Pengertian Tindak Tutur Verba Verba Verba Verba

14

BAB II TINJAUAN UMUM PENGGUNAAN TINDAK TUTUR, KESANTUNAN,

SERTA BENTUK-BENTUK DAN PENGGUNAAN TINDAK TUTUR ILOKUSI PERMOHONAN DAN PENOLAKAN BAHASA JEPANG

2.1. Pengertian Tindak Tutur

Tindak tutur menurut Schmidt dan Richard dalam Purba 2002:77 adalah segala tindak tutur yang dilakukan melalui berbahasa, segala yang kita lakukan ketika kita berbahasa. Tindak berbahasa yang dimaksud bisa seperti melaporkan, menyatakan, memohon, meminta, mengkritik, menolak, dan lain sebagainya. Kemudian Chaer dan Agustina 2004:50 mendefinisikan bahwa tindak tutur merupakan gejala individual, bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu. Jadi, tindak tutur adalah tindak berbahasa yang biasa dilakukan seperti melaporkan, menyatakan, mengkritik, memohon, meminta dan menolak, serta keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam menghadapi situasi tertentu.

2.2. Jenis-jenis Tindak Tutur

Austin dalam Chaer dan Agustina 2004:53 membagi tindak tutur menjadi tiga jenis bentuk tindakan yang kita lakukan dalam menyatakan sebuah tuturan, yaitu lokusi locutionary act, ilokusi illocutionary act, dan perlokusi perlocutionary act. Universitas Sumatera Utara 15

2.2.1 Tindak Tutur Lokusi

Tindak tutur menurut Yule 2006:83 merupakan tindak dasar tuturan atau menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Kemudian Rahardi 2009:17 menambahkan definisi tindak tutur lokusi adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, kalimat itu sendiri. Tindak tutur lokusi biasanya menyampaikan informasi yang disampaikan oleh penutur. Kemudian tindak tutur lokusi disebut juga dengan the act of saying something. Berikut contoh tindak tutur lokusi : A : 来週会議する予定です。 Raishuu kaigi suru yotei desu. ‘Minggu depan rapat’. B : はい、わかりました。 Hai, wakarimashita. ‘Ya, mengerti’. Dari percakapan di atas dapat dilihat A memberikan informasi kepada B bahwa minggu depan ada rapat. Jadi, tindak tutur lokusi pada percakapan di atas adalah “Raishuu kaigi suru yotei desu”. Maka dapat disimpulkan bahwa tindak tutur lokusi merupakan ungkapan linguistik yang bermakna dan biasanya berbentuk informasi yang disampaikan oleh penutur.

2.2.2 Tindak Tutur Ilokusi

Austin dalam Chaer dan Agustina 2004:53, tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh, menawarkan, menjanjikan, dan lain-lain. Yule 2006:84 Universitas Sumatera Utara 16 menambahkan bahwa tindak ilokusi ditampilkan melalui penekanan komunikatif suatu tuturan untuk membuat suatu pernyataan, tawaran, penjelasan, atau maksud- maksud komunikatif lainnya. Kemudian Rahardi 2009:17 juga mengungkapkan bahwa ada semacam daya atau force di dalamnya yang dicuatkan oleh makna dari sebuah tuturan. Tindak ilokusi bisa juga dinyatakan dengan ungkapan the act of doing something. Berikut contoh tindak tutur ilokusi : 母 :もう遅くなりましたよ。 Haha : Mou osoku narimashita yo. Ibu ‘Sudah larut ya’. 子 :「部屋に入ります」 Ko : heya ni hairimasu Anak ‘ masuk ke kamar ’ Tindak tutur ilokusi bahasa Jepang dari percakapan diatas adalah “もう遅 く な り まし た よ ” yang artinya “sudah larut ya”. Kalimat “sudah larut ya” bermakna bahwa “ibu menyuruh anak-anak untuk tidur karena sudah larut malam”. Jadi, tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan pemberian izin, penjelasan, penawaran, menyuruh, dan lain sebagainya dimana dalam tindak tutur tersebut terdapat makna yang dicuatkan dari sebuah tuturan.

