Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Didalam kehidupan bermasyarakat, bahasa sangat penting digunakan untuk berkomunikasi dengan anggota masyarakat lainnya. Chaer 2004:32 mengatakan bahwa bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh para anggota kelompok sosial untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasikan diri. Bahasa bisa meliputi bahasa tulis dan bahasa lisan. Bahasa tulis merupakan cara individu berkomunikasi dengan individu lainnya secara tidak langsung melalui tulisan. Sedangkan bahasa lisan merupakan cara individu berkomunikasi dengan individu lainnya secara langsung melalui percakapan telepon atau percakapan tatap muka. Sutedi 2003:2 berpendapat, ketika kita menyampaikan ide, pikiran, hasrat, dan keinginan kepada seseorang baik secara lisan maupun secara tertulis, orang tersebut bisa menangkap apa yang kita maksud, tiada lain karena ia memahami makna imi yang dituangkan melalui bahasa tersebut. Sehubungan dengan itu, maka terjadilah sebuah percakapan antar individu dengan individu lainnya. Menurut Parera 2004:235, percakapan merupakan satu kegiatan atau peristiwa berbahasa lisan antara dua atau lebih penutur yang saling memberikan informasi dan mempertahankan hubungan yang baik. Dari setiap proses percakapan tersebut mengakibatkan peristiwa tutur dan tindak tutur. Universitas Sumatera Utara 2 Menurut Chaer dan Agustina 2004:50, peristiwa tutur Inggris : speech event adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Sedangkan tindak tutur menurut Schmidt dan Richard dalam Purba 2002:77 adalah segala tindak tutur yang dilakukan melalui berbahasa, segala yang kita lakukan ketika kita berbahasa. Tindak berbahasa yang dimaksud bisa seperti melaporkan, menyatakan, memohon, meminta, mengkritik, menolak, dan lain sebagainya. Kemudian Chaer dan Agustina 2004:50 mendefinisikan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Adapun jenis-jenis tindak tutur yang dikemukakan oleh Searle 1983:22-26 dalam Rahardi 2005:7 adalah 1 tindak lokusioner, 2 tindak ilokusioner, dan 3 tindak perlokusioner. Parera 2004:262 mengungkapkan bahwa konsep tutur berhubungan dengan manifestasi bahasa dalam bentuk lisan. Tutur merupakan ujaran lisan atau rentang perbincangan yang didahului dan diakhiri dengan kesenyapan pada pihak pembincang. Sebuah tutur adalah penggunaanpemakaian sepenggal bahasa, seperti rentetan kalimat, sebuah frase, atau sepatah kata, oleh seorang pembincang, pada satu kesempatan atau peristiwa tertentu. Dalam menyampaikan suatu tujuan dan maksud, penutur dan lawan tutur harus menggunakan bahasa yang tepat, kepada siapa, kapan, dan dimana si penutur melakukan tindak tutur tersebut. Salah satu contoh dalam tindak tutur tersebut adalah tindak tutur permohonan dan tindak tutur penolakan. Universitas Sumatera Utara 3 Yanti http:repository.unand.ac.id10319 mengemukakan, permohonan adalah ungkapan penutur memohon kepada lawan tutur untuk melakukan sesuatu, karena penutur merasa benar-benar tidak bisa melakukan sesuatu dengan sendiri dan harus membutuhkan orang lain. Dalam bahasa Jepang tindak tutur memohon disebut irai. Iori dalam Zulaika http:repository.unri.ac.idxmluiitstream handle1234567891553Jurnal20Ita20Zulaika.pdf?sequence=1 menjelaskan irai adalah ungkapan untuk meminta lawan tutur untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang diminta oleh penutur. Berikut contoh tindak tutur permohonan, dimana penutur adalah seorang pasien, dan lawan tutur adalah dokter gigi. 