Perlindungan Terhadap Anak akibat konflik Bersenjata

Memoirs of a Chilren Soldier, Ishmael Beah kronik hidupnya selama konflik di Sierra Leone. 72 Situs resmi Human Rights Watch dalam satu laporannya mengatakan bahwa pemberontak di Sierra Leone telah memaksa anak-anak untuk bergabung dengan barisan mereka dan terlibat dalam pertempuran. Direktur Eksekutif dari Divisi Afrika Human Rights Watch, Peter Takirambudde meminta semua pihak dalam konflik di Sierra Leone untuk segera menghentikan penggunaan tentara anak-anak dan untuk membebaskan mereka yang diculik dan anak-anak di bawah usia 18 tahun. Revolutionary United Front RUF juga menculik anak- anak untuk memasok logistik pasukan dan peralatan militer, serta memanfaatkan gadis-gadis kecil sebagai pemuas seks. Takirambudde menuturkan, Anak-anak menghadapi beberapa pelanggaran paling berat dalam perang di Sierra Leone di tangan pemberontak RUF. Mereka secara khusus menargetkan anak-anak untuk perekrutan sebagai tentara, kerja paksa, dan eksploitasi seksual. Konflik bersenjata yang menghancurkan Sierra Leone ditandai dengan kebrutalan ekstrim dan pelanggaran HAM berat terhadap warga sipil. Selama konflik, puluhan ribu warga sipil tewas dan sampai seperempat dari penduduk mengungsi. Selama perang, yang berlangsung dari tahun 1991-2002, pemberontak, dan untuk tingkat yang lebih rendah pasukan pemerintah, secara konsisten gagal untuk membedakan antara warga sipil dan kombatan.

B. Perlindungan Terhadap Anak akibat konflik Bersenjata

I. Konflik bersenjata di Kolumbia

Kasus Tentara Anak di Kolombia dalam Perspektif CroC dan Protokol Optionalnya Kolombia sebagai salah satu negara yang telah meratifikasi CRoC pada tanggal 28 Januari 1991 dan juga telah meratifikasi Protokol Opsionalnya 72 http:www.icrc.orgengresourcesdocumentspublicationp4028.html, “Children Soldier at Sierra Leone”, diakses pada tanggal Desember 2015 Pukul 19.20 WIB pada tanggal 25 Mei 2005, sudah tentu memilki kewajiban untuk dapat menjalankan semua yang tertuang dalam konvensi dan protokol opsionalnya tersebut. Namun pada kenyataannya, Kolombia telah melanggar begitu banyak Pasal yang terkandung dalam dua hukum internasional tersebut, terkhusus dalam permasalahan tentara anak. 73 Pelanggaran-pelanggaran kasus tentara anak di Kolombia dalam perspektif CRoC antara lain: 1. Pasal 9, Ayat 1: States Parties shall ensure that a child shall not be separated from his or her parents against their will, except when competent authorities subject to judicial review determine, in accordance with applicable law and procedures, that such separation is necessary for the best interests of the child. Negara-negara Pihak harus menjamin bahwa seorang anak tidak dapat dipisahkan dari orang tuanya, secara bertentangan dengan kemauan mereka, kecuali ketika penguasa yang berwenang dengan tunduk pada yudicial review menetapkan sesuai dengan prosedur dan hukum yang berlaku bahwa pemisahan tersebut diperlukan demi kepentingan-kepentingan terbaik anak Dan Pasal 37 a-d: States Parties shall ensure that: a No child shall be subjected to torture or other cruel, inhuman or degrading treatment or punishment. Neither capital punishment nor life imprisonment without possibility of release shall be imposed for offences committed by persons below eighteen years of age; Tidak seorang anak pun dapat dijadikan sasaran penganiayaan, atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan. Baik hukuman mati atau pemenjaraan seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan, tidak dapat 73 Sebastian Brett, Youll Learn Not to Cry: Child Combatants in Columbia, ed. Joanne Mariner, Human dikenakan untuk pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang di bawah umur delapan belas tahun b No child shall be deprived of his or her liberty unlawfully or arbitrarily. The arrest, detention or imprisonment of a child shall be in conformity with the law and shall be used only as a measure of last resort and for the shortest appropriate period of time; Tidak seorang anak pun dapat dirampas kebebasannya secara melanggar hukum atau dengan sewenang-wenang. Penangkapan, penahanan atau pemenjaraan seorang anak harus sesuai dengan undang-undang, dan harus digunakan hanya sebagai upaya jalan lain terakhir dan untuk jangka waktu terpendek yang tepat c Every child deprived of liberty shall be treated with humanity and respect for the inherent dignity of the human person, and in a manner which takes into account the needs of persons of his or her age. In particular, every child deprived of liberty shall be separated from adults unless it is considered in the childs best interest not to do so and shall have the right to maintain contact with his or her family through correspondence and visits, save in exceptional circumstances Setiap anak yang dirampas kebebasannya harus diperlakukan manusiawi dan menghormati martabat manusia yang melekat, dan dalam suatu cara dan mengingat akan kebutuhan-kebutuhan orang pada umurnya. Terutama, setiap anak yang dirampas kebebasannya harus dipisahkan dari orang dewasa kecuali penempatannya itu dianggap demi kepentingan si anak dan harus mempunyai hak untuk mempertahankan kontak dengan keluarga melalui surat-menyurat dan kunjungan, kecuali bila dalam keadaan-keadaan luar biasa d Every child deprived of his or her liberty shall have the right to prompt access to legal and other appropriate assistance, as well as the right to challenge the legality of the deprivation of his or her liberty before a court or other competent, independent and impartial authority, and to a prompt decision on any such action Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak atas akses segera ke bantuan hukum dan bantuan lain yang tepat, dan juga hak untuk menyangkal keabsahan perampasan kebebasannya, di hadapan suatu pengadilan atau penguasa lain yang berwenang, mandiri dan adil, dan atas putusan segera mengenai tindakan apa pun semacam itu Pelanggaran Kolombia adalah perekrutan anak untuk menjadi tentara antara lain adalah dengan jalan memaksa, menculik, dan memisahkan mereka dari orang tuanya tanpa memperoleh hak untuk mendapat bantuan hukum. Terkadang anak-anak tersebut diperintahkan untuk membunuh orang tua mereka atau tetangga mereka untuk menekankan bahwa mereka tidak akan pernah pulang lagi ke lingkungan asal mereka. 