Jenis dan Sumber Data Metode Pengumpulan Data Kesimpulan

38 atau karena alasan-alasan yang dipandang perlu oleh pemerintah berdasarkan ketentuan yang diatur Undang-Undang.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sedangkan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari Badan Pusat Statistik BPS Sumatera Utara, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BKKBN Sumatera Utara dan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DISNAKERTRANS Sumatera Utara. Selain itu data-data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari jurnal-jurnal, buku-buku bacaan, dan situs-situs yang berkaitan dengan penelitian ini. Berdasarkan kurun waktunya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah times series tahunan, dengan kurun waktu 1999-2013 sampel data 15 tahun.

3.6 Metode Pengumpulan Data

Penulisan skripsi ini menggunakan metode penelitian kepustakaan Library Research yaitu teknik penulisan yang dilakukan melalui bahan-bahan kepustakaan, seperti tulisan ilmiah, jurnal dan laporan penelitian ilmiah terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian dalam skripsi ini. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan pencatatan data Indeks Pembangunan Manusia IPM, Total Fertility Rate TFR, Infant Mortality Rate IMR dan Transmigrasi Binaan mulai tahun 1999-2013 di Sumatera Utara. 39

3.7 Metode Analisis Data

3.7.1 Pengujian Asumsi Klasik

Model regresi linier berganda multiple regression dapat disebut sebagai model yang baik jika model tersebut memenuhi Kriteria BLUE Best Linear Unbiased Estimator. BLUE dapat dicapai bila memenuhi Asumsi Klasik. Uji asumsi klasik digunakan untuk mengetahui apakah hasil analisis regresi linier berganda yang digunakan untuk menganalisis dalam penelitian ini terbebas dari penyimpangan asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, multikolinieritas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Adapun masing-masing pengujian tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:

3.7.1.1 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak Ghozali, 2005:111. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi normalitas data dilakukan dengan pengujian Kolmogrov Smirnov. Dalam uji ini, pedoman yang digunakan dalam pengambilan keputusan adalah: a. Jika nilai signifikan 0.05 maka distribusi normal, dan b. Jika nilai signifikan 0.05 maka distribusi tidak normal.

3.7.1.2 Uji Multikolinieritas

Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi mempunyai korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya 40 tidak terjadi korelasi diantara variabel independen. Multikolinieritas adalah situasi adanya korelasi variabel-variabel independen antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini disebut variabel-variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel-variabel bebas yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai korelasi diantara sesamanya sama dengan nol. Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka konsekuensinya adalah: a. Koefisien-koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir, b. Nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Multikolinieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan lawannya serta variance inflation factor VIF. Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen manakah yang dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel dependen terikat dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi karena VIF=1Tolerance. Nilai yang umum dipakai untuk menunjukan adanya multikolinieritas adalah nilai tolerance 0.10 atau sama dengan nilai VIF 10.

3.7.1.3 Uji Heteroskesdastisitas

Menurut Imam Ghozali 2005:105, uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terdapat ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Konsekuensinya adanya heteroskedastisitas dalam model regresi adalah penaksir yang diperoleh tidak efisien, baik dalam sampel kecil maupun besar. Salah satu cara yang dapat 41 digunakan untuk mengetahui ada tidaknya gejala heteroskedastisitas adalah dengan melihat pada grafik scatterplot. Jika ada pola tertentu seperti titik-titik yang membentuk pola tertentu yang teratur bergelombang, melebar, kemudian menyempit maka mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tak ada pola yang jelas maka tidak terjadi gejala heteroskedastisitas. Untuk mengetahui ada tidaknya heteroskedastisitas juga dapat diketahui dengan melakukan uji glejser. Jika variabel bebas signifikan secara statistik mempengaruhi variabel terikat maka ada indikasi terjadi heteroskedastisitas Ghozali 2005:69.

3.7.1.4 Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah dalam suatu model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pada periode t dengan periode t-1 sebelumnya. Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem autokorelasi Ghozali, 2005:95. Untuk menguji ada tidaknya gejala autokorelasi maka dapat dideteksi dengan uji Durbin-Waston. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah sebagai berikut: a. angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif, b. angka D-W diantara -2 sampai +2 berarti tidak ada autokorelasi, c. angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif.

