Sengketa dan Penyelesaian Sengketa Mengenai Klausula Baku

91 ketentuan mengenai pencantuman klausula baku dengan sebaik-baiknya maka tidak akan terjadi masalah dalam pelaksanaan perjanjian baku. Sering sekali pelanggaran terhap Undang-Undang perlindungan Konsumen ini terjadi, apabila terjadi pelanggaran maka negara lebih banyak memberikan kesempatan pada putusan-putusan hakim, padahal Indonesia sebagai negara civil law yang mengacu pada Undang-Undang sebagai sumber hukum utama. Hal ini menunjukkan betapa lemahnya perundang-undangan di Indonesia padahal menurut Pasal 18 ayat 2 UUPK ini apabila ada pelanggaran terhadap ketentuan pencantuman klausula baku dengan jelas dinyatakan bahwa perjanjian tersebut batal demi hukum sehingga perjanjian itu dianggap tidak pernah ada syarat objektif tanpa perlu dimintakan pembatalannya di Pengadilan dapat dibatalkan.

L. Sengketa dan Penyelesaian Sengketa Mengenai Klausula Baku

1. Sengketa Para pelaku bisnis dalam hubungannya dengan pihak lain senantiasa mengharapkan agar kontrak yang mereka buat dapat berjalan sebagaimana yang diharapkan. Namun demikian, dalam perjalanan waktu tidak menutup kemungkinan terjadi sengketa diantara mereka, meskipun hal ini sebenarnya sama sekali tidak diharapkan. Sengketa kontrak pada umumnya muncul sebagai akibat adanya ketidaksepakatan, perbedaan, gangguan, kompetisi atau ketidakseimbangan di antara para pihak. Sengketa atau konflik muncul sebagai akibat dari beberapa hal antara lain: 92 a. Scarce Resource, kelangkaan sumber-sumber yang signifikan terhadap eksistensi partisipan konflik. Pada kondisi ini pendekatan yang paling sering digunakan adalah kompetisi yang bermuara pada zero sum game satu pihak menang yang lain kalah; b. Ambiguous Jurisdictions, kondisi di mana batas-batas kewenangan atau hak saling dilanggar, sehingga satu pihak mengambil keuntungan yang yang seharusnya juga menjadi bagian keuntungan dari pihak lain; c. Intimacy, keterdekatan yang sering kali bermuara pada konflik mendalam jika perbedaan-perbedaan yang terjadi tidak dikelola dengan matang. Konflik berbasis intimacy biasanya bersifat lebih mendalam disbanding partisipan yang memiliki pengalaman “kenal” satu sama lain; d. We-They Distinctions, terjadi dalam kondisi di mana orang menciptakan diskriminasi yang sifatnya berseberangan. 170 Sengketa bisnis dalam kontrak seringkali berawal dari kesalahan mendasar dalam proses terbentuknya kontrak dengan berbagai faktor atau penyebabnya antara lain: a. Ketidakpahaman terhadap proses bisnis yang dilakukan. Kondisi ini muncul ketika pelaku bisnis semata-mata terjebak pada orientasi keuntungan serta karakater coba-coba gambling tanpa memprediksi kemungkinan resiko yang akan menimpanya; b. Ketidakmampuan mengenali partner atau mitra bisnisnya, ada sementara pelaku bisnis yang sekadar memperhatikan performa 170 Ronny H. Mustamu, Konflik dan Negosiasi Makalah, Jurusan Manajemen FE Universitas Kristen Petra, Surabaya:2000 dalam Agus Yudho Hernoko, op.cit, hal 304 93 atau penampilan fisik mitra bisnisnya tanpa meneliti lebih lanjut track record dan bonafiditas. Joke yang berkembang menerangkan bahwa beberapa pelaku bisnis local begitu mudahnya terpaku dan tertarik untuk terlibat denga kerja sama yang ditawarkan mitra bisnis asingnya, semata-mata berasumsi bahwa orang asing selalu lebih unggul segala-galanya tanpa memperhatikan prinsip “know your partner” ; c. Tidak adanya legal cover yang melandasi proses bisnis mereka. Hal ini menunjukkan rendahnya pemahaman dan apresiasi hukum pelaku bisnis dalam melindungi aktivitas bisnis mereka. 171 Muara konflik sebagaimana terurai di atas, dikarenakan pelaku bisnis tidak memperhatikan aspek legal cover dalam memproteksi bisnis mereka, khususnya aspek kontraktualnya. Dalam praktik dapat diperbandngkan bagaimana acapkali aspek hukum kontrak dikesampingkan semata-mata demi tintutan bisnis profit oriented , seolah-olah aspek “legal cover” ini sekedar “the last resort” dalam mata rantai aktivitas bisnis mereka. 172 2. Penyelesaian Sengketa Mengenai Klausula Baku Hal diatas juga merupakan penyebab terjadinya sengketa mengenai perjanjian klausula baku. Para pelaku usaha produsen dan konsumen sering sekali mengenyampingkan apa yang telah diatur oleh Buku III KUHPerdata ataupun Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Apabila kelak dikemudian hari terjadi masalah terhadap perjanjian baku, maka 171 ibid, hal 305 172 Ibid, hal 305 94 pada umumnya ada dua pilihan bagi para pihak untuk menyelesaikan sengketa tersebut : a. Penyelesaian melalui jalur non litigasi out of court settlement b. Penyelasian melalui jalur litigasi in court settlement. Menurut Fisher dan Ury, terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi proses penyelesaian sengketa, yaitu : kepentingan interest, hak rights dan status kekuasaan power. Para pihak yang bersengketa ingin kepentingannya tercapai, hak-haknya terpenuhi dan status kekuasaannya diperlihatkan, dimanfaatkan serta dipertahankan. 