Pengertian Klausula Baku TINJAUAN UMUM TENTANG KLAUSULA BAKU

29

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KLAUSULA BAKU

E. Pengertian Klausula Baku

Klausula baku merupakan isi atau bagian dari suatu perjanjian. Perjanjian yang menggunakan klausula baku ini disebut dengan perjanjian baku. Didalam suatu perjanjian baku tercantum klausula-klausula tertentu yang dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kedudukan yang lebih kuat tang mengakibatkan sangat merugikan pihak yang lemah yang dapat menimbulkan penyalahgunaan keadaan. 26 1. Menurut Abdul Kadir Muhammad, istilah perjanjian baku dialih bahasakan dari istilah yang dikenal dalam bahasa Belanda yaitu “standard contract”. Kata baku atau standar artinya tolak ukur yang Perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang didalamnya telah terdapat syarat- syarat tertentu yang dibuat oleh pihak kreditor, yang umumnya disebut perjanjian adhesie atau perjanjian baku. Pihak lain yaitu debitor, umumnya disebut “Adherent”, ia tidak turut serta dalam menyusun kontrak, ia tidak mempunyai pilihan. Dalam hal penyusun kontrak kreditor mempunyai kedudukan monopoli. Terserah mau mengikuti atau menolak. Penyusun kontrak bebas dalam membuat redaksinya, sehingga pihak lawan berada dalam keadaan di bawah kekuasaannya. Adapun pengertian perjanjian baku adalah: 26 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Op. Cit, hal115 30 dipakai sebagai patokan atau pedoman bagi setiap konsumen yang mengadakan hubungan hukum dengan pengusaha, yang dibakukan dalam perjanjian baku ialah meliputi model, rumusan, dan ukuran. 27 2. Menurut Sluitjer mengatakan bahwa perjanjian baku bukan merupakan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah seperti pembentuk Undang-Undang swasta legio particuliere wetgever . Syarat-syarat yang ditentukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah undang-undang, bukan perjanjian, sebab kedudukan pengusaha dalam perjanjian itu seperti pembentuk Undang-Undang swasta legio particuliere wetgever. Syarat yang ditentukan pengusaha dalam perjanjian itu adalah Undang-Undang bukan merupakan perjanjian. 3. Menurut Sutan Remy Sjahdeni perjanjian baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-kalausul yang dibakukan oleh pemakainya dan pihak lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hanyalah beberapa hal saja, misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu, dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata lain yang dibakukan bukan formulir perjanjian tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu suatu perjanjian yang dibuat dengan akta notaries, bila dibuat oleh notaries dengan klausul-klausul yang hanya mengambil alih saja klausul-klausul yang telah dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan 27.Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 2006, hal 87 31 pihak lain yang tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas klausul-kalausul itu, maka perjanjian yang dibuat dengan akta notaris itu pun adalah juga perjanjian baku. 28 4. Menurut Mariam Darus Badrulzaman perjanjian standar yaitu perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan dalam bentuk formulir. Ia menyimpulkan bahwa perjanjian standar itu bertentangan dengan asas kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab. Terlebih- lebih lagi ditinjau dari asas-asas hukum nasional, dimana akhirnya kepentingan masyarakatlah yang lebih didahulukan. Dalam perjanjian standar kedudukan pelaku usaha dan konsumen tidak seimbang. Posisi yang didominasi oleh pihak pelaku usaha, membuka peluang luas baginya untuk menyalahgunakan kedudukannya. Pelaku usaha hanya mengatur hak-haknya tidak kewajibannya. Menurutnya perjanjian standar ini tidak boleh dibiarkan tumbuh secara liar dan karena itu perlu ditertibkan. 29 Didalam suatu perjanjian pada umumnya terdiri dari empat bagian yaitu: 1. Nama Perjanjian 2. Komparisi 3. Batang Tubuh 4. Penutup Klausula baku didalam suatu perjanjian baku merupakan batang tubuh dari perjanjian tersebut. Adapun pengertian klausula baku menurut Undang-Undang 28 Sutan Remy Sahdeini, op.cit, hal 66. 29 Celina Tri Siwi Kristiyanti, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Sinar Grafika, 1998, hal 143 32 Nomor 8 Tahun 2999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 1 ayat 10 menyatakan bahwa: Klausula Baku adalah setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen 30 Istilah klausula baku beraneka ragam, ada yang meng-gunakan klausul eksemsi, klausul eksenorasi, onredelijk bezwarend Belanda, unreasonably Inggris, exemption clause Inggris, exculpatory clause Amerika. Mariam Darus Badrulzaman menyatakan bahwa klausul eksonerasi adalah klausula yang berisi pembatasan per-tanggungan jawab dari kreditur. Sutan Remy Sjahdeini menyatakan bahwa klausul eksemsi adalah klausul yang bertujuan untuk membebas-kan atau membatasi tanggung jawab salah satu pihak terhadap gugatan pihak lainnya dalam hal yang bersang-kutan tidak atau tidak dengan semestinya melaksanakan kewajibannya yang ditentuklan di dalam perjanjian tersebut. 