3.7.2 Analisis Regresi Berganda

Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan adalah metode regresi linier berganda, dimana data yang dikumpulkan kemudian dianalisis 42 menggunakan indikator yang digunakan. Bentuk umum regresi linier berganda, yaitu: Y = α + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + e Keterangan: Y : Indeks Pembangunan Manusia α : Konstanta b 1, b 2, b 3 : Koefisien regresi variabel independen X 1 : Fertilitas X 2 : Mortalitas X 3 : Transmigrasi Binaan

3.7.3 Uji Kesesuaian Test of Goodness of Fit

Uji statistik yang dilakukan adalah sebagai uji signifikasi hasil estimasi yang diperoleh terhadap hubungan antara variabel independen dan variabel dependen. Maka uji hipotesis yang digunakan adalah:

3.7.3.1 Uji F Uji Simultan

Uji Simultan Uji Statistik F merupakan uji yang menunjukkan pengaruh variabel secara simultan yaitu variabel independen mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F- tabel. Jika F-hitung F-tabel, maka Ho ditolak, artinya variabel independen secara bersama–sama mempengaruhi variabel dependen. 43

3.7.3.2 Uji T Uji Parsial

Uji Parsial Uji Statistik t dimaksudkan untuk menguji hubungan masing- masing variabel independen secara terpisah sendiri terhadap variabel dependen. Bila nilai t-hitung t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji dapat berpengaruh nyata terhadap variabel dependen. Bila t-hitung t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima. Ho diterima artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

3.7.3.3 Koefisien Determinasi R2

Koefisien yang mengukur seberapa jauh pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Semakin tinggi nilai R2 maka semakin baik pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Ciri-ciri dari R2: 1. Jumlah nilai R2 tidak pernah negatif. 2. Nilai R2 digunakan antara 0 – 1 0 R2 ≤ 1 44 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum

4.1.1 Lokasi dan Keadaan Geografis

Provinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1 -4 Lintang Utara dan 98 -100 Bujur Timur. Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Aceh, sebelah timur dengan Negara Malaysia di Selat Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Sumatera Barat, dan di sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia. Luas daratan Provinsi Sumatera Utara adalah 71.680,68 km 2 , sebagian besar berada di daratan Pulau Sumatera dan sebagian kecil berada di Pulau Nias, pulau-pulau Batu, serta beberapa pulau kecil, baik di bagian barat maupun bagian timur pantai Pulau Sumatera. Berdasarkan luas daerah menurut kabupatenkota di Sumatera Utara, daerah terluas adalah Kabupaten Mandailing Natal dengan luas 6.620,70 km 2 atau sekitar 9,23 persen dari total luas Sumatera Utara, diikuti Kabupaten Langkat dengan luas 6.263,29 km 2 atau 8,47 persen, kemudian Kabupaten Simalungun dengan luas 4.386,60 km 2 atau sekitar 6,12 persen. Sedangkan luas daerah terkecil adalah kota Sibolga dengan luas 10,77 km 2 atau sekitar 0,02 persen dari total luas wilayah Sumatera Utara. Provinsi Sumatera Utara tergolong ke dalam daerah beriklim tropis, kisaran suhu antara 13,4 C–33,9 C, mempunyai musim kemarau Juni sd September dan musim hujan Nopember sd Maret, diantara kedua musim itu diselingi oleh musim pancaroba. 45 Sampai dengan tahun 2013 Provinsi Sumatera Utara secara administratif terbagi dalam 33KabupatenKota, dimana terdapat 25 Kabupaten dan 8 Kota, yang terdiri dari 440 Kecamatan meliputi 6.008 DesaKelurahan.

