studi komparasi aplikasi gadai emas serta strategi pengembangan pada bank syariah dan Perum Pegadaian Syariah

(1)

STUDI KOMPARASI APLIKASI GADAI EMAS SERTA

STRATEGI PENGEMBANGAN PADA BANK SYARIAH

DAN PERUM PEGADAIAN SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Azis Ariyanto

NIM. 1060 4610 1602

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

STUDI KOMPARASI APLIKASI GADAI EMAS SERTA

STRATEGI PENGEMBANGAN PADA BANK SYARIAH

DAN PERUM PEGADAIAN SYARIAH

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Syarat-syarat Mencapai Gelar

Sarjana Ekonomi Syariah (S.E.Sy)

Oleh:

Azis Ariyanto

NIM. 1060 4610 1602

Pembimbing

Dr. Hasanuddin, M.Ag

NIP. 196103041955031001

KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH

PROGRAM STUDI MUAMALAT

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(3)

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 25 April 2011 M

21 Jumadil Ula 1432 H

Penulis


(5)

ـ ْحَرلا ـَ لا ـْس

MOTTO

“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan,

binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia; dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga).” (QS. Al-Imraan 3:14)

“Dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita sholihah.” (HR. Muslim)

“Bukanlah suatu aib jika kamu gagal dalam suatu usaha, yang merupakan aib adalah jika

kamu tidak bangkit dari kegagalan itu”.(Ali Bin Abi Thalib)

َللا ْ ْ لا

Waktu itu lebih mahal daripada emas.

“Dalam kehidupan ini kita tidak dapat selalu melakukan hal yang besar. Tetapi kita dapat melakukan banyak hal kecil dengan cinta yang besar”.

“(In this life we cannot always do great things. But we can do small things with great

love)”. (Penulis).

“Satu menit mendengar lebih baik dari pada satu jam berbicara.” (Penulis)

PERSEMBAHAN

1) Kedua orangtuaku, yang telah membesarkan dan mendidik dengan cinta, kesabaran

dan pengorbanannya.

2) Adikku, Salwa Marwariyanti, yang selalu memberikan semangat dan dukungan pada setiap langkahku.

3) Kekasihku Rischa Astuty Handayani, yang dengan kesabaran memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi


(6)

ABSTRACT

Pawnshop is a Business Entity or Non-Bank Financial Institutions are functioning to provide financing in the form of credit disbursements to the public, in addition to conventional mortgage there are also Islamic pawnshops that provide mortgage financing on the basis of the sharia law with no element of riba. Pledge of sharia (Ar-Rahn) is a contract debts by making goods that have value as collateral so that the person concerned can take the debt. Ar-Rahn payment system proved able to attract the public in obtaining financing with a fast process, practical and reassuring, either pawn in pegadain sharia many benefits that can be accepted by the customer. But in reality, there is still little understanding of the community and employers about the mortgage products issued by non-bank financial institutions this. So the minimal number of customers who apply for finance companies. In this case the Islamic pawnshop loan funds only gives credence to its customers by 90% - 95% of the estimates, whereas the conventional pawnshops estimation according to various customer groups. The most prominent difference between Islamic and conventional mortgage is from the calculations, so we will not hesitate to selecting and using Islamic mortgage products.

Unlike ordinary mortgage products. In the pledge gold, gold objects that are mortgaged. As has been widely known that gold has a value which tends to rise against the currency exchange rate, this is certainly very different from the other lien objects tend to decrease the exchange rate against foreign currencies over time. The advantages are similar, such as land, only physical gold can be brought anywhere, while the land certificate is only a letter that could carry. This is what a difference this mortgage product with a regular mortgage product. By looking at the advantages of gold islamic mortgage products, the Islamic Financial Institutions today many open mortgage products in the gold business transaction is also beneficial because in addition to his business also was relatively small risk because Islamic gold pawn has the potential significant business development in recent years. It was triggered by the increasing price of gold compared with paper currency in recent years. The increase was due to the price of gold has intrinsic value that is more stable and inflation-resistant than paper currency such as dollars or U.S. dollars.

This research approach using Empirical Legal namely a method or procedures used to solve the problem by first examining the existing secondary data and then proceed with a study of the primary data in the field. The data used are primary data that is data obtained directly from the field by using questionnaires or interviews, as well as secondary data obtained by literature study method. Analysis of the data used is a qualitative analysis drawing conclusions deductively. Based on the research, can know how the operational mechanism of gold lien Rahn Islamic products, and the reasons why I Count good rahn product release.


(7)

ABSTRAK

Pegadaian merupakan Badan Usaha atau Lembaga Keuangan Bukan Bank yang berfungsi memberikan pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana kredit kepada masyarakat, selain pegadaian konvensional ada juga pegadaian syariah yang memberikan pembiayaan atas dasar hukum gadai secara syariah tanpa unsur riba. Gadai syariah (Ar-Rahn) adalah suatu akad utang piutang dengan menjadikan barang yang mempunyai nilai sebagai jaminan sehingga orang yang bersangkutan dapat mengambil utang. Sistem pembayaran Ar-Rahn ini ternyata mampu menarik masyarakat dalam memperoleh pembiayaan dengan proses yang cepat, praktis dan menentramkan, baik menggadaikan di pegadain syariah banyak manfaat yang dapat diterima oleh nasabah yang bersangkutan. Namun kenyataannya, masih sedikit sekali pemahaman masyarakat dan pengusaha mengenai produk pegadaian yang dikeluarkan oleh pihak lembaga keuangan bukan bank ini. Sehingga minimnya jumlah nasabah yang mengajukan permohonan pembiayaan tersebut. Dalam hal ini pada pegadaian syariah hanya memberikan kepercayaan pinjaman dana kepada nasabahnya sebesar 90% - 95% dari taksiran, sedangkan pada pegadaian konvensional taksirannya bermacam-macam sesuai golongan nasabah. Perbedaan yang paling menonjol antara pegadaian syariah dan konvensional adalah dari perhitungannya, sehingga kita tidak akan ragu-ragu lagi untuk memilih dan menggunakan produk gadai syariah.

Berbeda dengan produk gadai biasa. Dalam gadai emas, objek yang digadaikan adalah emas. Seperti yang telah banyak diketahui bahwa emas memiliki nilai yang cenderung naik tukar terhadap mata uang, hal ini tentu sangat berbeda dengan objek gadai yang lain yang cenderung mengalami penurunan nilai tukar terhadap mata uang seiring dengan berjalannya waktu. Kelebihan ini serupa seperti tanah, hanya saja emas bisa dibawa fisiknya ke mana-mana, sementara tanah hanya surat sertifikatnya saja yang bisa dibawa-bawa. Hal inilah yang menjadi perbedaan produk gadai ini dengan produk gadai biasa. Dengan melihat kelebihan dari produk gadai emas syariah tersebut, maka Lembaga Keuangan Syariah sekarang ini banyak membuka produk gadai emas dalam traksaksi bisnisnya karena disamping usahanya juga menguntungkan juga resikonya pun relatif kecil dikarenakan gadai emas syariah memiliki potensi pengembangan bisnis yang cukup signifikan pada tahun belakangan ini. Hal itu dipicu terus meningkatnya harga emas dibanding mata uang kertas dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan harga itu disebabkan karena emas memiliki nilai instrinsik yang lebih stabil dan tahan inflasi dibandingkan mata uang kertas seperti rupiah atau dolar AS.

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan Yuridis Empiris yaitu suatu cara atau prosedur yang digunakan untuk memecahkan masalah dengan terlebih dahulu meneliti data sekunder yang ada kemudian dilanjutkan dengan penelitian terhadap data primer di lapangan. Data yang dipergunakan adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari lapangan dengan menggunakan kuisioner atau wawancara, serta data sekunder yang diperoleh dengan metode studi pustaka.


(8)

Analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif yang penarikan kesimpulannya secara deduktif. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui perbandingan mekanisme operasional produk Rahn gadai emas pada Bank Jabar Banten Syariah dan UPCS Lebak Bulus I, strategi pengembangan usaha serta alasannya mengapa dikeluarkannya produk rahn.


(9)









KATA PENGANTAR

Dengan Rahmat Allah SWT, dan didorong oleh keinginan yang luhur, Alhamdulillah penulis telah dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul

“STUDI KOMPARASI APLIKASI GADAI EMAS SERTA STRATEGI

PENGEMBANGAN PADA BANK SYARIAH DAN PERUM PEGADAIAN SYARIAH”, sebagai suatu syarat untuk mendapatkan derajat sarjana S-1 pada Program Studi Muamalat Jurusan Perbankan Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Selama proses penulisan skripsi ini sejak penyusunan rancangan penelitian, studi kepustakaan, pengumpulan data di lapangan serta pengolahan hasil penelitian sampai terselesaikannya penulisan skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan baik sumbangan pemikiran maupun tenaga yang tak ternilai harganya dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini perkenakanlah penulis dengan segala kerendahan hati dan penuh keikhlasan untuk menyampaikan rasa terima kasih yang tulus kepada :

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, S.H, M.A, M.M., sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalu memberikan motivasi kepada seluruh mahasiswa di Fakultas Syariah dan Hukum, baik semasa perkuliahan berlangsung, ataupun pada saat penyelesaian tugas akhir.


(10)

2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.A., sebagai Ketua Jurusan Muamalat (Ekonomi Islam) Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang selalu memberikan dorongan kepada mahasiswa untuk selalu giat dalam mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Dr. Hasanudin, M.Ag., sebagai Dosen Pembimbing skripsi yang telah sangat banyak meluangkan waktu dan pikirannya, dan perhatian membantu penulis dalam memberikan pengarahan dan petunjuk tata cara penulisan skripsi. 4. Bapak H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH sebagai Pembimbing Akademik

yang juga senantiasa mengingatkan dan mengarahkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga akhirnya menyelesaikan penulisan skripsi ini.