2.2.3 Tindak Tutur Perlokusi

Rahardi 2005:36 mengungkapkan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh effect kepada mitra tutur. Tindak perlokusi disebut juga dengan the act of affecting someone. Berikut contoh tindak tutur perlokusi : Universitas Sumatera Utara 17 先生 :レらちゃん、読んでください。 Rera chan, yonde kudasai. ‘Rera, silahkan dibaca’. レら : はい、わかりました。 Hai, wakarimashita. ‘Iya, mengerti’. Dari percakapan diatas dapat dilihat bahwa guru menyuruh salah satu muridnya yang bernama rera untuk membaca. Rera dengan patuh langsung membaca apa yang guru katakan. Sikap rera tersebut menunjukkan tindak tutur perlokusi, dimana pada percakapan tersebut terdapat pada kalimat “はい、わか りました” yang artinya “iya, mengerti”.

2.3 Kesantunan

Dalam sebuah tindak tutur kesantunan sangat penting digunakan agar tidak menyinggung perasaan antara penutur dan lawan tutur. Kesantunan juga berfungsi sebagai rasa hormat antara penutur dan lawan tutur. Leech 1993:132 mengungkapkan kesantunan atau politeness adalah bentuk-bentuk interaksi dalam tingkah laku yang bertujuan untuk menciptakan dan memelihara keharmonian dalam berinteraksi sosial, melawan kekurangan- kekurangan yang berhubungan dengan pengendalian egosentris. Lakoff dalam Rahardi 2009:27 menunjukkan bahwa kesantunan tuturan itu dapat dicermati dari tiga hal, yakni dari sisi keformalannya formality, ketidaktegasannya hesitancy, dan peringkat kesejajaran atau kesekawanannya. Kesantunan yang dinyatakan oleh Brown dan Levinson dalam Rahardi 2009:27 adalah kesantunan dalam sebuah tuturan dapat diukur dengan Universitas Sumatera Utara 18 mempertimbangkan jauh dekatnya jarak sosial social distance between speaker and hearer, jauh dekatnya peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur speaker and hearer relative power, dan tinggi rendahnya peringkat tindak tutur degree of imposition between speaker and hearer. Jadi dapat disimpulkan bahwa kesantunan adalah tingkah laku setiap individu kepada individu lainnya pada saat berinteraksi atau berkomunikasi. Di dalam suatu interaksi kesantunan mempunyai makna memperlihatkan kesadaran akan muka orang lain. Dalam hal ini kesantunan dapat menghilangkan jarak sosial atau keakraban dalam sebuah situasi. Muka yang dimaksudkan oleh teori Brown Levinson dalam Yule 2006:107 terdiri atas positif face ‘muka positif’ dan negative face ‘muka negatif’. Muka positif mengacu pada keinginan untuk disetujui oleh orang lain being approved. Muka negatif mengacu pada keinginan untuk menentukan sendiri self- determinating. Ron Scollon and Suzanne Wong Scollon dalam Rahardi 2002:39 menambahkan bahwa pada komunikasi interpersonal sesungguhnya, muka seseorang dapat dikatakan selalu berada dalam keadaan terancam face- treathened. Kesantunan menurut Brown dan Levinson dalam Rahardi 2009:68 terdapat tiga skala penentu tinggi rendahnya perigkat kesantunan sebuah tuturan, yaitu : 1 Skala peringkat jarak sosial antara penutur dan mitra penutur social distance between speaker and hearer , yang banyak ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural. Universitas Sumatera Utara 19 2 Skala peringkat status sosial antara penutur dan mitra tutur the speaker and hearer relative power atau sering disebut dengan peringkat kekuasaan powe rating, yang didasarkan pada kedudukan asimetrik antara penutur dan mitra tutur. 3 Skala peringkat tindak tutur atau sering disebut dengan rank rating atau lengkapnya adalah didasarkan pada kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur lainnya.