4.1.2 Kependudukan

Jumlah penduduk di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah sebesar 13.326.307 jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1,22 persen. Jika dibandingkan dengan hasil Sensus Penduduk tahun 2000 yang memperlihatkan laju pertumbuhan penduduk sedikit lebih tinggi sebesar 1,20 persen. Rata-rata kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Utara tercatat 186 jiwa per km 2 . Tingkat kepadatan penduduk yang tinggi didominasi oleh daerah perkotaan. Kota yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kota Medan sebesar 8.009 jiwa per km 2 , disusul dengan Kota Sibolga dengan kepadatan penduduk yaitu 7.983 jiwa per km 2 dan Kota Tebing Tinggi dengan kepadatan penduduk yaitu 3.877 jiwa per km 2 . Daerah dengan kepadatan penduduk terendah yaitu kabupaten Pakphak Barat yaitu 34 jiwa per km 2 , disusul dengan Kabupaten Samosir yaitu 50 jiwa per km 2 dan disusul Kabupaten Padang Lawas Utara yaitu 59 jiwa per km 2 . Jumlah penduduk laki-laki di Sumatera Utara lebih sedikit dibandingkan dengan penduduk perempuan. Jumlah penduduk perempuan sebanyak 6.678.117 jiwa dan laki-laki 6.648.190 jiwa, dengan sex ratio sebesar 99,55. Bila dilihat berdasarkan rata-rata banyaknya anggota keluarga di Sumatera Utara pada tahun 2013 adalah sebesar 4,21 yang berarti rata-rata pada setiap keluarga terdiri dari 4- 46 5 anggota keluarga. Kabupaten yang rata-rata jumlah anggota keluarganya paling banyak adalah Kabupaten Nias Barat yaitu 5,00 dan yang paling sedikit adalah Kabupaten Karo yaitu 3,64 orang. Komposisi penduduk Sumatera Utara menurut kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda 0-14 tahun sebesar 32,35, yang berusia produktif 15-64 tahun sebesar 63,78 dan yang berusia tua 65 tahun sebesar 3,86. Dengan demikian maka angka beban tanggungan dependency ratio penduduk Sumatera Utara tahun 2013 sebesar 56,78. Angka ini mengalami penurunan sebesar 0,01 bila dibandingkan dengan tahun 2012 sebesar 56,77. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara Gambar 4.1 Piramida Penduduk Provinsi Sumatera Utara 2013 Sejak terjadinya krisis moneter jumlah penduduk miskin meningkat secara drastis mencapai 30,77 tahun 1998. Walaupun angka ini sudah dapat diturunkan secara signifikan sejak tahun 1999, namun data terakhir menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin tahun 2012 mengalami penurunan dari tahun 2011 yaitu 47 1.490.900 jiwa atau 11,31 menjadi 1.378.400 jiwa 10,41 sedangkan pada tahun 2013 jumlah penduduk miskin sebesar 1.416.400 10,39, secara jumlah meningkat sedikit dari tahun 2012, namun secara persentase mengalami penurunan yaitu sebesar 0,02. Persentase penduduk miskin tertinggi berada di Kabupaten Kota di Kepulauan Nias dengan range dari 17,28-30,94, dan terendah di Kabupaten Deli Serdang yaitu 4,71. Jika dibandingkan dengan penduduk yang tinggal di kota dan desa, diketahui bahwa persentase penduduk miskin di daerah perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pedesaan, yaitu 10,45 untuk perkotaan dan 10,33 untuk perdesaan. Sumber: BPS Sumatera Utara 2013 Gambar 4.2 Persentase Penduduk Miskin Provinsi Sumatera Utara 1998-2013 Tabel 4.1 Indikator Kependudukan Sumatera Utara Uraian 2011 2012 2013 Penduduk 000 jiwa 13 014 13 215 13 326 Pertumbuhan Penduduk 1,22 1,22 1,22 Kepadatan Penduduk jiwakm 2 183 184 186 Rasio Jenis Kelamin 99,77 99,52 99,55 Rumah Tangga 000 3 083 3 132 3 168 Rata-rata ART jiwaruta 4,25 4,22 4,21 Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara, diolah 48 4.1.3 Sosial Budaya 4.1.3.1 Pendidikan Kondisi pendidikan merupakan salah satu indikator yang sering ditelaah dalam mengukur tingkat pembangunan manusia suatu negara. Melalui pengetahuan, pendidikan berkontribusi terhadap perubahan prilaku kesehatan. Pengetahuan yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor pencetus predisposing yang berperan dalam mempengaruhi keputusan seseorang untuk berperilaku sehat. Peningkatan kualitas dan partisipasi sekolah penduduk tentunya harus diimbangi dengan penyediaan sarana fisik pendidikan maupun tenaga guru yang memadai. Di tingkat pendidikan dasar, jumlah sekolah dasar SDMadrasah Ibtidiyah pada tahun 2013 ada sebanyak 9.432 unit dengan jumlah guru 122.128 orang, murid sebanyak 1.518.184 orang sehingga rasio murid SD terhadap sekolah sebesar 161 muridsekolah. Jumlah sekolah lanjutan tingkat pertama SLTPMadrasah Tsnawiyah ada sebanyak 2.357 sekolah dengan jumlah guru 57.563 orang dan jumlah murid ada sebanyak 552.761 orang, dan rasio murid SLTP terhadap sekolah sebesar 235 per sekolah. Pada tahun yang sama jumlah sekolah lanjutan tingkat atas SLTAMadrasah Aliyah ada sebanyak 868 sekolah dengan jumlah guru 17.509 orang dan jumlah murid 233.916 dengan rasio murid terhadap sekolah sebesar 269 murid persekolah. Jumlah Sekolah Menengah Kejuruan SMK ada sebanyak 828 unit dengan jumlah guru 14.178 orang dan jumlah murid 228.809 orang, dengan rasio murid terhadap sekolah sebesar 276 muridsekolah. Sedangkan jumlah perguruan tinggi swasta pada tahun 2013 49 adalah sebanyak 253 PTS, yang terdiri dari 31 universitas, 86 sekolah tinggi, 4 institut, 118 akademi dan 14 politeknik SUDA 2014 dengan jumlah dosen 6.340 orang dosen tetap dan tidak tetap dengan jumlah mahasiswa sebanyak 244.947 orang. Rasio mahasiswa terhadap dosen sebesar 38,58. Kemampuan membaca dan menulis tercermin dari Angka Melek Huruf yaitu penduduk usia 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis huruf latin dan huruf lainnya. Pada tahun 2013, persentase penduduk Sumatera Utara yang melek huruf 97,84 , dimana persentase laki-laki lebih tinggi dari perempuan yaitu 98,31 dan 95,93. Persentase penduduk berumur 10 tahun keatas yang melek huruf per KabupatenKota tahun 2013 terendah di Kabupaten Nias Barat yaitu 84,48 disusul Kabupaten Nias Selatan yaitu 85,38 sedangkan yang tertinggi adalah Kabupaten Tapanuli Selatan sebesar 99,88.