5. Segenap pihak Perum Pegadaian Syariah Pusat dan UPCS Lebak Bulus I yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian dan wawancara serta banyak membantu dalam pembuatan skripsi ini khusunya kepada Bapak Rudy Kurniawan dan Mba Yuki Lengkana yang telah banyak membantu penulis dalam melaksanakan penelitian di Perum Pegadaian Syariah UPCS Lebak Bulus I. 6. Orang Tua ku Tercinta Bapak H. Aep Yunardih & Ibu Ai Maemunah, Adiku

Salwa Marwariyanti, dan seluruh keluarga besar yang telah memberikan kasih sayang serta doa restunya hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Kekasihku Rischa Astuty Handayani, yang dengan kesabaran memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan skripsi ini

Penulis hanya mampu berharap semoga bantuan yang telah diberikan dalam bentuk apapun dapat menjadi amal baik yang diterima disisi Allah SWT. Semoga


(11)

skripsi yang sederhana dan masih jauh dari sempurna ini bermanfaat bagi penulis dan semua pihak. Penulis sangat mengharapkan masukan berupa saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun demi perbaikan skripsi ini di masa mendatang.

Jakarta, 25 April 2011 M

21 Jumadil Ula 1432 H


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI ... ii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN MUNAQASYAH ... iii

LEMBAR PERNYATAAN ... iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... v

ABSTRACT ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL, GAMBAR DAN LAMPIRAN ... x

BAB I : PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian ... 5

D. Tinjauan Pustaka ... 7

E. Kerangka Teori ... 10

F. Metode Penelitian ... 13

G. Sistematika Penulisan ... 18

BAB II : LANDASAN TEORITIS ... 19

A. Konsep Gadai Emas Syariah... 19


(13)

2. Dasar Hukum Rahn Emas ... 22

3. Rukun dan Syarat Syah Rahn Emas ... 25

4. Fungsi dan Tujuan Rahn Emas ... 28

5. Manfaat Gadai Emas Syariah ... 29

6. Pendapat Ahli Hukum tentang Manfaat Barang Gadai Syariah 30 7. Persamaan dan Perbedaan Rahn dengan Gadai Konvensional .. 34

B. Pengertian Taksiran Nilai Emas ... 38

C. Pengertian Lelang ... 39

BAB III : PERBANDINGAN APLIKASI AKAD GADAI EMAS PADA BANK DAN PERUM PEGADAIAN SYARIAH ... 45

A. Akad Gadai Emas yang digunakan pada Perbankan Syariah ... 45

B. Akad Gadai Emas yang digunakan pada Pegadaian Syariah ... 49

C. Persamaan dan Perbedaan akad yang digunakan pada kedua Lembaga ... 57

BAB IV : PEMBAHASAN DAN ANALISIS APLIKASI GADAI EMAS SERTA STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA PADA BANK DAN PERUM PEGADAIAN SYARIAH ... 59

A. Penerbitan Gadai Emas Syariah ... 59

B. Mekanisme dan Prosedur Gadai Emas pada Bank Syariah ... 62

C. Mekanisme dan Prosedur Gadai Emas pada Pegadaian Syariah ... 66 D. Perbandingan Mekanisme Operasional Gadai Emas pada Bank


(14)

Syariah dan Pegadaian Syariah ... 81

E. Prospek dan Strategi Pengembangan Gadai Emas Syariah ... 96

BAB V : PENUTUP ... 101

Kesimpulan ... 101

Saran ... 107

DAFTAR PUSTAKA ... 108


(15)

DAFTAR TABEL

TABEL 2.1 : Persamaan dan Perbedaan antara Rahn dengan Gadai

Konvensional ... 36 TABEL 2.2 : Perbedaan teknis Pegadaian Syariah – Pegadaian Konvensional 37 TABEL 2.3 : Perbandingan perhitungan pegadaian syariah dengan pegadaian

Konvensional ... 37 TABEL 4.1 : Penggolongan Pinjaman di Pegadaian Syariah ... 79 TABEL 4.2 : Tarif Ijarah ... 80 TABEL 4.3 : Tarif Biaya Administrasi dan Surat Hilang di Pegadaian Syariah 81 TABEL 4.4 : Perbadingan Umum gadai emas pada BJB Syariah dan UPCS

Lebak Bulus ... 88

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 4.1 : Skema Akad Gadai Emas pada Bank Jabar Banten Syariah ... 65

GAMBAR 4.2 : Skema Akad Gadai Emas pada UPCS Lebak Bulus I ... 67 GAMBAR 4.3 : Skema Tata Cara Memperoleh Pinjaman ... 70

GAMBAR 4.4 : Skema Tata Cara Pelunasan Pinjaman ... 71

DAFTAR LAMPIRAN 1. Hasil Wawancara.

2. Surat Keterangan Wawancara.

3. Surat Keterangan Izin Penelitian.

4. Fatwa MUI Mengenai Rahn dan Rahn Emas.

5. Skema Pemberian Pinjaman Gadai Emas Syariah.

6. Skema Pelunasan Pinjaman Gadai Emas Syariah.

7. Plafon Tarif Ijarah dan Biaya Administrasi Gadai Emas Syariah.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Ajaran Islam yang mengandung unsur Syari‟ah berisikan hal-hal yang mengatur hubungan manusia dan pencipta (hablu min Allah) dan hubungan sesama manusia (hablu min Nas) yang dikenal dengan Muamalah Islam. Di antara amalan Muamalah tersebut melingkupi aktivitas perekonomian seperti, perdagangan, pinjamam-meminjam, gadaian barang dan aktifitas ekonomi lainnya.

Kebutuhan masyarakat akan uang tunai terkadang menjadi kebutuhan yang segera pada waktu-waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan yang sangat mendesak yang mencakupi kebutuhan primer, sekunder maupun pelengkap demi keberlangsungan hidup. Namun demikian, kebutuhan tersebut adakala tidak diimbangi dengan ketersediaannya uang tunai yang dimiliki. Maka solusi untuk mengatasi hal tersebut masyarakat akan mendatangi lembaga keuangan atau individu-individu yang bisa menalangi dengan perjanjian ada barang yang diserahkan sebagai jaminan seperti Perbankan dan Pegadaian.

Kehadiran lembaga pegadaian dan Perbankan di Indonsia bukanlah hal yang asing lagi. Bahkan lembaga ini menjadi sangat populer dikalangan masyarakat (khususnya Jakarta), ketika menjelang lebaran tiba. Sudah merupakan tradisi bagi pemudik di ibu kota untuk menggadaikan barang berharga mereka menjelang bulan


(17)

syawal. Dengan menitipkan emas, kendaraan bermotor atau barang berharga lainnya sebagai jaminan atas uang yang dipinjam, keinginan untuk bertemu sanak saudara dikampung dengan kerinduan yang sangat pun terobati.

Bukan tanpa alasan karena disaat ongkos dan harga kebutuhan untuk oleh-oleh yang semakin menggila yang tidak lagi dapat diatasi oleh gaji maupun pendapatan selama di Jakarta, maka pegadaian merupakan alternatif yang dapat menjawab tersebut. Sekilas lembaga ini memang terlihat sangat membantu. Dan tentu saja

dengan menyuarakan motto “ mengatasi masalah tanpa masalah”-nya, lembaga ini berhasil menafsir dan mencitrakan dirinya di mata masyarakat sangat baik. Akan tetapi, disadari atau tidak ternyata dalam prakteknya lembaga ini belum dapat terlepas dari persoalan. Dengan berkaca mata pada syariat islam, ketika perjanjian gadai ditunaikan terdapat unsur-unsur yang dilarang syariat. Hal ini dapat terlihat dari praktek gadai itu sendiri yang menentukan adanya bunga gadai, yang mana pembayarannya dilakukan setiap 15 hari sekali. Bukan hanya riba, ketidak jelasan (gharar), dan qimar juga ikut serta menghiasi aktifitas lembaga ini. Yang secara jelas terdapat kencenderungan merugikan salah satu pihak. Memang hal ini tidaklah terlalu diperhatikan oleh masyarakat. Tetapi, ketika mereka terjebak dengan bunga yang membengkak serta ketidak sanggupan uintuk membayar, maka di sinilah masalah letak permasalahan itu muncul.

Saat ini, bisnis gadai emas syariah terus berkembang pesat. Di Indonesia, bisnis ini bertahun-tahun dijalankan oleh Perum Pegadaian. Selain itu, bisnis ini juga dijalankan oleh beberapa bank syariah. Hal itu karena gadai emas syariah memiliki


(18)

potensi pengembangan bisnis cukup signifikan pada tahun belakangan ini. Hal itu dipicu terus meningkatnya harga emas dibanding mata uang kertas dalam beberapa tahun terakhir. Peningkatan harga itu disebabkan karena emas memiliki nilai instrinsik yang lebih stabil dan tahan inflasi dibandingkan mata uang kertas seperti rupiah atau dolar AS, Apalagi setelah dikeluarkannya Fatwa DSN NO: 26/DSN-MUI/III/2002 Tentang RAHN EMAS,1 Sehingga masyarakat lebih tertarik menggadaikan barang jaminannya berupa Emas karena nilai ekonomisnya yang sangat tinggi dari pada barang elektronik dan kendaraan yang terkadang bisa jatuh nilai ekonomisnya disebabkan oleh fakto-faktor ekonomis lainnya.

Dengan melihat dasar itulah, penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian, memberikan gambaran apa dan bagaimana Praktek Produk Rahn (Gadai Emas Syariah) serta cara strategi pengembangan yang digunakan pada Bank Syariah (BSM) dan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I), sehingga penulis tertarik mengambil judul ”STUDI KOMPARASI APLIKASI GADAI EMAS SYARIAH SERTA STRATEGI PENGEMBANGAN PADA BANK SYARIAH

DAN PERUM PEGADAIAN SYARIAH”.

1


(19)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Agar permasalahan dalam penelitian skripsi ini tidak meluas serta menjaga kemungkinan penyimpangan dalam penelitian skripsi ini, maka dalam penulisan ini, penulis memfokuskan dan membatasi pembahasan hanya dalam ruang lingkup analisis akad yang digunakan pada gadai emas, Mekanisme Operasional Gadai Emas Syariah, Cara Penaksiran Nilai Gadai Emas, serta Strategi Pengembangan Gadai Emas Syariah yang dilakukan oleh Bank Syariah (Bank Jabar Banten Syariah) dengan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I) .

