Penerapan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Mengingat dilema PETI yang masih berlanjut, maka kebijakan penanggulangan PETI sebaiknya diarahkan dengan pendekatan sosial kemasyarakatan seiring dengan penegakan hukum. Dengan kata lain, bagaimana kepentingan masyarakat dapat diakomodasikan secara proporsional tanpa mengabaikan prinsip-prinsip praktek pertambangan yang baik dan benar. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan menghimbau agar para penambang tanpa izin dapat menjadi pertambangan skala kecil berizin atau usaha tambang rakyat sehingga diterapkannya praktek pertambangan yang baik dan benar melalui izin- izin usaha pertambangan dan instrumen pengelolaan SDA. Sehingga terjadi keseimbangan lingkungan dan tata ruang wilayah ruang tambang, berkelanjutannya sumber daya daya alam tambang, serta dapat memberikan kosntribusi bagi kepentingan pembangunan sosial ekonomi khususnya bagi daerah.

C. Penerapan Prinsip Pembangunan Berkelanjutan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009

Upaya-upaya yang telah dilakukan di bidang pertambangan tersebut pada dasarnya harus didasari dengan pemikiran bagaimana agar usaha pertambangan ini tetap dapat berlanjut dan dapat memberikan konstribusi bagi negara dan masyarakat terkhususnya bagi wilayah dan masyarakat sekitar tambang. Pada pelaksanaannya adalah melalui transformasi potensi sumber daya mineral yang menjadi modal rill ekonomi serta menjadi modal sosial dalam rangka untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Di dalam Pasal 33 UUD 1945, juga Universitas Sumatera Utara ditekankan bahwa pembangunan ekonomi nasional harus selaras dengan masalah sosial dan lingkungan. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya galian merupakan sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, sehingga susah dilaksanakan secara keberlanjutan. Prinsip berkelanjutan dalam bidang pertambangan memiliki posisi yang unik karena barang tambang merupakan sumber daya tak dapat diperbaharui. Oleh karena itu, setiap aktifitas pertambangan harus dapat memenuhi harapan sosial dan pembagian tanggung jawab dengan pemerintah dan para pemangku kepentingan. Prinsip ini lah yang ingin dipertegas dalam peraturan-peraturan di bidang pertambangan termasuk juga yang diharapkan ada didalam UU Minerba. Landasan filosofis ditetapkannya UU Minerba salah satunya adalah bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan sudah tidak sesuai lagi sehingga dibutuhkan perubahan peraturan perundang-undangan di bidang pertambangan mineral dan batubara yang dapat mengelola dan mengusahakan potensi mineral dan batubara secara mandiri, andal, transparan, berdaya saing, efisien, dan berwawasan lingkungan, guna menjamin pembangunan nasional secara berkelanjutan. 151 Pengelolaan dan pengusahaan potensi minerba didasari oleh asas-asas hukum pertambangan minerba yang meliputi: 152 151 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Bagian Konsideran Menimbang huruf c. 152 Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Bab II, Pasal 2. 1. manfaat, keadilan, dan keseimbangan; 2. keberpihakan kepada kepentingan bangsa; Universitas Sumatera Utara 3. partisipatif, transparansi, dan akuntabilitas;dan 4. berkelanjutan dan berwawasan lingkungan. Merujuk pada amanat undang-undang tersebut, maka pengelolaan pertambangan minerba haruslah mendukung pembangunan nasional yang berkelanjutan. Asas berkelanjutan dan berwawasan lingkungan adalah asas yang secara terancana mengintegrasikan dimensi ekonomi, lingkungan, dan sosial budaya dalam keseluruhan usaha pertambangan minerba untuk mewujudkan kesejahteraan masa kini dan masa mendatang. 153 Bambang T.S dan R. Hutamadi membahas hubungan kedua kepentingan tersebut secara dikotomis. Pengelolaan sumber daya mineral selalu dihadapkan pada dua kepentingan besar, yaitu usaha peningkatan produksi atau konsumsi bahan galian dan usaha proteksi atau pelestarian lingkungan hidup. Pola pengelolaan yang berwawasan lingkungan dan berkesinambungan sangat penting, karena kegiatan pertambangan selalu dihadapkan dua kepentingan yaitu antara kebutuhan akan SDA dengan aspek kerusakan lingkungan. 154 153 H. Salim HS, Op.Cit., hlm. 24. 154 Mohamad anis, “Menjamin Pembangunan Yang Berkelanjutan”, Buletin Warta Minerba , Edisi XII, 2012, hlm. 5. Pengelolaan sumber daya mineral secara maksimal memang dapat memenuhi kebutuhan komoditi mineral untuk industri nasional, tetapi hal ini dapat berdampak terhadap kerusakan lingkungan hidup. Untuk itu Pelaku pertambangan harus mampu menjamin efektivitas pelaksanaan dan pengendalian kegiatan usaha pertambangannya sesuai tujuan yang dicita-citakan dalam UU Minerba yaitu secara berdaya guna, berhasil guna, dan berdaya saing. Selain itu, dalam setiap tahap kegiatan pertambangan haruslah didasari oleh asas-asas Universitas Sumatera Utara tersebut agar pertambangan tersebut bermanfaat secara berkelanjutan dan berwawasan lingkungan