4.1.3.2 Agama

Sesuai dengan falsafah negara pelayanan kehidupan beragama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa senantiasa dikembangkan dan ditingkatkan untuk membina kehidupan masyarakat dan mengatasi berbagai masalah sosial budaya yang mungkin menghambat kemajuan bangsa. Berdasarkan data BPS Sumatera Utara, sarana ibadah umat beragama juga mengalami kenaikan setiap tahun. Pada tahun 2013, jumlah Mesjid di Sumatera Utara terdapat sebanyak 10.300 unit, LanggarMusollah 10.572 unit, Gereja Protestan 12.235 unit, Gereja Katolik 2.289 unit, Kuil 78 unit dan Wihara 337 unit. 50

4.1.3.3 Ketenagakerjaan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja TPAK penduduk umur 15 tahun ke atas mengalami fluktuatif dari tahun 2008 sd 2013 sedangkan Tingkat Pengangguran Terbuka TPT mengalami penurunan dari tahun 2008 sd 2013. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara Gambar 4.3 Persentase TPAK Umur 15 tahun dan TPT Provinsi Sumatera Utara Sampai pada tahun 2013 TPAK sebesar 70,67 sedangkan TPT sebesar 6,53 SUDA 2014. Bila dirinci berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2013, persentase angkatan kerja berumur 15 tahun keatas sebagian besar adalah tamatan SMP SMA 58,65. Sumber: BPS Provinsi Sumatera Utara Gambar 4.4 Persentase AK Umur 15 tahun berdasarkan Pendidikan yang ditamatkan 51 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 tingkat pendidikan angkatan kerja SMP, SMA dan Diploma mengalami peningkatan dari tahun 2012. Jika dilihat dari status pekerjaan utama, sebesar 36,45 penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebagai buruh atau karyawan, sebesar 21,28 adalah penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga, penduduk yang berusaha sendiri yaitu 15,76, penduduk yang bekerja dibantu anggota keluarga mencapai 15,46. Hanya 3,44 penduduk Sumatera Utara yang berusaha dengan mempekerjakan buruh tetapkaryawan. Berdasarkan lapangan usaha, penduduk Sumatera Utara yang terbanyak adalah di sektor pertanian perkebunan, perikanan dan peternakan yaitu 43,45, kemudian diikuti di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 18,94, jasa kemasyarakatan yaitu 16,16, bekerja di sektor industri hanya sekitar 7,11, selebihnya bekerja disektor penggalian dan pertambangan, sektor listrik, gas dan air minum, bangunan, angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan.

4.2 Analisis dan Pembahasan

4.2.1 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara

Perkembangan pembangunan manusia di Indonesia, seperti yang disebutkan dalam “Indonesia Human Development Report 2004” UNDP, 2004, sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan tersebut memungkinkan manusia untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan. Sementara pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Kebutuhan akan 52 peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut makin sangat dibutuhkan sejak krisis ekonomi menerpa. Sampai dengan tahun 1996, tingkat pembangunan manusia regional cukup mengagumkan, seperti tampak dari berkurangnya kemiskinan dan membaiknya tingkat harapan hidup dan melek huruf BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Namun pencapaian tersebut segera mendapatkan tantangan ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997. Terjadinya penurunan IPM secara drastis pada tahun 1999 terkait kuat dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan Sumatera Utara yang menimbulkan kemiskinan karena meluasnya pemutusan hubungan kerja sehubungan dengan berhentinya operasi perusahaan. Berdasarkan perhitungan BPS Sumatera Utara, pada setiap 1 penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Utara, akan berakibat pemutusan hubungan kerja yang secara makro diperkirakan rata-rata sebanyak 15.000 tenaga kerja. Jumlah ini sangat berarti dalam menurunkan IPM Sumatera Utara dari 70,5 pada tahun 1996 menjadi 66,6 pada 1999. Indeks Pembangunan Manusia diukur pada empat komponen sumberdaya manusia yaitu harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita. Indeks Pembangunan Manusia IPM di Sumatera Utara dari tahun ke tahun dalam periode 1999-2013 mengalami perbaikan yang cukup besar. 53 Sumber: BPS, data diolah Gambar 4.5 Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara 1999-2013 Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara mencapai indeks terendah pada tahun 1999 sebesar 66,6. Rendahnya IPM Sumatera Utara ini sebagai akibat dari krisis ekonomi yang disebabkan oleh faktor daya beli masyarakat yang terpuruk sehingga membumbungnya inflasi. Sementara pada tahun 2001, terjadi peningkatan dari 68,3 pada 2000 yaitu menjadi 69,5. Pada tahun 2002 IPM mengalami penurunan menjadi 68,8. Dan akhirnya periode 2003-2013 IPM mengalami peningkatan secara terus menerus setiap tahunnya hingga mencapai indeks tertinggi sebesar 75,55.