31 Klausula eksonerasi yang bisanya dimuat dalam perjanjianv sebagai klausula tambahan atas unsur esensial dari suatu perjanjian, pada umumnya ditemukan dalam perjanjian baku. Klausula tersebut merupakan klausula yang Rikjen mengatakan bahwa klausula eksonerasi adalah klausula yang dicantumkan dalam suatu perjanjian dengan mana satu pihak menghindarkan dirivuntuk memenuhi kewajibannyavmembayar ganti rugi seluruhnya atau terbatas, yang terjadi karena ingkar janji atau perbuatan melanggar hukum. 30 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen 31 http:soemali.dosen.narotama.ac.id...Klausula-baku ppt tanggal akses 3 maret 2015 pukul 19.35 WIB 33 sangat merugikan konsumen yang umumnya memiliki posisi lemah jika dibandingkan dengan produsen, karena beban yang seharusnya dipikul oleh produsen, dengan adanya klausula tersebut menjadi beban konsumen. Dalam UUPK, istilah klausul eksonerasi sendiri tidak ditemukan, yang ada adalah “klausula baku”. Pasal 1 angka 10 vmendefinisikan klausula baku sebagai aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang dipersiapkan dan ditetatapkan terlebih dahulu secara sepihakv oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumenperjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Jadi yang ditekankan adalah prosedur pembuatannya yang bersifat sepihak, bukan menenai isinya. Padahal pengertian “klausul eksonerasi” tidak sekadar mempersoalkan prosedr pembuatannya, melainkan juga isinya yang bersifat pengalihan kewajiban tanggung jawab pelaku usaha. 32 Pasal 18 ayat 1 UUPK menyatakan pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang untuk membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan atau perjanjian jika menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha. Ketentuan huruf b dan seterusnya sebenarnya memberikan contoh bentuk-bentuk pengalihan tanggung jawab itu, seperti pelaku saha dapat menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen atau menolak penyerahan kembali uang yang dibayar dan sebagainya. 33 Apakah dengan demikian, klausula baku itu daapat disamakan dengan klausula eksonerasi? Jika melihat pada ketentuan pasal 18 ayat 1 UUPk, dapat 32 Celina Tri Siwi Kristiyanti , op. cit. hal 144-145 33 Ibid, 34 diperoleh jawaban sementara bahwa kedua istilah itu berbeda. Artinya klausula baku adalah klausul yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha, tetapi isinya tidak boleh mengarah kepada klausul eksonerasi. Pasal 18 ayat 2 mempertegas pengertian tersebut, dengan menyatakan bahwa klausula baku harus diletakkan pada tempat yang mudah terlihat dan jelas dapat dibaca dan mudah dimengerti, jika hal-hal yang disebutkan dalam ayat 1 dan 2 itu tidak dipenuhi, maka kalusul baku itu menjadi batal demi hukum. 34 Oleh karena yang merancang format dan isi perjanjian adalah pihak yang memiliki kekuataan atau kedudukan yang lebih kuat, maka dapat dipastikan bahwa perjanjian tersebut memuat klausula-klausula yang menguntungkan baginya, atau meringankan menghapuskan beban-beban atau kewajiban- kewajiban tertentu yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya Apabila dalam suatu perjanjian, kedudukan para pihak tidak seimbang, maka pihak lemah biasanya tidak berada dalam keadaan yang betul-betul bebas untuk menentukan apa yang diinginkan dalam perjanjian. Dalam hal demikian, piha yang memiliki posisi lebih kuat biasanya menggunakan kesempatan tersebut untuk menentukan klausula-kalausula tertentu dalam perjanjian baku, sehinggaq perjanjian yang seharusnya dibuat dirancang oleh para pihak yang terlibat dalam perjanjian, tidak ditemukan lagi di dalam perjanjian baku, karena format dan isi perjanjian dirancang oleh pihak yang kedudukannya lebih kuat. 35

F. Jenis- Jenis Perjanjian yang Menggunakan Klausula Baku

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

12 118 111

Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Putusan Nomor 56/Pdt.G/2011/Pn Tegal)

6 53 132

Pelaksanaan Surat Wasiat Menurut Undang – Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam

0 77 89

Pelaksanaan Surat Wasiat Menurut Undang – Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam

5 109 89

Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945 (Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/Puu-V/2007)

0 25 93

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Usaha Air Minum Depot (AMD) Isi Ulang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3 124 97

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

1 BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

0 0 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KLAUSULA BAKU E. Pengertian Klausula Baku - Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Putusan Nomor 56/Pdt.G/2011/Pn Tegal)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Putusan Nomor 56/Pdt.G/2011/Pn Tegal)

0 0 19