2.3.1 Kesantunan dalam Bahasa Jepang

Kesantunan dalam bahasa Jepang disebut keigo. Sudjianto 2004:189 berpendapat bahwa pada dasarnya keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama pembicara atau penulis untuk menghormati orang kedua pendengar atau pembaca dan orang ketiga yang dibicarakan. Jadi yang dipertimbangkan pada saat menggunakan keigo adalah konteks tuturan termasuk orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Sachiko Ide dan Megumi Yoshida dalam Irwan 2010:13-15, menjelaskan bahwa keigo ditentukan oleh : 1. Tingkat Keakraban, misalnya ketika berbicara dengan orang yang baru dikenal, seseorang akan menggunakan bentuk sopan seperti はじめまし て 、 私 は パ イ ジ ョ で す 。 ど う ぞ よ ろ し く 。 ’senang berkenalan dengan Anda, saya Paijo.’ 2. Usia, orang yang lebih tua usianya akan berbicara dengan ragam biasa kepada orang yang lebih muda, sedangkan orang yang lebih muda akan berbicara dengan ragam sopan kepada orang yang kebih tua usianya. Universitas Sumatera Utara 20 Jika seusia, mereka menggunakan ragam percakapan biasa. Hubungan Senpai-Kohai ‘senior-junior’ ternyata sangat kuat di antara pelajar Jepang, khususnya di antara pelajar yang berada dalam satu kelompok maupun di perusahaan dan lingungan kerja. Senpai akan menggunakan ragam bahasa biasa dan kohai menggunakan bahasa sopan. 3. Hubungan Sosial, maksudnya adalah hubungan antara majikan dan pekerja, penyedia jasa dan pengguna jasa, guru dan murid. Hubungan ini disebut hubungan profesionalitas. Pada umumnya orang yang mempunyai status sosial lebih tinggi akan menggunakan ragam bahasa biasa dan bawahan akan menggunakan ragam bahasa sopan atau sangat sopan. 4. Status Sosial. Orang yang berstatus sosialnya tinggi akan menggunakan bahasa sopan seperti keluarga kaisar, kantor, berita, dan sebagainya. 5. Jenis Kelamin. Tuturan akan dianggap lebih akrab jika berbicara dengan sesama jenis kelamin. 6. Keanggotaan Kelompok. Orang Jepang mengguakan ekspresi dan istilah yang berbeda bergantung kepada siapa mereka berbicara. Misalnya seorang suami akan menyebutkan nama istri ketika berbicara tentang dia dengan seseorang. Pada ketentuan keenam ini ada dua pengelompokkan yaitu in-group ‘dalam kelompok’ dan out-group ‘luar kelompok’. Anggota dalam kelompok seperti keluarga dan teman sekantor. Sedangkan luar kelompok, yaitu orang-orang yang mempunyai hubungan jauh dengan penutur. Universitas Sumatera Utara 21 7. Situasi. Orang-orang akan menggunakan tingkatan bahasa yang berbeda bergantung pada situasi, bahkan ketika berbicara dengan orang yang satu tingkat. Ketika mereka bertengkar bahasa yang digunakan dapat berubah dari bentuk sopan menjadi akrab atau dari akrab menjadi sopan.

2.3.2 Jenis-jenis Kesantunan dalam Bahasa Jepang

2.3.2.1 Sonkeigo

Hirai dalam Sudjianto 2004:190 berpendapat bahwa sonkeigo dipakai bagi segala sesuatu yag berhubungan dengan atasan sebagai orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi kedudukannya, yang berhubungan dengan tamu, atau yang berhubungan dengan lawan bicara termasuk aktifitas dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya. Sonkeigo juga merupakan cara bertutur kata yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara. Masih dalam Sudjianto 2004:190 Oishi Shotaro menambahkan bahwa sonkeigo juga merupakan cara menaikkan derajat orang yang dibicarakan. Berikut contoh sonkeigo : A : 昨日はどこへ行きましたか。 Kinou wa doko he ikimashitaka. ‘Kemarin pergi kemana ?’ B : 昨日先生のお宅へいらしゃいました Kinou sensei n otaku he irashaimashita. 。 ‘Kemarin pergi ke rumah guru’. Percakapan di atas menunjukkan bentuk sonkeigo. Kata いらしゃいました pada kalimat “昨日先生のお宅へいらしゃいました” yang artinya “kemarin Universitas Sumatera Utara 22 pergi ke rumah guru”. Kata “guru” pada kalimat tersebut menunjukkan sonkeigo dimana “guru” adalah orang ketiga yang dihormati.