4.2.2 Perkembangan Angka Kelahiran Total atau TFR Sumatera Utara

Ukuran tingkat fertilitas yang umum digunakan adalah angka fertilitas total atau TFR karena terdapat keungggulan pada pengukuran ini yang tidak ada pada pengukuran fertilitas yang lain. Yang diukur pada TFR ini adalah seluruh wanita usia 15-49 tahun yang melahirkan bayi lahir hidup dihitung berdasarkan angka kelahiran menurut kelompok umur. 54 Sumber: BPS, data diolah Gambar 4.6 Angka Kelahiran Total Sumatera Utara 1999-2013 Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa Sumatera Utara memiliki TFR tertinggi sebesar 3,16 pada tahun 1999 yang dimana rata-rata wanita usia 15- 49 tahun mempunyai sekitar 3-4 orang anak. Tingginya angka TFR tahun 1999 ini tidak terlepas dari kurangnya kebijakan pemerintah dan kesadaran masyarakat atas program keluarga berencana dalam pengendalian angka kelahiran dan jumlah penduduk. Sehingga hal ini membuat para orang tua menginginkan banyak anak. Kemudian TFR terkecil terdapat pada tahun 2008 dengan TFR sebesar 2,49 yang artinya rata-rata wanita usia 15-49 tahun mempunyai anak dengan jumlah 2-3 orang anak. Sementara itu pada tahun 2010, TFR Provinsi Sumatera Utara meningkat kembali sebesar 3,01 yang dimana rata-rata ibu mempunyai 3 orang anak. Berdasarkan gambar diatas dapat kita ketahui bahwa rata-rata wanita di Sumatera Utara mempunyai anak sebesar 2,69 pada tahun 2013. Hal ini dapat dikatakan bahwa rata-rata anak yang lahir di Sumatera Utara sekitar 2-3 orang saja dan hal 55 ini hampir sesuai seperti kebijakan pemerintah melalui Keluarga Berencana yakni rata-rata keluarga ideal mempunyai anak sekitar 1-2 orang.

4.2.3 Perkembangan Angka Kematian Bayi atau IMR Sumatera Utara

Kematian bayi menggambarkan peluang untuk meninggal antara kelahiran dan sebelum mencapai umur tepat satu tahun. Angka kematian bayi dapat dibagi menjadi dua bagian yakni kematian neonatum dan post-neonatum. Kematian neonatum menggambarkan peluang untuk meninggal dalam bulan pertama setelah lahir, sedangkan kematian post-neonatum menggambarkan peluang untuk setelah bulan pertama tetapi sebelum umur tepat satu tahun. Sumber: BPS, data diolah Gambar 4.7 Angka Kematian Bayi Sumatera Utara 1999-2013 Dari gambar diatas dapat kita ketahui bahwa Sumatera Utara memiliki IMR tertinggi pada tahun 1999 sebesar 43 per 1000 bayi lahir. Tingginya angka IMR tahun 1999 ini disebabkan oleh rendahnya tingkat kesehatan pada ibu dan anak semasa kehamilan atau sesudah kelahiran. Di samping itu juga angka kematian bayi pada periode tahun 1999-2013 mengalami penurunan secara terus 56 menerus. Hal ini tak lepas oleh prestasi dalam perbaikan serta peningkatan kesehatan ibu dan bayi. Sehingga pada akhirnya angka kematian bayi terendah pada tahun 2013 sebesar 22 kematian bayi per 1000 lahir hidup. Hal ini tak lepas oleh prestasi dalam perbaikan serta peningkatan kesehatan ibu dan bayi.

