Tanda Denotatif dan Konotatif Menurut Roland Barthes

14 pembiasan makna. Sedangkan untuk hal-hal yang bermuatan ekspresi, seperti bentuk, citra, motif, ornamen ataupun hal-hal yang bersentuhan dengan aspek humanistis, cenderung diterapkan tanda-tanda konotatif Sachari, 2005: 17.

2.1.2. Tanda Denotatif dan Konotatif Menurut Roland Barthes

Teori semiologi atau semiotika oleh Barthes menyangkut dua tingkatan signifikasi, yaitu: 1. Tingkatan pertama adalah denotasi –yakni relasi antara penanda dan petanda dalam sebuah tanda, serta tanda dengan acuannya, ini menunjuk pada common-sense atau makna tanda yang nyata tanda yang tampak nyata, bukan makna yang terkandung dalam tanda Penandayaitu suatu tanda yang menjelaskan ‘bentuk’ atau ekspresi. Dalam hal lain dijelaskan “penanda” merupakan “pemberi makna”. Penanda juga merupakan aspek material dari suatu bahasan: apa yang dilihat, dikatakan atau didengar Sobur, 2004: 3146. Contohnya: Lampu Lalu Lintas di sisi jalan. Sering perkembangan teknologi, lampu lalu lintas yang awalnya berbentuk huruf T dengan warna merah, kuning dan hijau, kini lampu lalu lintas memiliki banyak variasi, misalnya lampu lalu lintas digital dengan penghitungan mundur otomatis yang sering kita temui saat ini, hingga adanya penambahan kamera yang berguna untuk mengurangi pelanggaran aturan lampu lalu lintas, dan lain sebagainya. Petanda yaitu suatu tanda yang menjelaskan ‘konsep’ atau ‘makna’. Dalam hal lain juga dijelaskan “petanda” merupakan “yang Universitas Sumatera Utara 15 dimaknakan”. Petanda juga merupakan aspek mental dari suatu bahasan: gambaran mental, pikiran atau konsep Sobur, 2004: 3146. Contohnya: Lampu lalu lintas di sisi jalan yang kita ketahui sebagai alat pembantu tertibnya berlalu lintas yang memiliki kode-kode di dalamnya. Lampu lalu lintas sudah banyak mengalami perubahan karena semakin majunya teknologi, namun perubahan tersebut tidak pernah meninggalkan wujud aslinya yaitu sebuah lampu yang dibuat di bagian atas sebuah tiang dan terdiri dari tiga warna, yaitu merah, kuning dan hijau. Lampu-lampu ini selalu dibuat berdampingan, baik itu dibuat secara vertikal maupun horizontal. Tingkatan kedua adalah konotasi, mitos, dan simbol. Konotasi dalam tingkatan ialah suatu operasi ideologi yang disebut juga sebagai ‘mitos’, dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu Budiman, 2001: 28. Barthes 1968 mengungkapkan bahwa konotasi sebagai suatu ekspresi budaya. Mitos merupakan suatu pesan yang di dalamnya ideologi berada. Simbol adalah suatu tanda atau gambar yang mengingatkan kita kepada penyerupaan benda yang kompleks yang diartikan sebagai sesuatu yang dipelajari dalam konteks budaya yang lebih spesifik atau lebih khusus http:animexanime- animelovers.blogspot.com201301definisi-tanda-lambang-dan- simbol.html. Universitas Sumatera Utara 16 Tingkat signifikasi yang terakhir di atas dapat menjelaskan bagaimana mitos-mitos dan ideologi beroperasi dalam teks melalui tanda-tanda. Yang mana mitos adalah suatu pesan yang di dalamnya sebuah ideologi berada. Mitos-mitos tersebut menjalankan fungsi naturalisasi, yakni untuk membuat nilai-nilai yang bersifat historis dan kultural, sikap dan kepercayaan menjadi tampak “alamiah”, “normal”, “common sense”, dan karenanya “benar”. Dengan demikian dapat dipahami bahwa pendekatan semiologi Barthes terarah secara khusus pada apa yang disebut “mitos” ini. Barthes, 1968: 9-14. Pemahaman makna akan tanda menimbulkan pengkajian berdasarkan kepentingan masing-masing. Terutama dalam pengkajian tanda yang diterapkan pada bidang desain yang dapat dianalogikan dengan bahasa visual. Untuk gambar teknis, informasi ataupun aspek-aspek yang berkaitan dengan produksi, cenderung digunakan tanda-tanda visual yang bersifat denotatif, sehingga tidak terjadi pembiasan makna. Sedangkan untuk hal-hal yang bermuatan ekspresi, seperti bentuk, citra, motif, ornamen ataupun hal-hal yang bersentuhan dengan aspek kemanusiaan, cenderung diterapkan tanda-tanda konotatif. Sachari, 2005: 71. Teori semiologi oleh Roland Barthes 1968 sering kali digunakan untuk menganalisa ornamen-ornamen yang mengandung kebudayaan sebuah masyarakat, berikut peneliti cantumkan beberapa contoh penggunaan teori tersebut pada ornamen Batak Toba oleh Hutauruk 2012: Universitas Sumatera Utara 17 Gambar 1: Ornamen Batak Toba “Gorga Simeol-eol” Sumber:http:s1174.photobucket.com Contoh ornamen Gorga Batak Toba diatas biasanya diukir pada berotikayu yang terdapat di dinding, atap, dan sebagainya. Dari substansi budaya Batak Toba Gorga Simeol-eol dimaksudkan sebagai suatu gerak lemah gemulai atau lenggak- lenggok, mengambil contoh dari gerakan tumbuhan lumut yang selalu lemah – gemulai. Motif ini mengandung simbol kegembiraan dan sukaria pada penghuninya setiap saat. Sebagai simbol peringatan kepada manusia agar tidak larut dalam kesusahan dan kesedihan. Setiap rumah adat tidak pernah tidak membuat motif ini pada rumah adatnya Saragi, 1999: 42. Gorga simeol-eol merupakan motif gorga yang dideformasi dari gerakan tumbuhan lumut yang melenggak-lenggok. Sehingga secara denotatif, gorga ini merupakan visualisasi dari tumbuhan yang memiliki bentuk yang hampir simetris dengan setiap lekukannya. Gerak yang dihasilkan memberi irama dan garis melengkung kedalam dan meliuk keluar. Sehingga satu kesatuan gorga ini terkesan tampak mengikuti pola huruf S ataupun pola Angka 8. Universitas Sumatera Utara 18 Dilihat secara konotatif, gorga simeol-eol dilihat dari sudut pandang inkulturasi, memberikan kesan akan dinamisme kehidupan manusia akan kegembiraan duniawi. Dimana diyakini seperti tumbuhan lumut yang “hidupnya terombang-ambing dengan gerak yang gemulai, namun akar tetap kokoh merekat”. Pada sosial kehidupan manusiapun dalam menjalani kehidupan haruslah selalu merasa senang namun tetap pada dasarnya yaitu mengutamakan kepentingan surgawi. Sehingga gorga simeol-eol ini merupakan simbol kegembiraan akan hidup diduniawi.

2.2. Pengertian Masjid