hidup . Itu sebabnya pengelolaan dan tahapan kegiatan pertambangan harus direncanakan dengan baik. Penerapan kaidah teknik yang baik telah diamanatkan dalam UU Minerba, pemegang IUP dan Izin Usaha Pertambangan Khusus selanjutnya disebut IUPK wajib melaksanakan : 155 Membahas mengenai pengelolaan usaha pertambangan maka akan diawali dengan kegiatan perencanaan. Perencanaan adalah penentuan persyaratan dalam mencapai sasaran, kegiatan serta urutan teknik pelaksanaan berbagai macam kegiatan untuk mencapai suatu tujuan dan sasaran yang diinginkan. Pada saat tahap operasi, yang penting dilakukan adalah bagaimana mengumpulkan data sosial dan lingkungan untuk membantu proses pengambilan keputusan di seluruh usia operasi hingga saat penutupan. Dengan melaksanakan perencanaan tambang yang sistematis sejak awal, berarti pengusaha pertambangan sudah mengantisipasi a. Ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambangan. b. Keselamatan operasi pertambangan. c. Pengelolaan dan pemantauan lingkungan pertambangan, termasuk kegiatan reklamasi dan pascatambang. d. Upaya konservasi sumber daya mineral dan batubara. e. Pengelolaan sisa tambang dari suatu kegiatan usaha pertambangan dalam bentuk padat, cair, atau gas sampai memenuhi standar baku mutu lingkungan sebelum dilepas ke media lingkungan. 155 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Bab XIII, Pasal 96. Universitas Sumatera Utara kerusakan lingkungan, pengembangan daerah dan masyarakat sekitar tambang. Hal ini juga berarti telah terjadi internalisasi upaya perlindungan lingkungan ke dalam kegiatan pertambangan. 156 Mengumpulkan data potensi dan lingkungan juga perlu dilakukan dalam tahap penetapan wilayah pertambangan. Perencanaan wilayah pertambangan terbagi menjadi dua kegiatan, yaitu inventarisasi potensi pertambangan dan penyusunan rencana wilayah pertambangan. 157 Penetapan wilayah pertambangan menurut Pasal 10 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan dilaksanakan secara transparan,partisipatif, dan bertanggung jawab; secara terpadu dengan memperhatikan pendapat pemerintah dan memperhatikan ekologi, ekonomi, sosial, budaya, serta berwawasan lingkungan; dan memperhatikan aspirasi daerah. Pemerintah juga harus turut melakukan penyeledikan dan penelitian terkait wilayah pertambangan, dengan tetap memperhatikan tata ruang nasional. 158 Upaya perlindungan lingkungan dalam kegiatan pertambangan juga dapat dilakukan dengan Konservasi Bahan Galian selanjutnya disebut KGB. Bambang T.S dan R. Hutamadi menyatakan bahwa KGB pada hakikatnya adalah upaya perlindungan, perbaikan dan penggunaan bahan galian secara bijaksana yang dapat memberikan manfaat ekonomi dan sosial yang tinggi, menjaga kelestarian fungsi lingkungan, serta menjamin kesinambungan pembangunan bagi 156 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, bab XIII, Pasal 96. 157 Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, Bab II, Pasal 3. 158 Peraturan Pemerintah No 22 Tahun 2010 tentang Wilayah Pertambangan, Bab II, Pasal 5 dan Pasal 6. Universitas Sumatera Utara masyarakat. Oleh karenanya, KBG diharapkan mampu menjadi titik tengah yang bersifat menjaga keseimbangan equalizer dan menjadi jembatan kedua kepentingan tersebut. Untuk mendukung pelaksanaan KBG berdasarkan paradigma, program dan strategi yang tepat, maka diperlukan penyusunan kebijakan KBG dan mensosialisasikannya secara nasional. 159 Kebijakan KBG dalam perspektif pengelolaan sumber daya mineral harus selaras dengan misi pembangunan sektor pertambangan di Indonesia. Ada dua hal yang menjadi perhatian utama dalam menyusun kebijakan konservasi ini. Pertama , pemanfaatan sumber daya dan cadangan bahan galian secara optimal, bijaksana, berwawasan lingkungan dan memberi dampak positif bagi kesejahteraan masyarakat. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan bahwa pemerintah berwenang menetapkan kebijakan tentang konservasi Pasal 6. Selanjutnya, bahwa penerapan kaidah konservasi harus sudah mulai diberlakukan sejak dari awal penetapan Wilayah Usaha Pertambangan selanjutnya disebut WUP sampai kegiatan pascatambang Pasal 18, 27, 32, 39, 76, 95, 140. dan kebijakan dengan tujuan untuk meningkatkan pembangunan sektor pertambangan umum yang berlandaskan hukum dan kaidah konservasi. 160 159 Mohamad anis, “Menjamin Pembangunan Yang Berkelanjutan”, Buletin Warta Minerba , Edisi XII, 2012, hlm. 5. 160 Berbeda dengan konservasi sumber daya hayati, KBG lebih diarahkan kepada pemanfaatan sumber daya dan cadangan secara optimal bagi kepentingan masyarakat, pencegahan penyia-nyiaan bahan galian, teknik penambanganpengolahan yang berwawasan lingkungan, serta pembangunan komunitas yang berkelanjutan. Kedua, pemanfaatan sumber daya dan cadangan yang mendorong peningkatan investasi dalam negeri dan penanaman modal asing Universitas Sumatera Utara di Indonesia. Kebijakan konservasi bahan galian tidak diarahkan semata-mata untuk tujuan proteksi suatu bahan galian atau suatu kawasan dan juga bukan untuk liberalisasi eksploitasi SDA. 161 Kebijakan mengenai nilai tambah termaktub dalam UU Minerba, Dalam kaitannya dengan peningkatan investasi sektor pertambangan, kebjakan konservasi diharapkan dapat mendorong pemanfaatan bahan galian yang memiliki nilai tambah, serta industri pertambangan yang melibatkan partisipasi masyarakat lokal. 