2. Pasal 19, Ayat 1: States Parties shall take all appropriate legislative, administrative, social and educational measures to protect the child from all forms of physical or mental violence, injury or abuse, neglect or negligent treatment, maltreatment or exploitation, including sexual abuse, while in the care of parents, legal guardians or any other person who has the care of the child. Negara-negara Pihak harus mengambil semua tindakan legislatif, administratif, sosial dan pendidikan yang tepat untuk melindungi anak dari semua bentuk kekerasan fisik atau mental, luka-luka atau penyalahgunaan, penelantaran atau perlakuan alpa, perlakuan buruk atau eksploitasi, termasuk penyalahgunaan seks selam dalam pengasuhan para orang tua, wali hukum atau orang lain manapun yang memiliki tanggung jawab mengasuh anak Anak-anak yang dijadikan tentara mengalami berbagai macam bentuk tindakan kekerasan fisik dan mental serta mengalami pelecehan seksual. Namun hal ini belum mendapat perhatian khusus dari pemerintah untuk menindaklanjutinya. 3. Pasal 27, Ayat 1-3: 1. States Parties recognize the right of every child to a standard of living adequate for the childs physical, mental, spiritual, moral and social development Negara-negara Pihak mengakui hak setiap anak atas suatu standar kehidupan yang memadai bagi perkembanganfisik, mental, spiritual, moral dan sosial anak 2. The parents or others responsible for the child have the primary responsibility to secure, within their abilities and financial capacities, the conditions of living necessary for the childs development Orang tua atau orang-orang lain yang bertanggung jawab atas anak itu mempunyai tanggung jawab primer untuk menjamin di dalam kesanggupan dan kemampuan keuangan mereka, penghidupan yang diperlukan bagi perkembangan si anak 3. States Parties, in accordance with national conditions and within their means, shall take appropriate measures to assist parents and others responsible for the child to implement this right and shall in case of need provide material assistance and support programmes, particularly with regard to nutrition, clothing and housing Negara-negara Pihak, sesuai dengan keadaan-keadaan nasional dan di dalam sarana-sarana mereka, harus mengambil langkah-langkah yang tepat untuk membantu orang tua dan orang-orang lain yang bertanggung jawab atas anak itu untuk melaksanakan hak ini, dan akan memberikan bantuan material dan mendukung program-program, terutama mengenai gizi, pakaian dan perumahan Inti dari Pasal ini adalah bagaimana usaha yang harus dilakukan oleh pemerintah dan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang kondusif, khususnya dalam hal financial. Namun pada kenyataannya, motif terbesar dari perekrutan tentara anak di Kolombia adalah masalah kemiskinan. 4. Pasal 32, Ayat 1: States Parties recognize the right of the child to be protected from economic exploitation and from performing any work that is likely to be hazardous or to interfere with the childs education, or to be harmful to the childs health or physical, mental, spiritual, moral or social development. Negara-negara Pihak mengakui hak anak untuk dilindungi dari eksploitasi ekonomi dan dari melakukan setiap pekerjaan yang mungkin berbahaya atau mengganggu pendidikan si anak, atau membahayakan kesehatan si anak atau pengembangan fisik, mental, spiritual, moral dan sosialnya Menjadikan anak sebagai tentara jelas-jelas merupakan pekerjaan yang sangat berbahaya dan mengganggu perkembangan anak, baik secara psikis dan mental. Anak laki-laki biasanya digunakan sebagai tentara, menangkap dan menjaga sandera, sebagai tameng, pembawa pesan, mata- mata, partner seksual, dan sebagai pembawa beban atau pun pembawa bom. 5. Pasal 34 a dan b: States Parties undertake to protect the child from all forms of sexual exploitation and sexual abuse. For these purposes, States Parties shall in particular take all appropriate national, bilateral and multilateral measures to prevent: a The inducement or coercion of a child to engage in any unlawful sexual activity; b The exploitative use of children in prostitution or other unlawful sexual practices Negara-negara Pihak berusaha melindungi anak dari semua bentuk eksploitasi seksual dan penyalahgunaan seksual. Untuk tujuan-tujuan ini, maka Negara-negara Pihak harus terutama mengambil semua langkah nasional, bilateral dan multilateral yang tepat, untuk mencegah: a Bujukan atau pemaksaan terhadap seorang anak untuk terlibat dalam setiap aktivitas seksual yang melanggar hukum. b Penggunaan eksploitatif terhadap anak-anak dalam pelacuran, atau praktek-praktek seksual lainnya yang melanggar hukum Sebagian besar tentara anak yang perempuan mengalami tindakan pelecehan seksual para komandan dan tentara dewasa lainnya. Bila gadis tersebut hamil, dia diberi kebebasan untuk melakukan aborsi atau pun melahirkan bayinya yang kemudian akan diberikan pada orang lain untuk diasuh. 