2. Perumusan Masalah

Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut :

a. Akad apa saja yang digunakan oleh Bank Syariah dan Perum Pegadaian dalam menjalankan bisnis gadai emas syariah ini?

b. Apa alasan dikeluarkannya produk Gadai Emas Syariah ini sehingga menjadi alternatif gadai bagi masyarakat?

c. Bagaimana mekanisme operasional Gadai Emas Syariah pada Bank Syariah (Bank Jabar Syariah) dan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I)? d. Bagaimana Strategi yang dilakukan oleh Bank Syariah dan Perum


(20)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Dengan adanya semua perumusan masalah diatas, diharapkan adanya suatu kejelasan yang dijadikan tujuan bagi penulis dalam skripsi ini. Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui perbandingan mekanisme dan prosedur Gadai Emas pada Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah sebagai alternatif pegadaian untuk modal kerja serta kebutuhan masyarakat. Sehingga dapat dilihat sejauh mana Gadai Emas Syariah mampu memberdayakan Perekonomian serta menutupi kebutuhan Masyarakat.

b. Untuk mengetahui akad apa saja yang digunakan Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah dalam menjalankan usaha Gadai Emas.

c. Untuk mengetahui perbandingan cara menghitung taksiran nilai gadai emas, lelang serta strategi yang dilakukan pada kedua lembaga tersebut.

d. Mensosialisasikan konsep dan mekanisme Gadai Emas Syariah pada Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesadaran masyarakat khususnya muslim untuk menggadaikan Barang Jaminannya (Emas) pada Lembaga Keuangan Syariah.

e. Untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar (S1) Sarjana Ekonomi Islam di Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(21)

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang bisa ditimbulkan dari penelitian ini, penulis ingin agar penelitian ini bisa memberikan manfaat:

a. Untuk menambah wawasan tingkat pemahaman dan pengetahuan bagi penulis sendiri khususnya, dan bagi para praktisi maupun akademisi pada umumnya dalam memahami mekanisme operasional Gadai Emas Syariah serta strategi pengembangan usaha gadai emas itu sendiri.

b. Sebagai khazanah ilmu pengetahuan untuk menambah referensi terkait permasalahan gadai khususnya gadai emas syariah.

c. Mampu membandingkan antara gadai dengan Rahn.

d. Menjadi masukan dan saran bagi para praktisi, akademisi dalam penelitian selanjutnya sehingga bisa menjadi perbandingan bagi penelitian yang lain.

D. Tinjauan Kajian Terdahulu

Berdasarkan telaah yang sudah dilakukan terhadap beberapa sumber kepustakaan, penulis menyimpulkan bahwa apa yang menjadi masalah pokok penelitian ini tampaknya sangat penting.

Adapun kajian pustaka dalam penelitian ini dengan melihat beberapa penelitian skripsi:

1. Atef Misbahudin, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008


(22)

“Strategi Pemasaran Produk Gadai Emas (Rahn) pada BPRS PNM Al -Ma‟soem dalam meningkatkan pendapatan Bank”. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analisis yaitu mendeskripsikan sesuatu pada satuan analisis secara utuh sebagai satuan yang integrasi. Dalam penelitian ini menghasilkan bahwasannya BPRS Al-Ma‟soem menerapkan strategi segmenting, targeting dan positioning dengan mengembangkan marketing mix. Produk perbankan syariah yang ditawarkan oleh BPRS ini dengan menggunakan akad ijarah. Dimana Pihak bank akan menaksir suatu barang jaminan berupa emas dengan harga yang standar yang berlaku di pasaran dengan nilai taksiran itu bank bisa memberikan pembiayaan sebesar 80% dari nilai taksiran agunan.

2. Nuraeni, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004

“Konsep dan Aplikasi Gadai Emas pada Bank Syariah (Study Kasus pada PT. Bank Danamon Syariah)”. Metode yang digunakan oleh penulis adalah Kualitatif dengan desain penelitiannya deskriptif-Analisis yaitu kegiatan penelitian yang dilakukan dengan dengan menguraikan dan menjelaskan berbagai permasalahan gadai emas syariah pada bank danamon syariah meliputi; barang jaminan yang dibawa nasabah akan ditaksir oleh spesialis gadai untuk mengetahui besar pinjaman dan biaya penitipan yang ditanggung nasabah. Biaya penitipan didasarkan pada nilai taksir marhun, yaitu 2,2%


(23)

perbulan sebagai antisipasi terhadap resiko kerusakan dan kehilangan atas barang yang digadaikan.

3. Susan Diyani, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2004

“Peranan Media Promosi Dalam Meningkatkan Brand Awareness Public Produk Gadai Emas Syariah (Study Kasus Bank Danamon Syariah)”.

Metode yang digunakan oleh peneliti adalah dengan menggunakan metode Pengumpulan Data yaitu dengan teknik Riset Kepustakaan, Riset Lapangan serta Analisis Data. Dari penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwasannya Aplikasi media promosi gadai emas pada Bank Danamon Syariah menggunakan dua media promosi yaitu media Above The Line seperti promosi melalui jalur media koran, radio, spanduk, televisi, brosur dan Below The Line (BTL) yaitu promosi melalui jalur non media seperti Promosi ke lokasi pusat keramaian, kemudian media yang paling banyak diakses dan dijadikan sumber pengetahuan oleh responden tentang gadai emas di Bank Danamon Syariah

adalah “koran” sebesar 33%, “spanduk” 30%, “radio” 19%, “brosur” sebesar

18%.

4. Faridatun Sa‟adah, Jurusan Muamalat, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2008

“Strategi Pemasaran Produk Gadai Syariah Dalam Upaya Menarik Minat Nasabah pada Pegadaian Syariah Dewi Sartika”. Metode yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini menggunakan metode pendekatan penelitian


(24)

kualitatif-deskriptif melalui penelitian pustaka (library research) dan penelitian lapangan (flied research). Dari penelitian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa strategi pemasaran yang dilakukan oleh pegadaian syariah cabang Dewi Sartika meliputi empat variable dalam bauran pemasaran yaitu: Pertama

strategi produk dengan cara pengembangan produk menjadi ARRUM (ar-Rahn Untuk Usaha Mikro Kecil) dan pengoptimalan taksiran, Kedua strategi harga dengan memotong tarif Ijarah Rp.85 menjadi Rp.80 setiap Rp.10.000 nilai taksiran, Ketiga dengan strategi distribusi, yaitu dilakukan dengan cara membuka unit pelayanan cabang kecil agar mudah dijangkau oleh para nasabah, Keempat dengan strategi Promosi, yaitu dilakukan dengan cara periklanan berupa brosur, spanduk, souvenir.

Sedangkan dalam penelitian skripsi ini membahas tentang ”Studi Komparasi Aplikasi Gadai Emas serta Strategi Pengembangan pada Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah. Yang mana dalam hal ini membahas mengenai perbandingan mekanisme, prosedur, serta strategi pengembangan usaha gadai emas yang dilakukan oleh Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah sebagai Lembaga Keuangan Syariah. Kemudian yang membedakan skripsi ini dengan yang terdahulu yaitu dari sisi pembahasannya yang mana penulis mencoba meneliti perbandingan apilikasi produk rahn khusus rahn emas dengan strategi pengembangannya saja disertai alasan dikeluarkannya rahn emas kemudian penelitiannya dilakukan pada lembaga keuangan syariah yang mana dalam hal ini


(25)

bisa dijadikan rujukan sebagai perbandingan antara aplikasi rahn di bank dengan lembaga keuangan syariah non bank (Pegadaian Syariah).

E. Kerangka Teori

Gadai dalam bahasa Arab disebut Rahn. Rahn menurut bahasa adalah Jaminan Hutang, gadaian2, seperti juga dinamai Al-Habsu, artinya penahanan.

Sebagaimana kita ketahui dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal 1150 yang berbunyi:

Gadai adalah suatu hak yang diperoleh seorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang diserahkan kepadanya oleh seorang berutang atau seorang lain atas namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikeluarkan untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana harus didahulukan.3

Berdasarkan Hukum Islam, Pegadaian merupakan suatu tanggungan atas utang yang dilakukan apabila pengutang gagal menunaikan kewajibannya dan semua barang yang pantas sebagai barang dagangan dapat dijadikan jaminan.4

2 A.W. Munawir, Kamus Al-Munawir, (Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), Ed. II, h. 542

3

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, penerjemah R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1976), Cet VIII, Ps.1150.

4

Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2004) Cet. III h. 88.


(26)

Sistem Gadai Syariah adalah sistem penyaluran pinjaman secara gadai yang didasarkan pada penerapan prinsip syariah islam dalam transaksi ekonomi, yaitu menghindari transaksi pinjam meminjam uang yang mengandung unsur riba.5

Prinsip-prinsip dasar hukum syariah dari gadai itu sendiri dapat dilihat surat Al-Baqarah ayat 283, dimana ayat tersebut memperbolehkan adanya praktek gadai.























Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (QS. Albaqarah : 283).

Dalam menggadaikan barang (Emas) di pegadaian syariah harus memenuhi ketentuan-ketentuan sebagai berikut:6

 Barang yang tidak boleh dijual tidak boleh digadaikan.

 Tidak sah menggadaikan barang rampasan atau barang yang dipinjam.

 Gadai tidak sah apabila utangnya belum pasti.

 Seandainya ada orang yang menggadaikan barang namun barang tersebut belum diterima oleh pegadaian, maka orang tersebut boleh membatalkannya.

 Jika barang gadaian tersebut sudah diterima oleh pegadaian, maka akad rahn telah resmi dan tidak dapat dibatalkan.

5

Perum Pegadaian, Keputusan Direksi Perum Pegadaian tentang Pemberlakuan Manual Operasi Unit Layanan Gadai Syariah , Kep. Dirut Perum Pegadaian No. 06.A/UL.3.00.22.3/2003, Pasal 1 Ayat (1).

6

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Yogyakarta: EKONISIA, 2008) , hal. 143.