173 a. Penyelesaian Sengketa Melalui Jalur Non Litigasi Berikut ini akan diterangkan mengenai penyelesaian sengketa baik secara litigasi maupun non litigasi terhadap permasalahan mengenai klausula baku. Penyelesaaian sengketa yang timbul dalm dunia bisnis merupakan masalah tersendiri, karena apabila para pelaku bisnis menghadapi sengketa tertentu, maka dia akan berhadapan dengan proses peradilan yang berlangsung lama dan membutuhkan biaya yang tidak sedikit, sedangkan dalam dunia bisnis, penyelesaian sengketa yang dikehendaki adalah berlangsung cepat dan murah. 174 Di Indonesia penyelesaian sengketa yang dilakukan di luar pengadilabn non-litigasi sering disebut dengan penyelesaian sengketa alternatif alternatif dispute resolution . Penyelesaian sengketa alternatif PSA ini memiliki beberapa keuntungan yaitu prosesnya tidak membutuhkan waktu yang lama, biayanya relatif lebih ringan, dan dapat menjaga keharmonisan para pihak karena PSA ini 173 Ibid, hal 307-308 174 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit, hal 155 95 bertujuan untuk menyelesaikan masalah dengan hasil win-win solution sehingga menguntungkan bagi kedua belah pihak. Ada beberapa bentuk dari penyelesaian sengketa secara alternatif ini, beberapa diantaranya adalah: a. Arbitrase Arbitrase merupakan cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak yang bersengketa. Arbitrase sudah sejak lama dikenal di Indonesia. Bahkan telah dibentuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia BANI sejak 30 November 1977, berdasarkan Surat Keputusan Kamar Dagang dan Industri KADIN Nomor SKEP152DPH1977. 175 Kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase karena putusannya langsung dan final serta telah memiliki kekuatan hukum tetap dan mengikat para pihak. Putusan arbitrase ini memiliki kekuatan eksekutorial, sehingga apabila pihak yang dikalahkan tidak memenuhi putusan secara sukarela, maka pihak yang menang dapat meminta eksekusi kepengadilan. Arbitrase di Indonesia diatur oleh Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.. menurut Pasal 1 angka 1 UU Arbitrase dan APS, Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa. 176 175175 Ibid, hal 157 176 Ibid, hal 160 96 Namun penyelesaian sengketa secara arbitrase ini juga memiliki beberapa kekurangan yaitu penyelesaian sengketa secara arbitrase ini biayanya mahal, walaupun secara teori seharusnya biayanya lebih murah namun pada kenyataannya biaya yang keluar hampir sama dengan biaya penyelesaian sengketa melalui proses peradilan. Kemudian penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini cenderung lambat walaupun seharusnya sengketa dapat diselesaikan dalam waktu 60-90 hari namun banyak juga sengketa yang diselesaikan setelah bertahun-tahun. b. Konsultasi Selain melalui cara Arbitrase, menurut Pasa 1 ayat 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, maka alternatif penyelesaian sengketa dapat dilakukan dengan cara konsultasi. Pada prinsipnya konsultasi merupakan suatu tindakan yang bersifat “personal” antara suatu pihak tertentu yang disebut dengan klien dengan pihak lain yang merupakan konsultan yang memberikan pendapatnya kepada klien tersebut untuk memenuhi keperlun dan kebutuhan kliennya. Pendapat yang diberikan ini tidak mengikat, artinya klien bebas untuk menerima pendapatnya atau tidak. 177 c. Negosiasi Negosiasi adalah proses konsensus yang digunakan para pihak untuk memperoleh kesepakatan di antara mereka.menurut Frans Hendra Winarta , negosiasi ialah suatu upaya penyelesaian sengketa para pihak tanpa melalui proses 177 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op.cit, hal 185-186 97 pengadilan dengan tujuan mencapai kesepakatan bersama atas dasar kerja sama yang lebih harmonis dan kreatif. 