6. Pasal 38, Ayat 1-4: 1. States Parties undertake to respect and to ensure respect for rules of international humanitarian law applicable to them in armed conflicts which are relevant to the child. Negara-negara Pihak berusaha menghormati dan menjamin penghormatan terhadap peraturan-peraturan hukum humaniter internasional yang dapat berlaku bagi mereka dalam konflik bersenjata yang relevan bagi anak itu 2. States Parties shall take all feasible measures to ensure that persons who have not attained the age of fifteen years do not take a direct part in hostilities. Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin bahwa orang-orang yang belum mencapai umur lima belas tahun tidak mengambil suatu bagian langsung dalam permusuhan 3. States Parties shall refrain from recruiting any person who has not attained the age of fifteen years into their armed forces. In recruiting among those persons who have attained the age of fifteen years but who have not attained the age of eighteen years, States Parties shall endeavour to give priority to those who are oldest. Negara-negara Pihak harus mengekang diri agar tidak menerima siapa pun yang belum mencapai umur lima belas tahun ke dalam angkatan bersenjata mereka. Dalam menerima di antara orang-orang tersebut, yang telah mencapai umur lima belas tahun tetapi belum mencapai umur delapan belas tahun maka Negara-negara Pihak harus berusaha memberikan prioritas kepada mereka yang tertua 4. In accordance with their obligations under international humanitarian law to protect the civilian population in armed conflicts, States Parties shall take all feasible measures to ensure protection and care of children who are affected by an armed conflict Sesuai dengan kewajiban-kewajiban mereka menurut hukum humaniter internasional untuk melindungi penduduk sipil dalam konflik bersenjata, maka Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang tepat untuk menjamin perlindungan dan pengasuhan anak-anak yang dipengaruhi oleh suatu konflik bersenjata Pasal ini dengan sangat jelas melarang adanya perekrutan anak di bawah 15 tahun untuk menjadi tentara. Namun pada kenyataannya, Pada akhir tahun 2006 koalisi FARC dan ELN telah merekrut lebih dari 14.000 anak kecil yang rata-rata berumur 12 tahun baik laki-laki maupun anak perempuan. Anak-anak ini diberi pendidikan paramiliter dan gerilya. Mereka bertugas menjadi informan pergerakan pasukan pemerintah, mengikuti perang frontal melawan pasukan pemerintah, bahkan membakar desa. Pelanggaran-pelanggaran kasus tentara anak di Kolombia dalam perspektif Optional Protocol to the Convention on The Rights of The Child on the involvement of children in armed conflict antara lain: 1. Article 1 States Parties shall take all feasible measures to ensure that members of their armed forces who have not attained the age of 18 years do not take a direct part in hostilities. 2. Article 2 States Parties shall ensure that persons who have not attained the age of 18 years are not compulsorily recruited into their armed forces. 3. Article 3 1. States Parties shall raise the minimum age for the voluntary recruitment of persons into their national armed forces from that set out in article 38, paragraph 3, of the Convention on the Rights of the Child, taking account of the principles contained in that article and recognizing that under the Convention persons under the age of 18 years are entitled to special protection 2. Each State Party shall deposit a binding declaration upon ratification of or accession to the present Protocol that sets forth the minimum age at which it will permit voluntary recruitment into its national armed forces and a description of the safeguards it has adopted to ensure that such recruitment is not forced or coerced 3. States Parties that permit voluntary recruitment into their national armed forces under the age of 18 years shall maintain safeguards to ensure, as a minimum, that: a. Such recruitment is genuinely voluntary; b. Such recruitment is carried out with the informed consent of the persons parents or legal guardians; c. Such persons are fully informed of the duties involved in such military service; d. Such persons provide reliable proof of age prior to acceptance into national military service. 4. Article 4 1. Armed groups that are distinct from the armed forces of a State should not, under any circumstances, recruit or use in hostilities persons under the age of 18 years 2. States Parties shall take all feasible measures to prevent such recruitment and use, including the adoption of legal measures necessary to prohibit and criminalize such practices. 3. The application of the present article shall not affect the legal status of any party to an armed conflict. Secara garis besar, keempat Pasal tersebelu melarang perekrutan seseorang yang belum mencapai umur 18 tahun. Dan Kolombia jelas-jelas melanggar batasan umur tersebut. Bahkan seperti yang telah dicantumkan pada pelanggaran sebelum di CroC, Kolombia merekrut anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun. Dalam Pasal 4 Ayat 1 menetapkan kelompok bersenjata di luar angkatan bersenjata negara untuk, dalam kondisi apa pun, untuk tidak merekrut atau melibatkan secara langsung dalam kekerasan mereka yang belum berusia 18 tahun. Lebih lanjut, Ayat 3 menetapkan penerapan ketentuan ini tidak lantas mengubah status legal suatu kelompok bersenjata. Hal ini jelaslah dilanggar oleh Kolombia karena baik pihak pemerintah maupun pihak non pemerintah FARC dan ELN tetap merekrut anak untuk menjadi tentara sampai sekarang.