(27)

Gadai Emas syariah adalah penggadaian atau penyerahan hak penguasaan secara fisik atas harta/barang berharga (berupa emas) dari nasabah (arrahin)

kepada Pegadaian Syariah (al-murtahin) untuk dikelola dengan prinsip ar-Rahnu yaitu sebagai jaminan (al-Marhun) atas peminjam (al-marhun bih) yang diberikan kepada nasabah/peminjaman tersebut.

Jadi, Kesimpulannya bahwa Rahn Emas Syariah adalah Menahan Barang jaminan berupa barang berharga (emas) milik si peminjam (rahin) , baik yang bersifat materi atau manfaat tertentu, sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang yang diterima tersebut memiliki nilai Ekonomis, sehingga pihak yang menahan (murtahin) memperoleh jaminan untuk mengambil kembali seluruh atau sebagian hutangnya dari barang gadai tersebut apabila pihak yang menggadaikannya tidak dapat membayar hutang tepat pada waktunya.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Penelitian ini adalah paduan dari penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan, karena diawali dengan telaah bahan pustaka dan literatur. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dalam bentuk desain deskriptif dan metode pegumpulan data dengan cara observasi. Deskriptif menurut pengertiannya adalah:7

7


(28)

Penelitian yang bermaksud untuk membuat pencandraan (penulisan : gambaran) mengenai situasi-situasi atau kejadian-kejadian. Dalam pengertian ini penelitian deskriptif menggunakan data dasar deskriptif semata, tidak perlu mencari atau menerangkan saling hubungan, menguji hipotesis, membuat ramalan, atau

mendapatkan makna dan implikasi. Pendapat lainnya mengatakan bahwa ”metode

deskriptif bertujuan untuk menggambarkan sifat sesuatu yang tengah berlangsung pada saat riset dilakukan dan memeriksa sebab-sebab dari gejala tertentu”8.

2. Pendekatan Penelitian

Adapun tipe atau pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa penelitian langsung pada Bank Jabar Banten Syariah dan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I) dalam rangka mengetahui mekanisme, serta strategi pengembangan usaha Gadai Emas Syariah. Penelitian ini juga menggunakan pendekatan dokumen (content analisys) yaitu melakukan pengumpulan data dan informasi melalui arsip dan dokumen.

3. Jenis Data dan Sumber Data

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan jenis data yaitu data kualitatif berupa kata-kata atau gambar bukan angka, kalaupun ada angka-angka sifatnya hanya sebagai penunjang9. Serta menggunakan dua sumber data yaitu :

8

Husein Umar, Metode Penelitian untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta: Rajawali Press , 2004), h. 22.

9


(29)

a. Sumber Data Primer

Merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diperoleh langsung dari hasil wawancara dengan pihak Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Cabang Lebak Bulus I) yang kompeten dan ahli mengenai mekanisme serta taksiran Gadai Emas Syariah b. Sumber Data Sekunder

Merupakan sumber data yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Data yang diperoleh dari literatur-literatur kepustakaan seperti buku-buku serta sumber lainnya yang berkaitan dengan materi penulisan skripsi ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penulisan ini, maka teknik pengumpulan data yang digunakan adalah :

A. Arsip Dokumen

Yaitu bahan tertulis yang sudah lama digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalakan atau bisa juga disebut penelitian yang dilakukan dengan cara mengumpulkan dan mempelajari data-data atau bahan-bahan dari berbagai daftar kesusastraan yang ada. Dengan cara membaca, mempelajari, mencatat, dan merangkum teori-teori yang ada kaitannya dengan masalah pokok pembahasan melalui buku-buku, skripsi terdahulu, majalah, surat kabar, artikel, buletin, brosur,


(30)

internet dan media lainnya yang berhubungan dengan pembahasan penelitian ini.

B. Wawancara

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara bertanya langsung dengan responden. Dalam wawancara terdapat proses interaksi antara pewawancara dengan responden. Dalam hal ini penulis melakukan peninjauan langsung ke lokasi yaitu pada Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I) yang mengeluarkan Produk Rahn (Gadai Emas Syariah), Penulis menggunakan teknik wawancara atau interview ini dengan narasumber yang cakap dan berkompeten pada bidangnya untuk memberikan keterangan dari masalah yang sedang dibahas.10

C. Observasi (penelitian lapangan)

Secara mudah observasi sering disebut juga sebagai metode pengamatan. Ringkasnya metode observasi adalah cara pengumpulan data dengan cara melakukan pengamatan secara cermat dan sistematik. Dalam hal ini penulis mengamati secara lansung analisis mekanisme operasional gadai emas serta strategi pengembangan usaha gadai emas tersebut pada Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I).

10


(31)

5. Teknik Pengolahan Data

a. Seleksi Data : setelah memperoleh data dan bahan-bahan baik melalui library research maupun field research, lalu data diperiksa kembali satu persatu agar tidak terjadi kekeliruan.

b. Klasifikasi Data : setelah data diperiksa lalu diklasifikasikan dalam bentuk dan jenis tertentu, kemudian diambil suatu kesimpulan.

6. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan jenis penelitian kualitatif yang bersifat deskriptif-analitis, yakni penelitian yang menggambarkan data dan informasi yang berlandaskan fakta-fakta yang diperoleh dilapangan mengenai perbandingan mekanisme, serta strategi pengembangan usaha Gadai Emas Syariah yang dijadikan sebagai alternatif pegadaian Syariah dan proses mendapatkan uang secara cepat yang kemudian akan digunakan untuk modal kerja dan kebutuhan masyarakat pada Bank Jabar Banten Syariah dan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I).

7. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan dalam penulisan skripsi ini adalah menggunakan

“Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 2007”.


(32)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan yang digunakan dalam menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut :

BAB I Pendahuluan, yang meliputi Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Tinjauan Kajian Terdahulu, Kerangka Teori, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan.

BAB II Tijauan Teoritis Gadai Emas Syariah, bab ini membahas tentang pengertian, landasan hukum, Syarat sah dan rukun, manfaat dan ketentuan dalam pegadaian syariah pada barang jaminan emas, Pendapat Ahli Hukum Islam tentang Manfaat Barang Gadai Syariah, perbedaan Rahn

dengan pegadaian konvensional dan Barang Jatuh Tempo, Peran Pegadaian Syariah terhadap Pemberdayaan Masyarakat serta Berakhirnya Akad Gadai Syariah (Rahn).

BAB III Perbadingan akad yang digunakan pada gadai emas di Bank Jabar Banten Syariah dan Pegadaian Syariah UPCS Lebak Bulus I, bab ini membahas sekilas tentang akad yang digunakan oleh Bank Jabar Banten Syariah dan UPCS Lebak Bulus I dalam menjalankan usaha gadai emas .

BAB IV Perbandingan Mekanisme Gadai Emas Syariah dan Strategi Pengembangan Usaha pada Bank Syariah dan Perum Pegadaian Syariah, merupakan bagian pembahasan mengenai perbandingan


(33)

mekanisme dan prosedur Gadai Emas Syariah pada BJB Syariah dan Perum Pegadaian Syariah (UPCS Lebak Bulus I), mulai dari hal yang melatarbelakangi penerbitan gadai emas, strategi pengembangan usaha dan Analisis (SWOT) pada kedua lembaga keuangan syariah tersebut, serta cara penaksiran nilai gadai emas syariah.

BAB V Penutup

Merupakan bagian terakhir penulisan yang akan menunjukkan pokok-pokok penting dari keseluruhan pembahasan ini. Bagian ini menunjukkan jawaban ringkas dari permasalahan yang dibahas pada bagian permasalahan di atas yang berisi kesimpulan dan saran.


(34)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Konsep Gadai Emas

1. Pengertian Gadai Emas Syariah

Transaksi gadai dalam fiqih islam disebut Ar-rahn. Ar-rahn adalah suatu jenis perjanjian untuk menahan suatu barang sebagai tanggungan utang.11 Pengertian ar-rahn dalam bahasa Arab adalah ats-tsubut wa ad-dawam

(

ا دلا

ثلا

),

12 yang berarti

“tetap” dan “kekal”.

Pengertian tersebut merupakan yang tercakup dalam kata kata al-hasbu, yang berarti menahan. Kata ini merupakan makna yang bersifat materiil. Karena itu, secara bahasa kata ar-rahn berarti “menjadikan suatu barang yang bersifat materi sebagai pengikat

utang”.13

Secara etimologi rahn (gadai) bermakna tetap dan berkesinambungan, sebagaimana juga yang digunakan untuk makna kata al-hasbu “menahan”. Penggunaan yang pertama

seperti ungkapan ni‟matun râhinah“nikmat yang kekal”.

Adapun menurut terminologi Islam, rahn sebagaimana didefinisikan oleh para ulama adalah menjadikan barang yang berharga menurut tinjauan syariat sebagaimana jaminan

11

Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 1. 12

Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh „ala Al-Madzahib Al-Arba‟ah, (Beirut: Dar Al-fikr, 1996), h. 249.


(35)

utang, sekiranya pembayaran utang atau sebagian bisa diambil dari benda yang digadaikan tersebut.14

Rahn juga dapat diartikan menahan salah satu harta milik si peminjam sebagai jaminan atas pinjaman yang diterimanya. Barang tersebut memiliki nilai ekonomis. Dengan demikian, pihak yang menahan memperoleh jaminan untuk dapat mengambil kembali seluruh atau sebagian piutangnya. Sedangkan dalam pengertian istilah adalah akad atau perjanjian utang piutang dengan menjadikan marhun sebagai kepercayaan/penguat marhun bih dan murtahin berhak menjual/melelang barang yang digadaikan itu pada saat ia menuntut haknya. Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa rahn adalah semacam jaminan utang atau gadai.15

Pengertian gadai yang terungkap dalam pasal 1150 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barng bergerak, karena itu makna gadai dalam bahasa hukum perundang undangan disebut sebagai barang jaminan, agunan, dan rungguhan.16 Sedangkan pengertian gadai

(rahn) dalam hukum Islam (Syara) adalah:

ُنِكُُْ ُثْيَِِ ٍنْيَدِب ًةَقْ يِثَو ِعْرَشلا ِرَظَن ِِ ٌةَمْيِق اَََ ٍَْْع ُلْعَج

َ

ْ ُ

لا َكِلَ

َ

ْوَا ِنْي

َ

ُدْخ

َِْْعْلا َكْ ِ ْنِ ُ ِ ْعَ ب

14

Sayyid Sabiq, Fiqih Sunah Jilid.3, (Jakarta: Al-I‟tishom, 2008), h. 248. 15

Ahmad Rodoni dan Abdul Hamid, Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Zikrul Hakim, 2008), h.187.

