Kecerahan dan Kekeruhan Kondisi Fisik Perairan Marina 1. Suhu Perairan

2004 untuk biota laut yaitu antara 28 - 32 o C, dengan kondisi bervariasi setiap saat siang, malam dan musim. Hal ini berarti bahwa suhu badan air masih mendukung kehidupan organisme yang ada di dalamnya dan kisaran tersebut juga memperlihatkan bahwa tidak ada lonjakan yang berarti dari suhu. Menurut Effendi 2003 perubahan suhu berpengaruh terhadap proses fisika, kimia dan biologi. Setiap organisme akuatik menginginkan kisaran suhu tertentu batas atas dan bawah yang sesuai dengan pertumbuhannya. Aktivitas biologis – fisiologis di dalam ekosistem perairan sangat dipengaruhi oleh suhu. Benoit 1971 menyatakan kenaikan suhu akan meningkatkan laju metabolisme pada organisme. Akibat meningkatnya laju metabolisme, akan menyebabkan konsumsi oksigen meningkat dan selanjutnya akan menurunkan kelarutan oksigen perairan. Pola temperatur ekosistem perairan dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara perairan dengan udara sekitarnya dan ketinggian geografis Wetzel, 1975. Selain itu pola temperatur perairan dapat dipengaruhi oleh faktor antropogenik faktor yang diakibatkan oleh aktivitas manusia, seperti limbah panas yang berasal dari pendingin pabrik dan penggundulan DAS, sehingga badan air terkena cahaya matahari secara langsung.

4.3.2. Kecerahan dan Kekeruhan

Hasil pengukuran di Perairan Marina memberikan indikasi kecerahan rata- rata antar stasiun memiliki variasi relatif kecil yaitu pada stasiun 1, 2 dan 3 masing-masing sebesar 0.82 m, 2.32 m dan 2.25 m dengan status telah melampaui baku mutu yang diperkenankan yaitu 3 m. Kondisi ini berarti bahwa Perairan Marina ditinjau dari parameter kecerahan telah tercemar hingga jarak 1000 m dari garis pantai dan kawasan yang paling rendah nilai kecerahannya adalah pada stasiun 1 yang mewakili muara. Hal ini disebabkan stasiun 1 adalah kawasan yang paling besar menerima masukan limbah dari daratan dan merupakan muara tempat bertemunya massa air laut dengan salinitas tinggi dengan air tawar sehingga terjadi perbedaan densitas yang dapat mengakibatkan terjadinya turbulensi yang menyebabkan partikel-partikel mengendap teraduk kembali, sehingga menurunkan nilai kecerahan. Sedangkan pada stasiun 2 dan 3 karena jarak stasiun yang semakin jauh dari sumber pencemar dan diduga limbah yang masuk telah mengalami proses penyebaran terangkut ke laut lepas dan terencerkan, sehingga nilai kecerahan relatif lebih baik dari nilai kecerahan di stasiun 1. Terjadinya penyebaran dan pengenceran di laut didominasi oleh faktor arus, angin dan pasang surut khususnya pada lapisan permukaan Benoit, 1971. Nilai kecerahan yang rendah berbanding terbalik dengan nilai kekeruhan, hasil pengukuran menunjukkan level relatif tinggi dengan status telah melampaui baku mutu, khususnya di stasiun 1 dan 2 Tabel 3. Baku mutu nilai kekeruhan yang dipersyaratkan adalah 5 NTU Kep Men LH. No. 51 tahun 2004, sedangkan nilai kekeruhan rata-rata pada stasiun 1 dan stasiun 2 sebesar 6.57 NTU dan 5.91 NTU. Fenomena ini diduga karena masuknya bahan-bahan tererosi berupa lumpur dan hasil buangan masyarakat di bagian hulu Sungai Ciliwung yang mengalir langsung ke Muara Marina. Tingginya bahan-bahan yang masuk ke Perairan Marina melalui Sungai Ciliwung karena dua hal utama. Pertama karena hunian di sepanjang bantaran Sungai yang mencapai 71.56 dari luas keseluruhan sepanjang sungai Kusriyanto, 2002. Peningkatan jumlah penduduk setiap tahun memerlukan ruang untuk tempat tinggal dan usaha. Akibat keterbatasan lahan yang tersedia menyebabkan masyarakat menempati wilayah bantaran sungai sehingga mengakibatkan daerah aliran sungai yang berfungsi mengatur tata air menjadi semakin sempit Anonim, 2004. Frekuensi masuknya buangan juga diperparah dengan tingginya erosi, hal ini tidak lepas dari karakteristik jenis tanah di sepanjang Sungai Ciliwung yang bertipe peka terhadap erosi yaitu jenis litosol, regosol dan andosol. Ketiga jenis tanah tersebut memiliki kestabilan agregat rendah sehingga rentan tergerus aliran air dan hujan Harijogjo, 2002. Gambaran lain yang dapat ditangkap dari hasil pengukuran kekeruhan adalah tingkat kekeruhan menurun dengan semakin jauhnya jarak perairan dari garis pantai. Kecenderungan ini dapat disebabkan faktor volume pengencer dan kedalaman yang semakin bertambah ke arah lepas pantai. Bertambahnya kedalaman suatu perairan akan memberikan ruang relatif lebih besar bagi badan perairan untuk mendispersikan dan mengencerkan bahan-bahan padatan tersuspensi Hamilton, 1994. Sedangkan pada perairan yang lebih dangkal, selain volume pengencer relatif lebih terbatas juga kemungkinan faktor pengadukan turbulensi padatan tersuspensi di dasar perairan oleh gerakan air relatif lebih tinggi, sehingga menyebabkan tingginya nilai kekeruhan turbidity Benoit, 1971; Triyanto, et al., 2005.

4.3.3. Total Padatan Tersuspensi