II. Konflik bersenjata di Uganda

Konvensi Hak Anak Dalam menganalisis efektivitas konvensi internasional saat ini dan perjanjian yang berlaku untuk tentara gadis di Uganda, salah satu harus mulai dengan pusat-sepotong hak-hak anak, Konvensi Hak Anak. PBB mengadopsi Konvensi pada tahun 1989, dan Uganda meratifikasi Konvensi pada tanggal 16 September, 1990. Konvensi Hak Anak adalah konvensi hak asasi manusia yang paling banyak diratifikasi-dalam sejarah PBB, dengan semua negara di dunia meratifikasi konvensi kecuali Amerika Serikat dan Somalia. Konvensi Hak Anak meliputi lingkup umum hak asasi manusia anak-anak. Beberapa artikel membahas pelanggaran hak asasi manusia tertentu yang wajah gadis di seluruh dunia. Pasal 2 melarang diskriminasi berdasarkan jenis kelamin. Pasal 32 menawarkan perlindungan anak-anak dari eksploitasi ekonomi, sementara Pasal 34 melindungi anak-anak dari eksploitasi seksual dan penyalahgunaan. Pasal 35 melindungi anak-anak dari penculikan dan perdagangan. Konvensi Hak Anak juga feminis inheren dalam konstruksi linguistik nya. Cynthia Harga Cohen telah menunjukkan bahwa Konvensi Hak Anak meletakkan tradisi linguistik daripada menggunakan maskulin sebagai ganti posesif tunggal. Sepanjang Konvensi, anak digunakan bila memungkinkan; dalam situasi di mana perlu untuk menggunakan kata ganti posesif tunggal kedua nya dan miliknya muncul. Sama seperti Konvensi Hak Anak alamat kekerasan yang dialami perempuan, ia juga menawarkan perlindungan khusus untuk tentara anak-anak. Pasal 38 penawaran dengan anak-anak yang terlibat dalam konflik bersenjata, khususnya yang 1 negara harus menghormati hukum kemanusiaan internasional yang relevan dengan anak; 2 anak-anak di bawah lima belas tidak harus mengambil bagian langsung dalam permusuhan; 3 menyatakan tidak akan merekrut anak di bawah lima belas; 4 negara harus mengambil semua langkah yang layak untuk melindungi anak-anak yang terkena dampak konflik bersenjata. Pasal 39 mensyaratkan bahwa negara harus mengambil semua langkah yang layak untuk mempromosikan pemulihan dan reintegrasi. Secara teori, ketentuan ini harus melindungi terhadap pelanggaran yang dilakukan terhadap anak perempuan yang diculik atau direkrut untuk melayani sebagai tentara anak-anak. Sementara kedua eksploitasi seksual dan perekrutan tentara anak di bawah lima belas dilarang oleh Konvensi, memiliki sejumlah kelemahan. Bukti paling mencolok dari kelemahan adalah bahwa sementara itu adalah konvensi yang paling banyak diratifikasi-PBB, jumlah anak-anak diculik atau direkrut untuk melayani sebagai tentara terus tumbuh setiap tahun. Bagian dari ketidakefektifan ini harus terletak pada kenyataan bahwa hanya negara-negara yang telah meratifikasi konvensi tersebut terikat untuk aturan. Pasukan gerilya, paramiliter, dan kelompok- kelompok pemberontak lainnya tidak terikat secara hukum oleh ketentuan- ketentuan konvensi. Namun kelompok-kelompok ini sering merekrut dan menculik tentara anak-anak, seperti dalam kasus Uganda Utara. Namun faktor lain yang meniadakan kekuatan Konvensi adalah kurangnya mekanisme penegakan hukum. Sebuah komite PBB ulasan laporan yang disiapkan oleh negara pada catatan mereka sendiri pelanggaran hak-hak anak. Pemerintahan diri tidak terlalu efektif di bidang hak asasi manusia. Uganda menyerahkan laporan kepada Komite Hak Anak pada tahun 1996, dan Komite merespon pada bulan Oktober 1997. Komite mencatat tujuh belas mata pelajaran pokok perhatian. Salah satu bidang yang menjadi perhatian adalah kurangnya peraturan Uganda yang memadai untuk memberikan cewek korban hak-hak ekonomi, sosial dan budaya eksploitasi seksual penuh. Subjek utama lain yang menjadi perhatian berkisar pelanggaran Pasal 38 CRC di wilayah utara Uganda: aturan hukum humaniter internasional yang berlaku untuk anak-anak dilanggar. Selain itu, laporan ini mencatat penculikan, pembunuhan, dan penyiksaan anak-anak di wilayah utara. Komite merekomendasikan bahwa semua upaya harus dilakukan untuk mencegah dan memberantas segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan bahwa negara harus meningkatkan kesadaran tugas untuk mengikuti hukum humaniter internasional di