16


(36)

Menjadikan suatu barang yang mempunyai nilai harta dalam pandangan syara sebagai jaminan hutang, yang memungkinkan untuk mengambil seluruh atau sebagian hutang dari barang tersebut.17

Gadai Emas syariah adalah penggadaian atau penyerahan hak penguasaan secara fisik atas harta/barang berharga (berupa emas) dari nasabah (arrahin) kepada Bank/Pegadaian (al-murtahin) untuk dikelola dengan prinsip ar-Rahnu yaitu sebagai jaminan (al-Marhun) atas peminjam (al-marhunbih) yang diberikan kepada nasabah/peminjaman tersebut.

Pembiayaan gadai emas syariah adalah produk pembiayaan dimana lembaga keuangan syariah (Pegadaian Syariah) memberikan fasilitas pinjaman kepada nasabah dengan jaminan berupa emas dengan mengikuti prinsip gadai syariah, emas tersebut ditempatkan dalam penguasaan dan pemeliharaan pegadaian syariah dan atas pemeliharaan tersebut pegadaian syariah mengenakan biaya sewa atas dasar prinsip Ijarah.18

17

Sayyid Sabiq, Al-fiqh As Sunnah, (Beirut: Dar Al-Fikr), h. 187.

18


(37)

2. Landasan Hukum dari Gadai syariah yaitu:

Al-Qur’an















































































Artinya: jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah. dan janganlah kamu (para saksi) Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan. (QS: Al-Baqarah: 283)

Al-Hadist

َ

ََِِلا َن

َمَ َسَو ِْيَ َع َُ لا ىَ َص

اًعْرِ َََُرَو ٍلَجَ ََِإ ٍيِ وُهَ ي ْنِ اً اَعَط ىَرَ تْشا

ٍديِدَح ْنِ

( م س و ىراخ اور

)

Artinya : Bahwa Nabi Saw membeli makanan dari seorang Yahudi yang dibayar secara tangguh (dengan cara berhutang), lalu Nabi Saw menggadaikan baju besinya (HR: Bukhari dan Muslim).

Hadist dari Anas bin Malik ra. Yang diriwayatkan oleh Ibn Majah yang berbunyi:

يِمَ ْهَْْا ِيِ َع ُنْب ُرْصَن اََ ثَدَح

َ

ِ

،

ْنَع َةَ اَتَ ق ُنْب ُماَشِ اََ ثَدَح

َ

ٍسَن

َلاَق

:

ِاا ُلْوُسَر َنََر ْدَقَل

ماِب ِيِ ْوُهَ ي َدِْع اًعْرِ

َ

َ ِةَْ يِ

َ

اًرْ يِعَس ُِْ ِِ َِِْ َدَخ

(

اور

ةج ا نبا

)

Telah meriwayatkan kepada kami Nash bin Ali Al-Jahdhami, ayahku telah meriwayatkan kepadaku, meriwayatkan kepada kami Hisyam bin Qatadah dari


(38)

Anas berkata: sungguh Rasulullah SAW. Menggadaikan baju besinya kepada seorang yahudi di Madinah dan menukarkannya dengan gandum untuk keluarganya.19 (HR. Ibn Majah)

Hadist Abu Hurairah yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari, yang berbunyi:

َ َ اَنَرَ ْخَ ٍ َراَ ُ ُنْب ِااُدْ َع اَنَرَ ْخَ ٍلِ اَقُ ُنْب ُدَمَُ اََ ثَدَح

اَيِر

ِنَع ِِْعَشلا ِنَع

َلاَق َةَرْ يَرُ ِ َ

:

ُي ُرْهَظلا ِاا ُلْوُسَر َلاَق

ِرَدلا ُْ َلَو اًنْوُْرَ نَاَ اَ ِإ ِِتَقْ َ ِب ُ َ ْر

ُبَرْشَيَو

ِب

ََتَقَ َ ن

ِإاَ

َلا يَ َعَو اًنْوُْرَ َناَ

ِ

ََتَقَ َ لا ُبَرْشَيَو ُ َ ْرَ ي ي

(

يراخ لا اور

)

Telah diriwayatkan kepada kami Muhammad bin Muqatil, mengabarkan kepada kami Abdullah bin Mubarak, mengabarkan kepada kami Zakariya dari Sya‟bi dari Abi Hurairah, dari Muhammad SAW. Bahwasannya beliau bersabda: kendaraan dapat digunakan dan hewan ternak dapat pula diambil manfaatnya apabila digadaikan. Pegadai wajib memberikan nafkah dan penerima gadai boleh mendapatkan manfaatnya.20 (HR. Al-Bukhari)

Hadist Riwayat Abu Hurairah ra, yang berbunyi:

ْنَع

َ

َةَرْ يَرُ ِ

:

ِاا ُلْوُسَر َلاَق

:

ُُ ْرُغ ِْيَ َعَو ُُمُْغ َُل ِِ ِحاَصِل ُنَْرلا ُقَ ْغَ ي ََ

(

يطقلا رادلاو يعف اشلا اور

)

Barang gadai tidak boleh disembunyikan dari pemilik yang menggadaikan, baginya resiko dan hasilnya. (HR. Asy-Syafi‟i dan Ad-Daruquthni)

Ijtihad Ulama

Perjanjian gadai yang diajarkan dalam al-Qur‟an dan al-Hadist itu dalam pengembangan selanjutnya dilakukan oleh para Fuqaha dengan jalan Ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah

19

Zainuddin Ali, Hukum Gadai Syariah, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 7. 20


(39)

mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan landasan hukumnya. Namun demikian perlu dilakukan pengkajian ulang yang lebih mendalam bagaimana seharusnya penggadaian menurut landasan hukumnya.

Jumhur ulama menyepakati kebolehan status hukum gadai. Hal dimaksud, berdasarkan pada kisah Nabi Muhammad saw, yang menggadaikan baju besinya untuk mendapatkan makanan dari seorang Yahudi. Para ulama juga mengambil indikasi dari contoh Nabi Muhammad saw tersebut, ketika beliau beralih dari yang biasanya bertransaksi kepada para sahabat yang kaya kepada seorang, Yahudi, bahwa hal itu tidak lebih sebagai sikap Nabi Muhammad saw. yang tidak mau memberatkan para sahabat yang biasanya enggan mengambil ganti ataupun harga yang diberikan oleh Nabi Muhammad saw kepada mereka.

Fatwa DSN

a) Fatwa Dewan Syariah Nasional No : 25/DSN-MUI/III/2002 mengenai Rahn.

b) Fatwa DSN no 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.

c) Fatwa Dewan Syariah Nasional – MUI No: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Ijarah.

d) Fatwa Dewan Syariah Nasional – MUI No: 10/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Wakalah.

e) Fatwa Dewan Syariah Nasional – MUI No: 43/DSN-MUI/IV/2000 tentang

Ganti rugi.21

21


(40)

3. Rukun&Syarat Sah Gadai Syariah

Sebelum dilakukan Rahn, terlebih dahulu dilakukan akad. Akad ini menurut Mustafa az-Zarqa22 adalah ikatan secara hokum yang dilakukan oleh kedua belah pihak atau beberapa pihak yang berkeinginan untuk mengikatkan diri. Kehendak pihak yang mengikatkan diri itu sifatnya tersembunyi dalam hati. Karena itu, untuk menyatakan bagaimana keinginan masing-masing diungkapkan dalam suatu akad.

Ulama Fiqih berbeda pendapat dalam menetapkan rukun rahn. Menurut Jumhur Ulama, rukun rahn itu ada 4 (empat), yaitu:

a) Shigat (lafadz ijab dan qabul);

b) Orang yang berakad (rahin dan murtahin);

c) Harta yang dijadikan marhun; dan d) Utang (marhun bih).

Ulama Hanafiyah berpendapat, rukun rahn itu hanya ijab (pernyataan menyerahkan barang sebagai jaminan pemilik barang) dan qabul (pernyataan kesediaan memberi utang dan menerima barang jaminan itu). Menurut ulama Hanafiyah, agar lebih sempurna dan mengikat akad rahn, maka diperlukan qabdh (penguasaan barang) oleh penerima gadai

(Murtahin). Adapun rahin, murtahin, marhun, dan marhun bih itu bukan termasuk syarat-syarat rahn, bukan rukunnya hanya sebagai pendukung akad saja.23

22

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi dalam Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), h. 102-103.

23


(41)

Sedangkan syarat rahn, ulama Fiqh mengemukakannya sesuai dengan rukun rahn itu sendiri, yaitu:24

1) Syarat yang terikat dengan orang yang berkad, adalah cakap bertindak hukum (baligh dan berakal). Ulama Hanafiyah hanya mensyaratkan cukup berakal saja. Karenanya, anak kecil yang mumayyiz (dapat membedakan antara yang baik dan buruk) boleh melakukan akad rahn, dengan syarat mendapatkan persetujuan dari walinya.

2) Syarat sight (lafadz). Ulama Hanafiyah mengatakan dalam satu akad itu tidak boleh dikaitkan dengan syarat tertentu atau dengan masa yang akan datang, karena akd rahn itu sama dengan akad jual-beli.

3) Syarat marhun bih adalah:

a) Merupakan hak yang wajib dikembalikan kepada murtahin; b) Marhun bih itu boleh dilunasi dengan marhun tersebut; c) Marhun bih itu jelas atau tetap dan tertentu.

4) Syarat marhun, menurut pakar fiqh adalah:

a) Marhun itu boleh dijual dan nilainya seimbang dengan marhun bih; b) Marhun itu bernilai harta dan boleh dimanfaatkan (halal);

c) Marhun itu jelas dan tertentu; d) Marhun itu milik sah rahin;

e) Marhun itu tidak terikat dengan hak orang lain;

24

Sasli Rais, Pegadaian Syariah (Konsep dan Sistem Operasional), (Jakarta: UI PRESS, 2006), h. 43.


