Kondisi Petani Sebelum Adanya Irigasi Dan Mekanisasi Pertanian

45

BAB IV PENGARUH IRIGASI DAN MEKANISASI PERTANIAN TERHADAP PETANI DI

DESA SIPOLDAS

4.1. Kondisi Petani Sebelum Adanya Irigasi Dan Mekanisasi Pertanian

Kehidupan sosial ekonomi suatu masyarakat biasanya ditentukan oleh hasil pendapatan yang diperolehnya melalui pekerjaaan yang dilakukannya. Semakin banyak hasil yang diperolehnya semakin besar pula peluang baginya untuk mencapai kehidupan yang lebih baik. Masalah pendapatan hasil kerja yang diperoleh di dalam kehidupan masyarakat, merupakan suatu hal yang sangat sering diperbincangkan dan malah merupakan suatu hal yang sulit dipecahkan, oleh karena itu menyangkut berbagai macam hal yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat. Sering kita jumpai di dalam masyarakat bahwa hasil kerja yang diperoleh belum mencukupi biaya yang harus dikeluarkan untuk kebutuhan hidupnya. Walaupun masih mampu untuk melanjutkan hidupnya namun sebenarnya kehidupan mereka jauh di bawah standart atau ukuran yang ditentukan mengenai biaya hidup tersebut. Oleh karena itu taraf hidup suatu keluarga bukan hanya tergantung kepada pendapatan akan tetapi juga erat hubungannya dengan biaya pengeluaran maka sudah jelas kehidupan suatu keluarga akan baik dapat dikatakan taraf hidupnya semakin mencapai kesempurnaan, selanjutnya apabila keadaan yang terjadi sebaliknya maka taraf hidup keluarga berada dalam tahap yang memprihatinkan. Sehubungan dengan apa yang telah diuraikan diatas maka bagi masyarakat Desa Sipoldas ini kehidupan sosial ekonominya berada dalam tahap perkembangan yang pada Universitas Sumatera Utara 46 akhirnya akan mencapai kehidupan yang sejahtera. Hal ini disebabkan oleh karena kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Desa Sipoldas semakin banyak sehingga pendapatan hasil kerja mereka semakin baik. 4.1.1. Petani Tradisional Mata pencaharian utama masyarakat Desa Sipoldas adalah hidup dari usaha pengolahan lahan pertanian. Pekerjaan ini merupakan suatu pokok dalam kehidupannya. Bentuk pertanian yang digeluti masyarakat Desa Sipoldas adalah pertanian padi sawah. Tanah merupakan unsur terpenting dalam kehidupan masyarakat dan mempunyai nilai tersendiri dalam kaitannya sebagai penentu status seseorang di dalam masyarakat. Setiap kepala rumah tangga berkeinginan untuk dapat memiliki sebidang tanah atau lebih, baik sebagai tanah persawahan maupun sebidang tanah perumahan yang mereka miliki apakah itu berasal dari tanah warisan atau membeli sendiri selalu saja ada keinginan untuk memperluasnya 20 Sebelum tahun 1990 usaha pertanian petani Desa Sipoldas masih bersifat tradisional. Petani menanam tanaman hanya dilakukan pada saat-saat tertentu. Khususnya untuk jenis tanaman padi diproduksi hanya untuk kehidupan keluarga dan tidak untuk kebutuhan pasar. Secara kasarnya dapat dikatakan bahwa masalah yang dihadapi keluarga petani adalah bagaimana dapat menghasilkan beras yang cukup untuk makan keluarga, untuk membeli beberapa barang kebutuhan seperti garam dan kain, dan untuk memenuhi tagihan-tagihan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dari pihak-pihak luar. 21 20 Makmur Abdullah, Sistem Ekonomi Tradisional Daerah Sumatera Selatan, Jakarta : P dan K, 1986, hal. 21. 21 James C. Scott, Moral Ekonomi Petani, terjemahan : Hasan Basri, Jakarta : LP3ES, 1981, hal. 21. Universitas Sumatera Utara 47 Sebelum berdirinya irigasi sistem pengairan di Desa Sipoldas pada waktu itupun masih sederhana yaitu dengan membuat saluran air sejenis paret masyarakat Desa Sipoldas juga mengandalkan musim penghujan, yaitu bulan Agustus sampai Desember. Sistem kerja yang diterapkan para petani Desa Sipoldas bersifat gotong royong. Ini didukung oleh keberadaan desa ini sebagai suatu wadah kesatuan hidup yang berdasarkan atas hubungan kekerabatan atau darah. Sebelum petani Desa Sipoldas mengenal traktor sebagai alat untuk mengolah tanah pertanian, pekerjaan biasanya dilakukan oleh manusia. Mereka mengerjakan atau mengolah tanah persawahan dengan cara gotong royong. Agar dapat saling membantu dalam pekerjaan mengolah tanah tadi, ada kompromi antara