utara. Komite juga merekomendasikan bahwa Uganda meningkatkan upaya untuk mencegah pembunuhan dan penculikan anak-anak dan penggunaan anak-anak sebagai tentara anak-anak di utara. Meskipun kelemahan dari Konvensi Hak Anak, itu adalah langkah besar ke depan untuk hak-hak anak. Konvensi menawarkan metode yang paling masuk akal dan realistis memberikan perlindungan internasional yang lebih besar untuk tentara anak perempuan. Ini bisa menjadi dicapai lebih baik jika Konvensi menambahkan sebuah artikel membahas penggunaan pemerkosaan dan kekerasan seksual sebagai metode intimidasi dalam penculikan dan perekrutan tentara anak perempuan, dan diberi label praktek ini pelanggaran hak asasi manusia. Saat konvensi melindungi anak-anak dari ancaman ini dengan memberikan larangan selimut di eksploitasi seksual dan penyalahgunaan. Sementara dalam teori ini harus melindungi tentara anak perempuan, dalam praktek nasional dan upaya internasional untuk melindungi anak-anak akan mengikuti jejak dokumen internasional yang sangat berpengaruh ini. Konvensi harus secara eksplisit mencakup larangan terhadap pelecehan seksual gadis-gadis yang diculik atau direkrut oleh angkatan bersenjata dalam situasi konflik. Satu metode untuk mencapai hal ini akan mengubah Konvensi dengan eksplisit, definisi luas dari tentara anak. Namun, dalam rangka untuk mengubah Konvensi, setiap negara individu akan harus melalui proses ratifikasi lagi. Sementara metode ini jelas akan menetapkan pentingnya menciptakan definisi diperluas tentara anak, itu akan menjadi proses rumit dan memakan waktu. Selain itu, beberapa negara mungkin tidak cenderung untuk menandatangani Konvensi diubah. Namun, jika Protokol Opsional lain diciptakan, masalah ini akan dibawa ke garis depan gerakan hak asasi manusia dan status Konvensi tidak akan terganggu. Protokol Tambahan pada Konvensi Hak Anak Protokol Tambahan menawarkan perlindungan lebih untuk anak-anak dari Konvensi Hak Anak. Namun dua protokol juga menawarkan ilustrasi lebih lanjut dari pemahaman gender hak-hak anak. Dalam pemahaman tradisional dari hak asasi manusia yang dilakukan terhadap anak-anak, laki-laki dan beberapa gadis dilindungi oleh Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata, sedangkan anak perempuan dan beberapa anak laki-laki yang dilindungi oleh Protokol Opsional Konvensi Hak Anak tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak. Protokol Opsional untuk Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata berfokus terutama pada perluasan persyaratan usia tentara anak yang berpartisipasi dalam permusuhan langsung ke 18. Seperti dijelaskan sebelumnya, koalisi LSM berhasil berkampanye untuk adopsi, ratifikasi, dan implementasi Protokol Opsional ini. Uganda meratifikasi protokol ini dalam bulan Mei 2002, dan berhak untuk mengubah deklarasi. Namun, Protokol Opsional ini tidak membahas nasib, atau bahkan keberadaan, tentara anak perempuan. Hal ini penting untuk fakta bahwa tentara anak perempuan cenderung untuk berpartisipasi dalam konflik bersenjata, dan lebih mungkin untuk menjadi pekerja latar belakang yang digunakan, secara harfiah, untuk kenyamanan petugas senior dan tentara. Dalam berfokus pada orang-orang tentara anak yang mengambil bagian dalam permusuhan langsung, protokol opsional ini lebih lanjut memperkuat definisi berbasis laki-laki dari tentara anak. Ia telah mengemukakan bahwa sejak definisi seorang tentara anak tidak tercantum dalam protokol, maka definisi dapat diperluas untuk mencakup anak- anak yang tidak berpartisipasi dalam pertempuran. Analisis dari Protokol Tambahan ini sangat bergantung pada pemahaman internasional tentang definisi tentara anak. Selama citra dominan dari tentara anak adalah anak memegang pistol, protokol opsional tidak akan memberikan perlindungan kepada anak-anak yang tertangkap di belakang garis depan perang. Cara yang paling efektif untuk mengubah pemahaman internasional definisi seorang prajurit anak adalah menulis dengan jelas dalam protokol internasional. Mengandalkan bentuk lain dari hukum internasional, seperti hukum adat, akan memakan waktu terlalu lama untuk membuat dampak yang diperlukan pada masalah