2.3.2.2 Kenjoogo

Hirai Masao dalam Sudjianto 2004:192 menyebut kenjoogo dengan istilah kensoogo. Kensoogo adalah cara bertutur kata yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara dengan cara merendahkan diri sendiri. Masih dalam Sudjianto, Oishi Shotaro 1985:27 mengartikan kensoogo sebagai keigo yang menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan cara merendahkan orang yang dibicarakan termasuk benda- benda, keadaan, aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Berikut contoh kenjoogo : ナース : ここに住所と名前を書いてください Naasu : Koko ni juusho to namae wo kaite kudasai. 。 Perawat ‘Tolong tuliskan nama dan alamatnya disini’. お客さん : はい、わかりました。 Okyakusan : Hai, wakarimashita. Tamu ‘Ya, saya mengerti’. Percakapan diatas menunjukkan bentuk kenjoogo. Kata 書いてください pada kalimat “ここに住所と名前を書いてください” yang artinya “ Tolong tuliskan nama dan alamatnya disini”. Kata 書いてください tersebut dipakai untuk merendahkan diri sendiri terhadap lawan tutur. Universitas Sumatera Utara 23

2.3.2.3 Teineigo

Menurut Hirai dalam Sudjianto 2004:194 teineigo adalah cara bertutur kata dengan sopan santun yang dipakai oleh pembicara dengan saling menghormati atau menghargai perasaan masing-masing. Masih dalam Sudjianto 2004:194, Oishi Shotaro menegaskan bahwa pemakaian teineigo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan. Jadi, teineigo adalah suatu bentuk kesantunan bahasa Jepang yang digunakan untuk saling menghormati. Berikut contoh teineigo : A : いっしょに朝ごはんを食べませか Isshoni asa gohan wo tabemasenka. 。 ‘Mari kita sarapan bersama’. B : はい。 Hai . ‘Iya’. Percakapan di atas menunjukkan bentuk teineigo. Kata 食べませか pada kalimat “いっしょに朝ごはんを食べませか” yang artinya “mari kita sarapan bersama”. Kata 食べませか tersebut dipakai untuk saling menghormati antara penutur dan lawan tutur.

1. Bentuk-bentuk dan Penggunaan Tindak Tutur Ilokusi Permohonan

Berikut bentuk-bentuk tindak tutur ilokusi memohon dalam bahasa Jepang menurut Iori dalam Zulaika http: repository.unri.ac.id xmlui itstream handle 123456789 1553 Jurnal20Ita20Zulaika.pdf? sequence=1 adalah sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara 24

a. Verba

te kudasai Bentuk sopan yang digunakan kepada orang yang mempunyai hakpangkat yang sama atau orang yang lebih rendah kedudukannya, dalam pengungkapan makna permohonan verba te kudasai biasa digunakan kepada orang yang belum akrab.

b. Verba

te kudasaimasenka Bentuk verba te kudasaimasenka adalah ungkapan untuk mengungkapkan makna permohonan sesuai dengan apa yang dimaksud oleh pendengar. Maksudnya sesuai dengan apa yang menjadi lumrah menurut pemikiran si lawan bicara. Ungkapan ini mempunyai tingkat kesopanan yang tinggi, dan juga merupakan permohonan yang memberi beban yang berat kepada lawan bicara dan juga ungkapan yang dipakai untuk memohon kepada orang yang lebih tinggi yang sebenarrnya kita tidak pantas untuk meminta pertolongan.

c. Verba

te kuremasenka Bentuk ini sama dengan bentuk ~te kudasaimasenka, hanya saja tingkat kesantunannya saja yang berbeda. Bentuk ~te kuremasenka kedudukannya lebih rendah dibandingkan dengan ~te kudasaimasenka.

d. Verba

te moraemasenka Bentuk ini juga sama dengan bentuk ~te kudasaimasenka dan ~te kuremasenka. Hanya saja bentuk ~te kudasaimasenka lebih tinggi kedudukannya dengan ~te moraemasenka, dan bentuk ~te moraemasenka tingkat kedudukannya Universitas Sumatera Utara 25 sama dengan ~te kuremasenka. Jadi, dengan kata lain bentuk ~te moraemasenka dan ~te kuremasenka bisa digunakan kepada siapa saja, sebagai rasa hormat terhadap lawan tutur Nihongo No Kiso II.

e. Verba