178 Negosiasi biasanya dipergunakan dalam sengketa yang tidak terlalu pelij, dimana para pihak masih beritikad baik untuk duduk bersama dan memecahkan masalah. Negosiasi dilakukan apabila komunikasi antar piihak yang bersengketa masih terjalin dengan baik, masih ada rasa saling percaya, dan ada keinginan untuk cepat mendapatkan kesepakatan dan meneruskan hubungan baik. 179 d. Konsiliasi Konsiliasi merupakan salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat ditempuh di luar pengadilan. Konsiliasi adalah suatu proses dimana penengah akan bertindak menjadi konsiliator dengan kesepakatan para pihak dengan mengusahakan solusi yang dapat diterima. Penyelesaian sengketa ini juga memiliki banyak persamaan dengan arbitrase, dan juga menyerahkan kepada pihak ketiga untuk memberikan pendapatnya tentang sengketa yang disampaikan oleh para pihak. Ketentuan mengenai konsisliasi dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 1 ayat 10 UU Nomor 30 Tahun 1999. Hasil dari kesepakatan para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa konsiliasi harus dibuat secara tertulis dan ditandatangani secara bersama oleh para pihak yang bersengketa, dan didaftarkan di PengadilanNegeri. Kesepakatan tertulis dari konsiliasi ini bersifat tertulis dan mengikat para pihak. 180 e. Mediasi 178 Frans Hendra Winarta, Hukum Penyelesaian Sengketa, Jakarta: Sinar Grafika, 2012, hal 7 179 Celina Tri Siwi Kristiyanti, op.cit, hal 186 180 Ibid, hal 188 98 Mediasi merupakan cara penyelesaian sengketa yang fleksibel dan tidak mengikat serta melibatkan pihak netral yaitu mediator, yang memudahkan negosiasi antara para pihak atau membantu mereka dalam mencapai kompromi kesepakatan. 181 Tujuan dari proses mediasi ialah mwembantu orang dalam mencapai penyelesaian sukarela dalam suatu sengketa atau konflik. Jasa yang diberikan mediator tersebut adalah menawarkan dasr-dasar penyelesaian sengketa, namun tidak memberikan putusan atau pendapat terhadap sengketa yang sedang berlangsung. 182 Peran mediator sangat terbatas, yaitu pada hakikatnya hanya menolong para pihak untuk mencari jalan keluar dari persengketaan yang mereka hadapi, sehingga hasil penyelesaian dalam bentuk komproni terletak sepenuhnya pada kesepakatan para pihak dan kekuatannya tidak secara mutlak mengakhiri sengketa secara final dan tidak pula mengikat secara mutlak tapi tergantung pada iktikad baik untuk memenuhi secara sukarela. 183 Keuntungan penyelesaian sengketa melalui mediasi adalah karena cara pendekatan penyelesaian diarahkan untuk mencapai kompromi. Keuntungan lainnya ialah penggunaan mediasi dalam menyelesaikan sengketa menyebabkan penyelesaian sengketa cepat terwujud, biaya murah, bersifat rahasia tidak terbuka untuk umum, saling memberikan keuntungan dalam kompromi, kedua belah pihak bersifat koperatif, tidak ada pihak yang menang ataupun kalah karena dalam mediasi kedua pihak sama-sama menang serta tidak emosional. 184 181 Winner Sitorus, Aspek-Aspek Hukum Penyelesaian sengketa Bisnis Internasional Melalui Mediasi Sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa, Tesis Jakarta: UI, 1998, hal 125 182 Ahmadi Miru, op.cit, hal 164-165 183 Ibid, hal 165 184 Ibid, hal 165-166 99 f. Penilaian Ahli Yang dimaksud dengan penilaian ahli ialah pendapat hukum oleh lembaga arbitrase. Menurut Pasal 1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, lembaga arbitrase adalah badan yang dipilij\h oleh para pihak yang bersengketa unutuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut juga dapat memberikan pendapat yang mengikat mengenai suatu hubungan hukum tertentu dalam hal belum timbul sengketa. Pelaksanaan penyelesaian sengketa diatur dapat dilaksanakan oleh para pihak Masing-masing atau menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen mengatur mengenai suatu badan yang ditugaskan untuk menyelesaikan permasalan sengketa konsumen yang disebut Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disingkat sebagai BPSK adalah salah satu lembaga peradilan konsumen berkedudukan pada tiap Daerah Tingkat II kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sebagaimana diatur menurut Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertugas utama menyelesaikan persengketaan konsumen di luar lembaga pengadilan umum. 185 BPSK beranggotakan unsur perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha atau produsen yang diangkat atau diberhentikan oleh Menteri, dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak yang bersengketa, melihat atau meminta tanda bayar, 185 http:id.wikipedia.orgwikiBadan_Penyelesaian_Sengketa_Konsumen, diakses Tanggal 24 Maret 2015 pukul 19.00 WIB 100 tagihan atau kuitansi, hasil test lab atau bukti-bukti lain, keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen BPSK bersifat mengikat dan penyelesaian akhir bagi para pihak. 