患者 : すみません。ちょっと診ていただけませんか Kanja : Sumimasen. Chotto mite itadakemasenka. 。1 Pasien ‘Maaf. Bisa tolong periksa sebentar’. 歯医者 : 今日はもう終わりましたが。2 Haisha : Kyou wa mou owarimashitaga. Dokter Gigi ‘Hari ini sudah selesai’. 患者 :痛くて何も食べられないです。何とかお願いできな いでしょうか。 Itakute nani mo taberarenai desu. Nan toka onegai dekinai deshouka. ‘Sakit dan tidak bisa makan apapun. Apakah tidak bisa membantu ?’ 歯医者 : わかりした。じゃ、どうぞ。 Wakarimashita. Jya, douzo. ‘Saya mengerti. Kalau begitu silahkan’. Minna Chukyuu II : 9 Universitas Sumatera Utara 4 Percakapan 1 menjelaskan bahwa pasien memohon kepada dokter agar giginya diperiksa. Namun percakapan 2, pada awalnya dokter tidak merespon dan menolak permohonannya dikarenakan praktek kerjanya sudah selesai. Dokter tersebut tidak menolak secara langsung, namun bentuk percakapan 2 sudah mengisyaratkan penolakan. Tetapi pada percakapan 3, karena pasien terus memohon, akhirnya dokter tersebut pun memeriksanya. Kartomiharjo 1993:147 dalam Anggreni http:lontar.ui.ac.id file?file=digital123421RB08M45Tindak20tutuLiteratur.pdf mengemukakan bahwa penolakan adalah sebuah respon atau reaksi negatif yang diberikan untuk menjawab sebuah permintaan, ajakan, dan tawaran. Kemudian dalam penelitian Sutrisna,dkk http:ejournal.undiksha.ac.idindex.phpJJPBSarticledownload218 71901 menambahkan definisi penolakan, yaitu cara untuk mengungkapkan rasa tidak setuju terhadap sesuatu yang diungkapkan. Tindak tutur penolakan juga dapat dilihat sebagai sebuah ekspresi penutur dalam menanggapi situasi pembicara yang berlangsung. Oleh karena itu, tindak tutur penolakan ini dapat dikatakan sebagai sebuah ekspresi penutur untuk menyatakan sikap tidak setuju terhadap sebuah situasi tuturan tertentu. Berikut contoh tindak tutur penolakan, dimana penutur dan lawan tutur adalah teman. A : いっしょに行きませんか。4 Isso ni ikimasenka ? ‘Mau kah pergi bersama ?’ B : すみません。ちょっと Sumimasen. Chotto... ... 5 Universitas Sumatera Utara 5 ‘Maaf. Sepertinya...’ Tata bahasapercakapan, 2009:47 Percakapan 4 menjelaskan bahwa A mengajak B untuk pergi bersama, tetapi pada percakapan 5 B menolak ajakan A secara langsung. Dari kedua cuplikan percakapan tersebut, menunjukkan sikap yang sewajarnya diucapkan. Pada cuplikan 1 pasien dan dokter merupakan hubungan antara atasan dan bawahan, dokter sebagai atasan dan pasien sebagai bawahan. Maka dari itu, cara pasien memohon kepada dokter sudah benar. Sedangkan pada cuplikan 2 A dan B adalah hubungan antara teman sebaya tetapi tidak akrab, maka cara B menolak ajakan A sudah benar. Berdasarkan semua pernyataan diatas bahwa dalam suatu tindak tutur, penggunaan kesantunan sangat penting dan diperlukan dalam berkomunikasi. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana penggunaan kesantunan penutur terhadap lawan tutur dalam mengungkapkan tindak tutur permohonan dan tindak tutur penolakan. Sehubungan itu penulis memberikan judu l skripsi “ANALISIS TINDAK TUTUR ILOKUSI PERMOHONAN DAN PENOLAKAN DALAM PERCAKAPAN BAHASA JEPANG STUDI KASUS BUKU “NAMERAKA NIHONGO KAIWA ”.

1.2. Rumusan Masalah