4.2.4 Perkembangan Transmigrasi Binaan Sumatera Utara

Transmigrasi merupakan program Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk penanganan, penataan, persebaran penduduktenaga kerja yang serasi, seimbang dan sejahtera di dalam wilayah Sumatera Utara. Manfaat transmigrasi berguna meningkatan pemanfaatan sumber daya alam dan penyaluran potensi sumber daya manusia untuk meningkatan kesejahteraan dan pembangunan wilayah, human investment dan capital investment. Pengembangan kawasan tertinggal juga berfungsi untuk mendorong tumbuhnya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru dan memberikan motivasi bagi masyarakat untuk mengangkat perkembangan desa-desa sekitarnya agar berkehidupan yang lebih baik dan sejajar dengan masyarakat lainnya. Jumlah lokasi transmigrasi dalam binaan di Sumatera ini tersebar di Muara Upu Tapanuli Selatan, Tabuyung SP.1, Singkuang SP.1, Singkuang SP.2, Sinunukan SP.5, Sinunukan SP.6 Mandailing Natal, Rawa Kolang SP 2 Tapanuli Tengah, Sipahutar SP.1, Simpang Bolon Tapanuli Utara, Janji Maria Toba Samosir, dan Sibagindar SP.3 Pakphak Barat. 57 Tabel 4.2 Jumlah Transmigrasi Binaan Sumatera Utara 1999-2013 Tahun Transmigrasi Binaan KK Transmigrasi Binaan jiwa 1999 3585 15301 2000 4175 17179 2001 3320 14581 2002 2085 9039 2003 3785 15371 2004 1550 11072 2005 1550 7443 2006 1550 7353 2007 1550 7353 2008 1775 7986 2009 1775 7986 2010 1775 7986 2011 2305 9212 2012 2305 9212 2013 200 773 Sumber: BPS, data diolah Pada tahun 1999 jumlah transmigrasi binaan di Sumatera sebanyak 15.301 jiwa dengan 3.585 kepala keluarga. Kemudian meningkat pada tahun 2000 menjadi 17.179 jiwa dengan 4.175 kepala keluarga. Lalu jumlah transmigran binaan ini semakin lama semakin menurun jumlahnya pada tahun 2013 sebanyak 773 jiwa dengan 200 kepala keluarga. Seperti dilihat pada tabel dibawah, penurunan jumlah transmigran binaan ini dikarenakan sudah berkurangnya jumlah desa yang tidak menjadi binaan lagi pada tahun 2013. 58 Tabel 4.3 Jumlah dan Lokasi Transmigrasi Binaan Sumatera Utara 2010-2013 Lokasi Kepala Keluarga Jiwa I. Tapanuli Selatan 1. Muara Upu 100 421 II. Mandailing Natal 2. Tabuyung SP.1 3. Singkuang SP.1 4. Singkuang SP.2 5. Sinunukan SP.5 6. Sinunukan SP.6 III. Tapanuli Tengah 7. Rawa Kolang SP 2 IV. Tapanuli Utara 8. Sipahutar SP.1 9. Simpang Bolon 100 352 V. Toba Samosir 10. Janji Maria VI. Pakphak Barat 11. Sibagindar SP.3 Jumlah: 2013 200 773 2012 2305 9212 2011 2305 9212 2010 1775 7986 Sumber: Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Sumatera Utara Keterangan: x Tidak menjadi binaan lagi

4.3 Hasil Penelitian

4.3.1 Analisis Statistik Deskriptif

Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum, nilai maksimum, nilai rata-rata, dan standart deviasi untuk data yang digunakan dalam penelitian: Tabel 4.4 Statistik Deskriptif 59 a. Variabel Indeks Pembangunan Manusia IPM memiliki nilai minimum terkecil 66,60, nilai maksimum terbesar 75,55, mean nilai rata-rata 71,8853 dan Standart Deviation simpangan baku variabel ini adalah 2,72928. b. Variabel Angka Kelahiran Bayi TFR memiliki nilai minimum terkecil 2,49, nilai maksimum terbesar 3,16, mean nilai rata-rata 2,87 dan Standart Deviation simpangan baku variabel ini adalah 0,23345. c. Variabel Angka Kematian Bayi IMR memiliki nilai minimum terkecil 21,59, nilai maksimum terbesar 43,00, mean nilai rata-rata 30,7967 dan Standart Deviation simpangan baku variabel ini adalah 7,67831. d. Variabel Transmigrasi Binaan Transmigrasi memiliki nilai minimum terkecil 773, nilai maksimum terbesar 17179, mean nilai rata-rata 9856,47 dan Standart Deviation simpangan baku variabel ini adalah 4228,602. 4.3.2 Hasil Uji Asumsi Klasik 4.3.2.1 Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi normal atau tidak. Tabel 4.5 Hasil Uji Kolmogorov-Sminorv 60 Untuk probabilitas berdasarkan tabel di atas bahwa untuk variabel IPM dengan nilai signifikan 0,980, TFR dengan nilai signifikan 0,305, IMR dengan nilai signifikan 0,722 dan Transmigrasi dengan nilai signifikan 0,421 memiliki nilai di atas α= 0,05, yang artinya bahwa variabel-variabel tersebut terdistribusi dengan normal.

