Universitas Sumatera Utara
menampung masalah-masalah yang ada. Menurut beliau penggunaan nada dan volume saat berbicara
selalu ada perbedaan, tidak boleh datar harus ada penekanan saat berbicara dengan volume lebih kuat
atau volume datar serta harus melihat tanggapan audiens, ketika mereka apatis beliau akan menaikkan
intonasi suara.
4.1.5 Kesimpulan Hasil Penelitian
Dari penyajian data diatas, dapat kita lihat bahwa lima informan anggota DPRD Perempuan di Provinsi Sumatera Utara, mengalami kesulitan saat pertama
kali terjun ke dunia politik dan menjabat sebagai anggota dewan. Hal ini disebabkan karena lima informan ini berasal dari latar belakang pendidikan dan
pengalaman yang berbeda-beda, sehingga mereka terkesan menerapkan prinsip bekerja sambil belajar, dengan begitu akhirnya mereka mulai memahami, mulai
beradptasi dan mulai merasakan kenyamanan dibalik tugas dan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat.
Dalam kesehariannya berkomunikasi di lingkungan sosial, tiga informan Ibu Meilizar Latief, Ibu Novitasari, dan Ibu Jenny Brutu menggunakan bahasa
Indonesia formal dalam penggunaan komunikasi verbalnya. Sedangkan dua informan lainnya Ibu Siti Aminah dan Ibu Rinawati selain menggunakan bahasa
Indonesia saat di kantor ataupun saat berkunjung ke masyarakat mengaku jika berhadapan dengan lawan bicara yang berasal dari suku yang sama, maka saat
berinteraksi akan menggunakan bahasa daerah, seperti ibu Siti Aminah akan menggunakan bahasa daerah batak Karo, dan ibu Rinawati menggunakan bahasa
daerah batak Toba, dan bahasa Jawa yang sedikit ia kuasai. Mengenai penampilan, Ibu Meilizar Latief dan Ibu Novitasari mengaku
tidak memiliki perbedaan yang signifikan dalam berbusana sebelum dan sesudah menjadi anggota dewan. Mereka memiliki gaya berbusana yang sama dari waktu
ke waktu, tidak seperti tiga informan yang lain Ibu Siti Aminah, Rinawati dan Jenny Brutu yang mengalami perubahan gaya berpakaian ketika sudah menjabat
sebagai anggota dewan.
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Ibu Siti Aminah yang dulunya bekerja sebagai pengusaha kopi mengaku tidak begitu memperhatikan penampilannya, namun kini sadar akan profesinya
sebagai wakil rakyat yang kerap menjadi pusat perhatian, beliau mulai memperhatikan penampilannya agar terlihat rapi dan sopan. Begitu juga dengan
ibu Rinawati mengaku setelah menjadi anggota dewan lebih menjaga penampilannya saat ke kantor dan ke masyarakat agar terlihat rapi dan sopan,
baginya tidak mungkin untuk memakai kaos ketat ketika berada di kantor. Sementara perubahan juga tampak pada ibu Jenny Brutu, dulunya beliau
berprofesi sebagai notaris dengan kesehariannya menggunakan rok pendek di atas lutut, namun semenjak menjadi wakil rakyat yang sering diperhadapkan dengan
masyarakat dari berbagai kalangan membuatnya tidak lagi nyaman dengan penampilannya yang dulu dan beliau memutuskan untuk mengganti rok nya
dengan memakai rok di bawah lutut sehingga lebih terkesan rapi dan sopan. Dalam penggunaan komunikasi nonverbal, ibu Meilizar dan ibu Siti
Aminah mengaku lebih banyak menggunakannya di lingkungan organisasi terlebih saat di kantor. Bagi ibu Meilizar Latief gerakan tangan yang ia gunakan
dalam mengemukakan pendapat saat rapat berlangsung, lebih memperlihatkan sikap tegasnya. Sementara bagi ibu Siti Aminah, saat berbicara dan menjelaskan
sesuatu gerakan-gerakan tangan yang ia gunakan cukup membantu untuk memaparkan apa yang ada dalam isi pikirannya untuk disampaikan pada lawan
bicaranya. Berbeda dengan ibu Novitasari dan ibu Rinawati, mereka mengaku tidak
dapat mengatur saat kapan dan dimana mereka akan menggunakan komunikasi nonverbalnya. Bagi mereka komunikasi nonverbal seperti gerakan tangan,
tatapan, atau gelengan kepala cenderung refleks dan tidak bisa diatur baik saat di keluarga, di kantor maupun di masyarakat. Sementara pada ibu Jenny Brutu,
beliau mengaku saat dimanapun dan dengan siapapun cenderung menggunakan kontak mata dalam komunikasi nonverbalnya sehingga akan lebih fokus terhadap
lawan bicara. Dari hasil wawancara, dalam penggunaan intonasi, ataupun volume suara
lima informan memiliki persamaaan untuk lebih memperhatikannya saat terjun ke masyarakat. Mereka memiliki pendapat yang sama bahwa ketika berkunjung dan
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
melakukan interaksi dengan masyarakat, mereka tidak dapat sembarangan menggunakan intonasi, menaikkan ataupun berbicara dengan nada yang tinggi.
Bagi mereka, setiap masyarakat yang dijumpai memiliki tingkat kecerdasaan dan pemahaman yang berbeda-beda, sehingga agar tidak timbul persepsi yang berbeda
serta pesan yang disampaikan dapat diterima dan dimengerti oleh masyarakat, lima informan ini memilih untuk lebih hati-hati menggunakan intonasi saat
berbicara dengan masyarakat.
4.2 Pembahasan