kritis ini. Protokol Tambahan untuk Konvensi Hak Anak tentang Penjualan Anak, Prostitusi Anak dan Pornografi Anak menawarkan perlindungan yang signifikan bagi anak-anak yang terkena ancaman yang disebutkan. Uganda meratifikasi protokol ini pada bulan November 2001, tanpa keberatan. Protokol mengakui bahwa anak perempuan sangat rentan terhadap eksploitasi seksual. Namun dalam khusus meletakkan pelanggaran yang pelakunya dapat dimintai tanggung jawab untuk, menjadi jelas bahwa tentara anak perempuan dikeluarkan dari pemahaman praktek berbahaya. Dalam Pasal 10, Konvensi menyatakan: Negara-negara Pihak harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memperkuat kerjasama internasional dengan pengaturan multilateral, regional dan bilateral untuk pencegahan, deteksi, penyidikan, penuntutan dan hukuman dari mereka yang bertanggung jawab atas tindakan yang melibatkan penjualan anak, pelacuran anak, pornografi anak dan pariwisata seks anak. Tentara anak-anak tidak masuk ke dalam kategori diletakkan di sini: dalam banyak kasus mereka tidak dijual, tapi diculik; mereka tidak pelacur karena mereka tidak menerima barang-barang material dalam pertukaran untuk perbudakan seksual mereka; pornografi anak dan wisata seks tidak berlaku untuk tentara anak- anak baik. Ini adalah contoh lain dari kegagalan masyarakat internasional untuk membuat badan hukum untuk melindungi tentara anak-anak perempuan. Agar tentara anak perempuan harus sepenuhnya dilindungi oleh hukum internasional, penderitaan mereka harus disikapi dengan jelas dan secara khusus dalam teks dokumen. Konvensi Jenewa berserta protokolnya Setelah Perang Dunia II, masyarakat internasional melewati empat Konvensi Jenewa pada 12 Agustus, 1949. Konvensi ini menawarkan perlindungan khusus bagi warga sipil, termasuk anak-anak, baik dalam konflik internasional dan non-internasional. Secara khusus, Pasal 3, umum untuk semua empat dari konvensi, alamat konflik non-internasional. Orang yang tidak mengambil bagian aktif dalam permusuhan harus diperlakukan secara manusiawi. Artikel ini melarang: kekerasan untuk hidup dan orang, dalam pembunuhan khususnya dari semua jenis, mutilasi, perlakuan kejam dan penyiksaan; mengambil sandera; [dan] penghinaan atas martabat orang, di memalukan dan merendahkan martabat tertentu. Pada tahun 1977 dua protokol diadopsi dalam hubungannya dengan konvensi yang mengatur peran anak yang terlibat dalam konflik bersenjata untuk pertama kalinya. Protokol I, Pasal 77 melarang perekrutan anak-anak di bawah 15 untuk berpartisipasi dalam permusuhan langsung dalam konflik internasional. Protokol II, Pasal 4 3 c melarang anak-anak di bawah 15 dalam konflik internasional non dari yang direkrut atau diizinkan untuk berpartisipasi, langsung atau tidak langsung, dalam permusuhan termasuk pendaftaran sukarela. Uganda telah meratifikasi Protokol dan Konvensi Jenewa, dan harus diadakan untuk janjinya untuk mencegah anak-anak di bawah 15 dari mengambil bagian langsung dalam konflik internasional non dengan LRA. Sementara Protokol II harus diadakan sebagai contoh memperluas definisi tentara anak, partisipasi langsung oleh gadis-gadis yang melayani sebagai istri dan posisi domestik lainnya untuk komandan militer perlu secara eksplisit dibahas dalam materi hukum internasional. Perangkap lain adalah bahwa, seperti yang digambarkan sebelumnya dalam makalah ini, pejabat Uganda telah menetapkan bahwa catatan kelahiran yang sulit didapat di daerah pedesaan Uganda Utara. Tanggal lahir tidak baik-didokumentasikan dan mudah bagi pasukan militer untuk bermain bodoh ketika dituduh memanfaatkan anak di bawah 15 atau 18 dalam hal ini. Statuta Roma Mahkamah Pidana Internasional Statuta Roma tentang Pengadilan Pidana Internasional merupakan kemajuan yang signifikan dalam hukum internasional, dan daerah tentara anak tidak terkecuali. Uganda meratifikasi statuta Roma pada bulan Juni 2002. Beberapa artikel dalam undang-undang menawarkan langkah yang benar maju dalam perlindungan tentara anak perempuan. Pasal 8 2 e vi menyatakan bahwa perkosaan, perbudakan seksual, dan bentuk-bentuk kekerasan seksual yang dilakukan dalam perang non-internasional