.
Dalam kaitan permasalahan ini yang dimaksudkan dengan anak adalah masa kanak-kanak akhir yaitu 6-12 tahun. Masa ketika kehidupan
anak meningkat seluruh aspek perkembangannya, mengalami perubahan besar, dari lingkungan hidup orang tua, kelompok anak-anak sampai
kelompok sosial yang lebih luas. Rangkaian orang tua-keluarga-sekolah- teman-teman merupakan rangkaian peningkatan dalam sifat, sifat minat dan
cara penyesuaian anak.
3
2
Elizabeth B. Hurlock, Develomental Psycology, McGraw Hill, New York, 1980, hlm.15
3
Aminah Aziz, Aspek Hukum Perlindungan Anak, USU Press, Medan, 1998, hlm.4
Konvensi atau konvenan adalah kata lain dari treaty traktat atau pakta, merupakan perjanjian diantara beberapa negara. Perjanjian ini
bersifat mengikat secara yuridis dan politis; oleh karena itu konvensi merupakan suatu hukum internasional atau biasa juga disebut sebagai
‘instrumen internasional’. Pada Konvensi Hak Anak adalah perjanjian yang mengikat secara
yuridis dan politis diantara berbagai negara yang mengatur hal-hal yang berhubungan dengan Hak Anak. Hak anak berarti Hak Asasi Manusia untuk
Anak. Menurut Konvensi Hak Anak KHA mendefinisikan “Anak” secara
umum sebagai manusia yang umurnya belum mencapai 18 tahun, namun diberikan juga pengakuan terhadap batasan umur yang berbeda yang
mungkin diterapkan dalam perundangan nasional.
4
Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 1979 tentang Kesejateraan Anak, Batas usia anak adalah seseorang yang belum mencapai
umur 21 tahun dan belum kawin Pasal 1 angka 2. Batas usia 21 tahun ditetapkan berdasarkan pertimbangan kepentingan usaha kesejahteraan
sosial, tahap kematangan pribadi dan tahap kematangan mental. Pada usia 21 tahun, anak sudah dianggap mempunyai kemampuan untuk itu
berdasarkan hukum yang berlaku. Menyimak pembatasan tentang usia anak sebagaimana dalam Pasal
1 angka 1 UU No 4 Tahun 1979, setidak-tidaknya dapat dicatat : 1 Anak adalah mereka yang belum mencapai usia 21 tahun dan belum pernah
kawin; 2 Bagi mereka yang belum beusia 21 tahun tetapi sudah kawin, maka dianggap bukan anak-anak lagi; 3 Mereka yang sudah berusia 21
tahun atau yang belum berusia 21 tahun tetapi sudah kawin dianggap telah mempunyai kematangan sosial, kematangan pribadi dan juga kematangan
mental; 4 Batas usia yang dimaksud dapat dikesampingkan sepanjang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang bersifat khusu serta
4
Ima Susiolowati, Pengertian Konvensi Hak Anak, UNICEF, Jakarta, 2003, hlm.2
mendasarkan pada kenyataan, bahwa seseorang dianggap mampu bertanggungjawab terhadap perbuatan yang dilakukannya.
5
Anak yang merupakan penerus atau generasi masa depan dari suatu bangsa. Kualitas anak bukanlah ditentukan pada saat mereka dilahirkan,
melainkan pada saat anak tersebut menjalani masa-masa pertumbuhannya hingga ia menjadi seorang yang dewasa. Namun, masa kanak-kanak juga
merupakan masa yang paling rentan dimana kondisi fisik dan psikologis seseorang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh beberapa faktor, mulai dari
keluarga, lingkungan, kebutuhan fisik, dan kebutuhan akan pendidikan. Hal inilah yang menyebabkan anak menjadi perhatian seluruh
masyarakat dunia dan dianggap perlu adanya suatu peraturan intenasional yang bertujuan untuk memperjuangkan dan melindungi hak-hak anak.
Pandangan ini dipengaruhi oleh anak-anak, seperti : tingginya kematian anak, perawatan kesehatan yang buruk, terbatasnya kesempatan untuk
memperoleh pendidikan dasar. Ditemukan pula berbagai kasus yang mencemaskan mengenai anak-anak yang disiksa dan dieksploitasi sebagai
pekerja seksual atau dalam pekerjaan-pekerjaan yang membahayakan, mengenai anak-anak dalam penjara atau dalam keadaan yang lain serta
mengenai anak-anak sebagai pengungsi dan korban konflik bersenjata. Tak dapat diragukan keadaan konflik bersenjata akan memiliki
akibat yang merusak khusunya terhadap anak. Terpisahnya keluarga, yatim piatunya seorang anak, perekrutan tentara anak, dan kematian atau lukanya
anakhanya sebagian kecil contoh kemungkinan akibat perang bagi anak. Sulit untuk menaksir apa akibat perang terhadap perkembangan psikologis
dan fisik anak dimasa yang akan datang karena konflik bersenjata. Anak senantiasa akan memerlukan perlindungan dan perlakuan khusus dalam
keadaan konflik bersenjata.