4.3.2.2 Uji Multikolinieritas

Menurut Ghozali 2005:91, “Uji multikolinearitas dilakukan untuk menguji apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas independen”. Adanya gejala multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai Variance Inflation Factor VIF. Batas tolerance value adalah 0,1 dan batas VIF adalah 10. Apabila tolerance value 0,1 atau VIF 10 = terjadi multikolinearitas. Apabila tolerance value 0,1 atau VIF 10 = tidak terjadi multikolinearitas. Tabel 4.6 Hasil Uji Multikolinieritas Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa tidak ada satupun variabel bebas yang memiliki nilai VIF lebih dari 10 dan tidak ada yang memiliki tolerance value lebih kecil dari 0,1. Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian ini bebas dari adanya multikolinearitas. Dari hasil analisis, didapat nilai VIF untuk variabel TFR adalah 1,909 10 dan nilai tolerance sebesar 0,524 0,1, Nilai 61 VIF untuk variabel IMR adalah 2,788 10 dan nilai tolerance sebesar 0,359 0.1. Nilai VIF untuk variabel Transmigrasi adalah 3,464 10 dan nilai tolerance sebesar 0.289 0,1. Maka hasil uji ini dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas yang dipakai dalam penelitian ini lolos uji gejala multikolinearitas.

4.3.2.3 Uji Heteroskedastisitas

Menurut Ghozali 2005:105, “Uji Heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain”. Jika variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang Homoskedastisitas atau tidak terjadi Heteroskedastisitas. Pengujian heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan uji grafik dengan melihat grafik scatterplot yaitu dengan cara melihat titik-titik penyebaran pada grafik dan uji glejser, dengan cara meregres seluruh variabel independen dengan nilai absolut residual abresid sebagai variabel dependennya. Jika signifikan 0,05 maka Ha diterima ada heteroskedastisitas dan jika signifikan 0,05 maka Ho diterima tidak ada heteroskedastisitas. 62 Gambar 4.8 Hasil Uji Heteroskedastisitas scatterplot Tabel 4.7 Hasil Uji Heteroskedastisitas Pada gambar 4.8 tentang grafik scatterplot diatas terlihat titik-titik menyebar secara acak tidak membentuk sebuh pola tertentu yang jelas serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu y. Hal ini berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi sehingga model regresi layak dipakai untuk melihat pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dari tabel 4.7 diatas kita dapat melihat bahwa nilai signifikansi untuk variabel TFR adalah 0,226 0.05, nilai signifikansi untuk variabel IMR adalah 63 0,275 0.05, dan nilai signifikan untuk variabel Transmigrasi adalah 0.315 0.05. Dari hasil ini maka Ho diterima karena dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat masalah heteroskedastisitas karena variabel independennya memiliki signifikan lebih besar dari 0,05. 4.3.2.4 Uji Autokorelasi Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam suatu model linear ada korelasi antar kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan periode t-1 sebelumnya. Model regresi yang baik adalah yang bebas dari autokorelasi. Masalah autokorelasi umumnya terjadi pada regresi yang datanya time series. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson. secara umum panduan mengenai angka Durbin-Watson dapat diambil patokan sebagai berikut: a. angka D-W dibawah -2 berarti ada autokorelasi positif, b. angka D-W di antara -2 sampai +2, berarti tidak ada autokorelasi, c. angka D-W di atas +2 berarti ada autokorelasi negatif. Tabel 4.8 Hasil Uji Autokorelasi Tabel diatas memperlihatkan nilai statistik D-W sebesar 1.882 Angka ini terletak diantara -2 dan +2, dari pengamatan ini dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi positif maupun autokorelasi negatif dalam penelitian ini. 64

4.3.3 Hasil Uji Regresi Linier Berganda

Analisis regresi berganda digunakan untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh dari variabel bebas terhadap variabel terikat. Adapun hasil estimasi yang dilakukan sebagai berikut: Tabel 4.9 Hasil Regresi Linier Berganda Berdasarkan tabel diatas diperoleh hasil regresi sebagai berikut: Y= 80.768 + 0,699 X 1 – 0,340 X 2 – 4,313 X 3 Berdasarkan model regresi diatas maka dapat dilihat bahwa nilai variabel Fertilitas TFR berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM, variabel Mortalitas IMR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM, serta variabel Transmigrasi berpengaruh negatif dan tidak siginifikan terhadap Indeks Pembangunan Manusia IPM. 65 4.3.4 Hasil Uji Kesesuaian Test of Goodness of Fit 4.3.4.1 Uji F Uji Simultan Tabel 4.10 Hasil Uji F Simultan Dari hasil regresi diketahui bahwa F-hitung adalah sebesar 71,447. Dengan α=0,05: df 1 = k-1= 4–1=3; df 2 = n–k= 15–4=11; dimana k merupakan seluruh variabel bebas dan terikat dan n merupakan jumlah observasi. Sehingga diketahui F-tabel pada tingkat signifikansi 5 adalah 3,59. Berdasarkan penghitungan tersebut maka diperoleh F-hitung lebih besar dari F-tabel 71,447 3,59. Dengan demikian disimpulkan bahwa Ho ditolak karena variabel Fertilitas Mortalitas, dan Transmigrasi Binaan mampu mempengaruhi Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara secara bersamaan.