162 Terkait dengan kebijakan tersebut, pemerintah kemudian memberlakukan larangan ekspor bahan mentah tambang sebelum dilakukan pemurnian untuk meningkatkan nilai tambah mineral. Ada 14 jenis bahan tambang yang dilarang diekspor semenjak Januari 2014 termasuk diantaranya tembaga, timah, bauksit, bijih besi dan nikel. Oleh karena itu, undang-undang ini mengamanahkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara yang telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2012 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan Mineral dan Batubara, Beberapa peraturan terkait lainya yaitu Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 08 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri. 161 Mohamad anis, Loc. Cit. 162 Pasal 103 UU Nomor 4 tahun 2009 menegaskan Pemegang IUP Izin Usaha Pertambangan dan IUPK Izin Usaha Pertambangan Khusus Operasi Produksi wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di dalam negeri dan Pasal 170 menegaskan pemegang kontrak karya wajib melakukan pemurnian sebagaimana yang diatur dalam Pasal 103. Universitas Sumatera Utara pembangunan smelter sehingga produksi tambang dalam negeri dapat diproses sebelum diekspor. Industri pertambangan mineral logam terdaopat smelter, smelter merupakan bagian dari proses sebuah produksi, mineral yang ditambang dari alam biasanya masih tercampur dengan material bawaan yang tidak diinginkan. Sementara itu, material tersebut harus dibersihkan dan dimurnikan di smelter. 163 Kebijakan peningkatan nilai tambah mineral melalui kegiatan pengolahan dan pemurnian mineral di dalam negeri akan meningkatkan nilai produk akhir dari usaha pertambangan. Filosofi peningkatan nilai tambah mineral ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan nilai tambang, menyediakan bahan baku industri, penyerapan tenaga kerja dan peningkatan penerimaan negara. 164 Sebagai bentuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan di bidang pertambangan termasuklah kegiatan reklamasi dan pascatambang. Pengertian reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukkannya. 165 163 Arti Fungsi dan Pengertian Smelter, Dengan demikian, bahwa setiap pengelolaan lahan bekas tambang harus diarahkan kepada penataan, pemulihan, dan perbaikan kualitas lingkungan dan ekosistem. Pengelolaan lahan bekas lahan tambang tersebut juga harus tetap dapat berdampak kepada http:pakaide.blogspot.co.id201501arti-fungsi- dan-pengertian-smelter.html diakses pada tanggal 21 Maret 2016. 164 Benny Hariyadi, “Peningkatan Nilai Tambah Untuk Keberlangsungan Pembangunan”, Warta Minerba , Edisi XIV, Desember 2012, hlm. 12. 165 Peraturan Menteri ESDM Nomor 07 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang Pada Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, Bab I, Pasal 1 angka 1. Universitas Sumatera Utara peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar, pelestarian lingkungan, dan dapat sebagai sarana perwujudan pembangunan berkelanjutan. Penyerahan permohonan IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib disertai dengan penyerahan rencana reklamasi dan rencana pascatambang sesuai dengan yang diperintahkan dalam Pasal 99 UU Nomor 4 Tahun 2009. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pemegang IUP maupun IUPK wajib melakukan reklamasi pada daerah bekas penambangan dan daerah yang digunakan untuk kegiatan usaha pertambangan.. Reklamasi yang dilakukan harus sesuai dengan AMDAL, upaya pengelolaan lingkungan , dan upaya pemantauan lingkungan . Selain itu, perusahaan juga mempunyai dua kewajiban lainnya yaitu membuat rencana tahunan teknik dan lingkungan yang harus disetujui oleh pemerintah dan jaminan reklamasi sebagai bentuk komitmen perusahaan melaksanakan reklamasi dan meningkatkan kualitas lingkungan. 166 Apabila berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan pelaksanaan reklamasi menunjukkan pelaksanaan reklamasi tidak memenuhi kriteria keberhasilan, maka pemerintah sesuai dengan kewenangannya dapat menetapkan pihak ketiga untuk melaksanakan kegiatan reklamasi sebagian atau seluruhnya dengan menggunakan jaminan reklamasi. 167 Untuk itu, pemegang IUP dan Izin Unit Pertambangan Khusus selanjutnya disebut IUPK wajib menyediakan dana jaminan reklamasi dan dana jaminan pascatambang. 168 166 Cecillia Margareth, “Lubang Tambang Bukan Akhir dari Segalanya”, Warta Mineral dan Batubara , Edisi XIII, Agustus 2012, hlm. 7. 167 Peraturan Menteri ESDM Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, Bab VI, Pasal 33. 