6
5
Waluyadi, Hukum Perlindungan Anak, CV Mandar Maju, Bandung, 2009, hlm.5
6
C. De Rover, To Serve And To Protect : Acuan Universal Penegakan HAM, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hlm.386
Kondisi atau situasi buruk yang akan dialami anak-anak diatas tentu akan secarra signifikan mempengaruhi pertumbuhan anak baik dari segi
fisik maupun mentalnya. Anak dapat mengalami penderitaan berupa trauma atau bahkan cacat mental yang permanen. Maka, anak dibawah 18 tahun
tidak dizinkan untuk turut serta dalam peperangan atau tidak boleh direkrut kedalam angkatan bersenjata.
7
Konflik bersenjata yang terjadi di berbagai belahan dunia ternyata telah memanfaatkan dan memberikan dampak yang buruk terhadap anak-
anak. Sejak Perang Dunia II anak-anak telah dilibatkan dalam partisipasi aktif dengan memasukkan mereka kedalam angkatan bersenjata reguler.
Partisipasi aktif anak-anak dalam permusuhan telah menarik perhatian masyarakat internasional.
8
Hak anak-anak membutuhkan perlindungan khusus, dan himbauan untuk perbaikan secara berkelanjutan terhadap situasi anak-anak tanpa
pandang bulu,juga terhadap perkembangan dan pendidikan mereka dalam kondisi yang aman dan damai. Tergugah oleh dampak yang merusak dan
luas dari konflik bersenjata terhadap anak-anak dan konsekuensinya dalam jangka panjang terhadap keamanan, perdamaian dan perkembangan.
Mengutuk praktek yang menjadikan anak-anak sebagai sasaran dalam situasi-situasi konflik bersenjata dan serangan langsung pada benda-
benda yang dilindungi oleh hukum internasional, temasuk tempat-tempat yang umumnya memiliki kehadiran anak-anak secara signifikan, seperti
sekolah-sekolah dan rumah sakit-rumah sakit.
9
Perlindungan hukum yang diberikan kepada anak lebih tertuju pada akibat sengketa bersenjata yang akan menimpa atau berdampak pada anak.
Sebagai bagian dari penduduk sipil, anak-anak yang tidak turut serta dalam suatu permusuhan mendapatkan perlindungan umum tanpa perbedaan yang
7
Konvensi Hak Anak Tahun 1989, Pasal 38
8
Enny Narwati dan Lina Hastuti April 2008, Legal Protection For Children In The Midst Of Armed Conflicts, Jurnal Penelitian Dinas Sosial Vol. 7, No. 1, hlm. 1-9
9
Protokol Tambahan Konvensi Hak Anak Tahun 2000
merugikan apapun yang didasarkan atas suku, kewarganegaraan, agama atau pendapat politik, dan dimaksudkan untuk meringankan penderitaan
yang disebabkan oleh perang. Selain penduduk sipil secara umum yang harus mendapatkan perlindungan, terdapat beberapa kategori yang juga
perlu mendapatkan perlindungan, yaitu orang asing, termasuk juga anak- anak di wilayah pendudukan. Selain orang asing maka kategori penduduk
sipil yang lain adalah mereka yang tinggal di wilayah pendudukan. Kategori terakhir adalah mereka yang termasuk dalam interniran sipil.