186 a. melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi; Adapun tugas dan wewenang BPSK telah diatur dalam Pasal 52 Undang- Undang Perlindungan Konsumen yaitu: b. memberikan konsultasi perlindungan konsumen; melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku; c. melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; d. menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; e. melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen; f. memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; g. memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli danatau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen; h. meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang atau pihak yang tidak bersedia memenuhi panggilan 186 Ibid, 101 badan penyelesaian sengketa konsumen; mendapatkan, meneliti danatau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan atau pemeriksaan; i. memutuskan dan menetapkan ada atau tidak adanya kerugian di pihak konsumen; j. memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen; k. menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-undang ini. Dalam menangani dan menyelesaikan sengketa konsumen, BPSK membentuk majelis dengan jumlah anggota yang harus berjumlah ganjil, yitu terdiri dari sedikit-dikikitnya 3 tiga orang yang mewakili semua unsur, dan dibantu seorang panitera. Lembaga penyelesaian di luar pengadilan yang dilaksanakan melalui BPSK ini memang dikhususkan bagi konsumen perorangan yang memiliki perselisihan dengan pelaku usaha. b. Penyelesaian Sengketa Melalui Pengadilan Litigasi Dalam pasal 54 ayat 3 Undang-Undang tentang Perlindungan Konsumen dikatakan bahwa keputusan BPSK bersifat final dan mengikat. Walaupun demikian para pihak sering sekali tidak setuju terhadap putusan tersebut. Penyelesaian sengketa melalui pengadilan ini diatur dalam pasal 48 Undang- Undang tentang Perlindungan Konsumen. Penyelasaian sengketa konsumen melalui pengadilan hanya dimungkinkan apabila: 102 1. Para pihak belum memilih upaya penyelesaian konsumen di luar pengadilan, atau; 2. Upaya penyelesaian sengketa konsumen di luar pengadilan, dinyatakan tidak berhasil oleh salah satu pihak atau oleh pihak yang bersengketa. 187 Suatu hal yang harus diingat, bahwa cara penyelesaiana sengketa melalui pengadilan menggunakan hukum acara yang berlaku selama ini, yaitu HIRRBg s. Tidak ada perbedaan mengenai penyelesaian sengketa bisnis di pengadilan terhadap penyelesaian sengketa lain. Secara umum dapat dikemukakan berbagai kritikan terhadap penyelesaian sengketa melalui pengadilan yaitu karena: 1. Penyelesaian sengketa nenlalui pengadilan sangat lambat atau disebut buang waktu lama diakibatkan oleh proses pemeriksaan yang sangat formalistic dan sangat teknis. Di samaping itu, arus perkara yang semakin deras membuat beban pengadilan semakin banyak. 2. Biaya perkara dalam proses penyelesaian sengketa sangat mahal, lebih-lebih jika dikaitkan dengan lamanya penyelesaian sengketa, karena semakin lama proses penyelesaian sengketa, maka semakin banyak pula biaya yang harus dikeluarkan. 3. Pengadilan pada umumnya tidak responsive, hal ini dilihat dari kurang tanggapnya pengadilan dalam melindungi dan membela kepentingan umum. Pengadilan dianggap sering tidak adil, karena 187 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, op.cit, hal 234 103 hanya memberikan pelayanan dan kenyamanan kepada lembaga besar atau orang kaya saja. 4. Putusan pengadilan dianggap tidak menyelesaikan masalah, bahkan dianggap semakin memperumit masalah karena secara objektif putusan pengadilan tidak mampu memuaskan, serta tidak mampu memberikan kedamaian dan ketentraman kepada para pihak. 5. Kemampuan para hakim yang bersifat generalis. Para hakim dianggap empunyai kemampuan terbatas terutama dalam abad iptek dan globalisasi sekarang, karena pengetahuan yang dimiliki hanya di bidsng hukum, sedangkan di luar itu pengetahuannya bersifat umum, bahkan awam,. Dengan demikian, sangat mustahil mampu menyelesaikan sengketa yang mengandung kompleksitas di berbagai bidang. 188 Berdasarkan uraian di atas, maka lebih sering para pelaku bisnis dalam menyelesaikan sengketa bisnis tidak memilih jalan litigasi dalam menyelesaikan sengketanya, mereka lebih memilih untuk menyelesaikan sengketa di luar pengadilan. Karena penyelesaian sengketa di luar pengadilan non litigasi dirasa lebih praktis dan efektitif dalam menyelesaikan sengketa konsumen terutama sengketa mengenai klausula baku. 188 Ibid, hal 235-236 104