(42)

f)Marhun itu merupakan harta yang utuh, tidak bertebaran dalam beberapa tempat; dan

g) Marhun itu boleh diserahkan, baik materinya maupun manfaatnya.

Dewan Syari‟ah Nasional membuat fatwa tersendiri mengenai rahn emas ini, yaitu

dalam Fatwa Dewan Syari‟ah Nasional No. 26/DSN-MUI/III/2002. Secara prinsip, ketentuan rahn emas juga berlaku ketentuan rahn yang diatur dalam Fatwa DSN No. 25/DSN-MUI/II/2002. Namun, ada sedikit ketentuan khusus mengenai rahn ini, sebagai berikut:25

1. Ongkos dan biaya penyimpanan barang (marhun) ditanggung oleh penggadai (rahin).

2. Ongkos tersebut besarnya didasarkan pada pengeluaran yang nyata-nyata diperlukan.

3. Biaya penyimpanan barang (marhun) dilakukan berdasarkan akad ijarah.

4. Fungsi dan Tujuan Gadai Emas Syariah

Dalam al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 283 dijelaskan bahwa gadai pada hakikatnya merupakan salah satu bentuk dari konsep muamalah, dimana sikap tolong menolong dan sikap amanah saling ditonjolkan. Begitu juga dalam hadist Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Hurairah, disana nampak sikap menolong antara

25


(43)

Rasulullah dengan Yahudi saat Rasulullah menggadaikan baju besinya kepada orang yahudi tersebut.

Maka pada dasarnya, hakikat dan fungsi dari Gadai dalam Islam adalah semata-mata untuk memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan dengan bentuk

marhun sebagai jaminan, dan bukan untuk kepentingan komersial dengan mengambil keuntungan yang sebesar-besarnya tanpa menghiraukan kemampuan orang lain.26akan tetapi pada prakteknya rahn tersebut berfungsi bukan untuk sekedar tolong menolong, melainkan berfungsi sebagai jaminan atau utang piutang (Qard).

Produk rahn disediakan untuk membantu nasabah dalam pembiayaan kegiatan multiguna. Rahn sebagai produk pinjaman, berarti pegadaian syariah hanya memperoleh imbalan atas biaya administrasi, penyimpanan, pemeliharaan, dan asuransi marhun, maka produk rahn ini biasanya digunakan bagi keperluan fungsi sosial-konsumtif, seperti kebutuhan hidup, pendidikan dan kesehatan.27 Sedangkan rahn sebagai produk pembiayaan, berarti pegadaian syariah mengeluarkan dana kepada nasabah.

Sifat usaha pegadaian pada prinsipnya menyediakan pelayanan bagi kemanfaatan masyarakat umum dan sekaligus menumpuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan yang baik. Oleh karena itu, adanya pegadaian bertujuan sebagai berikut:28

26

Sasli Rais, Pegadaian Syariah (konsep dan Sistem Opersional), (Jakarta: UI-PRESS, 2006), h. 42.

27

Yadi Janwari dan H.A. Djajuli, Lembaga-Lembaga Perekonomian Umat, (Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 2002), h. 82.

28

Andri Sumitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 394.


(44)

1) Turut melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijaksanaan dan program pemerintah dibidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya melaui penyaluran uang pembiayaan atau pinjaman atas dasar hukum gadai.

2) Pencegahan praktek ijon, pegadaian gelap, dan pinjaman tidak wajar lainnya.

3) Pemanfaatan gadai bebas bunga pada gadai syariah memiliki efek jarring pengaman social karena masyarakat yang membutuhkan dana mendesak tidak lagi dijerat pinjaman atau pembiayaan berbasis bunga.

4) Membantu orang-orang yang membutuhkan pinjaman dengan syarat mudah dan proses cepat.

5. Manfaat Gadai Emas Syariah

Adapun manfaat gadai itu sendiri antara lain:29

1) Bagi Nasabah; tersedianya dana dengan prosedur yang relative lebih sederhana dan dalam waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan pembiayaan atau kredit perbankan, disamping itu nasabang juga mendapat manfaat penaksiran nilai suatu barang bergerak secara professional serta mendapatkan fasilitas penitipan barang bergerak yang aman dan dapat dipercaya.

2) Bagi Perusahaan Pegadaian; penghasilan yang bersumber dari sewa modal yang dibayarkan oleh peminjam dana, penghasilan yang bersumber dari ongkos

29

Andri Sumitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 395.


(45)

yang dibayarkan oleh nasabah memperoleh jasa tertentu. Bagi Bank Syariah yang mengeluarkan produk gadai syariah dapat mendapat keuntungan dari pembebanan biaya administrasi dan biaya sewa tempat penyimpanan emas.

6. Pendapat Ahli Hukum Islam tentang Manfaat Barang Gadai Syariah

Pada dasarnya, marhun tidak boleh diambil manfaatnya, baik oleh rahin maupun murtahin, kecuali apabila mendapat izin masing-masing pihak yang bersangkutan. Hak murtahin hanya sebatas menahan dan tidak berhak menggunakan atau mengambil hasilnya terkecuali apabila kedua rahin dan murtahin ada kesepakatan satu sama lainnya.

Adapun mengenai boleh atau tidaknya marhun diambil manfaatnya, beberapa

ulama berbeda pendapat. Namun menurut Syafi‟I dari beberapa pendapat ulama yang tergabung dalam 4 madzhab tersebut yaitu Malikiyyah, Syafi‟iyyah, Hambaliyyah, dan

Hanafiyyah, sebenarnya ada titik temu, inti dari kesamaan pendapat 4 madzhab tersebut terletak pada pemanfaatan marhun tersebut sudah mendapatkan izin dari pihak rahin maupun murtahin, maka pemanfaatan marhun diperbolehkan.30

1. Pendapat Ulama Syafi’iyyah

Imam Syafi‟iyyah mengatakan bahwa manfaat dari marhun adalah hak bagi rahin,

tidak ada sesuatupun dari marhun bagi murtahin. Menurut ulama Syafi‟i bahwa rahinlah

yang mempunyai hak atas marhun, meskipun marhun itu ada di bawah kekuasaan

30

Sasli Rais, Pegadaian Syariah (Konsep dan Sistem Operasional), (Jakarta: UI Press, 2006), hal.53.


(46)

murtahin. Kekuasaannya tidak akan hilang kecuali ketika mengambil manfaat atas

marhun tersebut. Alasan yang digunakan ulama syafi‟iyyah adalah sebagai berikut:

Dalam hadist Rasullah Saw, yang artinya:

“Dari Abu Hurairah ra. berkata bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Barang jaminan itu dapat ditunggangi dan diperah”.

Berdasarkan hadist diatas, menurut ulama Syaf‟iyah bahwa barang gadai (marhun)

hanya sebagai jaminan atau kepercayaan atas penerima gadai (murtahin), sedangkan kepemilikan tetap ada pada rahin. Dengan demikian, manfaat atau hasil dari barang yang digadaikan adalah milik rahin. Pengurangan terhadap nilai atau harga dari barang gadai tidak diperbolehkan kecuali atas izin pemilik barang gadai.

2. Pendapat Ulama Malikiyyah

Mahzab Maliki berpendapat, gadai wajib dengan akad orang yang menggadaikan

(rahn) dipaksakan untuk menyerahkan borg (jaminan) untuk dipegangkan oleh yang memegang gadaian (murtahin). Jika borg sudah berada di tangan pemegang gadaian

(murtahin) orang yang menggadaikan (rahin) mempunyai hak memanfaatkan, berbeda dengan pendapat Imam Asy-Syafi‟i yang mengatakan, hak memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan/membahayakan pemegang gadaian.

Murtahin hanya dapat memanfaatkan barang gadai atas izin pemilik barang gadai dengan beberapa syarat:31

31


(47)

 Hutang disebabkan karena jual beli (Ba‟i), bukan karena mengutangkan (Qardh).

Hal ini dapat terjadi seperti orang menjual barang dengan tangguh, kemudian orang tersebut meminta gadai dengan suatu barang sesuai dengan hutangnya maka hal ini diperbolehkan.

 Pihak murtahin mensyaratkan bahwa manfaat dari marhun adalah untuknya.

 Jangka waktu mengambil manfaat yang telah disyaratkan harus ditentukan, apabila tidak ditentukan batas waktunya, maka menjadi batal. Landasan hukumnya adalah hadist Nabi Muhammad Saw. Yang artinya:

“Dari Umar bahwasanya Rasulullah Saw bersabda: “Hewan sesorang tidak boleh diperas tanpa seizin pemilinya”.(HR.Bukhari)

3. Pendapat Ulama Hanabillah

Menurut ulama Hanabilah syarat bagi murtahin untuk mengambil barang gadai yang bukan berupa hewan adalah:32

a) Ada izin dari pemilik barang (rahin).

b) Adanya gadai bukan sebab menghutangkan.

Apabila barang gadai berupa hewan yang tidak dapat diperah dan tidak dapat ditunggangi, maka boleh menjadikannya sebagai khadam. Tetapi apabila barang gadai berupa rumah, sawah, kebun, dan lain sebagainya maka tidak boleh mengambil manfaatnya. Dalil yang mendasar yang membolehkan murtahin mengambil manfaat dari

32

Sasli Rais, Pegadaian Syariah Konsep dan Sistem Operasional. (Jakarta: UIP, 2006), hal. 56.


(48)

barang gadai (marhun) yang dapat ditunggangi adalah hadist Nabi Saw yang artinya:

“Barang gadai (marhun dikendarai)oleh sebab nafkahnya apabila ia digadaikan dan susunya diminum, dengan nafkahnya abapila digadaikan dan atas yang mengendarai dan meminum susunya wajib nafkahnya”. (HR.Bukhari)

4. Pendapat Ulama Hanafiyyah

Menurut ulama Hanafiyah, tidak ada perbedaan antara pemnafaatan barang gadai yang mengakibatkan kurangnya harga atau tidak, alasannya adalah hadist Nabi Saw yang artinya:

Abu Shalih dari Abu Hurairah, sesungguhnya Nabi Saw. bersabda: “Barang

Jaminan utang dapat ditunggangi dan diperah, serta atas dasar menunggangi dan memerah susunya, wajib menafkahi”.

