Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara

51 Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 tingkat pendidikan angkatan kerja SMP, SMA dan Diploma mengalami peningkatan dari tahun 2012. Jika dilihat dari status pekerjaan utama, sebesar 36,45 penduduk berusia 15 tahun ke atas yang bekerja sebagai buruh atau karyawan, sebesar 21,28 adalah penduduk yang bekerja sebagai pekerja keluarga, penduduk yang berusaha sendiri yaitu 15,76, penduduk yang bekerja dibantu anggota keluarga mencapai 15,46. Hanya 3,44 penduduk Sumatera Utara yang berusaha dengan mempekerjakan buruh tetapkaryawan. Berdasarkan lapangan usaha, penduduk Sumatera Utara yang terbanyak adalah di sektor pertanian perkebunan, perikanan dan peternakan yaitu 43,45, kemudian diikuti di sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 18,94, jasa kemasyarakatan yaitu 16,16, bekerja di sektor industri hanya sekitar 7,11, selebihnya bekerja disektor penggalian dan pertambangan, sektor listrik, gas dan air minum, bangunan, angkutan dan komunikasi dan sektor keuangan.

4.2 Analisis dan Pembahasan

4.2.1 Perkembangan Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara

Perkembangan pembangunan manusia di Indonesia, seperti yang disebutkan dalam “Indonesia Human Development Report 2004” UNDP, 2004, sangat tergantung pada pertumbuhan ekonomi dari awal 1970-an sampai akhir 1990-an. Pertumbuhan tersebut memungkinkan manusia untuk mengalokasikan pengeluaran untuk kesehatan dan pendidikan. Sementara pengeluaran pemerintah untuk pelayanan kesehatan dan pendidikan relatif sedikit. Kebutuhan akan 52 peningkatan alokasi pengeluaran pemerintah untuk kedua bidang sosial tersebut makin sangat dibutuhkan sejak krisis ekonomi menerpa. Sampai dengan tahun 1996, tingkat pembangunan manusia regional cukup mengagumkan, seperti tampak dari berkurangnya kemiskinan dan membaiknya tingkat harapan hidup dan melek huruf BPS-Bappenas-UNDP, 2001. Namun pencapaian tersebut segera mendapatkan tantangan ketika krisis ekonomi melanda Indonesia pada tahun 1997. Terjadinya penurunan IPM secara drastis pada tahun 1999 terkait kuat dengan krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan Sumatera Utara yang menimbulkan kemiskinan karena meluasnya pemutusan hubungan kerja sehubungan dengan berhentinya operasi perusahaan. Berdasarkan perhitungan BPS Sumatera Utara, pada setiap 1 penurunan tingkat pertumbuhan ekonomi daerah Sumatera Utara, akan berakibat pemutusan hubungan kerja yang secara makro diperkirakan rata-rata sebanyak 15.000 tenaga kerja. Jumlah ini sangat berarti dalam menurunkan IPM Sumatera Utara dari 70,5 pada tahun 1996 menjadi 66,6 pada 1999. Indeks Pembangunan Manusia diukur pada empat komponen sumberdaya manusia yaitu harapan hidup, melek huruf, rata-rata lama sekolah dan pengeluaran riil per kapita. Indeks Pembangunan Manusia IPM di Sumatera Utara dari tahun ke tahun dalam periode 1999-2013 mengalami perbaikan yang cukup besar. 53 Sumber: BPS, data diolah Gambar 4.5 Indeks Pembangunan Manusia Sumatera Utara 1999-2013 Indeks Pembangunan Manusia di Sumatera Utara mencapai indeks terendah pada tahun 1999 sebesar 66,6. Rendahnya IPM Sumatera Utara ini sebagai akibat dari krisis ekonomi yang disebabkan oleh faktor daya beli masyarakat yang terpuruk sehingga membumbungnya inflasi. Sementara pada tahun 2001, terjadi peningkatan dari 68,3 pada 2000 yaitu menjadi 69,5. Pada tahun 2002 IPM mengalami penurunan menjadi 68,8. Dan akhirnya periode 2003-2013 IPM mengalami peningkatan secara terus menerus setiap tahunnya hingga mencapai indeks tertinggi sebesar 75,55.

4.2.2 Perkembangan Angka Kelahiran Total atau TFR Sumatera Utara