BAB IV ANALISIS HUKUM TERHADAP PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU

DALAM SUATU PERJANJIAN STUDI PUTUSAN A. Kasus Posisi Atas Putusan Pengadilan Negeri Tegal Nomor : 56Pdt.G2011PN.Tgl Kasus ini merupakan kasus gugatan perbuatan melawan hukum antara Titin Supriatini, sebagai penggugat I, Agus salim, sebagai penggugat II, Teguh arifianto, sebagai penggugat III, Umi Rudi wardani sebagai penggugat IV, melalui kuasanya R. Suryo Suprapto, SH dan Lis Ernawati, SH. keduanya AdvokadKonsultan Hukum dan pengurus pada YPK KOMNAS PK-PU INDONESIA berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 20 Juli 2011, yang telah dilegalisasi dan didaftarkan pada Kepaniteraan Pengadilan Negeri Tegal nomor register :138SK2011PN.Tgl tertanggal 09 Agustus 2011 melawan PT. BCA FINANCE, yang berkedudukan di Jakarta Cq. PT. BCA FINANCE Cabang Tegal, berlamat di Jl. AR. Hakim No. 2 Tegal, Jawa Tengah. Dalam hal ini telah memberikan kuasanya kepada Caelilia Yulianti, Hendra Yudha Siswoko, Emiral Rangga Tranggono, Tri Pujihartono, Juli Ramdani ke-5 orang tersebut masing- masing berkedudukan sebagai karyawan di PT. BCA Finance, berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 14 September 2011 yang selanjutnya disebut sebagai Tergugat. Pada tanggal 11 Februari 2008 Penggugat I telah mengadakan Perjanian Kredit dengan tergugat denganNomor Kontrak 9950302698-001 dengan menggunakan klausula baku dimana penggugat akan memperoleh Fasilitas

Dokumen yang terkait

Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

12 118 111

Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Putusan Nomor 56/Pdt.G/2011/Pn Tegal)

6 53 132

Pelaksanaan Surat Wasiat Menurut Undang – Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam

0 77 89

Pelaksanaan Surat Wasiat Menurut Undang – Undang Hukum Perdata Dan Kompilasi Hukum Islam

5 109 89

Implementasi Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Menguji Undang-Undang Terhadap Undang Undang Dasar 1945 (Study Kasus Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 5/Puu-V/2007)

0 25 93

Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Dalam Usaha Air Minum Depot (AMD) Isi Ulang Ditinjau Dari Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

3 124 97

Perlindungan Konsumen Terhadap Jasa Pelayanan Tukang Gigi Ditinjau Dari Undang Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen

12 99 88

1 BAB I PENDAHULUAN - Tanggung Jawab Hukum Pelaku Usaha Apotek Terhadap Obat Yang Mengandung Cacat Tersembunyi Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Studi Pada Apotek Yakin Sehat)

0 0 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KLAUSULA BAKU E. Pengertian Klausula Baku - Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Putusan Nomor 56/Pdt.G/2011/Pn Tegal)

0 0 19

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Undang Hukum Perdata Dan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (Studi Kasus Putusan Nomor 56/Pdt.G/2011/Pn Tegal)

0 0 19