Menurut ulama Hanafiyah, sesuai dengan fungsi dari barang gadai (marhun) sebagai barang jaminan dan kepercayaan bagi penerima gadai (murtahin) dikuasai oleh penerima gadai (murtahin). Apabila barang tersebut tidak dimanfaatkan oleh penerima gadai (murtahin), maka berarti menghilangkan manfaat dari barang tersebut, padahal barang tersebut memerlukan biaya untuk pemeliharaan. Hal tersebut dapat mendatangkan mudharat bagi kedua belah pihak, terutama bagi pemberi gadai (Rahin). Hanapi menambahkan, bahwa pegadai boleh memanfaatkan barang gadaian itu atas seizin pemiliknya.33

33


(49)

7. Persamaan dan Perbedaan antara Rahn dengan Gadai Konvensional

a) Persamaan

 Hak gadai atas pinjaman uang

 Adanya agunan sebagai jaminan utang.

 Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan.

 Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai.

 Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.

b) Perbedaan

 Gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal sedangkan Rahn dalam hukum Islam dilakukan secara sukarela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan.

 Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak sedangkan pada Rahn berlaku pada seluruh benda baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak.

 Adanya istilah bunga (memungut biaya dalam bentuk bunga yang bersifat akumulatif dan berlipat ganda) sedangkan pada rahn tidak ada istilah bunga (biaya penitipan, pemeliharaan, penjagaan dan penaksiran). Singkatnya biaya gadai syariah lebih kecil dan hanya sekali dikenakan.


(50)

 Dalam hukum perdata gadai dilaksanakan melalui suatu lembaga yang ada di Indonesia disebut Perum Pegadaian sedangkan pada Rahn menurut hukum Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga

 .Menarik bunga 10%-14% untuk jangka waktu 4 bulan, plus asuransi sebesar 0,5% dari jumlah pinjaman. Jangka waktu 4 bulan itu bisa terus diperpanjang, selama nasabah mampu membayar bunga sedangkan pada Hanya memungut biaya (termasuk asuransi barang) sesuai dengan golongan tarif yang telah ditentukan oleh Perum Pegadaian Syariah untuk jangka waktu 4 bulan. Bila lewat 4 bulan nasabah tak mampu menebus barangnya, masa gadai bisa diperpanjang dua periode. Jadi. Total waktu

maksimalnya 6 bulan. ”Tidak ada tambahan pungutan biaya untuk perpanjangan waktu. Tapi, jika melewati masa 6 bulan, pihak pegadaian akan langsung mengek-sekusi barang gadai.34

.

34

Heri Sudarsono, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Edisi 3, (Yogyakarta: Ekonisia UII, 2008), h. 174.


(51)

Tabel 2.1

Persamaan Perbedaan

a) Hak atas pinjaman uang.

b) Adanya agunan sebagai jaminan uang

c) Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan.

d) Biaya yang digadaikan ditnggung oleh para pemberi gadai.

e) Apabila batas waktu pinjaman uang habis barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.

a) Rahn dalam hukum islam dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan sedangkan gadai menurut hukum perdata disamping berprinsip tolong

menolong juga menarik

keuntungan dengan cara menarik sewa modal atau bunga.

b) Dalam hukum perdata hak gadai hanya berlaku p-ada benda yang bergerak sedangkan dalam hokum islam rahn berlaku pada seluruh benda, baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak. c) Dalam rahn tidak ada istilah bunga.

d) Gadai menurut perdata

dilaksanakan melalui suatu lembaga yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian, rahn menurut Islam dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.


(52)

Tabel. 2.2

Perbedaan teknis Pegadaian Syariah – Pegadaian Konvensional Pegadaian Syariah Pegadaian Konvensional

1) Biaya administrasi menurut ketetapan berdasarkan golongan barang.

2) Jasa simpanan berdasarkan

taksiran.

1) Biaya administrasi menurut prosentase berdasarkan golongan barang.

2) Sewa modal berdasarkan uang pinjaman.

Table. 2.3

Perbandingan perhitungan pegadaian syariah dengan pegadaian konvensional Pegadaian Syariah Pegadaian Konvensional Misalnya taksiran harga barang 5.500.000 Misalnya taksiran harga barang 5.500.000

 Uang pijaman yang diterima : 91% X 5.500.000 : 5.005.000

 Biaya administrasi golongan C3: 25.000

 Jasa titipan 10 Hari, 5.500.000 : 10.000 X Rp. 79 X 10 : 10.

 Uang pijaman yang diterima : 91% X 5.500.000 : 4.880.000.

 Biaya administrasi golongan C: 1% X 4.880.000 : 25.000.

 Sewa modal 15 hari : 1,3% X 4.880.000 : 79.300.

B. Pengertian Taksiran Emas

Nilai taksiran adalah perkiraan harga jual yang ditetapkan pihak pemilik dana. Biasanya untuk emas batangan, nilai tersebut berkisar sekitar 95% dari harga perolehan emas tersebut dari Antam. Dana pinjaman yang kita terima tersebut dibebankan sebuah kewajiban, yaitu biaya gadai yang besarnya 1,7 setiap bulan atau tergantung dari


(53)

kebijakan lembaga tersebut mengeluarkan besarnya beban biaya dengan masa pinjaman selama 4 bulan dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan.35

Pegadaian memberikan jasa penaksiran atas nilai suatu barang, bagi masyarakat yang ingin menaksir guna mengetahui kualitas barang. Barang ya ng ditaksir, meliputi semua barang yang bergerak, berapa nilai riil barang berharga miliknya, misalnya emas, berlian, intan, perak dan barang bernilai lainnya. Hal ini berguna bagi masyrakat yang ingin menjual barang tersebut, ataupun hanya sekedar ingin mengetahui jumlah kekayaannya. Atas jasa penaksiran yang diberikan Perum Pegadaian memperoleh pendapatan dari pemilik barang berupa ongkos penaksiran.36

Jasa Taksiran adalah suatu layanan kepada masyarakat yang peduli akan harga atau nilai harta benda miliknya. Dengan biaya yang relatif ringan, masyarakat dapat mengetahui dengan pasti tentang nilai atau kualitas suatu barang miliknya setelah lebih dulu diperiksa dan ditaksir oleh juru taksir berpengalaman. Kepastian nilai atau kualitas suatu barang. Misalnya kualitas emas atau batu permata, dapat memberikan rasa aman dan rasa lebih pasti bahwa barang tersebut benar-benar mempunyai nilai investasi yang tinggi.37

C. Pengertian Lelang

Berdasarkan Kep. Menteri Keuangan RI No. 337/KMK. 01/2000 Bab. I, Ps. 1. yang dimaksud dengan lelang adalah penjualan barang yang dilakukan di muka umum termasuk melalui media elektronik dengan cara penawaran lisan dengan harga

35

Joko Salim, Jangan Investasi Emas, (Jakarta: Visi Media, 2010), h. 57. 36

Sasli Rais. Pegadaian Syariah (Konsep dan Sistem Operasional). (Jakarta: UI Press, 2006), h. 134.

37


(54)

yang semakin meningkat atau harga yang semakin menurun dan atau dengan penawaran harga secara tertulis yang didahului dengan usaha mengumpulkan para peminat.38

Pengertian di muka umum menyangkut masyarakat luas maka umumnya pemerintah ikut campur dalam urusan lelang dan memungut pajak atau bea lelang. Aturan lelang harus dilaksanakan di muka juru lelang yang telah ditunjuk baik melalui pemerintah maupun badan-badan tertentu. Lebih jelasnya lelang menurut pengertian di atas adalah suatu bentuk penjualan barang di depan umum kepada penawar tertinggi. Lelang dapat berupa penawaran barang tertentu kepada penawar yang padamulanya membuka lelang dengan harga rendah, kemudian semakin naik sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan harga tertinggi, sebagaimana lelang ala Belanda (Dutch Auction) dan disebut (lelang naik) yang biasa di lakukan di pegadaian konvensional. Lelang juga dapat berupa penawaran barang, yang pada mulanya membuka lelang dengan harga tinggi, kemudian semakin turun sampai akhirnya diberikan kepada calon pembeli dengan tawaran tertinggi yang disepakati penjual, dan biasanya ditandai dengan ketukan (disebut lelang turun) yang selanjutnya dijadikan pola lelang di pegadaian syariah. Harga penawaran pertama (harga tinggi) disebut sebagai Harga Penawaran Lelang (HPL): bisa berupa Harga Pasar Pusat (HPP), Harga Pasar Daerah (HPD) dan Harga Pasar Setempat dengan memperhitungkan kualitas/kondisi barang, daya tarik (model dan kekhasan serta animo pembeli pada marhun lelang tersebut pada saat lelang.

38


(55)

Penjualan marhun adalah upaya pengembalian uang pinjaman (Marhun Bih) beserta jasa simpan, yang tidak dilunasi sampai batas waktu yang ditentukan. Usaha ini dilakukan dengan menjual marhun tersebut kepada umum dengan harga yang dianggap wajar oleh ULGS.39

Di dalam Al-Qur‟an tidak ada aturan pasti yang mengatur tentang lelang, begitu juga dengan hadits. Berdasarkan definisi lelang, dapat disamakan (diqiyaskan) dengan jual beli di mana ada pihak penjual dan pembeli. Di mana pegadaian dalam hal ini sebagai pihak penjual dan masyarakat yang hadir dalam pelelangan tersebut sebagai pihak pembeli Jual beli termaktub dalam Q.S Al Baqarah 275 dan 282.40

Ketentuan Umum Fatwa DSN yang memuat tentang lelang/penjualan marhun yakni Fatwa DSN No: 25/DSN-MUI/2002 bagian kedua butir 5 yaitu:

 Apabila telah jatuh tempo, Murtahin (Pegadaian Syariah) harus memperingatkan Rahin (nasabah) untuk segera melunasi hutangnya;

 Apabila Rahin tetap tidak dapat melunasi hutangnya, maka Marhun dijual paksa / dieksekusi melalui lelang sesuai syariah;

 Hasil penjualan Marhun digunakan untuk melunasi hutang , biaya pemeliharaan dan penyimpanan (Jasa simpan-pen) yang belum dibayar serta biaya penjualan (Bea Lelang Pembeli, Bea Lelang Penjual dan Dana Sosial );

39

A. Aila Rezannia, “ANALISIS PELELANGAN BENDA JAMINAN GADAI PADA PEGADAIAN SYARIAH CABANG MLATI, SLEMAN, JOGJAKARTA “, (Skripsi S1 JURUSAN EKONOMI ISLAM SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN), SURAKARTA, 2006), h. 28-30.

