48
BAB III PENCANTUMAN KLAUSULA BAKU MENURUT KITAB UNDANG-
UNDANG HUKUM PERDATA DAN UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
G. Pengertian dan Syarat Sah Perjanjian
Perjanjian merupakan suatu perikatan yang diatur di dalam buku III KUHPerdata. Menurut Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
59
Subekti memberikan definisi “perjanjian” adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji pada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal.
60
Menurut KRMT Tirtodiningrat, definisi dari perjanjian adalah suatu perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat di antara dua orang atau lebih untuk
menimbulkan akibat-akibat hukum yang dapat dipaksakan oleh Undang- Undang.
61
Menurut Setiawan, rumusan Pasal 1313 KUHPerdata tersebut selain tidak lengkap tetapi juga sangat sangat luas. Tidak lengkap karena hanya
menyebutkan persetujuan sepihak saja. Sangat luas karena dengan digunakannya perkataan “perbuatan” tercakup juga perwakilan sukarela dan perbuatan melawan
hukum.
62
59
Pasal 1313 KUHPerdata
60
Agus Yudho Hernoko, op.cit , hal 15-16
61
A. Qirom Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perikatan beserta Perkembangannya, Yogyakarta: Lberty, 1985 hal 8
62
Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Jakarta: Bina Cipta, 1987, hal 49
49
Sehubungan dengan hal itu, menurut Setiawan perlu kiranya diadakan perbaikan mengenai definisi tersebut, ialah:
a. Perbuatan harus diartikan sebagai perbuatan hukum, yaitu perbuatan yang bertujuan untuk menimbulkan akibat hukum;
b. Menambahkan perkataan “atau saling mengikatkan dirinya”. Dalam Pasal 1313 KUHPerdata;
c. Sehingga perumusannya menjadi, “perjanjian adalah prbuatan hukum, di mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling
mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih.”
63
Terhadap definisi Pasal 1313 KUHPerdata ini Purwahid Patrik juga menyatakan beberapa kelemahan, yaitu:
a. Definisi tersebut hanya menyangkut perjanjian sepihak saja. Hal ini dapat disimak dari rumusan “satu orang atau lebih mngikatkan dirinya
terhadap satu orsng atau lebih lainnya” . Kata “mengikatkan”
merupakan kata kerja yang sifatnya hanya datang dari satu pihak saja, tidak dari kedua pihak. Sedang maksud perjajian itu para pihak saling
mengikatkan diri, sehingga tampak kekurangannya yang seharusnya ditambah dengan rumusan “saling mengikatkan diri”;
b. Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus kesepakatan, termasuk perbuatan mengurus kepentingan orang lain
zaakwarneming dan perbuatan melanggar hukum onrechtmatige daad
. Hal ini nunjukkan makna “perbuatan” itu luas dan yang menimbulkan akibat hukum;
63
Ibid,
50
c. Perlu ditekankan bahwa rumusan Pasal 1313 KUHPerdata mempunyai ruang lingkup di dalam hukum harta kekayaaan vermogensrecht.
64
Definisi Pasal 1313 KUHPerdata mengenai perjanjian tersebut mengalami perubahan dalam Nieuw Burgerlijk Wetboek NBW, sebagaimana diatur
dalam buku 6 Bab 5 Pasal 6:213 yaitu kontrak atau perjanjian merupakan perbuatn hukum yang bertimbal balik, di mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.
65
Samuel Comyn pada 1807 mendefinisikan perjanjian sebagai aggregation mentium, vis,
manakala bertemu dua atau lebih nalar yag bersatu dalam suatu perbuatan.
66
Menurut Prof. Subekti S.H perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang saling berjanji
untuk melaksanakan sesuatu hal. Senada dengan hal tersebut Abdulkadir Muhammad, S.H. juga memberikan definisi mengenai perjanjian yaitu suatu
persetujuan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.