dapat dianggap kejahatan perang dan diadili di Mahkamah Pidana Internasional. Pasal 8 2 e vii menyatakan bahwa pengerahan anak di bawah 15 dalam angkatan bersenjata atau penggunaan anak- anak untuk berpartisipasi secara aktif dalam permusuhan adalah kejahatan perang dalam konflik non-internasional, dan juga dapat dituntut di International Pengadilan Pidana. Artikel ini menawarkan cara yang layak bagi mereka yang melakukan kejahatan terhadap tentara gadis yang akan dibawa ke pengadilan. Dalam mengikat kekerasan seksual dengan pengalaman perang, Statuta Roma furthers pemahaman tentang pengalaman tentara gadis di daerah hukum internasional. Sementara muka ini adalah tanda terang di cakrawala, saat ini Mahkamah Pidana Internasional saat ini tidak memiliki legitimasi internasional di mata Amerika Serikat. Sementara negara-negara lain telah menerima yurisdiksi pengadilan, kekuatannya akan dirusak oleh sikap AS. 74

III. Konflik bersenjata di Sierra Leone

Pada bulan Juni 2007, Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone menemukan tiga orang tersangka dari pemberontak Angkatan Bersenjata Revolusioner Council AFRC bersalah atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan pelanggaran serius atas hukum humaniter internasional, termasuk perekrutan anak di bawah umur 15 tahun ke dalam angkatan bersenjata. Dengan ini, Pengadilan Khusus menjadi pertama kalinya pengadilan yang didukung PBB untuk memberikan vonis bersalah untuk pelaksanaan wajib militer bagi anak-anak. 74 Abigail Leibig, Girl Child Soldiers in Northern Uganda: Do Current Legal Frameworks Offer Sufficient Protection, 3 Nw. J. Intl Hum. Rts. 1 2005.
 http:scholarlycommons.law.northwestern.edunjihrvol3iss16 Hukum internasional tidak melarang penuntutan anak-anak yang melakukan kejahatan perang, tetapi Pasal 37 Konvensi PBB tentang Hak Anak tidak membatasi hukuman bahwa seorang anak dapat menerima termasuk Baik hukuman mati atau penjara seumur hidup tanpa kemungkinan pembebasan dikenakan untuk pelanggaran yang dilakukan oleh orang-orang di bawah delapan belas tahun. Banyak tentara anak-anak berjuang di Sierra Leone karena adanya Perang Saudara. Di belakangnya PBB sanksi Pengadilan Khusus untuk Sierra Leone SCSL untuk mencoba peserta karena kejahatan perang dan pelanggaran lain dari hukum humaniter. Undang-undang SCSL memberikan yurisdiksi pengadilan atas orang-orang berusia 15 dan lebih tua, namun Prinsip negara Paris bahwa anak-anak yang berpartisipasi dalam konflik bersenjata: “... yang dituduh melakukan kejahatan di bawah hukum internasional yang diduga dilakukan saat mereka berhubungan dengan angkatan bersenjata atau kelompok bersenjata harus dipertimbangkan terutama sebagai korban pelanggaran terhadap hukum internasional, bukan saja sebagai pelaku. Mereka harus diperlakukan sesuai dengan hukum internasional dalam kerangka keadilan restoratif dan rehabilitasi sosial, sesuai dengan hukum internasional yang menawarkan anak perlindungan khusus melalui berbagai perjanjian dan prinsip-prinsip” Kemudian ini tercermin dalam kata-kata Pasal 7 undang-undang SCSL yang tidak mengesampingkan penuntutan tetapi menekankan rehabilitasi dan reintegrasi masyarakat. David Crane Kepala pertama Kejaksaan dari pengadilan Sierra Leone, memilih untuk menafsirkan undang-undang sehingga kebijakan pengadilan adalah untuk mengadili orang-orang yang merekrut anak-anak daripada anak-anak sendiri tidak peduli seberapa keji kejahatan yang telah mereka lakukan. Berdasarkan hasil survei dari Coalition to Stop The Use of Child Soldiers 2001, ada sekitar 300.000 anak, laki-laki maupun perempuan yang masih di bawah umur bahkan masih berusia tujuh tahun, terlibat sebagai tentara anak dalam konflik bersenjata, baik untuk kelompok pemerintah maupun oposisi. Besarnya angka keterlibatan anak dalam konflik bersenjata ini mengindikasikan bahwa perlindungan hak-hak anak sebagaimana yang telah diatur dalam Konvensi Jenewa Tahun 1949 dan Konvensi Hak Anak Tahun 1989 belum terlaksana dengan baik. Keluguan dan kepolosan anak-anak ini sering dijadikan alat bagi pihak yang tidak bertanggung jawab demi mencapai kemenangan dalam suatu peperangan sehingga