168 Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Bab XIII, Pasal 100 ayat 1. Universitas Sumatera Utara Tidak selalu tujuan dari reklamasi adalah suatu bentuk ekosistem yang sama seperti rona awal lingkungan sebelum adanya penambangan. Jika komponen-komponen dari lokasi penambangan tersebut berpotensi dimanfaatkan untuk reservoir air atau aktivitas berbasis masyarakat, maka yang harus diperhatikan adalah perencanaan pengelolaan yang terus-menerus. Tanpa adanya komitmen jangka panjang dan sumber daya yang memadai, program rehabilitasi yang dikelola pasti akan menemui kegagalan. 169 Pembangunan berwawasan lingkungan dalam aspek pertambangan berkaitan dengan cara mempertahankan proses-proses ekologi yang menjadi tumpuan kehidupan melalui kegiatan reklamasi dan pascatambang. Pascatambang merupakan kegiatan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Pascatambang dilakukan secara terencana, sistematis dan berlanjut. Keberlanjutan ini meliputi kegiatan akhir sebagian bila dalam tahap operasi produksi ada sebagian wilayah yang diminta danatau akan diserahkan hingga akhir keseluruhan usaha pertambangan. 170 Pelaksanaan reklamasi dan pascatambang oleh pemegang IUP Operasi Produksi dan IUPK Operasi Produksi wajib memenuhi prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja, dan konservasi mineral dan batubara. 171 169 Cecillia Margareth, Loc. Cit. 170 Sudjatmiko, “RPP Tentang Reklamasi dan Pascatambang Sebagai Bagian Pelaksanaan UU Minerba”, Warta Mineral Batubara dan Panas Bumi, Edisi 5, Desember 2009, hlm. 6. 171 Peraturan Menteri ESDM Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pascatambang, Bab II, Pasal 3 ayat 2. Universitas Sumatera Utara Pemberlakuan K3 dan KO juga merupakan hal yang penting dalam pembangunan berkelanjutan, 172 172 Pembangunan berkelanjutan merupakan proses yang berkesinambungan dan potensi untuk menyebabkan penciptaan kekayaan , pengentasan kemiskinan , serta pembangunan manusia dan sosial dalam suistainable development strategy of department mineral and energy republic south of Africa . karena itu penerapan K3 dan KO juga merupakan kewajiban yang melekat bagi pemegang IUP dan IUPK, sebagaimana tercantum dalam UU Minerba Pasal 96 Huruf a. Selanjutnya, pelaksanaan K3 pada kegiatan usaha pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IPR,atau IUPK tersebut diawasi oleh pemerintah melalui inspektur tambang seperti yang tercantum dalam UU Minerba Pasal 141 ayat 1 dan ayat 2. UU Minerba sebenarnya sudah menyiratkan dan mengimplementasikan apa yang menjadi dasar dari prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan berlakunya UU Minerba ini, sistem pengusahaan pertambangan mineral dan batubara juga sudah berubah menjadi pemberian izin dan bukan lagi berbentuk kontrak saja. Pemberian izin usaha pertambangan juga harus mengikuti syarat dan prosedur yang telah diatur dalam undang-undang ini dan peraturan turunannya. Pengolahan tambang berkelanjutan yang baik tidak hanya mementingkan pendapatan atau profit saja, tetapi juga mampu menganalisa dampak dan keuntungan sosial, kesehatan, ekonomi dan lingkungan sepanjang siklus kegiatan pertambangan, termasuk kesehatan dan keselamatan pekerja di dalam usaha pertambangannya. Prinsip pembangunan berkelanjutan juga menjamin agar setiap masyarakat ikut berpartisipasi, melalui pengembangan masyarakat diharapkan terjadi peningkatan sumber daya manusia. Sehingga masyarakat sekitar tambang dapat menjadi lebih mandiri. Universitas Sumatera Utara Berkelanjutan dalam pertambangan dapat dipahami bahwa tidak berarti kegiatan tersebut harus dilakukan terus menerus. Berkelanjutan dalam tambang juga tidak hanya dengan membuka usaha tambang baru dan menutup usaha tambang yang lama. Konsep keberlanjutan dalam industri ini diarahkan pada upaya untuk memaksimalkan manfaat pembangunan pertambangan dan pada saat yang sama mampu meningkatkan keberlanjutan lingkungan dan sosial . Kebijakan pemurnian dilakukan di dalam negeri dan larangan untuk mengkesport bahan mentah tambang merupakan upaya pemerintah untuk dapat memanfaatkan sumber daya tambang dan di saat yang sama juga mampu menambahkan pendapatan negara. Kebijakan reklamasi dan pascatambang untuk menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat dari kegiatan penambangan juga harus diupayakan kegunaannya kembali agar dapat berfungsi dan berdaya guna. Selain itu, pengelolaannya harus berdampak bagi masyarakat sekitar, pelestarian sehingga kebijakan itu dapat menjadi sarana bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di bidang pertambangan. Kebijakan-kebijakan tersebut harus dilaksanakan dengan sebaiknya tanpa melewatkan satu tata cara pun agar pembangunan di bidang tambang tetap dapat berkesinambungan. Oleh karena itu, pengembangan prinsip pengelolaan pertambangan yang berkelanjutan adalah misi yang sangat penting, saat ini dan di masa yang akan datang. Universitas Sumatera Utara 118 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dokumen yang terkait

