Determinan Kepercayaan dalam Hubungan Business-To-Business di Pasar Swalayan Modern Tri Hendro Sigit Prakosa
59
Tabel 8. Matriks Korelasi Antarvariabel
Variabel PRCAYA
DURASI KPUASAN
I.KHUSS P.OPORT
KOMUN PRCAYA
LAMA KPUASAN
I.KHUSS P.OPORT
KOMUN 1,000
0,249 0,529
0,329 -0,450
0,463 0,249
1,000 0,271
0,263 -0,367
0,302 0,529
0,271 1,000
0,203 -0,404
0,428 0,329
0,263 0,203
1,000 -0,232
0,194 -0,450
-0,367 -0,404
-0,232 1,000
-0,389 0,463
0,302 0,428
0,194 -0,389
1,000 Sumber: data primer, diolah.
5. KESIMPULAN, IMPLIKASI MANAJERIAL, DAN KETERBATASAN PENELITIAN
5.1. Kesimpulan
Untuk variabel durasi, berbeda dengan harapan penulis, ternyata tidak ada hubungan yang signiikan antara lamanya seseorang menjalin hubungan dengan orang lain terhadap tingkat kepercayaan yang tumbuh
atau berkembang diantara keduanya. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Batt 2003 yang memproposisi bahwa semakin lama satu pihak berhubungan dengan pihak lain, maka semakin turun kualitas kepercayaan diantara
mereka. Batt 2003 menduga bahwa semakin dekat hubungan satu pihak dengan pihak lain, ada kemungkinan pihak lain mengambil keuntungan dari hubungan tersebut untuk kepentingan dirinya sendiri. Dengan kata lain,
semakin lama sebuah swalayan berdiri, kepercayaan swalayan terhadap pemasoknya semakin menurun karena kedua belah pihak sudah semakin mengenal satu sama lain, masing-masing telah mengetahui kelebihan dan
kelemahan partnernya. Menurut cerita salahsatu pemilik swalayan yang ditemui oleh penulis, ada saat tertentu pemasok justru mengambil keuntungan dari mereka melalui perubahan harga produk, perubahan kemasan, dan
lain-lain yang tidak pernah didiskusikan terlebih dahulu dengan pemilik swalayan tersebut. Batt 2003 menyatakan bahwa kepuasan merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi proses
pembangunan kepercayaan antara petani dengan pemasok sayuran di Australia. Hal ini sejalan dengan hasil analisis hipotesis kedua, kepuasan pembeli berpengaruh secara positif terhadap kepercayaan. Kepuasan
merupakan akumulasi pengalaman yang terbentuk dalam sebuah hubungan jangka panjang, yang pada umumnya didasarkan atas evaluasi terhadap pengalaman membeli atau mengkonsumsi sesuatu dalam kurun waktu lama
Fornell, 1992. Perusahaan retail atau swalayan akan merasa puas apabila pemasok mereka cepat dalam menangani keluhan sehingga meminimalkan konlik diantara kedua belah pihak. Geykens et al. 1998 serta
Mackenzie dan Hardy 1996 juga telah memproposisi bahwa semakin meningkatnya kepuasan seseorang atau satu pihak terhadap orang lain atau pihak lain, maka semakin tinggi kepercayaan yang melekat pada hubungan
mereka. Artinya, akumulasi kepuasan mendorong pihak-pihak yang bertransaksi untuk menjalankan hubungan lebih lama sebagai hasil dari kepuasan yang diperoleh di masa lalu, saat ini, dan pengharapan akan adanya hasil
yang serupa di masa mendatang Anderson et al., 1994. Variabel investasi khusus berpengaruh secara positif terhadap kepercayaan. Hasil penelitian ini sejalan
dengan temuan Barton dan Weitz 1992 meskipun dalam ruang lingkup industri yang berbeda. Dalam penelitian Barton dan Weitz 1992, investasi khusus yang telah dijalankan akan menunjukkan sinyal kekuatan komitmen
masing-masing pihak yang melakukan kerjasama. Dalam hal ini, penelitian mereka berfokus kepada hubungan pabrikan dengan distributor, pabrikan akan mempercayai sepenuhnya distributor mereka pada saat distributor
