21
ditandatangani. Serta bagi masyarakat agar dapat memahami dengan baik hal-hal apa saja yang perlu diperhatikan ketika dihadapkan dengan
permasalahan mengenai perjanjian baku.
D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelusuran yang dilakukan di kepustakaan pada Lingkungan Universitas Sumatera Utara, belum ditemukan penulisan skripsi yang membahas
tentang “ANALISIS HUKUM TERHADAP PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU DITINJAU DARI KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA
DAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR
56PDT.G2011PN.TEGAL” sampai dengan penulisan skripsi ini dilakukan. Hal ini juga didasarkan pada penelitian yang dilakukan pada kepustakaan keperdataan
khusunya Perdata BW Burgerlijk Wetboek, sehinggadapat dikatakan bahwa isi penulisan ini adalah asli, dan dapat dipertanggungjawabkan. Skripsi ini disusun
berdasarkan referensi buku-buku, majalah-majalah hukum, media cetak maupun media elektronik, juga melalui banuan dari berbagai pihak
E. Tinjauan Kepustakaan
Di dalam skripsi ini penulis akan membahas tentang aanalisis hukum terhadap pencantuman klausula baku dilihat baik dari hukum perdata maupun
hukum perlindungan konsumen. Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Perlindungan Konsumen, “Klausula Baku adalah setiap
aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan
22
terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen danatau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.”
Menurut Sutan Remy Sjahdeini Perjanjian Baku adalah perjanjian yang hampir seluruh klausul-klausul yang dibakukan oleh pemakainya dan pihak
lainnya pada dasarnya tidak mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan. Yang belum dibakukan hhanyalah beberapa hal saja,
misalnya yang menyangkut jenis, harga, jumlah, warna, tempat, waktu dan beberapa hal lainnya yang spesifik dari objek yang diperjanjikan. Dengan kata
lain yang dibakukan bukan formulir perjaniian tersebut tetapi klausul-klausulnya. Oleh karena itu suatu perjanjian yang dibuat dengan akta notaries, bila dibuat oleh
notsris dengan klusul-kalausul yang hanya mengambil alih saja klausul-kalausul yang telah dibakukan oleh salah satu pihak, sedangkan pihak yang lain tidak
mempunyai peluang untuk merundingkan atau meminta perubahan atas klausul- klausul itu, maka perjanjian yang dibuat dengan akta notaries itu pun adalah juga
perjanjian baku”.
20
a. isinya ditetapkan secara sepihak oleh pihak yang posisi ekonominya kuat;
Sedangkan Menurut Mariam Darus Badrulzaman Perjanjian Baku standard contract adalah perjanjian yang isinya dibakukan dan dituangkan
dalam bentuk formulir. Adapun menurut Mariam Darus Badrulzaman mengemukakakan ciri-ciri
perjanjian baku yaitu:
b. masyarakat debitur sama sekali tidak ikut bersama- sama mengemukakan isi perjanjian;
20
Salim H.S, op.cit, hal 174
23
c. terdorong oleh kebutuhannya debitur terpaksa menerima perjanjian itu; d. bentuk tertentu tertulis;
e. dipersiapkan secara missal dan kolektif
21
Klausula baku atau perjanjian baku adalah suatu perjanjian yang juga tunduk pada Buku III Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pencantuman
klausula baku dalam suatu perjanjian menjadikan perjanjian tersebut disebut dengan perjanijian baku disebut dengan kontrak standar standard contract. Agar
perjanjian yang menggunakan klausula baku ini memiliki kekuatan mengikat maka perjanjian baku ini harus memenuhi syarat sah perjanjian yang diatur dalam
Pasal 1320 KUHPerdata yaitu: a. Kesepakatan antara mereka yang mengikatkan dirinya;
b. Kecakapan para pihak c. Suatu hal tertentu yang diperjanjikan
d. Suatu sebab yang halal.
22
Selain harus memenuhi syarat sah perjanjian, perjanjian baku juga harus tidak bertentangan dengan asas-asas umum yang dianut oleh hukum
perjanjian yaitu asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme, asas pacta sunt servanda,
asas iktikad baik dan asas keseimbangan. Menurut Niewenhuis, asas-asas hukum itu berfungsi sebagai
pembangun sistem, dan lebih lanjut asas-asas itu sekaligus membentuk sistem “check and balances”. Melalui pendekatan ini, ada tujuan yang
diemban yaitu agar terciptanya suatu hubungan kontraktual yang
21
Ibid, hal 146
22
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
24
proporsiaonal antara para pelaku bisnis, sebagai suatu pola hubungan win- win solution
yang bersimbiosis mutualistis.
23
a. Untuk menyelesaikan sengketa melalui lembaga yang bertugas menyelesaikan sengketa antara konsumen atau pelaku usaha di
luar pengadilan atau, Aturan mengenai perjanjian baku ini juga tercantum pada Bab 5 Pasal
18 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Hal –hal yang diatur ialah mengenai berbagai larangan terhap
pencantuman klausula baku dalam suatu dokemen atau perjanjian. Didalam suatu perjanjian terutama perjanjian bisnis sering sekali
terjadi sengketa.sengketa adalah dimana adanya ketidaksepakatan atau perbedaan di antara para pihak. penyelesaian sengketa terhadap kontrak
konsumen ini diatur dalam pasal 45 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 yang mana diberikan dua pilihan bagi para pihak apabila
terjadi sengketa yaitu:
b. Untuk menyelesaikan sengkets melalui peradilan yang berada di lingkungan peradilan umum.
24
Adapun penyelesaian sengketa di luar pengadilan dapat dilakukan oleh suatu lembaga yang dibuat oleh pemerintah untuk menyelesaikan sengketa
konsumen yaitu Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen atau oleh para pihak dilakukan sendiri metode penyelesaian sengketa alternatif lainnya karena
penyelesaian sengketa melalui BPSK bukan merupakan sebuah keharusan.
23
Agus Yudha Hernoko, op.cit, hal 108
24
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
25
Namun demikian hasil putusan BPSK memiliki suatu daya hukum yang cukup untuk memberikan shock therapy bagi pelaku usaha nakal karena putusan tersebut
dapat dijadikan bukti permulaan bagi penyidik di pengadilan.
25
1. Jenis Penelitian
F. Metode Penelitian