pemilik sawah yang satu dengan yang lain sehingga pekerjaan mengolah tadi dapat dilakukan secara bergiliran. Sistem gotong royong seperti ini disebut dengan Mereka belum mengenal sistem pembagian tenaga kerja secara teperinci, dan masyarakat ini dilukiskan sebagai masyarakat yang memiliki banyak kesamaan, maka oleh karena itu pula memiliki kebersamaan dalam keseluruhan kepercayaan dan sentimen yang sama. Perasaan yang demikian timbul apabila mereka mempunyai kepentingan-kepentingan yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Marsiadapari Pertanian masyarakat Desa Sipoldas pada saat ini diolah dengan cara yang masih sederhana. Pengolahan tanah hanya mengandalkan kesuburan tanah. Mereka belum mengenal penggunaan pupuk maupun obat-obatan, dan masa panennya sekali dalam setahun. Pertanian dikerjakan dengan cara yang sederhana, karena masih menggunakan peralatan seperti cangkul, babat, parang, dan membajak dengan kerbau yang relative lama dan membutuhkan banyak tenaga manusia. Tujuan usaha semata-mata untuk kebutuhan sendiri sedangkan Universitas Sumatera Utara 48 tujuan yang bersifat ekonomis belum terpikirkan masyarakat Desa Sipoldas, artinya bagi mereka usaha pertanian hanya untuk kebutuhan hidup dan ideal bagi keluarganya. 4.1.2. Kehidupan Ekonomi Pada umumnya petani Desa Sipoldas adalah petani pemilik, dengan luas sawah garapannya kebanyakan tidak lebih dari setengah hektar, bahkan tidak sedikit yang menggarap beberapa petak 1 petak kurang lebih 20 x 20 meter. Pada hal kita ketahui bahwa besar kecilnya hasil yang diperoleh sangat erat kaitannya dengan luas sempitnya sawah yang dikerjakan, dan masih untung apabila sawah tadi milik sendiri, sehingga tidak harus menyerahkan sebahagian hasilnya kepada orang lain. Dengan hasil yang kurang dari pertanian itu, mereka harus memenuhi kebutuhan baik yang bersifat rutin maupun insidental. Keadaan ekonomi seperti ini mendorong mereka mencari dan memperoleh penghasilan tambahan guna memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Mereka tidak segan-segan menggeluti pekerjaan yang dapat dikategorikan sebagai pekerjaan yang dianggap rendah. Seperti buruh tani. Sebagai buruh tani mereka menyediakan tenaga untuk mencangkul, menanam padi, memotong padi, dan memisahkan padi dari batangnya, serta mengangkut gabah dari sawah kerumah pemiliknya. Seperti pada desa lainnya, petani Desa Sipoldas selain sebagai petani pemilik ada juga sebagai petani penggarap, penggarap artinya orang yang menggarap sawah milik orang lain dengan sistem sewa tanah sekali penanaman atau lebih. 22 22 Sunarti dkk., Masyarakat Petani Mata Pencaharian Sambilan dan Kesempatan Kerja di Kelurahan Cakung Timur DKI Jakarta : PK, 1990, hal. 74. Hal ini mengingat bahwa penggarap harus menyerahkan sewa tanah kepada pemilik tanah berupa hasil panen maupun uang. Selain menyediakan sarana produksi seperti pupuk dan tenaga yang cukup, Universitas Sumatera Utara 49 keseluruhannya membutuhkan biaya. Pemilik sawah dalam hal ini tidak mau tahu karena peraturan sistim bagi hasil di Desa Sipoldas memang demikian, yaitu biaya produksi dan pemeliharaan di tanggung sepenuhnya oleh si penggarap. Pemilik sawah hannya berpedoman bahwa kelak apabila panen, dia menerima sewa tanah dari hasil sawahnya. Cara seperti itu tentu akan mengurangi hasil bersih yang diterima oleh si penggarap. Sehingga hasil yang diperoleh dari mata pencarian pokok, baik petani pemilik maupun petani penggarap tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Hasil yang diperoleh dari mata pencaharian pokok mereka setelah diuangkan tergantung harga yang berlaku pada saat panen terakhir, yakni harga gabah atau padi basah pada saat panen. Misalnya harga padi basah pada waktu panen Rp 10.000,-kaleng, rata-rata petani Desa Sipoldas memiliki tanah 20x20 meter, biasanya hasil dari luas persawahan itu sebesar 50 kaleng. Jadi kalau dihitung secara ekonomi, maka pendapatan petani setiap sekali panennya adalah Rp500.000,-. Bila dilihat dari penghasilan setiap sekali penen memeng tidak mencukupi untuk biaya hidup keluarga petani.

4.2. Pengaruh Irigasi Terhadap Petani Di Desa Sipoldas