Implementasi Corporate Social Responsibility (CSR) Dalam Kegiatan Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara

0 40 103

Tinjauan Hukum Mengenai Tanggung Jawab Perusahaan Pertambangan Terhadap Lahan Bekas Tambang Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara Juncto Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pen

0 6 1

PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 4 12

SKRIPSI PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

2 10 13

PENDAHULUAN PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 3 26

PENUTUP PELAKSANAAN RENEGOSIASI KONTRAK KARYA PERTAMBANGAN MINERBA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 3 7

Tinjauan Yurudis Pertanggungjawaban Hasil Pemeriksaan dari Segi Hukum Sebagai Bagian dari Studi Kelayakan Dihubungkan dengan Penerbitan Ijin Usaha Pertambangan Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

1 1 34

PENAMBANGAN ILEGAL DI DESA JENDI KABUPATEN WONOGIRI BERDASARKAN UNDANG - UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA.

0 0 12

Undang-undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara - Repositori Universitas Andalas

0 0 87

PENERAPAN SANKSI HUKUM IZIN PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BATUBARA ABSTRAK - PENERAPAN SANKSI HUKUM IZIN PERTAMBANGAN BERDASARKAN UNDANG UNDANG NO. 4 TAHUN 2009 TENTANG PERTAMBANGAN MINERAL DAN BA

0 0 5