67
1. Perbuatan Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih Pasal 1313 KUHPerdata, pengertian perjanjian ini mengandung unsur :
64
Purwahid Patrik, Dasar-Dasar Hukum Perikatan, Bandung: Mandar Maju, 1994, hal 45-46
65
Agus Yudho Hernoko, op.cit, hal i8-19
66
A.W.B. Simpson, “Innovation in Nineteenth Century Contract Law”, The Law Quarterly Review,
Vol 91 April 1975, hal 266
67
P.N.H. Simanjuntak, Pokok-Pokok Hukum Perdata Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1999, hal 331-332
51
Penggunaan kata “Perbuatan” pada perumusan tentang perjanjian ini lebih tepat jika diganti dengan kata perbuatan hukum atau
tindakan hukum, karena perbuatan tersebut membawa akibat hukum bagi para pihak yang memperjanjikan;
2. Satu orang atau lebih terhadap orang lain atau lebih Untuk adanya suatu perjanjian, paling edikit harus ada dua pihak
yang saling berhadap-hadapan dan saling memberikan pernyataan yang cocokpas satu sama lain. Pihak tersebut adalah orang atau
badan hukum. 3. Mengikatkan dirinya
Di dalam perjanjian terdapat unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak yang lain. Dalam perjanjian ini orang
terikat kepada akibat hukum yang muncul karena kehendaknya sendiri.
Sebelum suatu perjanjian disusun perlu diperhatikan identifikasi para pihak, penelitian awal tentang masing-masing pihak sampai dengan konsekuensi
yuridis yang dapat terjadi pada saat perjanjian tersebut dibuat.
68
Jadi dapat disimpulkan bahwa perjanjian kontrak adalah suatu perbuatan di mana seseorang atau beberapa orang lain mengikatkan dirinya kepada
seseorang atau beberapa orang lain. Hal ini dilakukan karena mausia pada kodratnya saling membutuhkan antar satu sama lainnya. Perjanjian dibuat
karena manusia ingin memperoleh keperluan-keperluan hidupnya di dalam pergaulan masyarakat. Hal tersebut menyebabkan manusia saling mengadakan
68
Salim H.S dkk b, Perancangan Kontrak dan Memorandum of Understanding MoU, Jakarta: Sinar Grafika, 2007, hal 124
52
hubungan dan persetujuan-persetujuan berdasarkan persesuaian kehendak verbentenissen. Dari persetujuan-persetujuan itu timbul akuibat hukum yang
mengikat kedua belah pihak partijen, contractanten dan persetujuan- persetujuan yang demikian tersebut disebut perjanjian kontrak.
69
a. Izin kedua belah pihak berdasarkan persetujuan kehendak mereka masing-masing, artinya pada waktu perjanjian itu diadakan tidak
terdapat paksaan, penipuan atau kekeliruan. Agar sesuatu perjanjian dianggap sah, harus memenuhi syarat sebagai
berikut:
b. Kedua belah pihak harus cakap bertindak; jika syarat ini tidak dipenuhi oleh para pihak maka perjanjian itu dapat dibatalkan
dengan perantaraan hakim c. Ada obyek tertentu, jumlah, jenis dan bentuk yang diperjanjikan
sudah tertentu. d. Ada sebab yang dibolehkan, artinya ada sebab-sebab hukum yang
menjai dasar perjanjian yang tidak diolarang oleh peraturan- peraturan, bertentangan dengan keamanan dan ketertiban umum,
misalnya tidak boleh mengadakna perjanjian pemberian hadiah untuk memukul atau membunuh orang yang ditunjuk; dilarang
mengadakan prjanjian jual-beli budak dan lain-lain.
70
Suatu perjanjian terjadi dengan sah apabila masing-masing pihak dapat bebas mengikatkan dirinya. Jika dalam perjanjian itu terdapat ketidakbebasan
69
C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1986, hal 250
70
Ibid,
53
kehendak wilsgebrek, maka perjanjian itu dapat dibatalkan. Undang-Undang memberikan hak kepada setisp orang untuk secara bebas membuat dan
melaksanakan perjanjian, selama keempat unsur diatas terpenuhi. Pihak-pihak dalam perjanjian adalah bebas menentukan aturan main yang
mereka kehendaki dalam perjanjian tersebut, dan selanjutnya untuk melaksanakan sesuai dengan kesepakatan yang telah tercapai di antara
mereka, selama dan sepanjang para pihak tidak melanggar ketentuan mengenai klausa yng halal. Artinya, ketentuan yang diatur dalam perjanjian
tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, ketertiban umum, kesusilaan, kepatutan dan kebiasaan yang berlaku
di dalam masyarakat.
71
H. Syarat-Syarat Suatu Perjanjian