10
Dalam situasi konflik bersenjata, masyarakat sipil terutama anak- anak dan perempuan, merupakan kelompok yang paling rentan menjadi
korban karena tidak memiliki senjata untuk membela diri dari serangan lawan. Akibatnya, mereka cenderung berada dalam situasi ketakutan,
kebingungan dan ketidakmenentuan untuk mengakses informasi keamanan. anak-anak dan perempuan juga sering mengalami berbagai bentuk
eksploitasi dan kekerasan, baik fisik, mental maupun seksual. Pada beberapa kasus, anak-anak dilibatkan sebagai utusan messengers, juru
masak cooks, pengangkut barang porters, mata-mata spies, atau bahkan dilibatkan sebagai tentara anak children soldiers. Hal ini tentu
sangat membahayakan keselamatan mereka. Padahal anak-anak adalah zona netral, bukan bagian dari
permusuhan dan bukan ‘peserta’ perang dari pihak yang bertikai. Idealnya, keamanan dan perlindungan dari berbagai pihak menjadi prioritas utama
bagi anak-anak. Dari beberapa laporan, konflik bersenjata berdampak buruk dan
permanen terhadap anak-anak di seluruh dunia. Badan PBB untuk anak- anak UNICEF dalam State of the World’s Children 1996 melaporkan, dalam
periode 1985-1995 konflik bersenjata telah mengakibatkan dampak buruk dan permanen pada anak-anak. Melanie Gow dalam The Right to Peace-
Children and Armed Conflict memaparkan 2 juta anak-anak terbunuh, 6 juta
10
Loc.cit Jurnal Penelitian Dinas Sosial
mengalami luka serius atau cacat permanen, 12 juta kehilangan rumah. Selain itu 1 juta anak menjadi yatim piatu atau terpisah dari orang tuanya,
10 juta menderita trauma psikologis yang serius sebagai dampak perang, 300 ribu anak menjadi serdadu.
Sekitar 90 persen korban perang adalah masyarakat sipil, utamanya anak dan perempuan. Separuh dari 21 juta pengungsi di seluruh
dunia adalah anak-anak, dan setiap tahun antara 8.000 hingga 10.000 anak menjadi korban ranjau darat. Apalagi, dewasa ini perang
menggunakan teknologi modern, sehingga risiko yang membayangi anak- anak semakin kuat.
11
Telah disebutkan dalam Global Report on Childs Soldier 2001, lebih dari 300.000 anak dibawah usia 18 tahun baik laki-laki maupun perempuan
direkrut oleh angkatan bersenjata pemerintah, milisi ataupun konflik bersenjata bukan negara, dan mereka dijadikan sebagai tentara, mata-mata
atau pekerjaan lain yang terlibat secara langsung dalam konflik bersenjata. Anak-anak yang seharusnya memperoleh kebudayaan akan perdamaian
culture of peace, telah dididik oleh pelatihan militer dan indoktrinasi dalam gerakan kepemudaan ataupun sekolah-sekolah.
12
Banyak Negara terlibat dalam konflik bersenjata seperti Afghanistan, Burundi, Republik Afrika Tengah, Republik Demokratik
Kongo, Myanmar, Nepal, Somalia, Sudan, Chad, Kolombia, Filipina, Sri Lanka, Palestina dan Uganda yang masih merekrut dan menggunakan anak
sebagai tentara baik laki-laki maupun perempuan. Banyak yang berusia antara 15 dan 18 tahun, tetapi ada beberapa anak-anak berumur 7 tahun di
rekrut sebagai tentara anak-anak. Konflik bersenjata tersebut telah
11
http:www.hizbut-tahrir.or.id20080727nasib-anak-anak-dalam-konflik-bersenjata diakses pada Desember 2015
12
https:www.google.co.idurl?sa=trct=jq=esrc=ssource=webcd=5cad=rjaua ct=8ved=0ahUKEwiag6LKvt3JAhUOVo4KHf7CLoQFgg9MAQurl=https3A2F2Fdigili
b.uns.ac.id2Fdokumen2Fdownload2F79222FMjA1MTY3D2FPerlindungan-hukum- terhadap-anak-dalam-konflik-bersenjata-internasional-antara-Israel-dan-Libanon-studi-normatif-
tentang-implementasi-konvensi-Jenewa-iv- 1949abstrak.pdfusg=AFQjCNE4UeiJ7hH_UN7diKnxjLIgwwRUgsig2=qWtGvQVi6M1Sm_k
tymgY9A di akses pada Desember 2015
mempengaruhi kehidupan jutaan warga sipil di seluruh dunia. Anak-anak adalah orang yang paling rentan selama konflik. Banyak anak yang terluka,
kehilangan tempat tinggal, kehilangan pendidikan, atau yatim piatu akibat perang. Meskipun illegal untuk melibatkan anak-anak di bawah usia 18
dalam konflik bersenjata, mereka kadang-kadang masih direkrut oleh kelompok bersenjata untuk berpartisipasi.
13
Berbagai pelanggaran hukum terhadap anak sebagai korban konflik bersenjata seharusnya mendapatkan perlindungan hukum daripada konvensi
hak anak. Persoalan-persoalan tentang anak sebagai korban konflik bersenjata dapat diminimalisir bahkan dihentikan dan pihak-pihak yang
terlibat mendapatkan perlakuan hukum yang sepantasnya.
B. Rumusan Masalah