40

Departemen Agama Republik Indonesia, Al Qur‟an dan Terjemahannya,( Semarang, CV Toha Putra , 1989), hal. 69-70.


(56)

 Kelebuhan hasil penjualan menjadi milik Rahin dan kekurangannya menjadi kewajiban Rahin.41

Hukum Lelang

Di dalam literatur fiqih, lelang dikenal dengan istilah muzayadah. Muzayadah sendiri berasal dari kata ziyadah yang artinya bertambah. Muzayadah berarti saling menambahi. Maksudnya, orang-orang saling menambahi harga tawar atas suatu barang. Dan sebagaimana kita tahu, dalam prakteknya dalam sebuah penjualan lelang, penjual menawarkan barang di kepada beberapa calon pembeli. Kemudianpara calon pembeli itu saling mengajukan harga yang mereka inginkan. Sehingga terjadilah semacam saling tawar dengan suatu harga.

Penjual nanti akan menentukan siapa yang memang, dalam arti yang berhak menjadi pembeli. Biasanya pembeli yang ditetapkan adalah yang berani mengajukan harga tertinggi. Lalu terjadi akad dan pembeli tersebut mengambil barang dari penjual. Ada pendapat ulama yang membolehkan hukum lelang, tapi ada juga yang memakruhkannya. Hal itu karena memang ada beberapa sumber hukum yang berbeda. Ada hadits yang membolehkannya dan ada yang tidak membolehkannya.

I. Yang Membolehkan

Yang membolehkan lelang ini adalah jumhur (mayoritas ulama). Dasarnya adalah apa yang dilakukan langsung oleh Rasulullah SAW di masa beliau hidup. Ternyata

41

Tim Penulis DSN-MUI, Himpunan Fatwa Dewan Syariah Nasional ,( Jakarta PT.Intermasa.ed. 2, , 2003), hal 155-159.


(1)

3. Biaya Gadai

Biaya gadai hanya dikenakan satu kali dengan persentase tertentu, tergantung kebijakan Pegadaian. Biaya ini meliputi biaya administrasi dan biaya penyimpanan.

5. Bagaimana proses pelelangan gadai emas syariah yang dilakukan oleh Pegadaian Syariah?

Jawab: Adapun proses pelelangan barang jaminan (Emas) adalah sebagai mana berikut:

1. Satu minggu sebelum pelelangan, diberitahukan kepada nasabah yang barangnya akan dilelang;

2. Ditetapkan harga emas pegadaian pada saat pelelangan, dengan margin 2% untuk pembeli;

3. Harga penawaran yang naik oleh banyak orang tidak diperbolehkan, sehingga akan merugikan nasabah karena dikhawatirkan pembeli bersepakat untuk menurunkan harga pelelangan. Oleh karena itu pihak pegadaian melakukan pelelangan terbatas, hanya memilih beberapa pembeli (3-4 orang);

4. Hasil pelelangan akan digunakan untuk biaya penjualan 1% dari harga jual, biaya pinjaman 4 bulan, dan sisanya akan

dikembalikan ke nasabah;

5. Sisa kelebihan yang tidak diambil selama 1 tahun, akan diserahkan ke baitul maal yang terakriditasi

6. Bagaimana Potensi dan peluang Produk Rahn (Gadai Emas Syariah) itu sendiri dalam memberdayakan perekonomian masyarakat?


(2)

 Potensi Pasar yang sangat besar dengan mayoritas penduduk Islam,

 Tidak memerlukan investasi yang besar,

 Sangat profitable karena memiliki margin keuntungan yang relative tinggi

 Kemungkinan macet sangat kecil

 Proses pencairan sangat mudah dan cepat

 Seluruh lapisan masyarakat dapat memanfaatkan produk Rahn  Resiko sangat kecil, jika dikelola dengan benar.

7. Apa kendala serta prospek strategi pengembangan Gadai Emas Syariah dalam membiayai kebutuhan masyarakat pada masa sekarang ini?

Jawab: adapun kendala serta strategi pengembangan gadai emas yang dilakukan oleh pegadaian syariah diantaranya:

Kendala Pengembangan:

 Pegadaian syariah relatif baru sebagai suatu sistem keuangan  Masyarakat kurang familiar dengan produk rahn dilembaga

keuangan syariah

 Kebijakan Pemerintah tentang gadai syariah belum akomodatif terhadap keberadaan pegadaian syariah

 Kurangnya tenaga professional di bidang ini.

 Sulitnya memberikan pemahaman masyarakat tentang bahaya bunga dan riba.

 Masih adanya anggapan masyarakat bahwa pegadaian syari‟ah

hanya diperuntukan bagi umat Islam.  Dianggap adanya fanatisme agama.

 Susah untuk menghilangkan mekanisme bunga yang sudah mengakar dan menguntungkan bagi sebagian kecil golongan.  Belum banyaknya ketersediaan unit-unit pegadaian syari‟ah.


(3)

Strategi Pengembangan:

 Banyak mensosialisasikan kepada masyarakat;

 Pemerintah perlu mengakomodir keberadaan keberadaan pegadaian syariah dengan membuat peraturan pemerintah atau undang-undang pegadaian syariah;

 Melaksanakan program pemasaran secara terintegrasi yang melibatkan setiap pihak dan event dalam Perum Pegadaian.  Melaksanakan program pemasaran secara terencana dan

terukur dengan konsep yang dirumuskan secara tepat serta pelaksanaannya yang dirancang secara teliti.

 Melaksanakan program pemasaran yang dapat membangun image Perum Pegadaian sebagai entitas yang kompeten.

 Melaksanakan dan memperkuat program undian-undian nasabah berhadiah menarik.

 Membuka Cabang/Unit Pelayanan Cabang Syariah (UPCS) pada daerah-daerah yang potensial.

8. Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan proses gadai emas syariah pada Pegadaian dibandingkan dengan Perbankan syariah?

Jawab: Pegadaian sebagai lembaga perkreditan milik pemerintah, tentunya mempunyai kelebihan maupun kekurangan dibandingkan dengan bank. Adapun kelebihan-kelebihan tersebut antara lain:

1)Persyaratan ringan dan mudah; 2)Prosedurnya sederhana;

3)Tidak perlu membuka rekening seperti tabungan, deposito, ataupun giro;

4)Suatu saat uang dibutuhkan, saat itu juga uang dapat diperoleh; 5)Keanekaragaman barang yang dapat dijadikan jaminan;


(4)

6)Angsuran ringan karena tidak ditentukan besarnya, sehingga dapat diangsur sesuai kemampuan;

7)Memperoleh tenggang waktu pelunasan dua minggu setelah jatuh tempo tanpa dibebani bunga (masa tunggu lelang).

Adapun kelemahan pegadaian yaitu:

1) Harus ada jaminan berupa barang yang bergerak yang mempunyai nilai;

2) Barang bergerak yang digadaikan harus diserahkan ke pegadaian, sehingga barang tersebut tidak dapat dimanfaatkan selama digadaikan;

3) Jenis barang gadai yang dapat diberikan masih terbatas. 9. Akad apa saja yang dipakai dalam praktek gadai emas syariah?

Jawab: Sebenarnya akad yang dipakai dalam mekanisme operasional gadai syariah itu dapat dilakukan dengan menggunakan 6 akad yaitu, akad qardhul hasan, akad ijarah, akad rahn, akad bagi hasil, akad mudharabah, akad musyarakad amwal al-„inan, akan tetapi kebanyakan akad yang digunakan pada gadai emas syariah ada dua akad yaitu akad Ijarah dan akad Rahn.

Lebak Bulus, 22 Februari 2011

Yang Mewawancarai Yang Diwawancarai


(5)

Tarif Ijarah dan Biaya Administrasi Gadai Syariah (Rahn)

Tarif Diskon Ijarah

Persentase Pinjaman dari Taksiran (%)

Diskon (%)

Tarif Ijarah Setelah Diskon (Rp) Emas/Perhiasan Barang Gudang Mobil/Motor

<15% 0 1%

15 - 19 81 15 16 17

20 - 24 76 19 20 22

25 - 29 71 23 25 26

30 - 34 66 27 28 31

35 - 39 61 31 33 35

40 - 44 56 35 37 40

45 - 49 50 40 43 45

50 - 54 44 45 48 50

55 - 59 38 50 53 56

60 - 64 32 54 58 61

65 - 69 26 59 63 67

70 - 74 20 64 68 72

75 - 79 14 69 73 77

80 - 84 7 74 79 84

85 - 90 0 80 85 90

Golongan UP Min UP Max Pembulatan UP

Pembulata n

Ijarah

Tarif Ijarah Biaya Adm. Gadai Surat Biaya Adm. Hilang Taksir an R p R p R p R p R

p. Rp. p. R

A 20,0

00

150,0 00

1,0

00 45 1,000

1,000 95%

B 151,0

00 500,000 1,000 10

73 3,000 2,00

0 92%

C 501,0

00 1,000,000 1,000 10

79 8,000 3,00

0 91%

C 1,005,0

00 5,000,000 5,000 10

79 15,000 3,00

0 91%

C 5,010,0

00 10,000,000 10,000 10

79 25,000 3,00

0 91%

C 10,050,0

00 20,000,000 50,000 10

79 40,000 3,00

0 91%

D 20,100,0

00 50,000,000 100,000 10

62 60,000 4,00

0 93%

D 50,100,0

00 200,000,000 100,000 10

62 100,000 4,00


(6)