4.3.4.2 Uji T Uji Parsial Tabel 4.11

Hasil Uji T Parsial Variabel Koefisien t-hitung t-tabel prob Keterangan X1 Fertilitas 0,699 0,649 2,20099 0,529 Tidak Signifikan X2 Mortalitas -0,340 -8,549 2,20099 0,000 Signifikan X3 Transmigrasi -4,313 -5,39 2,20099 0,601 Tidak Signifikan Berdasarkan hasil estimasi yang dilakukan maka diperoleh hasil sebagai berikut: 66 a. Variabel fertilitas berpengaruh tidak signifikan secara positif terhadap indeks pembangunan manusia, dengan nilai t-hitung t-table yaitu 0,649 2,20099 dengan nilai signifikan sebesar 0,529 0,05 pada tingkat kepercayaan 95. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan rata-rata jumlah anak pada wanita usia 15-49 tahun maka juga akan mempengaruhi peningkatan indeks pembangunan manusia. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila fertilitas tinggi maka indeks pembangunan manusia juga akan tinggi. Peningkatan fertilitas ini dipengaruhi karena tingginya indeks pembangunan manusia dan membuat masyarakat mempunyai standar hidup layak sehingga ada keinginan orang tua untuk menambah jumlah anak. b. Variabel mortalitas berpengaruh signifikan secara negatif terhadap indeks pembangunan manusia, dengan nilai t-hitung t-table yaitu -0,340 2,20099 dengan nilai signifikansi sebesar 0,000 0,05 pada tingkat kepercayaan 95. Dimana setiap kenaikan 11000 kematian akan menurunkan 0,34 angka indeks pembangunan manusia atau begitu pula sebaliknya jika penurunan 11000 kematian akan meningkatkan 0,34 angka indeks pembangunan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila semakin menurunnya angka kematian bayi angka kematian bayi lebih kecil daripada per 1000 kelahiran hidup maka hal itu akan meningkatkan indeks pembangunan manusia, karena penurunan angka kematian bayi akan mencerminkan peningkatan status kesehatan. Dan oleh sebab itu tingkat mortalitas merupakan indikator kesehatan juga kesejahteraan masyarakat. 67 c. Variabel Transmigrasi Binaan berpengaruh tidak signifikan secara negatif terhadap indeks pembangunan manusia, dengan nilai t-hitung t-table yaitu - 4,313 2,220099 dengan nilai signifikansi sebesar 0,601 0,05 pada tingkat kepercayaan 95. Dimana setiap kenaikan 1 jiwa transmigran akan menurunkan 4,31 angka indeks pembangunan manusia atau begitu pula sebaliknya jika penurunan 1 jiwa transmigran akan meningkatkan 4,31 angka indeks pembangunan manusia. Maka dapat disimpulkan bahwa apabila semakin meningkat jumlah transmigrasi yang dibina maka hal itu akan mengurangi indeks pembangunan manusia.

4.3.4.3 Koefisien Determinasi R

2 Tabel 4.12 Hasil Koefisien Determinasi Hasil estimasi diatas menunjukkan nilai R 2 = 0.951 yang menyatakan peningkatan Indeks Pembangunan Manusia dapat dijelaskan secara bersamaan oleh ketiga variabel independen Fertilitas, Mortalitas dan Transmigrasi Binaan sebesar 95,1 dan 4.9 lainnya dijelaskan oleh faktor-faktor lain yang tidak disebutkan dalam model ini. 68 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan, dapat ditarik kesimpulan dari hasil estimasi yang didapatkan, yaitu: 1. Fertilitas mempunyai pengaruh yang positif terhadap peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Bila dilihat pula secara parsial, Fertilitas belum memiliki pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Indeks Pembangunan Manusia. 2. Mortalitas memberikan pengaruh negatif terhadap peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Bila dilihat pula secara parsial, Mortalitas memberikan pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Indeks Pembangunan Manusia. 3. Transmigrasi Binaan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap peningkatan angka Indeks Pembangunan Manusia sebagai indikator kesejahteraan masyarakat di Provinsi Sumatera Utara. Bila dilihat secara parsial, Transmigrasi Binaan belum memiliki pengaruh yang nyata dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui Indeks Pembangunan Manusia.

5.2 Saran