psikologis, pendidikan, hak hidup, dan hak-hak anak lainnya telah dirampas dan terancam ketika status mereka berubah menjadi pihak yang secara aktif turut serta dalam pertempuran kombatan, yaitu sebagai tentara anak. Fakta tragis yang menimpa tentara anak ini adalah peran mereka yang tidak hanya sebagai kurir, pemberi informasi, pembawa amunisiperlengkapan makanan, atau melakukan tindakan sabotase saja, namun mereka juga dijadikan angkatan bersenjata yang ditugaskan di garis depan. Hal ini tentu saja merupakan suatu fakta yang tidak dapat ditolerir lagi, karena masa depan anak-anak tersebut sedang terancam. Dalam suatu konflik bersenjata penduduk pihak yang bertikai dibagi atas dua status, yaitu satu kelompok mempunyai status sebagai kombatan dan berhak ikut serta secara langsung dalam permusuhan, boleh membunuh, dibunuh, dan apabila tertangkap diperlakukan sebagai tawanan perang. Kelompok yang lain memiliki status sebagai civilian yang tidak boleh turut serta dalam permusuhan, harus dilindungi dan tidak boleh dijadikan sasaran serangan. Mereka yang tidak mempunyai kualifikasi sebagai kombatan, adalah bukan kombatan yang tidak memiliki hak untuk ikut serta dalam permusuhan, tetapi yang sebaliknya memilki hak atas perlindungan terhadap bahaya yang timbul dari operasi militer Pasal 44 Ayat 1 Protokol Tambahan I. Larangan perekrutan anak dalam suatu angkatan bersenjata pada dasarnya telah diatur dalam Hukum Internasional, antara lain dalam Hukum Humaniter Internasional HHI dan Hukum Hak Asasi Manusia Hukum HAM Internasional. Batas umur anak yang tidak boleh diikutsertakan dalam konflik bersenjata tertuang dalam Protokol Tambahan Tahun 1977, Konvensi Hak Anak Tahun 1989, dan Protokol Opsional Konvensi Hak Anak mengenai Larangan Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata Tahun 2000. Apabila dikaji lebih lanjut, ada perbedaan pengaturan di antara kedua aturan tersebut berkaitan dengan batas umur anak yang tidak boleh dilibatkan dalam suatu pertempuran. Dalam Pasal 4 Ayat 3 Protokol Tambahan II tentang Perlindungan Korban dalam Konflik Bersenjata Non-Internasional serta Pasal 77 Ayat 2 dan 3 Protokol Tambahan I Tahun 1977 tentang Perlindungan Korban dalam Konflik Bersenjata Internasional disebutkan bahwa batas usia anak yang tidak boleh direkrut dan digunakan dalam konflik bersenjata adalah sebelum berumur 15 tahun. Hal ini berbeda dengan aturan dalam Konvensi Hak Anak Tahun 1989 yang diatur secara khusus dalam Pasal 1, 2, dan 3 Protokol Optional Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata Tahun 2000 yang menyebutkan bahwa orang-orang yang belum mencapai usia 18 tahun tidak boleh ambil bagian secara langsung dalam pertempuran. Dari kedua aturan di atas, yaitu berdasarkan Protokol Tambahan 1977 dan Protokol Optional Konvensi Hak Anak mengenai Keterlibatan Anak dalam Konflik Bersenjata Tahun 2000 terdapat perbedaan yang mendasar mengenai batasan umur untuk tidak dilibatkan dalam konflik bersenjata, yaitu 15 tahun dan 18 tahun. Perbedaan batas usia anak ini akan mempengaruhi upaya perlindungan terhadap anak yang dijadikan tentara anak dalam suatu konflik bersenjata, semakin tinggi batas usia anak yang tidak boleh diikutkan dalam suatu peperangan 18 tahun, maka peluang hak anak tersebut untuk mendapatkan perlidungan hukum semakin besar. Hal lain akan menjadi bertentangan ketika batas usia anak yang tidak dibolehkan ikut dalam suatu peperangan hanya 15 tahun, maka peluang hak anak untuk mendapatkan perlindungan ketika mereka menjadi tentara anak semakin kecil. Apabila didasarkan pada Konvensi Hak Anak, yang telah disepakati dan diratifikasi sebagian besar negara-negara di dunia, maka batas usia anak yang tidak boleh diikutkan dalam suatu peperangan sebenarnya adalah 18 tahun karena Konvensi Hak Anak menyebutkan bahwa yang disebut sebagaiseorang anak adalah setiap manusia dibawah usia 18 tahun kecuali jika hukum nasional mengakui usia lebih dini Pasal 1 Konvensi Hak Anak 1989. 75 75 Optional Protocol to the Convention on the Rights of the Child on the involvement of children in armed conflict, 25 Mei 2000

C. Peranan PBB Dalam Menyelesaikan Konflik Bersenjata yang