tersebut mampu menerjemahkan selera pasar dan menentukan kualitas yang dibutuhkan oleh konsumen terhadap produk-produk yang dihasilkan oleh pabrikan. Begitu juga, distributor akan tergerak untuk meningkatkan
kepercayaan mereka lebih tinggi kepada pabrikan apabila pabrikan bersedia untuk mengikuti keinginan spesiik distributor bagi kemajuan bersama. Walaupun dari sisi lokasi kedua belah pihak berdekatan atau keduanya
menggunakan sistem pelaporan yang sama, namun penelitian ini menunjukkan bahwa hal tersebut tidak menjamin
KINERJA, Volume 16, No.1, Th. 2012: Hal. 45-62
60 bahwa perusahaan retail atau swalayan dapat mempercayai pemasoknya, sehingga walaupun pemasok
melakukan investasi bersama, belum tentu kepercayaan terhadap pemasok meningkat. Investasi khusus dilakukan semata-mata demi kepuasan konsumen akhir, yang dapat berbentuk: perusahaan retail atau swalayan membina
pemasoknya agar mampu menyediakan produk-produk yang memenuhi standar kualitas tertentu, menentukan trend
kebutuhan konsumen sehingga produk-produk pemasok mampu mengikuti perubahan selera konsumen setiap waktu, dan mengkoordinasi sebagian atau seluruh kegiatan pemasok agar pasokan dapat berjalan tepat
waktu serta akurat. Dari hasil analisis tampak bahwa perilaku oportunistik berpengaruh secara negatif terhadap kepercayaan.
Perusahaan retail atau swalayan menyadari bahwa pemasok yang melakukan tindakan oportunistik tidak dapat dijadikan mitra dalam waktu yang lebih lama. Apabila hubungan dipertahankan, maka kerjasama mereka hanya
dapat dilaksanakan dalam lingkup yang terbatas. Dalam konteks hubungan perusahaan retail dengan pemasok, perilaku oportunistik juga dapat dilihat dari sisi perusahaan retail apabila perusahaan ini terus menekan pemasok
untuk memberikan harga terendah. Hal ini menunjukkan ketidakadilan yang diperoleh pemasok karena perusahaan retail lebih mengedepankan kepentingannya sendiri dibandingkankomitmen jangka panjang. Lebih jauh dijelaskan
oleh Batt 2003, perilaku oportunistik yang sering dilakukan salahsatu pihak akan berdampak penarikan diri pihak lain dari hubungan atau putusnya komitmen hubungan yang telah ditentukan sebelumnya. Bahkan, salahsatu
pihak yang merasa dirugikan akan terus menghindar dari hubungan transaksional dengan pihak lain yang dianggap bertindak tidak jujur. Pada hasil akhir penelitiannya, Batt menyarankan perlunya tingkatan kepercayaan minimum
untuk pemasok atau perusahaan retail agar hubungan mereka tetap terjalin. Komunikasi dua arah yang lancar antarpihak dapat meningkatkan kepercayaan diantara mereka, sehingga
seiring dengan berjalannya waktu, kedua belah pihak dapat saling memahami satu sama lain. Anderson dan Weitz 1989 juga mengemukakan bahwa komunikasi mempengaruhi aspek kepercayaan dalam jaringan pemasaran.
Komunikasi yang dilandasi kepercayaan tidak terbatas hanya pada transaksi jual beli, namun juga kerjasama untuk memperoleh keuntungan bersama di masa mendatang. Hal ini juga sesuai dengan proposisi Stern dan El-Ansary
1988 serta Anderson dan Narus 1990 yang menyatakan komunikasi dalam konteks distribusi bermanfaat untuk mengurangi konlik, meningkatkan kepercayaan, dan memperbaiki koordinasi antarpihak. Dengan kata lain,
waktu, upaya, dan berbagai masalah yang muncul dari suatu proses pertukaran informasi dan komunikasi mampu mengikat kedua belah pihak ke arah aliansi bisnis yang lebih mendalam dan berjangka panjang.
5.2. Implikasi Manajerial